Anda di halaman 1dari 3

REFLEKTIF JURNAL

MODIFIKASI SUHU LINGKUNGAN PASIEN

1. Different
Modifikasi suhu lingkungan dapat menyebabkan perubahan suhu dan meningkatkan
ketidaknyamanan pasien.

2. Description
Saat kami dinas siang, kami mengikuti operan dengan perawat dinas siang. Saya
mendapat keluhan dari keluarga pasien A bahwa Tn. A mengalami kenaikan suhu
sekaligus keluarga mengeluh karena suhu ruangan terasa sangat panas. Oleh petugas
dinas malam ruangan diberi modifikasi suhu lingkungan dengan menyalakan pendingin
ruangan (AC) sekaligus kami mengukur suhu pasien dan mendapatkan hasil 38,2 derajat
celcius dan akral teraba hangat. Setelah itu kami meninggalkan ruangan pasien dan
kembali menyiapkan obat yang akan diinjeksi sesuai jadwal pada dinas siang. 3 jam
setelah itu keluarga pasien A kembali ke ruang jaga perawat dengan keluhan Tn. A terlihat
seperti menggigil dan keluarga mengeluh ruangan terasa dingin. Setelah melakukan
pemeriksaan suhu kami mendapatkan hasil bahwa suhu Tn. A 35,8 derajat celcius, akral
teraba dingin dan tidak ada tremor atau tanda pasien menggigil lainnya namun pasien
mengaku merasa kedinginan dan menggigil. Kami awalnya berfikir perubahan suhu
secepat ini dikarenakan modifikasi lingungan dengan pendingin ruangan. Kemudian kami
mengatur pendingin ruangan sesuai dengan suhu standar ruangan yaitu antara 20-24
derajat celcius. Observasi selanjutnya kami menemukan hasil normal pada setiap
pemeriksaan suhu tubuh Tn. A.

3. Dissection
Pada saat menggunakan pendingin ruangan kami tidak teliti untuk mengatur derajat suhu
ruangan yang akan digunakan di ruangan Tn. A. Kami menganggap derajat suhu ruangan
yang digunakan akan membuat suhu di ruangan menjadi turun namun tidak akan terlalu
berpengaruh terhadap perubahan suhu pada Tn. A. Kami menemukan penggunaan
pendingin ruangan berpengaruh sangat besar terhadap penurunan atau peningkatan
suhu pasien. Dampak salah satu modifikasi lingkungan ini dapat menurunkan dan
meningkatkan suhu tubuh pasien A dan menimbulkan ketidaknyamanan bila berlangsung
terus menerus. Apabila pasien hipotermi, maka suhu tubuh yang seharusnya digunakan
untuk proses penyembuhan digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh normalnya.
Selain itu, bias saja terjadi salah tindakan dan pemberian terapi obat karena dianggap
perubahan suhu baik meningkat atau menurun karena dianggap peningkatan dan
penurunan suhu tubuh terjadi karena proses penyakit seperti infeksi atau sepsis pada
pasien.

4. Discover
Menurut Sastrowinoto (1985), Pertukaran panas terjadi terus-menerus, sebagian akan
tergantung pada mekanisme fisiologis dan sebagian lainnya akan mengikuti hukum fisika
yang relevan dengan proses perpindahan panas (heat transfer). Perpindahan panas
dapat berlangsung melalui empat jalan:
a. Hantaran (conduction)
Perpindahan panas melalui penghantar tergantung pada kemampuan menghantar
panas dari benda yang bersentuhan dengan kulit.
b. Konveksi (convection)
Perpindahan panas melalui konveksi tergantung pada besarnya gradian suhu antara
kulit dan udara lingkungannya serta pada banyaknya dan kecepatan gerakan udara
c. Penguapan (evaporation)
Perpindahan panas melalui penguapan bergantung pada panas yang dibutuhkan
untuk menguapkan keringat dari kulit.
d. Radiasi (radiation)
Perpindahan panas melalui radiasi terdiri antara badan manusia dan dinding serta
obyek yang mengelilinginya, yang dapat menyerap atau sebaliknya meradiasi panas.
Dari uraian di atas, bahwa kondisi yang harus dipertimbangkan dalam setiap desain atau
redesain sistem ventilasi adalah adanya sirkulasi udara yang baik, sehingga terjadi
pergantian udara dalam ruangan dengan udara segar dari luar secara terus-menerus.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Alfi Fauziah (2009) yang berjudul “Pengaruh
Kenyamanan Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap Kelas III Terhadap Kepuasan Pasien
di RSUI Kustati Surakarta”, suhu udara adalah salah satu bagian lingkungan fisik yang
sangat berperan penting dalam kenyamanan dan ketidaknyamanan pasien di ruang rawat
inap. Hasil penelitian yang ditunjukkan adalah kenyamanan dan ketidaknyamanan yang
diberikan pada lingkungan fisik sangat berpengaruh pada kepuasan pasien di ruangan.
Apabila suhu ruangan yang menjadi salah satu indikator kenyamanan pasien tidak baik,
maka ketidaknyaman akan menyebabkan kepuasan pasien tidak terpenuhi. Salah satu
contohnya adalah adanya keluhan ruangan yang terasa panas atau dingin.

5. Decision
Untuk menjaga kestabilan suhu pasien dan ruangan serta memenuhi kenyamanan
pasien, Kementrian Kesehatan mempunyai standar mutu udaha dalam ruang rawat inap
yang dapat diterapkan perawat saat melakukan dinas jaga. Menurut KepMenKes
No.1204/ MenKes/SK/X/2004 menetapkan standar mutu udara dalam ruang rawat inap
sebagai berikut:
a. Suhu ruang 22-24 derajat celcius dengan kelembaban 45-60%.
b. Untuk penghawaan alamiah, sistim ventilasi diupayakan sistem silang (Cross
Ventilation) dan di jaga agar aliran udara tidak terhalang.
c. Untuk penghawaan mekanis dengan exhaust fan dipasang pada ketinggian minimal
200cm dari lantai atau 50cm dari langit-langit.
Jadi pada ruangan yang ventilasinya sangat terbatas, alat pendukung modifikasi seperti
pendingin ruangan (AC) adalah hal yang harus digunakan dalam ruang rawat inap untuk
menjaga kestabilan suhu pasien. Salah satu yang menjadi kendala adalah pada
beberapa pasien dan keluarga pasien yang tidak terbiasa menggunakan pendingin
ruangan dan menyebabkan masalah seperti sakit kepala, mual dan pusing. Walaupun
demikian salah satu cara yang dapat dilakukan adalah penggunaan kipas angina atauu
fan.
Penggunaan pendingin ruangan lebih diutamakan disaat ventilasi untuk mengatur
pertukaran udara sangat minimal. Oleh karena itu, beberapa tindakan keperawatan
pendukung dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas suhu pasien untuk membantu
pertukaran udara pada ruangan. Intervensi keperawatan pada pasien dengan penurunan
suhu tubuh dapat dilihat dalam buku-buku literatur keperawatan, salah satunya adalah
NANDA Internasional. Selain itu intervensi keperawatan lain dapat dilakukan dengan
berbasis penelitian yang telah dilakukan perawat lain, seperti penelitian yang telah ditelah
dilakukan Virgianti dan Sri Hananto (2014) yang membuktikan bahwa pemberian infus
NaCl hangat efektif menurunkan kejadian menggigil pada pasien post operasi Sectio
Caesaria.

Anda mungkin juga menyukai