Anda di halaman 1dari 5

PENYAKIT FRAMBUSIA

No. Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :1/5

dr. Naroi Putra Munthe


Puskesmas Poriaha
Nip.19790618 200903 1 001

1. Pengertian Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh


Treptonema Pallidium ssp.pertenue, penyakit kulit menular yang dapat
berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka
terbuka atau cedera/trauma.
2. Tujuan Prosedur ini dibuat dimaksudkan untuk dokter dan petugas dapat
melakukan konseling dan edukasi kepada pasien dan keluarga dan
memberikan terapi dengan baik.
3. Kebijakan SK Pimpinan Puskesmas Nomor : 1432/PP/V/2017 tentang Penetapan
Penanggung Jawab Program Puskesmas
4. Referensi 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 tahun
2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pertama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457
tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
di Kabupaten/Kota;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun
2017 tentang Eradikasi Frambusia;
5. Alat dan Bahan Alat dan Bahan :
1. Laboratorium sederhana untuk pembuatan hapusan darah
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan mikroskopis
6. Prosedur / 1. Menganamnesis pasien
Langkah - 2. Melakukan pemeriksaan fisik pasien: ditemukan kelainan pada
langkah tungkai bawah berupa kumpulan papula dengan dasar eritem yang
kemudian berkembang menjadi borok dengan dasar bergranulasi.
Kelainan ini sering mengeluarkan serum bercampur darah yang
banyak mengandung kuman.
3. Mendiagnosis pasien.
a) Pemeriksaan Klinis
Diagnosis di lapangan terutama berdasarkan pemeriksaan klinis
sesuai dengan bentuk dan sifat kelainan yang ada. Pemeriksaan
dilakukan di tempat dengan pencahayaan yang baik dan terang,
dengan memperhatikan etika di mana pemeriksaan laki-laki dan
perempuan dilakukan terpisah.
Beberapa kondisi di bawah ini dapat membantu menetapkan
diagnosis klinis Frambusia:
1. Umur penderita (Frambusia banyak terjadi pada anak
berumur kurang dari 15 tahun).
2. Gejala klinis berupa lesi pada kulit/tulang sesuai
dengan stadium perkembangan Frambusia.
3. Ciri dan lokasi lesi terjadi di tungkai, kaki, pergelangan
kaki, bisa juga terjadi di lengan dan muka.
Berdasarkan pemeriksaan klinis dapat ditetapkan kasus
suspek, probabel, atau bukan kasus Frambusia. Kasus suspek
dan probabel perlu dilakukan pengujian serologi (Rapid
Diagnostic Test/RDT) untuk kepastian diagnosis.
b) Pemeriksaan penunjang
 Rapid Diagnostic Treponemal test (RDT test)
Sensitivitas pemeriksaan RDT ini mencapai 85-
98% dan spesifisitasnya mencapai 93-98%
dibandingkan dengan laboratory-based reference
standard test seperti TPHA atau TPPA.
Pemeriksaan RDT ini praktis digunakan di
lapangan dengan sampel darah jari sewaktu dan
hasilnya dapat dibaca dalam waktu 20 menit.
Pemeriksaan RDT ini tidak dapat membedakan
antara kasus Frambusia dengan infeksi aktif dan
yang sudah mendapat pengobatan. Oleh karena
itu, kasus Frambusia yang pernah diobati dan
sembuh, bisa saja dinyatakan positif dengan
pemeriksaan RDT. Dalam kegiatan penemuan
kasus, jika ditemukan tanda klinis yang khas,
cukup dilakukan pemeriksaan RDT (Gambar 3).
Namun untuk survei serologi, apabila didapatkan
hasil RDT positif, sebaiknya diuji kembali dengan
pemeriksaan non treponemal Rapid Plasma
Reagin (RPR) test untuk membuktikan apakah
penularan masih terus berlangsung.
4. Penatalaksanaan:
a. Jenis Obat
Obat yang digunakan dalam POPM Frambusia adalah
Azitromisin dosis tunggal. Bentuk sediaan berupa sirup kering,
tablet, atau kaplet. Obat dapat diberikan pada saat perut kosong
(1 (satu) jam sebelum makan) atau 2 (dua) jam sesudah makan.
Namun, untuk meminimalkan efek mual sebaiknya diberikan
setelah makan.
b. Cara Pemberian Obat
1. Obat Azitromisin diberikan per oral.
2. Apabila terjadi reaksi alergi terhadap azitromisin, maka obat
alternatif lain dapat diberikan.
3. Pada daerah yang dilakukan kegiatan POPM Kontak Kasus
setelah POPM total penduduk tidak tersedia obat
Azitromisin, maka dapat digunakan obat lain sesuai
rekomendasi ahli.
c. Dosis Pemberian Obat
1. Obat Azitromisin diberikan dengan dosis 30 mg/kg berat
badan (maksimum 2 gram) atau dosis menurut umur (dosis
tunggal). Obat harus diminum di depan petugas.
2. Pada pelaksanaan di lapangan, pemberian obat Azitromisin
adalah sebagai berikut:
Jenis dan Dosis Obat Frambusia
Cara Lama
Nama Obat Umur (tahun) Dosis
Pemberian Pemberian
Azitromisin 2-5 thn 500 mg Oral Dosis
tablet 1x sehari tunggal

6–9 thn 1000 mg Oral Dosis


1x sehari tunggal

10-15 thn 1500 Oral Dosis


mg 1x tunggal
sehari
16-69 thn 2000 Oral Dosis
mg 1x tunggal
sehari
5. Konseling Dan Edukasi
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai
penyakit Frambusia terutama dampak akibat penyakit dan cara
penularannya. Pasien dan keluarga juga harus memahami pencegahan
dan pengendalian penyakit menular ini melalui:
a. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan
prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.
b. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS).
6. Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk bila dibutuhkan pengobatan operatif atau bila gejala
tidak membaik dengan pengobatan konservatif.
7. Pencatatan dan Pelaporan
7. Bagan Alir
Pasien datang dengan
gejala Frambusia

Anamnesa
Pemeriksaan fisik

Penegakan diagnosa: Frambusia

Penatalaksanaan Frambusia

Konseling dan Edukasi

Rujukan

Pencatatan dan Pelaporan


8. Hal-hal yang -
perlu
diperhatikan
9. Unit terkait Ruang Pemeriksaan Umum

10. Dokumen Rekam medis


terkait
11. Rekaman
Tanggal mulai
historis No Yang diubah Isi perubahan
diberlakukan
perubahan 1. Point nomor 5 SOP sebelumnya point
nomor 5 berisi
tentang Prosedur.
Diubah menjadi Alat
dan Bahan

Anda mungkin juga menyukai