Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

I. Definisi Waham
 Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan (Budi Anna Keliat, 2006).
 Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien (Aziz R, 2003).
 Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran
yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar
belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak
dapat diubah-ubah.
 Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini o l e h
orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan
Sundeen.1998).
 Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien dimana sudah kehilangan kontrol (Dep Kes RI, 1994).

II. Klasifikasi Waham


Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
1. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini
pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.”
2. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena
mereka iri dengan kesuksesan saya.”

1
3. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau
saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau
terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal
dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam
kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke
dalam pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan di
luar dirinya.

III. Kategori Waham :


1. Waham sistematis: konsisten,  berdasarkan pemikiran mungkin  terjadi walaupun hanya
secara  teoritis.
2. Waham nonsistematis: tidak  konsisten, yang secara logis dan  teoritis tidak mungkin

IV. Proses Terjadinya Waham


Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
a. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik maupun
psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status
sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana

2
tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat
berpengalaman dn diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh
rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ).
b. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal
dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya,
saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang
canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal  yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat
jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system
semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan
adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi
menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak
kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat
karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi  tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan
klien tidak merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan
tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

3
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering
disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien
lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang
salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan
traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

V. Etiologi Waham
Berbagai kehilangan dapat terjadi pada pasca bencana, baik kehilangan harta benda, keluarga
maupun orang yang bermakna. Kehilangan ini menyebabkan stress bagi mereka yang
mengalaminya. Jika stress ini berkepanjangan dapat memicu masalah gangguan jiwa dan
waham. (Budi Anna Keliat, 2006: 147)

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga
diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal
mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :

 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

4
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakhiri kehidupannya.

VI. Akibat Waham


Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai
dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

VII. Tanda dan Gejala


Menurut (Azis R dkk, 2003) :

1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran)


2. kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
3. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
4. Curiga
5. Bermusuhan
6. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
7. Takut, sangat waspada
8. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
9. Ekspresi wajah tegang
10. Mudah tersinggung
11. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
12. Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara
(tangensial, neologisme, sirkumtansial)
13. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
14. Fungsi emosi
Afek tumpul, kurang respon emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan,
ambivalen
15. Fungsi motorik

5
Imfulsif yaitu gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme
Stereotopik yaitu gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus
yang jelas, katatonia.
16. Fungsi sosial : kesepian
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
17. Dalam tatanan keperawatan jiwa respon neurobiologis yang sering muncul adalah
gangguan isi pikir : waham dan gangguan persepsi sensori : halusinasi.

VIII. Faktor Prediposisi Waham


1. Genetis
Diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon biologis yang maladaptif.
2. Neurobiologis
Adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
3. Neurotransmitter
Abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
4. Virus
Paparan virus influensa pada trimester III
5. Psikologis
Ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

IX. Faktor Presipitasi Waham


1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
3. Adanya gejala pemicu

6
Rentang respon neurobiologi :
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Proses pikir Gangguan proses pikir
Persepsi akurat Kadang ilusi PSP : Halusinasi
Emosi konsisten Emosi +/- Kerusakan emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak sesuai Perilaku tidak sesuai
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial terorganisir

X. Penatalaksanaan Waham
a. Psikofarmakologi
b. Pasien hiperaktif / agitasi anti psikotik low potensial
c. penarikan diri high potensial
d. ECT tipe katatonik
e. Psikoterapi
f. Perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif

XI. Pohon Masalah Waham

7
XII. ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM
A. Pengkajian
Data yang Perlu Dikaji
a) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada seseorang,
klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal,
atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
2) Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai,
ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang.
b) Kerusakan komunikasi : verbal
1) Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
2) Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata kurang
c) Perubahan isi pikir : waham (..)
1) Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengkaji waham :
i. Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan
dan menetap?
ii. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien
cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
iii. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan
tidak nyata?
iv. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya?
v. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?

8
vi. Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang
lain atau kekuatan dari luar?
vii. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan
lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
2) Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang
lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung
c) Gangguan harga diri rendah
1) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
2) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

B. Diagnosa Keperawatan Waham yang Mungkin Muncul


a) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Kerusakan komunikasi : verbal
c) Perubahan isi pikir : waham

C. Rencana Keperawatan WAHAM
a) Diagnosa Keperawatan 1: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :

9
 Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak
yang jelas topik, waktu, tempat).
 Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi
ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
 Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan
diri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistis.
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).

10
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
 Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat
 Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6) Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

b) Diagnosa Keperawatan 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


berhubungan dengan waham
1. Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:

11
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
 Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
 Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
 Observasi tanda perilaku kekerasan.
 Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
 Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
 Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
 Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?”
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.

12
Tindakan :
 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
 Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
 Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7) Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
 Bantu memilih cara yang paling tepat.
 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
 Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8) Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping)
 Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

13
c) Diagnosa Keperawatan 3: Perubahan isi pikir : waham ( …….. ) berhubungan
dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat
harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak
yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan

14
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
 Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
 Beri pujian atas keberhasilan klien
 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

D. Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan.

E. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan kriteria hasil.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
2003.

Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa.


Jakarta : FIK, Universitas Indonesia

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,
2000

16

Anda mungkin juga menyukai