“INTRAOPERATIF”
Disusun Oleh :
Kelompok 2
A. Defenisi
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivtas yang dilakukan
oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan
pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
B. Klasifikasi Intraoperatif
1. Menurut Potter & Perry (2006)
a. Bedah Mayor : Melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian
tubuh; dan menimbulkan resiko tinggi bagi kesehatan. Contohna Bypass arteri
koroner, reseksi kolon, pengangkatan laring, reseksi lobus paru.
b. Bedah Minor : Melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh; sering
dilakukan untuk memperbaiki deformitas; mengandung resiko yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan prosedur mayor. Contohnya ekstraksi
katarak, operasi plastic wajah, graff kulit, ekstraksi gigi.
2. Perawat instrumen
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse (perawat instrumen) yaitu :
a. Melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja
steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan
untuk pembedahan.
b. Membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang
dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi
kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup
perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan
bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.
D. Aktivitas Keperawatan Secara Umum
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal,
yaitu:
1. Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama
prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan
diantaranya adalah :
a. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada
pasien dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa
berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang
timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus
diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
Daerah operasi
Usia
Berat badan pasien
Tipe anastesi
Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami
gangguan pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak
melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah
atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien
meliputi:
Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi.
Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula.
Contoh :
Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi,
appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal :
Lamninectomy.
Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen,
sering digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau
pelvis.
Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan
biasanya digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan
pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini
perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah
proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien
dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
b. Memasang alat grounding ke pasien
c. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan
pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
d. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti :
cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
2. Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
a. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah
cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian
melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan
pemberian cairan infus.
b. Memantau kondisi kardiopulmonal
Pemantauan kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk
melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan
meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen,
perdarahan dll.
c. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi
klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan
intervensi secepatnya.
c. Perawat Instrumen
Perawat instrumen berperan dalam memeriksa untuk memastikan bahwa
instrumentasi steril dan sesuai, juga fungsi perlengkapan bedah yang
tersedia sebelum operasi dilaksanakan (Hamlin, 2016). Perawat scrub atau
yang di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki tanggung
jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis pembedahan.
Secara spesifik, peran dan tanggung jawab dari perawat instrumen menurut
Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut :
Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang
sesuai dengan jenis operasi.
Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan
memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan
memberinya kembali.
Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan
teknik-teknik bedah yang sedang dikerjakan.
Perawat instrumen harus secara terus-menerus mengawasi prosedur
untuk mengantisipasi segala kejadian.
Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini
perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal
setiap instrumen yang digunakan beserta nama ilmiah dan nama
biasanya, dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur
spesifik.
Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan.
Dalam menangani instrumen,perawat instrumen harus mengawasi
semua aturan keamanan terkait. Benda-benda tajam, terutama
skalpel, harus diletakkan di meja belakang untuk menghindari
kecelakaan. Benda-benda tajam harus diserahkan dengan cara yang
benar sesuai kewaspadaan universal.
Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari
kesalahan pemakaiannya.
Perawat instrumen bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
Menghitung kassa, jarum, dan instrumen. Peenghitungan dilakukan
sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka
operasi.
d. Perawat Sirkuler
Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area steril dengan
bagian ruang operasi lainnya. Pendapat perawat sirkulasi sangat
dibutuhkan dan sangat membantu, terutama dalam mengobservasi
penyimpangan teknik aspetik selama pembedahan.
Secara umum, peran dan tanggng jawab perawat sirkulasi adalah sebagai
Berikut :
Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi
pasien, dan memeriksa formulir persetujuan.
Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan
yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberi tahu jika terdapat
kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi
pembedahan.
Memeriksa kebersihan dan kerapian ruang operasi sebelum
pembedahan. Apabila prosedur ini tidak dilaksanakan, maka dapat
mengakibatkan waktu penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi
pasien, mengatur lampu operasi, dan memasang semua elektorda,
monitor, atau alat lain mungkin diperlukan.
Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan
steril).
Tetap di tempat selama prosedur pembedahan untuk mengawasi
atau membantu setiap kesulitan yang memerlukan bahan dari area
steril.
Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk
mengambil, membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang
diperlukan oleh perawat instrumen. Selain itu juga ikut mengontrol
keperluan spons, instrumen, dan jarum.
Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil
suplai steril.
Mempersipakan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang
terjadi selama pembedahan.
Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan
kompres yang digunakan selama pembedahan.
Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi
membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
Mengatur pengiriman spesimen biopsi ke laboratorium.
Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang
operasi pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan
dibersihkan, dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur
berikutnya ( Muttaqin, 2009).
f. Perawat Anestesi
Peran utama seorang perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah
memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi
praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap
manajemen pasien, instrumen, dan obat bius serta membantu dokter anestesi
dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi
(Muttaqin, 2009).
b. Sirkulasi
Kesiapan sistem sirkulasi amat menetukan keberhasilan pembedahan.
Jantung diperiksa kekuatan kontraksinya, irama denyutnya, serta ada
tidaknya gangguan pembuluh koroner dan infark. Gangguan kontraksi
miokard, misalnya karena dekompensasio kordis, perlu diperbaiki secara
optimal karena obat analgesik umumnya menyebabkan depresi kontraksi
otot jantung.derajat payah jantung dintentukan anamnesis, pemeriksaan
fisik biasa, serta penggukuran tekenana vena sentral dileher penderita.
Pemeriksaan EKG dianjurkan untuk melihat gangguan irama,aliran
opemburu koproner,dan infrak.
Jika pengguna menggunakan beta-bloker dosis diatur seminimal
mungkinkarena obat ini sinergis dengan anestetik sehingga menyebabkan
hipotesis atau syok yang sukar diatasi. Beta-bloker tidak dapat dihentikan
secara mendadak karena menyebabkan reaksi aktivasi simpatis berlebihan
yang berbahaya. Penderita dengan cacat jantung bawaan atau kelaninan
katup karena demam reumatik perludiberikan antibiotik uuntuk mencegah
terjadinya endokarditis bacterial.
Kadar Hb penting dalam kaitannya dengan transport oksigen. Anemia
dapat diperbaiki dengan meningkatkan gizi dan pemberian sediaan besi
(Fe) jika pembedahan dapat ditunda 2-4 minggu.
c. Pernapasan
Sistem pernapasan harus disiapkan sebaik mungkin. Gerak leher untuk
mengangguk dan untuk menengada serta menoleh harus leluasa agar aliran
udara kejalan napas dapat ditoling dengan mudah jika terjadi sumbatan.
Rahang bawah yang pendek dan tumor dileher akan menyulitkan
pemasangan pipa endotrakeal (intubasi).
Evaluasi dengan foto roentgen toraks, diperlukan pada kasus trauma,
untuk menemukan kelainan. Seperti pada iga pneumotoraks,hemotoraks,
atau udem paru. Penderita penyakit paru menahun dan gagal napas akut
memerlukan pemeriksaan gas darah arteri untuk menilai faal oksigen
(PO₂) dan ventilasi (PCO₂).
Obat-obat anestetik mengubah pola napas normal dan menghambat
mekanisme pertukaran gas. Selama anesthesia dapat terjadi takipnea atau
apnea. Bila terjadi takipnea isi alun napas sangat menurun, ventilasi
alveolar juga menurun sehingga menyebabkan asidosis respikatorik.
Pasca anestesi biasanya kemampuan batuk menurun. Lebih-lebih pada
pembedahan rongga perut, masalah ini diperberat oleh nyeri luka sehingga
mjudah terjadi rewtensi sputum yang dapat mengakibatkan etelektasis, dan
pneumonia. Penyulit ini dpat dihindari dengan melakukan latihan napas
dan batuk efektif pada masa pabedah dan pemberian analgetik yang
efektif.
d. Faal Hati
Pemeriksaan faal hati mempunyai beberapa kepentingan dalam
persiapan tindak anesthesia. Penderita dengan gangguan faal hati, seperti
dapat ditemukan pasca hepatitis atau sirosis hepatitis tahap awal yang tidak
diketahui atau disadari, sebaiknya tidak diberikan anestetik atau obat lain
yang diekskresi melalui hepar atau hepatotoksik.
Penderita hepatitis akut akan menjadi lebih berat jika menjalani
anesthesia. Proses ini dapat dikenali denga pemeriksaan kadar bilirubin
direk dan total serta SGOT dan SGPT.
e. Faal ginjal
Gagal ginjal akut mudah dikenali karena adanya oligurt meskipun ada
juga gagal ginjal akut dengan produksi air seni normal. Karena itu,
pemeriksaan ureum dan kreatinin darah sangat membantu menentukan
keadaan ginjal. Gagal ginjal kronik sangat mungkin mengalami epi- sode
akut jika menerima beban pembedahan atau infeksi. Secara umum. jlka
pada pemantauan produksi air seni sejak awal prabedah dan seterusnya
tidak ada epi- sode oliguri (produksi kurang dari 0.5 ml/kg/jam), keadaan
ginjal dianggap aman.
f. Kehamilan
Anestesia kebidanan berbeda dengan anestesia pada wanita yang tidak
hamil karena kehamilan menyebabkan banyak perubahan faal pada ibu.
Selain itu, harus diper hitungkan juga janin yang sedang dikandung karena
sebagian sediaan anestesia yang diberikan kepada ibu akan menerobos
plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dengan segala risikonya.
Visera
Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteria yang
dapat muncul ke luka operasi melalui hubungan langsung, yaitu
melalui lubang anus atau melalui pembedahan usus. Bakteria yang
berada di usus dalam keadaan fisiologik umumnya adalah bakteria
komensal, tetapi dapat menjadi pathogen melalui luka pembedahan.
Darah
Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau
bakteria pathogen sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah
yang digunakan pada penderita demikian digunakan untuk penderita
lain tanpa disucihamakan terlebih dahulu.
Pengendalian Infeksi
Lingkungan pembedahan
Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah
aseptic. Oleh karena itu, kamar bedah tidak dapat dipakai untuk
macam-macam tindakan lain agar keadaan aseptik tersebut tetap
terjaga. Hal-hal yang perlu di perhatikan untuk menjaga untuk menjaga
suasana lingkungan tersebut adalah mengurangi jumlah kuman dalam
udara dan lamanya luka terbuka. Bekerja dengan rencana yang baik,
teratur, dan tenang tanpa terburu-buru akan menunjang usaha tersebut.
jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara,
dan dapat dikurangi dengan penggantian udara. Udara kamar bedah
harus diganti sekitar 18-25 kali setiap jam dan ini baru dapat
dilaksanakan bila tekanan dalam kamar bedah lebih positif.
Kelembapan udara yang rendah akan mengurangi kelistrikan static
dalam udara sehingga transmisi bakteria lebih sedikit. Kelmbapan
udara kamar bedah ini sebaiknya dijaga sekitar 50% (udara luar normal
70-90%).
Kamar bedah seyogianya bersuhu sejuk agar pembedah dan
personel kamar bedah lainnya dpat bekerja tanpa berkeringat. Standar
suhu yang dianjurkan adalah antara 200 sampai 240.
Antisepsis
Persiapan Lapangan Bedah. Persiapan penderita terdiri atas
membersihkan kulit penderita yang merupakan sumber infeksi.
Tindakan ini disebut persiapan bedah yang umumnya berupa mandi
dengan menggunakan sabun sampai kulit bersih betul dan pencukuran
kulit yang berambut. Rambut di semua daerah tempat sayatan bedah
perlu dicukur terlebih dahulu
Penyucihamaan. Pada penyucihamaan kulit digunakan larutan
antiseptik. Tersedia banyak macam larutan antiseptik baku; sebaiknya
untuk dirumah sakit dipilih yang sama untuk setiap ruang. Desinfeksi
ini dilakukan setelah penderita dibius.
Penutupan Lapangan Pembedahan. Untuk membatasi dan
mempersempit lapangan pembedahan umumnya digunakan kain linen
steril. Mempersempit lapangan pembedahan ditujukan untuk
mengurangi kontaminasi. Batas lapangan pembedahan ini kemudian
difiksasi pada kulit dengan klem penjepit duk agar keempat sisinya
tetap ditempat
H. Komplikasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan.
Komplikasi yang sering muncul adalah :
1. Hipotensi
Hipotensi yang sering terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan
pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan menurunkan
jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga memungkinkan operasi
lebih cepat dilakukan dengan jumlah pendarahan yang sedikit. Hipotensi yang
disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atau suntikan medikasi yang
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anestetic
inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi di induksi ini, maka peru kewaspadaan perawat
untuk selalu memantau kondisi fisiologi pasien, terutama fungsi
kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak uncul, dan bila
muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan
penanganan yang adekuat.
2. Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 ºC (N : 36,6 -37,5ºC).
Hipotermi yag tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu
rendah dikamar operasi (25-26,6ºC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi
gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun,
usia lanjut atau obat-obatan yang digunkan (vasodilator, anestetic umum, dll).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan operasi pada suhu ideal (25-26,6ºC). Jangan
lebih rendah dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada suhu
37ºC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan
yang kering. Penggunaan topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya hiotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak
hanya pada saat periode intra operasi saja, namun juga sampai saat pasca operasi.
3. Hipertermi malignan
Terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anestestic. Selama
anestesi, agen anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertemi malignan.
Ketika di induksi agen anestestik, kalsium didalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembaikan
kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali
relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak
terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan
sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas , maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dan trolem, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. Lakukan monitoring
terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas
darah.
DAFTAR PUSTAKA
R. Sjamsuhidajat & Wim De Jonng.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :Penerbit buku
kedokteran EGC.
Apriliana, Harvina Dwi and Nurcahyo, Widyo Istanto and Ismail, Akhmad (2013)
Ahsan, dkk. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pre operasi pada pasien section
caesarea di ruang instalasi bedah sentral rsud kanjuruhan kepanjen kabupaten malang. 2017.
Ejournal (8)
Nano, 2018, Persiapan Dan Perawatan Pre Operasi, Intra Dan Post Op Health Science,
Anonymous, 26 Agustus 2018, https://nanopdf.com/download/persiapan-pra-intra-dan-
postoperatif_pdf
Pergydariduniane, 2018 , Makalah Intra Operatif, scrbd Inc, 26 Agustus 2018, <
https://www.scribd.com/document/246766722/MAKALAH-INTRAOPERATIF-dwn>
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1301460038/3-Maya-BAB_II-
Tinjauan_Pustaka.pdf
http://repository.unand.ac.id/21726/3/bab%201.pdf