Anda di halaman 1dari 6

MITIGASI BENCANA DALAM MENGURANGI RESIKO BENCANA

TANAH LONGSOR

Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang paling sering terjadi
di Indonesia. Menurut Data Informasi Bencana Indonesia (BNPB, 2018) yang
dikelola oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada periode antara
tahun 2010 hingga tahun 2018 tercatat telah terjadi 17.076 kejadian bencana di
Indonesia. Dari jumlah tersebut tanah longsor tercatat telah terjadi sebanyak 4.140
kali atau sekitar 24,24% dari total kejadian bencana pada periode tersebut. Hal ini
membuat tanah longsor menempati urutan ketiga dari segi prevalensi kejadian
bencana di bawah banjir dan angin puting beliung. Dari sumber yang sama diketahui
bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Daerah Tingkat I dengan jumlah kejadian
tanah longsor paling tinggi ke dua di Indonesia, di bawah Provinsi Jawa Tengah.
Dari 4.140 kali kejadian tanah longsor (periode 2010-2018), Provinsi Jawa Barat
mencatatkan sebanyak 1.014 kali kejadian atau 24,49% dari seluruh kejadian tanah
longsor di Indonesia. Menurut Undang-Undang RI no. 24/2007 bahwa tindakan
mitigasi untuk mengurangi resiko bencana meliputi: penataan tata ruang, pengaturan
pembangunan, baik pembangunan infrastruktur dan tata bangunan, penyelenggaraan
pendidikan, penyuluhan dan pelatihan.
1. Penataan Tata Ruang, Pengaturan Tata Bangunan
Menurut Dyah Nursita Utami dan Akhmadi Puguh Raharjo (2019) perlu
perencanaan implementasi Tanah pada Kawasan Bekas Longsor di Desa Cililin
Kecamatan Cililin, Kab. Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat:
No Aspek Penting Detail
1 Morfologi Lokasi yang terletak di kaki lereng Gunung merupakan
lereng perbukitan bergelombang kuat dengan kemiringan
lereng di atas 30°
2 Geologi Batuan dasar berupa andesit massif dan blok andesit lepas-
lepas di atas batuan dasar. Tanah pelapukan, yang berupa
pasir lempungan, menumpang di atas lava andesit
3 Hidrologi Rembesan air muncul pada batas antara tanah pelapukan
dan lava andesit serta pada lava andesit yang terkekarkan.
Selama ini pemenuhan kebutuhan air sehari-hari
masyarakat bersumber dari mata air tersebut
4 Tata guna lahan Lereng bagian atas berupa semak belukar dan kebun
campuran, sedangkan bagian bawah lereng berupa
pemukiman padat
5 Zona kerentanan Berdasarkan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten
gerakan tanah Bandung Barat, lokasi bencana terletak pada zona
kerentanan gerakan tanah menengah dan tinggi
6 Jenis gerakan Longsoran (slide) yang berubah menjadi aliran (flow slide).
tanah Arah longsoran relatif ke timur. Lebar mahkota longsoran
14 m, panjang longsoran 23 m, panjang landaian atau
material gerakan tanah mencapai 149 m, dengan kelerengan
32°- 40°.
7 Rekomendasi  Untuk melindungi pemukiman sebaiknya dibuat Cek
Dam pada bagian atas pemukiman (minimal 3 Cek
Dam) atau dibuat Bronjong (minimal 3 Baris)
 Membuat saluran air atau saluran drainase yang besar
karena saluran drainase yang kecil dan alur sungai yang
kecil muncul akibat tanah longsor
 Saluran tersebut lurus melewati rumah yang rusak
kemudian dibelokan pada morfologi yang relatif datar.
Jika saluran dibelokan di bagian atas pemukiman
dikhawatirkan akan terjadi overflow
 Tata guna lahan diubah menjadi tanaman keras berakar
kuat dan dalam
 Memasang Sistem Peringatan Dini Longsor berbasis
curah hujan sebagai upaya antisipasi dini dan
peningkatan kesiapsiagaan masyarakat
 Jika muncul retakan segera ditutup dengan tanah agar
air tidak masuk ke dalam retakan. Jika retakan
bertambah lebar dan muncul rembesan-rembesan air
dan lumpur, segera mengungsi.
Sumber: PVMBG (2017)
Metoda Penanggulangan dan Pencegahan Longsoran Tanah
Penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah dapat dilakukan
dengan berbagai cara dan metoda, baik yang berkaitan dengan tipe longsoran dan
faktor penyebabnya. Terdapat beberapa tipe longsoran tanah yang dapat
ditanggulangi melalui rekayasa keteknikan, seperti membuat terasering di kawasan
perbukitan yang berlereng terjal agar lereng menjadi stabil, atau struktur pondasi
bangunannya menggunakan tiang pancang hingga mencapai kedalaman tertentu
sehingga dapat menahan bangunan jika terjadi longsoran tanah (Noor, 2012).
Untuk dapat mengetahui secara detil tentang tipe dan faktor penyebab
longsoran tanah di suatu wilayah, maka diperlukan penyelidikan geologi secara detail
dan komprehensif sehinga dapat diketahui secara pasti sebaran, lokasi, jenis gerakan
tanahnya serta kestabilan wilayah di daerah tersebut. Peta kestabilan wilayah dan
lokasi gerakan tanah merupakan out-put dari penyelidikan geologi yang berguna
untuk perencanaan tataguna lahan. Faktor hidrologi juga harus menjadi perhatian
dalam penyelidikan, terutama mengenai penyebaran pola pengaliran, sebaran mata air
dan mata air panas, serta lapisan-lapisan batuan permeable yang berhubungan dengan
air tanah.Keterlibatan faktor pemicu gerakan tanah harus dikaji dan di evaluasi,
seperti:
a) cuaca dan iklim guna mengetahui hubungan antara periode curah hujan
dengan longsoran.
b) data air bawah tanah sebelum dan sesudah terjadi longsoran.
c) catatan kegempaan untuk menentukan hubungan antara longsoran dengan
gempabumi.
d) catatan mengenai pembukaan dan penggalian lahan dan aktivitas di
atas lahan yang kemungkinan melebihi beban atau penambangan
tanah pada lereng-lereng bukit.
Perencanaan Tataguna Lahan di Kawasan Rawan Longsor
Perencanaan tataguna lahan di kawasan rawan longsor lebih sulit
dibandingkan dengan perencanaan pada lahan yang rawan banjir atau pada lahan
rawan gempa. Kesulitan perencanaan pada lahan yang rawan longsor disebabkan
oleh dua faktor, yaitu (Noor, 2012) :
1. Longsoran seringkali terjadi dengan jenis yang sangat komplek sehingga
memerlukan pemetaan yang lebih rinci guna menentukan batas-batas yang
tegas yang akan dipakai dalam perencanaan dan pembuatan aturan.
2. ongsoran seringkali memiliki tingkat potensi perpindahan masa tanah/batuan
yang berbeda beda. Penelitian yang lebih rinci perlu dilakukan untuk meng-
klasifikasi-kan tipe- tipe longsoran serta memperkirakan kapan longsoran
tersebut akan terjadi.
Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut diatas maka diperlukan suatu
peta yang disebut dengan peta “Kestabilan Lahan” atau peta “Kerentanan Longsoran
Tanah”. Peta kestabilan lahan telah dikembangkan untuk membantu para perencana
dalam mengenal lokasi lahan yang tidak stabil (rawan longsor) dan peta ini dapat
dipakai untuk pertimbangan awal dalam proses perencanaan. Dengan peta kestabilan
lahan, dimungkinkan untuk disiapkan suatu rencana umum dari pemanfaatan lahan
yang sesuai, terutama untuk lahan-lahan yang tidak stabil. Pemanfaatan pada lahan-
lahan yang tidak stabil harus mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi serta
biaya yang akan dikeluarkan untuk menstabilkan longsoran atau mencegah instalasi
yang ada.
Strategi dan upaya penanggulangan bencana longsoran tanah:
1. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan
fasilitas utama lainnya
2. Mengurangi tingkat keterjalan lereng
3. permukaan maupun air tanah. (Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan airn
dari lereng, menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke
dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai
tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
4. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling
5. Terasering dengan sistem drainase yang tepat.(drainase pada teras - teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah)
6. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak
tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari
40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta
diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di bagian
dasar ditanam rumput).
7. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat
8. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan
9. Pengenalan daerah rawan longsor
10. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall)
11. Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat
kedalam tanah.
12. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya
liquefaction(infeksi cairan).
13. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel
14. Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan.
DAFTAR PUSTAKA

Diah Nursita Utami & Akhmadi Puguh Raharjo (2019) Perencanaan Aplikasi
Bioengineering Tanah Pada Kawasan Bekas Longsong Di Desa Cililin
Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Alami (ISSN:2548-8635), Vol. 3 No. 1 Tahun 2019
Dradjat Suhardjo (2011) Arti Penting Pendidikan Mitigasi Bencana Dalam
Mengurangi Resiko Bencana. Jurnal Cakrawala Pendidikan Juni 2011 Th
XXX, No 2 Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (e-mail:
admisi@mts.uii.ac.id).
Noor, D. (2012). Mitigasi Bencana Geologi. Bogor: Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor.

Paimin, Sukresno, & Pramono, I. B. (2009). Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah
Longsor. Bogor: Tropenbos International Indonesia Programme.

Anda mungkin juga menyukai