Anda di halaman 1dari 34

BAB II

PEMBAHASAN

RADIKULOPATI

A. Definisi

Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi

dan struktur radiks atau kerusakan pada akar saraf di sekitar area tulang belakang.

Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :

- struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal

- belakang kepala, servikal ke-2

- leher, servikal ke-3

- area diatas pundak, servikal ke-4

- area deltoid, servikal ke-5

- lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6

- telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7


- jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan

torakik ke-1

- puting, torakik ke-5

- umbilicus, torakik ke-10

- selangkangan, lumbal ke-1

- sisi medial lutut, lumbal ke-3

- jari kaki besar, lumbal ke-5

- jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1

- belakang paha, sakrum ke-2

- area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5

B. Etiologi

Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses

kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan

lokasi terjadinya proses patologis.

1. Proses Kompresif

Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati

adalah :

a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

b. Dislokasi traumatik

c. Fraktur kompresif

d. Skoliosis

e. Tumor medulla spinalis

f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis

h. Spondilolistesis dan Spondilolisis

i. Stenosis spinal

j. Spondilitis tuberkulosis

k. Spondilosis servikal

2. Proses Inflamasi

Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :

a. Guillain–Barré syndrome

b. Herpes Zoster

3. Proses Degeneratif

Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah

diabetes mellitus.

C. Tipe-tipe Radikulopati

1. Radikulopati Lumbar

Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang

disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar

sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung

bawah (low back pain) sering didapatkan.

2. Radikulopati Servikal

Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan

kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati

servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.


3. Radikulopati Torakal

Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf

pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti

pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang

menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian

ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.

D. Patofisiologi

Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis

 Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih

sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk

menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya

lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih

awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti

protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke

posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus

fibrosus.

 Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari

radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan

dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif

dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh

berlebihan, kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum.

 Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang

vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan


membentuk “trefoil axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan

proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki

pekerja usia tua.

 Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan

degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

A. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed

atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri

tungkai berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu

waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan

kalsifikasi. HNP kebanyakan terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada

L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebra torakal. Frekuensi yang sering juga

terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi,

tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa adanya trauma.

Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang

mana meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal

dan lumbal pada penderita yang sama.

Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering

ialah pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-

laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan

wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek

biasanya terjadi pada satu sisi dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian

dorsomedial) akan menyebabkan penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.
B. Dislokasi Traumatik

Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan

menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan

penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan

mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.

C. Fraktur Kompresif

Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau

penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih

radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi.

D. Skoliosis

Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri

punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan

torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi

faset lengkungan itu sendiri.

E. Tumor Medulla Spinalis

Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda

ekuina. Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel

ependim yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini

timbulnya lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya

ialah berasal dari filum terminale yang kemudian mengenai radiks saraf.

Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang

terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma

merupakan tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada
setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri

radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.

F. Neoplasma Tulang

Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil

metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid,

ginjal, lambung, dan uterus.

Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang

menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun.

Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung.

Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan

tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat

berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut

menyebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada

vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks akan ikut terlibat.

G. Spondilosis

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia

bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang

terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah

dari annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik

terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji.

Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami

subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan

oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat

timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot

dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral

dari korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena

kompresi pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa

sindrom kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta

hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat

terjadi dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau

berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.

H. Spondilolitesis dan Spondilolisis

Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra

terhadap korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada

spondilolisis, yaitu suatu kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi

terpisah, menyebabkan hilangnya kontinuitas antara prosesus artikularis superior

dan inferior. Spondilolistesis diduga disebabkan oleh fraktur arkus neural segera

setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis sampai dewasa; usia rata-rata pasien

yang mencari pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang paling sering dari

keterlibatan adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih

jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya

meliputi L5 atau L4.

Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia

yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan

ekstensi. Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat
kompresi radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda

ekuina dapat terkena kompresi.

I. Stenosis Spinal

Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin

terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi

sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga

menekan saraf yang mengandung beberapa radiks.

Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena

kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik.

Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan

dan usia tua.

E. Manifestasi Klinik Radikulopati

Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :

a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat

vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal.

Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.

b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.

c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit

sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.

d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.

e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan

menurun atau bahkan menghilang


Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada

servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritatif di

radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan

sepanjang lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai,

dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus

iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang

terjadi, karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika

terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan,

dada, abdomen, dan panggul.

1. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal

a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha,

betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti :

batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).

b. Pada rupture diskus intervertebra,

nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang

duduk atau akan berdiri. Ketika duduk,

penderita akan menjaga lututnya dalam

keadaan fleksi dan menumpukan berat

badannya pada bokong yang berlawanan.

Ketika akan berdiri, penderita menopang

dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk tungkai

yang terkena (Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya

penderita merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae
dan lutut, serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal.

Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika

berbaring.

c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat

ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-

otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis

torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang

sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untung

menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat,

pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada

jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga

memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil

dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s Sign.

d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan

tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan

bukti keterlibatan radiks S1.

e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus

iskiadikus.

f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,

paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.

g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang

unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan
gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang

air besar.

F. Anamnesis Riwayat Penyakit

Radikulopati Lumbal

1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-

tiba dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri

punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai

terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari

bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan kaki

atau kaki.

3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan

postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau

berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.

4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa

terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.

5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu,

indikator kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa

manajemen). Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam,

penurunan berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia

pasien juga merupakan faktor ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari

gejala-gejala pasien. Individu dengan usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari

50 tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri

(misalnya, tumor, infeksi).

G. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting

memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada

pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :

 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan

gangguan saraf perifer dan segmental.


 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan

spasme otot).

 Perubahan refleks.

Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya

neoplasma dan infeksi di luar vertebra.

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.

b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan

(fleksi) pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar

tetap ekstensi.

c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).

d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan

stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).

e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih

sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.

f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus

sebelum tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif

(pada radikulopati lumbal).

2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan

Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai

dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki

(Sicard’s Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial

menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan

Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.

Lasegue’s Sign (SLR’s Test)


a) Bragard’s sign b) Spurling’s sign

3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test

Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes

positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut

yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

4. Nerve Pressure Sign

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)

kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.

b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa

poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri.

c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi,

atau sepanjang nervus iskiadikus.

5. Naffziger Tests

Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit.

Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya.

Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff,

dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat

mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial


atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space

occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus

intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang

bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.

H. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati

1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen

Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan

structural.

2. MRI dan CT-Scan

 MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi

kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla

spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya

perubahan degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan

dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat

memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang

jelas,sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan

diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.

 CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra

dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus

intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam

mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.


3. Myelography

Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen

osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan

penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes

preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.

4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)

NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk

menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.

Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks

saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis,

maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.

5. Laboratorium

 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,

fosfatase alkali/asam, dan kalsium.

 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

I. Diagnosis Banding

1. Radikulopati Lumbar

- Cedera Diskus Lumbosakral

- Cedera Diskus Torakik

J. Penatalaksanaan

1. Terapi Non Farmakologi

a. Akut :

- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)

- Pemijatan

- Traksi (tergantung kasus)

- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)

b. Kronik

- Terapi psikologis

- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)

- Latihan kondisi otot

- Rehabilitasi vokasional

- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

2. Terapi Farmakologi

- NSAIDs

 Contoh : Ibuprofen

 Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara

menurunkan sintesis prostaglandin

 Dosis dan penggunaan :

Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg IV

setiap 6 jam jika dibutuhkan

- Tricyclic Antidepressants

 Contoh : Amitriptyline
 Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau norepinefrin

oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik dalam

SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik tertentu.

 Dosis dan penggunaan :

Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari

- Muscle Relaxants

 Contoh : Cyclobenzaprine

 Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan

menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang mempengaruhi

baik neuron motor alfa maupun gamma.

 Dosis :

Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

- Analgesik

 Contoh : Tramadol (Ultram)

 Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi

serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin

 Dosis :

 Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan

- Antikonvulsan

 Contoh : Gabapentin (Neurontin)

 Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari

penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang mana tidak

menimbulkan efek pada reseptor GABA.


 Dosis :

 Dewasa : Neurontin

 Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari

 Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)

 Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

3. Invasif Non Bedah

- Blok saraf dengan anestetik local

- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi

pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf

4. Bedah (pada HNP)

Indikasi :

 skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap,

dan progresif

 defisit neurologis memburuk

 sindroma kauda

 stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)

 terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis

dan radiologi

K. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam


NYERI

A. Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan,

yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial terjadi

kerusakan jaringan. Nyeri bisa bersifat akut (sembuh dalam beberapa hari atau

minggu) atau kronik (berlangsung 3-6 bulan).

B. Klasifikasi Nyeri

1. Berdasarkan Waktu

a. Nyeri Akut

Berlangsung dalam beberapa detik, atau paling lama sampai beberapa minggu,

biasanya bersifat nosiseptif

b. Nyeri Kronik

Nyeri yang menetap, berlangsung selama ± 3-6 bulan, dapat bersifat nosiseptif,

neuropatik, atau gabungan keduanya.

2. Berdasarkan Mekanisme Klinis

1. Nyeri Nosiseptif

2. Nyeri Neuropatik

3. Nyeri Psikogenik

C. Tipe Nyeri (Berdasarkan Mekanisme Klinis)

1. Nyeri Nosiseptif (Nyeri Inflamasi)

Nyeri yang disebabkan oleh aktivasi atau sensitisasi dari nosiseptor perifer, yaitu

suatu reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius, yang timbul akibat

adanya kerusakan jaringan. Kata nosiseptif berasal dari kata “noci” dari Bahasa
Latin yang artinya luka atau trauma. Kata ini digunakan untuk menggambarkan

respon saraf yang hanya timbul pada saat terjadi traumatik atau stimulus noksius.

Ada dua jenis nyeri nosiseptif, yaitu nyeri "somatik"dan nyeri "viseral".

a. Nyeri Somatik

Nyeri somatik disebabkan oleh adanya luka atau cedera yang mengenai kulit,

otot, tulang, sendi, dan jaringan ikat. Nyeri somatic bagian dalam biasanya

digambarkan sebagai nyeri tumpul atau pegal, dan terlokalisir pada satu area. Nyeri

somatik yang berasal dari kulit atau jaringan dibawahnya biasanya memiliki

kualitas nyeri yang tajam dan perasaan seperti terbakar atau tertusuk.

Nyeri somatik biasanya melibatkan inflamasi dari jaringan yang mengalami luka

atau cedera. Meskipun peradangan adalah respon normal tubuh terhadap cedera, dan

sangat penting untuk penyembuhan, peradangan yang tidak hilang seiring dengan

waktu dapat menyebabkan penyakit kronis menyakitkan. Contoh nyeri nosiseptif

somatik ialah nyeri sendi yang disebabkan oleh rematoid arthritis.

b. Nyeri Viseral

Nyeri viseral diistilahkan sebagai nyeri yang berasal dari cedera yang sedang

berlangsung pada organ bagian dalam atau jaringan penyokongnya. Ketika jaringan

yang mengalami luka tersebut merupakan suatu struktur berongga, seperti usus atau

kantung empedu, nyerinya seringkali kurang baik dalam hal lokasi dan sering

terjadi kram. Jika cederanya mengenai struktur yang tidak berongga, maka nyerinya

tersebut dapat berupa nyeri tekan, dalam, dan seperti ditusuk.


2. Nyeri Neuropatik

Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem

saraf, baik sentral maupun perifer. Beberapa pasien yang mengalami nyeri

neuropatik menggambarkan nyerinya sebagai nyeri yang aneh, tidak biasa, yang

mungkin dapat berupa sensasi nyeri terbakar atau tersengat listrik.

3. Nyeri Psikogenik

Sebagian besar pasien dengan nyeri kronik memiliki gangguan psikologis. Pasien

kemungkinan dapat menjadi cemas atau depresi, atau mengalami kesulitan dalam

menghadapi masalah. Masalah psikologis bukan hanya suatu konsekuensi nyeri,

tetapi juga berkontribusi terhadap nyeri itu sendiri. Nyeri psikogenik merupakan

suatu istilah sederhana untuk semua jenis nyeri yang hanya dapat dijelaskan secara

psikologis, tanpa adanya kerusakan jaringan dan sistem saraf sebagai penyebab

utamanya.

D. Proses pada Nyeri

Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri, yaitu :

1. Transduksi

Proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu aktivitas listrik yang akan

diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulus fisik, kimia,

ataupun panas. Dan dapat terjadi diseluruh jalur nyeri.

2. Transmisi

Proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi

sepanjang jalur nyeri, dimana moleku-molekul di celah sinaptik mentransmisi

informasi dari satu neuron ke neuron berikutnya.


3. Modulasi

Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan

oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis.

Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan

noradrenalin, yang manamemiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada

kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai

pintu yang dapat terbuka atau tertutup. Terbuka atau tertutupnya pintu nyeri tersebut

diperankan oleh sistem analgesik endogen di atas. Proses modulasi inilah yang

menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif orang per orang.

4. Persepsi

Persepsi merupakan proses terakhir berupa tanggapan terhadap adanya nyeri

tersebut.

E. Tipe Serabut Aferen Nyeri Perifer


F. Sistem Penekan Rasa Nyeri (Analgesia) dalam Otak dan Medulla Spinalis

Derajat reaksi seseorang terhadap nyeri sangat bervariasi. Keadaan ini sebagian

disebabkan oleh keadaan otak sendiri untuk menekan besarnya sinyal nyeri yang

masuk ke dalam sistem saraf, yaitu dengan mengaktifkan system pengatur rasa

nyeri, disebut sistem analgesia. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu :

1. Area periakuaduktus grisea dan periventrikular mesensefalon, dan bagian

atas pons yang mengelilingi akuaduktus Sylvii, serta bagian ventrikel ketiga dan

keempat. Neuron-neuron dari daerah ini akan mengirimkan sinyal ke nukleus rafe

magnus.

2. Nukleus rafe magnus, merupakan nucleus tipis di garis tengah yang terletak

dibagian bawah pons dan bagian atas medulla oblongata, serta nukleus retikularis

paragigantoselularis yang terletak disebelah lateral dari medulla. Dari nuclei ini,

sinyal-sinyal urutan kedua dijalarkan ke bawah kolumna dorsolateralis di medulla

spinalis menuju ke kompleks penghambat rasa nyeri di dalam radiks dorsalis

medulla spinalis.

3. Kompleks penghambat rasa nyeri, pada tempat ini sinyal analgesia dapat

menghambat sinyal rasa nyeri sebelum dipancarkan ke otak. Serabut-serabut dari


nukleus rafe magnus, akan mengirimkan sinyal ke kornu medulla spinalis untuk

menyekresi serotonin. Serotonin menyebabkan neuron-neuron local medulla

spinalis untuk menyekresi enkefalin. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan baik

hambatan presinaptik maupun postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan

tipe A-δ yang bersinaps di kornu dorsalis.


G. Nyeri Neuropatik

Dua ciri khas dari nyeri neuropatik, yaitu respon yang berlebihan terhadap

stimulus nyeri yang umum (hyperalgia), atau sensasi nyeri terhadap stimulus yang

biasanya tidak menimbulkan nyeri (allodynia). Nyeri neuropatik adalah suatu

respon yang tidak tepat, akibat adanya cedera atau disfungsi pada sistem saraf.

Nyeri neuropatik adalah suatu sensasi panas menetap (misalnya, seperti terbakar

atau sangat panas), suatu sensasi tertusuk, atau suatu perasaan tidak nyaman, atau

khawatir, atau gelisah, yang tidak dapat dimengerti. Biasanya disertai oleh mati

rasa, hypesthesia (penurunan sensitivitas), hyperesthesia (peningkatan sensitivitas),

dan kelemahan otot (penurunan kekuatan), atau paralisis menyeluruh. Pada area

yang terkena akan tampak perubahan trofik dan kutaneus, dan jika dilakukan tes

konduksi saraf, maka akan menunjukkan tanda disfungsi.

Klasifikasi Nyeri Neuropatik

a. Berdasarkan Intensitas Nyeri

- Verbal Rating Scale (VRS)


Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri yang dirasakannya. Skor terdiri dari

empat poin, yaitu :

 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya

 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya

 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya

 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan, wajah

merintih atau menangis. Untuk pasien dengan gangguan kognitif, skala nyeri

verbal ini sulit digunakan.

- Visual Analog Scale (VAS)

Skala berupa garis lurus yang panjangnya 10 cm (atau 100 mm), dengan

penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya. Skor tersebut dibagi menjadi

empat kategori :

 0 = Tidak Nyeri

 1 – 3 = Nyeri ringan

 4 – 6 = Nyeri sedang

 7 – 10 = Nyeri berat

- Faces Pain Rating Scale (untuk anak)

Banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau keterbatasan

verbal. Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan mimic wajah sesuai rasa

nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang dirasakannya.


b. Berdasarkan Lokasi dan Penyebabnya

 Nyeri neuropatik sentral

Penyebabnya :

 CVA (cerebrovascular accident)

 Cedera medulla spinalis

 Multiple Sclerosis

 Tumor

 Nyeri neuropatik perifer

Penyebabnya :

 Lesi atau cedera akibat trauma, prosedur bedah, atau penekanan

 Kelainan metabolik (contohnya : DM, uremia, porfiria, hipotiroidisme,

dan amiloidosis)

 Infeksi (contohnya : herpes zoster, HIV, difteri, lepra,dll)

 Kanker

 Racun, obat-obatan, atau alkohol

 Penyakit vaskular (contohnya : stroke)


c. Berdasarkan Gejala dan Tanda

 Stimulus Independent Pain (gejala nyeri diutarakan oleh pasien), seperti :

- Rasa terbakar

- Nyeri seperti ditusuk

- Nyeri seperti tersetrum

- Parestesia (sensasi tidak nyaman yang tiba-tiba, biasanya digambarkan

sebagai rasa “kesemutan” oleh pasien)

- Disestesia (sensasi abnormal yang digambarkan sebagai ketidaknyamanan

oleh pasien)

 Stimulus Evoked Pain (nyeri dibangkitkan pada pemeriksaan) :

- Alodinia : Nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak

menimbulkan stimulus

- Hiperalgesia : Respon yang berlebihan terhadap stimulus yang secara

normal menimbulkan nyeri


F. Nyeri Neuropatik Perifer

Nyeri neuropatik perifer merupakan nyeri kronis saraf perifer yang biasanya

disertai dengan cedera jaringan. Serat-serat saraf sendiri mungkin rusak,

disfungsional, atau cedera. Serat saraf yang rusak ini akan mengirimkan sinyal yang

salah ke pusat-pusat rasa sakit lain. Dampaknya ialah meliputi perubahan dalam

fungsi saraf, baik di tempat cedera maupun di daerah sekitar tempat cedera tersebut.

Akibatnya, orang akan merasa tidak nyaman dengan gejala yang digambarkan

sebagai kesemutan, nyeri seperti ditusuk, atau nyeri seperti terbakar dan tersengat

listrik.
BAB III
KESIMPULAN

Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar


yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati
lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri
punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.
Radikulopati lumbal dapat dinilai dari anamnesis dan pemeriksaan
neurologis, didapatkan gejala-gelaja seperti nyeri atau sakit pada bokong, paha dan
juga tungkai kaki serta adanya rasa baal atau kesemutan. Pemeriksaan
penunjangnya adalah Foto Rontgen vertebrae lumbosacral AP/Lat untuk melihat
kelainan strukturalnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition

2. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition

3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition

4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga

5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical.Cervical

Radiculopathy Clinical Presentation. Diakses 12 september 2019

6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview.

Lumbosacral Radiculopathy. Diakses 12 september 2019

Anda mungkin juga menyukai