Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membrane


(PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan,
yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup bulan atau kurang bulan. Ketuban
pecah dini berhubungan dengan 30-40% kelahiran preterm yang merupakan
penyebab kematian serta kesakitan yang penting baik bagi maternal maupun
perinatal.
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik
yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
khorioamnioritis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebabkan oleh
karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan
pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan
adanya tanda-tanda persalinan.1
Menurut EASTMAN insidens PROM (Premature Rupture of the
Membrane) ini kira-kira (12 %). Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua
kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD
terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur sebanyak 30%.2
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar
dan ruangan dalam rahim sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Salah
satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatasan dunia
luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin
lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim. Persalinan
prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu
dan bayi/janin dalam rahim. Oleh karena itu, tata laksana ketuban pecah dini
memerlukan tindakan yang rinci, sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan
prematur dan infeksi dalam rahim.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. SLH
b. Umur : 26 tahun
c. Alamat : Ds. Lingkis Jejawi, Ogan Komering Ilir
d. Suku : Sumatera
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : IRT
i. MRS : 19 Agustus 2018
j. No. RM : 1077502

II. ANAMNESIS (Tanggal 20 Agustus 2018)


Keluhan Utama
Hamil kurang bulan dengan keluar air-air dari kemaluan.

Riwayat Perjalanan Penyakit


±4 jam SMRS, pasien mengeluh keluar air-air dari kemaluan,
banyaknya 3x ganti kain, jernih dan tidak berbau. Keluhan keluar darah dan
lendir tidak ada, rasa mules yang menjalar ke pinggang makin sering dan
kuat disangkal. Pasien menyangkal meminum jamu-jamuan dan obat-
obatan. Pasien juga menyangkal perut diurut-urut. Pasien mengaku 1 hari
yang lalu berhubungan dengan suami. Pasien mengaku hamil kurang bulan
dengan gerakan janin masih dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu


R/ darah tinggi (-)
R/ kencing manis (-)

2
R/ alergi (-)
R/ keganasan (-)
R/ keputihan (-)
R/ sakit gigi (-)
R/ sakit kulit (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


R/ darah tinggi(-)
R/ kencing manis (-)
R/ keganasan (-)

Status Sosial ekonomi : rendah


Status Gizi : Nafsu makan baik dan tidak ada gangguan
pada miksi maupun defekasi. Berat badan
sebelum hamil 49 kg, tinggi badan 159 cm.
BMI : 19,44 (normoewight)
Status Perkawinan : menikah, 1 kali, lamanya 3 tahun
Status Reproduksi : menarche usia 10 tahun, haid teratur, siklus
haid 28 hari, lamanya 7 hari. HPHT: 07
Januari 2018
Status Persalinan : 1) 2017, perempuan, 3300 gram, spontan,
bidan, sehat
2) hamil ini

Riwayat Pengobatan :-

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 20 Agustus 2018)


PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 49 kg

3
TB : 159 cm
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler
Respirasi : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,4oC

PEMERIKSAAN KHUSUS
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra (-), pupil isokor3mm, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
Mulut : Pucat (-), Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral (-),
mukosa mulut dan bibir kering (-), fisura (-), cheilitis (-).
Lidah : Atropi papil (-).
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1,
tonsil tidak hiperemis, detritus (-).
Kulit : CRT <2 detik

LEHER
Inspeksi : JVP 5-2 mmH2O, pembesaran KGB (-)
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

THORAX
Inspeksi : simetris, retraksi intercostal, subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
A. PARU
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-).
B. JANTUNG
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill

4
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN
Tinggi fundus uteri 3 jari di atas pusat (20 cm), letak memanjang, punggung
kiri, presentasi kepala, penurunan 5/5, His (-), DJJ 153 x/menit

EKSTREMITAS
Pucat (-), CRT <2, edema pretibial (-).

PEMERIKSAAN OBSTETRI
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo:
Portio livide, OUE tertutup, Fluor (-), fluxus (+), ketuban tidak aktif, E (-),
L (-), P (-), lakmus test (+) merah  biru
Vaginal toucher:
Portio lunak, posterior, eff 0%, pembukaan 3 cm, ketuban dan penunjuk
belum dapat dinilai.

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pemeriksaan Laboratorium (20 Agustus 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin (Hb) 9,5 mg/dl 11,40-15,00 mg/dl
Eritrosit (RBC) 3,82 juta/m3 4,00-5,70 juta/m3
Leukosit (WBC) 8,1 x 103/m3 4,73-10,89 x 103/m3
Hematokrit 31 % 35-45 %
Trombosit (PLT) 255.000/m3 189-436/m3
Diff. Count 0/0/78/18/4 0-1/1-6/50-70/25-40/2-8
RDW-CV 14.60 11-15

5
V. DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0 hamil 30 minggu belum inpartu dengan ketuban pecah dini 26 jam
janin tunggal hidup presentasi kepala + oligohidramnion.

VI. PROGNOSIS
Prognosis : dubia ad bonam

VII. TATALAKSANA (Planning / P)


a. TERAPI
- IVFD RL gtt xx/m
- Inj. Dexametason 12 mg/24 jam (iv)
- Inj. Ampicilin 1 gr/ 6 jam (iv)
- R/ USG konfirmasi

b. MONITORING
- Observasi His, DJJ, TTV, tanda inpartu

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Ketuban pecah dini memiliki bermacam-macam batasan, teori dan
definisi. Beberapa penulis mendefinisikan ketuban pecah dini atau Premature
Rupture of the Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum proses persalinan,(2,3) ada juga yang menyatakan Ketuban
Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
persalinan. Penggunaan istilah Premature Rupture of the Membranes
(PROM) pada beberapa literatur sedikit membingungkan. Istilah ini cukup
tepat jika digunakan pada pasien yang usia kehamilannya diatas 37 minggu
atau aterm, datang dengan ketuban yang pecah spontan, dan tanpa tanda-
tanda persalinan. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes
(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu.5 Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan
servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada
primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.6
Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.2

3.2 Insidens
Dalam keadaan normal, 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini. KPD preterm terjadi 1% dari seluruh
kehamilan. KPD preterm menyebabkan terjadinya 1/3 persalinan preterm dan
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.2
KPD iatrogenik yang dikelola secara ekspektatif memiliki angka
kematian perinatal sebesar 60%. Hampir sepertiganya meninggal dalam
kandungan. Hipoplasi paru terjadi pada 50% kasus yang terdiagnosa sebelum
usia kehamilan 19 minggu. Sequelae yang berat terjadi pada bayi yang
selamat antara lain kebutaan, penyakit paru kronis dan serebral palsi.7

7
3.3 Anatomi dan Fisiologi Selaput Ketuban
Selaput ketuban (amniotic sac) yang membatasi rongga amnion terdiri
atas amnion dan khorion yang sangat erat ikatannya. Selaput amnion
merupakan jaringan avaskular yang lentur tapi kuat. Struktur avaskular ini
memiliki peran penting dalam kehamilan pada manusia. Pada banyak kasus
obstetri, pecahnya selaput ketuban secara dini pada kehamilan yang masih
muda merupakan penyebab tersering kelahiran preterm.(2,3)
Bagian dalam selaput berhubungan dengan cairan amnion yang
merupakan jaringan sel epitel kuboid yang berasal dari ektoderm embrionik.
Epitel ini melekat erat ke sebuah membran basal yang berhubungan dengan
lapisan interstisial mengandung kolagen I, III, dan V. Bagian luar dari selaput
ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini
berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam amnion merupakan
mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini
menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1.(2,3)

Gambar 1. Lapisan Membran Amnion

8
Sel masenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput
menjadi lentur dan kuat. Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan
sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit chemoattractant protein-1); zat ini
bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput amnion
menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktor), dan PHRP
(parathyroid hormone related protein), suatu vasorelaksan. Dengan
demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh
lokal.(2,3)
Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan berasal
pula dari difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kembar dikorionik-diamniotik
terdapat selaput amnion dari masing-masing yang bersatu. Namun, ada
jaringan korion leave di tengahnya (pada USG tampak sebagai huruf Y, pada
awal kehamilan); sedangkan pada kehamilan kembar dikorion-monoamniotik
(kembar satu telur) tidak akan ada jaringan korion diantara kedua amnion
(pada USG tampak gambaran huruf T).(2,3)
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan
kekuatan selaput. Pada perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada ketahanan
selaput sehingga mudah pecah. Pada kehamilan normal hanya ada sedikit
makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan ketuban
sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal tidak ada IL-1B,
tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan
dengan terjadinya infeksi.3
Sejak awal kehamilan cairan ketuban telah dibentuk. Cairan ketuban
merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang
pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda
dengan kadar serum ibu, artinya kadar di cairan ketuban merupakan hasil
difusi dari ibunya. Cairan ketuban mengandung banyak.
Sel janin (lanugo,verniks kaseosa). Fungsi cairan ketuban yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng.2

9
3.4 Pembentukan Cairan Ketuban
Pada kehamilan sangat muda, air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari
plasma maternal dan dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II
kehamilan, air ketuban dibentuk oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin
sehingga komposisinya mirip dengan plasma janin. Selanjutnya, setelah
trimester II, terjadi pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi
difusi plasma janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh sel
amnionnya dan air kencing janin.2
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak usia 12 minggu dan
setelah mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-
14 cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam
sehari. Dengan demikian, komposisi yang membentuk air ketuban adalah
mengikuti suatu postulat bahwa bertambahnya air ketuban bukan merupakan
kenaikan linier, tetapi bervariasi sebagai berikut:
a. Bertambah 10 cc sampai usia 8 minggu
b. Bertambah 60 cc sampai usia 21 minggu
c. Terjadi penurunan produksi sampai usia kehamilan 33 minggu
d. Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah sekitar 800
sampai dengan 1500 cc
e. Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar 150
cc/minggu sehingga akan cenderung terjadi oligohidramnion.
Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk air
ketuban adalah ginjal janin (sehingga dijumpai urea, kreatinin, asam urat),
deskuamasi kulit janin (sel kulit, rambut lanugo, vernik kaseosa), sekresi dari
paru janin, transudat dari permukaan amnion plasenta, hormonal ataupun zat
mirip hormon dalam air ketuban. Sementara itu, regulasi air ketuban sangat
penting artinya sehingga jumlahnya dapat dipertahankan dengan tetap.
Pengaturannya dipengaruhi oleh tiga komponen penting berikut, yaitu
produksi yang dihasilkan oleh sel amnion, jumlah produksi air kencing, serta
jumlah air ketuban yang ditelan janin. Lebih jauh regulasi air ketuban pada
kehamilan aterm meliputi jumlah yang diminum oleh janin ± 500-1000 ml,

10
masuk ke dalam paru ± 170 ml, serta dari tali pusat dan amnion ± 200-500
ml. Sedangkan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh janin ke rongga amnion
adalah dari sekresi oral ± 25 ml, sekresi dari traktus respiratorius ± 170 ml,
urin ± 800-1200 ml, serta transmembran dari amnion ± 10 ml. Dengan
demikian, tampak bahwa urin janin menjadi dominan dalam produksi cairan
ketuban, dan rata-rata regulasi mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.

Gambar 2. Volume Cairan Ketuban menurut Usia Kehamilan. 12

11
Gambar 3. Perubahan Mingguan Volume Air Ketuban Menurut Usia Kehamilan.12

3.5 Fungsi Cairan Ketuban


Cairan ketuban mempunyai peranan penting dalam menunjang proses
kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal kompartemen dari
cairan ketuban menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan
berkembang. Tanpa cairan ketuban rahim akan mengkerut dan menekan
janin, pada kasus–kasus dimana tejadi kebocoran cairan ketuban pada awal
trimester pertama janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distrorsi
muka, reduksi tungkai, dan cacat dinding perut akibat kompresi rahim.(8,9,10,11)
Menjelang pertengahan kehamilan cairan ketuban menjadi semakin
penting untuk perkembangan dan pertumbuhan janin, antara lain
perkembangan paru-parunya, bila tidak ada cairan ketuban yang memadai
selama pertengahan kehamilan janin akan sering disertai hipoplasia paru dan
berlanjut pada kematian. Selain itu, cairan ini juga mempunyai peran protektif

12
pada janin. Cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja
menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen.(8,9,10)
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan ketuban terus bertindak
sebagai medium protektif pada janin untuk membantu dilatasi servik. Selain
itu, cairan ketuban juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan
ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon
urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan ketuban. Cairan ketuban juga
dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-
kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan
melakukan kultur sel atau melakukan spectrometer.(8,9)
Fungsi lain cairan ketuban juga dapat melindungi janin dari trauma,
sebagai media perkembangan musculoskeletal janin, menjaga suhu tubuh
janin, meratakan tekanan uterus pada partus, membersihkan jalan lahir
sehingga bayi kurang mengalami infeksi, serta menjaga perkembangan dan
pertumbuhan normal dari paru-paru dan traktus gastrointestinalis.12

3.6 Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Beberapa hal masih merupakan
kontroversi di bidang obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:1
a. Serviks inkompeten, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase, atau tindakan bedah
obstetri lainnya).
b. Ketegangan rahim berlebihan (tekanan intra uterin meningkat secara
berlebihan/overdistensi uterus seperti pada keadaan trauma, kehamilan
ganda, hidramnion).
c. Kelainan letak janin dan rahim, misalnya letak sungsang dan letak lintang,
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul
(PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

13
d. Kemungkinan kesempitan panggul dimana bagian terendah belum masuk
PAP, misalnya pada Cephalo Pelvic Disproportion (CPD).
e. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah
(Amnionitis / Korioamnionitis).
f. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, ataupun
kelainan genetik).
g. Akhirnya, pecahnya selaput ketuban juga dapat disebabkan oleh trauma
dan setelah fetoskopi atau amniosentesis (iatrogenic).4
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi.
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya penatalaksanaannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin.

3.7 Mekanisme Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.2
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks
ekstraselular. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah. Degradasi kolagen di mediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan tissue inhibitors
metalloproteinase-1 (TIMP-1) mengarah pada degradasi proteolitik dari
matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini
meningkat menjelang persalinan.2
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga, selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban
ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakan

14
janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban
sehingga pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh adanya faktor-
faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Di samping itu,
ketuban pecah dini preterm juga sering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, serta solusio plasenta.2
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen,sampai
infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi
(sampai 65%). Termasuk diantaranya high virulensi yaitu Bacteroides, dan
low virulensi yaitu Lactobacillus. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta
ketuban, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifasi dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase
jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion,
menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.2

3.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien merasakan basah pada vagina atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau “ngepyok”. Cairan
berbau khas dan perlu diperhatikan warnanya. Menentukan usia kehamilan
dari hari pertama menstruasi terakhir (HPHT) atau dari USG.
b. Inspeksi
Tentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairanketuban
keluar dari vagina.
c. Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari Orifisium Uteri Eksternum (OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan, atau

15
bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri
dan terkumpul pada fornik anterior.

Gambar 4. Ketuban Pecah Dini.

d. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Pemeriksaan Vaginal Toucher (VT) perlu dipertimbangkan, terutama
pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan sangat
dibatasi dilakukan pemeriksaan dalam (VT), karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi pathogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya
dilakukan pada kasus KPD yang sudah dalam persalinan atau yang
dilakukan induksi persalinan.

16
3.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium
yang digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (WBC yang lebih
dari 16.000/uL), adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban dan
gas-liquid chromatography, serta amniosentesis untuk mendapatkan bukti
yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang
banyak atau bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob
maupun anaerob).5
Tes lakmus (tes Nitrazin) digunakan, yaitu jika kertas lakmus
merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5. Darah dan infeksi vagina
dapat menghasilkan tes yang positif palsu. Mikroskopik (tes pakis), yaitu
dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis..(1,2)
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Dikenal tiga cara pengukuran cairan ketuban, yaitu
secara subyektif, semikuantitatif (pengukuran satu kantong), dan
pengukuran empat kuadran menurut Phelan. Sayangnya, tidak ada satupun
metode pengukuran volume cairan ketuban tersebut yang dapat dijadikan
standar baku emas. Penilaian subyektif oleh seorang pakar dengan
menggunakan USG “real-time” dapat memberikan hasil yang baik.4
Penilaian subyektif volume cairan ketuban berdasarkan atas
pengalaman subyektif pemeriksa di dalam menentukan volume tersebut
berdasarkan apa yang dilihatnya pada saat pemeriksaan. Dikatakan normal
bila masih ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus, dan
bagian lain cukup terisi cairan ketuban. Bila sedikit, maka sebagian besar
tubuh janin akan melekat pada dinding uterus, sedangkan bila hidramnion,
maka tidak ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus.5

17
Pengukuran semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran dari satu
kantong (single pocket) ketuban terbesar yang terletak antara dinding
uterus dan tubuh janin, tegak lurus terhadap lantai. Tidak boleh ada bagian
janin yang terletak didalam area pengukuran tersebut. Klasifikasinya dapat
dilihat dalam tabel 1. dibawah ini.

Tabel 1. Pengukuran Semikuantitatif (Satu Kantong) Volume Cairan


Ketuban11

Pengukuran volume cairan ketuban empat kuadran atau indeks


cairan amnion (ICA) / amnion fluid index (AFI) diajukan oleh Phelan, dkk
(1987) lebih akurat dibandingkan cara lainnya. Pada pengukuran ini,
abdomen ibu dibagi atas empat kuadran. Garis yang dibuat melalui
umbilikus vertikal ke bawah dan transversal. Kemudian transduser
ditempatkan secara vertikal tegak lurus lantai dan cari diameter terbesar
dari kantong ketuban, tidak boleh ada bagian janin atau umbilikus didalam
kantong tersebut. Setelah diperoleh empat pengukuran, kemudian
dijumlahkan dan hasilnya ditulis dalam millimeter atau sentimeter.6

18
Tabel 2. Indeks Cairan Ketuban Berdasarkan Pengukuran Empat Kuadran
(Phelan)11
HASIL PENGUKURAN INTERPRETASI
50 – 250 mm Normal
>250 mm Polihidramnion
< 50 mm Oligohidramnion

3.10Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan KPD adalah
memastikan diagnosis, menetukan umur kehamilan, mengevaluasi ada
tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah dalam keadaan
inpartu, atau terdapat kegawatan janin.(1,2,3) Prinsip penanganan Ketuban
Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan sampai paru-paru janin matang
atau dicurigai adanya atau terdiagnosis khorioamnionitis.
a. KPD Dengan Kehamilan Aterm
1. Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis
dilakukan terminasi kehamilan
3. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi
4. Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.
5. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetrik
6. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS):
a) Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip.
b) Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 50 μgr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali pemberian.

19
b. KPD Dengan Kehamilan Pre Term
1. Penanganan di rawat di RS
2. Diberikan antibiotika: Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.
3. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK
kurang dari 35 minggu): Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
4. Observasi di kamar bersalin:
a) Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b) Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama
dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi.
5. Di ruang Obstetri:
a) Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b) Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah
(LED) setiap 3 hari.
6. Tata cara perawatan konservatif:
a) Dilakukan sampai janin viable.
b) Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam.

20
c) Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG
untuk menilai air ketuban:
 Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
 Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan.
d) Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan pada hari ke-7
dengan saran sebagai berikut:
 tidak boleh koitus,
 tidak boleh melakukan manipulasi vagina,
 segera kembali ke RS bila ada keluar air ketuban lagi
e) Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan
dengan melihat pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat leukositosis
atau peningkatan LED, lakukan terminasi.

21
22
Beberapa peneliti menekankan pada pentingnya usia kehamilan dalam
penatalaksanaan KPD seperti tampak dalam Bagan 1.1

Bagan 1. Penatalaksanaan KPD Berdasarkan Umur Kehamilan

23
c. Terminasi Kehamilan:
 Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
 Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
 Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan Misoprostol 50 μgr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.

3.11 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap
ibunya sendiri, diantaranya adalah :(1,4)
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm, 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan seringkali terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini preterm, infeksi lebih sering daripada
aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPD yaitu; adanya
febris, uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut
nadi maternal lebih dari 100x/mnt), serta denyut jantung janin yang lebih
dari 160 x/mnt.
c. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidamnion sehingga bagian
kecil janin menempel erat dengan dinding uterus yang dapat menekan tali

24
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidamnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
d. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonary.7

3.12 Penyembuhan Selaput Ketuban


Secara umum setiap luka yang terjadi pada bagian tubuh akan melalui
beberapa tahapan, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Masing-
masing fase melibatkan banyak komponen serta mekanisme yang berbeda,
diantaranya:
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang
terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang
hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area
luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan
dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan
pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh
darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel
yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10
menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf
sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya
substansi vasodilator histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali
menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh
darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan
dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi ini

25
jugamengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra
vaskuler.
Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan
bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh
sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil
pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis
adalah: sintesa kolagen, pembentukan jaringan granulasi bersama-sama
dengan fibroblast, memproduksi growth factor yang berperan pada re-
epitelisasi, serta pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis.
b. Fase Proliferasi
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah
memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi
sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu
bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein
yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Pada jaringan
lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat
jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah
terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke
dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta
mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid,
fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun
(rekonstruksi) jaringan baru.Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang
tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan
granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas
sintetiknya disebut fibroblasia.
Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroblasia
adalah: proliferasi, migrasi, deposit jaringan matriks dan kontraksi luka.
Angiogenesis merupakan suatu proses pembentukan pembuluh kapiler
baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses
penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes),

26
pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan
lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis.
Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan
suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di
daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik
dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroblasia dan angiogenesis
merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang
dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors) .Proses
selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan
Keratinocyte Growth Factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi
mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan
akhirnya membentuk barier yang menutupi permukaan luka. Dengan
sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan
disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan
granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup
luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang
mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas
dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir
jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses
kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk
oleh makrofag dan platelet.
c. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang kuat dan bermutu. Eis Fibroblas sudah mulai
meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai
berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari
jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah

27
perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan
dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan
terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda
(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah
menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang
lebih baik (proses re-modelling).12
Karena selaput ketuban manusia tidak memiliki persarafan dan
hanya memiliki sedikit vaskularisasi, respon penyembuhan luka yang
meliputi peradangan, pembentukan jaringan parut, dan regenerasi
jaringan, seperti pada kulit dan organ lainnya, sulit terjadi.Bukti klinis
mengenai potensi penyembuhan selaput ketuban sebagian besar berkaitan
dengan pecahnya selaput setelah amniosentesis. Beberapa laporan kasus
menyebutkan bertahannya defek selaput ketuban selama beberapa
minggu setelah prosedur invasif.Sebagian besar kasus amniorhexis pasca
amniosentesis sembuh dengan sendirinya dan menghasilkan luaran
kehamilan yang baik. Terkadang pasien dengan KPD preterm spontan
berhenti mengalami kebocoran cairan ketuban.Pasien-pasien ini juga
memiliki luaran kehamilan yang baik karena mereka bersalin pada rata-
rata umur kehamilan 38 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa selaput
ketuban memiliki kemampuan untuk menyumbat defek yang timbul baik
secara spontan atau buatan. Namun demikian, defek tersebut dapat
ditutupi, atau dapat menyumbat kembali melalui retraksi, pergeseran,
kontraksi, dan jaringan parut pada lapisan myometrial dan desidua uterus,
daripada melibatkan mekanisme penyembuhan aktif pada tingkatan
selaput fetal.3

28
BAB IV
ANALISIS KASUS

A. Diagnosis
Penegakaan diagnosis pada pasien ini dapat diketahui dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis
didapatkan pasien bernama Ny. SLH usia 26 tahun G2P1A0, datang dengan
keluhan utama hamil kurang bulan dengan keluar air-air dari kemaluan.
Keluarnya air-air dari kemaluan saat kehamilan terdapat dua kemungkinan,
apakah cairan tersebut berupa urine yang berasal dari vesica urinaria atau
berupa cairan ketuban yang berasal dari OUE (Orifisium Uteri Eksternum).
Untuk membedakan kedua cairan ini bisa dilakukan dengan menggunakan tes
lakmus, dimana jika di dapatkan perubahan warna kertas lakmus dari merah
menjadi biru, hal tersebut menandakan cairan tersebut mempunyai Ph basa,
yakni cairan ketuban. Sedangkan jika tidak didapatkan perubahan kertas
lakmus dari warna merah tetap berwarna merah, hal tersebut menandakan
kalau cairan tersebut adalah urine.
Pada kasus ini, setelah dilakukan tes lakmus, didapatkan perubahan
warna kertas lakmus dari warna merah menjadi biru, berarti cairan tersebut
adalah cairan ketuban. Berdasarkan anamnesis, didapatkan HPHT pasien
adalah 7 Januari 2018, sehingga diperkirakan usia kehamilannya adalah 30
minggu. Usia kehamilan 30 minggu termasuk ke dalam kategori hamil kurang
bulan karena usia kehamilan dikatakan cukup bulan jika berada di dalam
rentang 37-42 minggu, sedangkan jika usia kehamilan < 20 minggu disebut
hamil muda.
Berdasarkan literatur, keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum proses
persalinan atau pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
inpartu disebut ketuban pecah dini. Dari anamnesis, dapat disimpulkan pasien
belum menunjukkan tanda-tanda inpartu, yakni perut rasa mules yang disertai
rasa nyeri yang menjalar ke pinggang makin lama makin kuat (-), keluar darah
dan lendir (-), sehingga bisa ditegakkan diagnosis pasien ini adalah ketuban

29
pecah dini. Kemudian, karena usia kehamilan pasien ini adalah 30 minggu,
maka dapat termasuk ke dalam Preterm Premature Rupture of the Membrane
(PPROM).
Faktor risiko terjadinya KPD ialah infeksi, riwayat trauma, riwayat di
urut-urut, serviks inkompeten, overdistensi uterus, malposisi, CPD, defisiensi
vit. C, dan merokok. Pada pasien ini hanya di dapatkan seringnya terpapar asap
rokok karena suaminya merupakan perokok dan adanya riwayat coitus 1 hari
sebelumnya. Pada pemeriksaan leopold didapatkan FUT 3 jari di atas pusat (20
cm), memanjang, puka, kepala, u 5/5, His (-), DJJ 153 x/m, TBJ 1.085.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Inspekulo: Portio livide, OUE tertutup, Fluor (-
), fluxus (+), ketuban tidak aktif, E (-), L (-), P (-), lakmus test (+) merah 
biru (basa: cairan ketuban). Vaginal toucher: Portio lunak, posterior, eff 0%,
pembukaan 3 cm, ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai.
Pada pasien ini dilakukan juga pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin (Hb) 9,5 mg/dL dan hematocrit (Ht) 31%, menurun sedikit akibat
hemodilusi atau terdapat perbedaan nilai batas hemoglobin normal yang terjadi
secara fisiologis akibat perubahan pada wanita hamil. Kemudian leukosit
(WBC) 8,1 x 103/m3, angka ini menunjukkan leukosit dalam batas normal dan
menyangkal adanya peningkatan jumlah leukosit yang biasanya menunjukkan
suatu proses infeksi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis G2P1A0 hamil 30
minggu belum inpartu dengan ketuban pecah dini 26 jam janin tunggal hidup
presentasi kepala + oligohidramnion.

B. Tatalaksana
Pada pasien ini tatalaksana awalnya berupa IVFD RL gtt xx/m, Inj.
Dexametason 12 mg/24 jam (iv) untuk pematangan paru janin, Inj. Ampicilin 1
gr/6 jam (iv) sebagai antibiotik. Kemudian monitoring Observasi His, DJJ,

30
TTV, tanda inpartu. Pada pasien ini di rencanakan untuk terminasi kehamilan
setelah pematangan paru.

C. Prognosis
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Wilkes, P.T, “Premature Ruptur of Membrane”, 2014 available at www.


emedicine. com / med/med/topic.3246.htm
2. Antonius BM (ed), “Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum”, Kuliah
ObstetriGinekologi FKUI, www.geocities.com/yosemite/rapids
http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt11.html
3. Svigos, J.M, Robinson, J.S, Vigneswaran,R. “Premature Rupture of the
Membranes”, High Risk Pregnancy Management Options, W.B Saunders
Company, London, 2012, h.163-171
4. Standard Operating procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP
Fatmawati No. HK.00.07.1.358. “Ketuban Pecah Dini”, Agustus, 2012
5. Elder, M.G, et al. “Preterm Premature Rupture of Membranes”, Preterm
Labor, 1st ed, Churchill Livingstone Inc. New York, 2009, hal 153-164
6. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia,
“Ketuban Pecah Dini “, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi, Jakarta, 2009, hal. 39-40.
7. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH, (ed) “Ketuban Pecah Dini”,
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta, 2012, hal
M112-115
8. Arif M, Kuspuji T, dkk, (ed) “Ketuban Pecah Dini”, Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid I, Edisi ke-3, Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta,
2012, hal 310-313
9. Lewi L, Gratacos E, Ortibus E, Schoubroeck DV, Carreras E, Higueras T,
et.al. Pregnancy and infant outcome of 80 consecutive cord coagulations in
complicated monochorionic multiple pregnancies. American Journal of
Obstetrics and Gynecology (2006) 194, 782–9
10. Supono. Ilmu Kebidanan Fisiologis. Bagian Obstetric dan Ginekologi
RSUP Palembang/FK Unsri, 1985

32
11. Weber G, Merz E. Amniotic Fluid. Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology. 2005:409-414
12. Brace RA, Wolf EJ. Normal Amniotic Fluid Volume Changes Throughout
Pregnancy. Am J Obstet Gynecol, 161:382, 1989

33

Anda mungkin juga menyukai