Keperawatan intra operatif merupakan bgaian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas
yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat
diruang operasi. Aktivitas diruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani
prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan maslah-masalah fisik yang
menggangu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan mncul permasalahan baik
fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus
berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan outcame berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompoten dan kerjasama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota
tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan
perawat anastesi yang bertugas memnerikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam
posisi yang teapt di atas meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan
pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intar operatif. Perawat intra operatif bertanggung
jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra
operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan
pengaturan aktivitas selama pembedahan.
Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai rnfa (registered nurse firsta ssitant). Peran
sebagai rnfa ini sudah berlangsung dengan baik di negara amerika utara dan eropa. Namun
demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai
rnfadiantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi,
penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis. Untuk menjamin perawatan
pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli
anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam
perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (pacu)
seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan.
Permasalahan cairan dan eleklrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan
dan dikomunikasikan dengan staff pacu. Perawatan selama anestesi dimulai sejak pasien berada
diatas meja operasi sampai dengan pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar.
Tujuan :
Mengupayakan fungsi vital pasien selama anestesi berada dalam kondisi optimal agar
pembedahan dapat berjalan dengan baik. Sebelum dilakukan tindakan anestesi, perawat anestesi
wajib:
Antiasepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk mencapai keadaan yang memungkinkan untuk
meminimalkan atau meniadakan kuman-kuman patogen, baik secara kimiawi, mekanis maupun
fisik.
Prinsip-prinsip asepsisi yang harus diterapkan pada fase intra operatif meliputi:
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran jalannya
operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara umum fungsi
perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas
sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Deskripsi peran dan tanggung jawab perawat pada fase intra operatif
D. TIM OPERASI
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi, maka sekarang
kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim operasi secara umum
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non steril. Berikut
adalah bagan anggota tim operasi.
a. Steril
Ahli bedah
Asisten bedah
Perawat Instrumentator (Scubnurse)
b. Non Steril
Ahli anastesi
Perawat anastesi
Circulatingnurse
Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
1) Penerangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu cadangan yang dapat segera
menyala apabila aliran listrik terhenti.
2) Suhu 20-28º C, kelembapa> 50%
3) Titik keluar listrik (electricoutlet) yang dikebumikan (grounded)
4) Tempat cuci tangan dan kelengkapannya
5) Jam dinding
6) Kereta pasien (brankard) yang dilengkapi dengan pagar disisi kanan kirinya,
atau dengan sabuk pengaman, kedudukan kepala dapat diubah menjadi datar
atau diatas.
1) Sumber oksigen berupa tabung/silinder atau titik oksigen sentral yang dilengkapi dengan
katup penurunan tekanan (regulator) dan flow meter.
2) Alat pelembab/humidifikasi oksigen, pipa karet/plastik yang dilengkapi dengan kanula
nasal dan sungkup muka.
3) Alat penghisap lendir portable atau titik hisap sentral, pipa karet penghubung, botol
penampung dan kateter hisap.
4) Alat resusitasi terdiri dari kantong sungkup muka (misalnya ambubag/ air viva, laerdal),
laryngoskop dengan daun (blade) berbagai ukuran, pipa jalan napas oro/ nasopharinx dan
pipa trakheal berbagai ukuran, cunam magiil, pembuka mulut (fergussonmouthgag),
penghubung pipa (tube connector) dan stilet
5) Stetoskop, tensimeter dan thermometer.
6) Alat-alat monitoring hendaknya dapat memperlihatkanwaveform dan angka dari
elektrokardiogram (EKG), tekanan darah, nadi dan saturasi (SpO₂). Pada keadaan
tertentu juga diperlukan pemantauan tekanan arteri, tekanan jantung dan tekanan intra
kranial cara invasive, takananCO₂ekspirasi dan lain-lain.
7) Alat infus terdiri dari set infuss, kateter vena, jarum suntikberbagai ukuran, kapas, anti
septic, plester, pembalut dan gunting.
8) Defibrilator
9) Kereta dorong (trolley/crashcart) yang memuat alat-alat sesuai.
10) Alat komunikasi (interkom)
G. KOMPLIKASI INTRA OPERATIF
1) Hipotensi
Hipotensi yang sering terjadi selama pembedahan, biasana dilakukan dengan pemberian
obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk
menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan menurunkan jumlah perdarahanpada
bagian yang dioperasi, sehingga memungkinka operasi lebih cepatdilakukan dengan
jumlah pendarahan yangsedikit. Hipotensi yang disengaja ini biasanya dilakukan melalui
inhalasi atau suntikan medikasi yang mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos
perifer. Agen anestetic inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi di induksi ini, maka peru kewaspadaan perawat untuk
selalu memantau kondisi fisiologi pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya agar
hipotensi yang tidak diinginkan tidak uncul, dan bila muncul hipotensi yang sifatnya
malhipotensi bisa segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.
2) Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 ºC (N : 36,6 -37,5ºC). Hipotermiyag
tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhurendah dikamar operasi
(25-26,6ºC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka
terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunkan(vasodilator, anestetic umum, dll)
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan
adalah atur suhu ruangan operasi pada suhu ideal (25-26,6ºC). Jangan lebih rendah dari
suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37ºC, gaun operasi pasien dan
selimut yang basah harussegeradigantidengan yang kering. Penggunaan topi operasi uga
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hiotermi.penatalaksanaan pencegahan
hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operasi saja, namun juga
sampai saat pasca operasi
3) Hipertermimalignan
Terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anestestic. Selama anestesi, agen
anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu
terjadinya hipertemimalignan.
Ketika di induksi agen anestestik, kalsium diddalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembaikan kalsium ke
dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada
orang dengan hipertermimalignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus
berkontraksi dan tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi
hipertermimalignan dan kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas , maka segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolem,
natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. Lakukan monitoring terhadap kondisi pasien
meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA FASE INTRA OPERATIF
1. Pengkajian
a. Identifikasi pasien
b. Sebelum dilakukan operasi:
Perasaan takut/cemas
Keadaan emosi pasien
c. Pengkajian fisik:
Tanda vital: TN, N, R, Suhu
System integument
System kardiovaskuler
System pernapasan
System reproduksi
System saraf
d. Telah cacatan pasien terhadap adanya :
Informedconsent yang benar dengan tanda tangan pasien
Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan diagnostik
Kelengkapan riwayat dan pengkajian masyarakat
Checklistpra operasi
2. Lengkapi pengkajian keperawatan pra operasi segera, meliputi : status fisiologi (misalnya
tingkat sakit, tingkat kesadaran), status psikososial (misalnya ekspresi kekhawatiran,
tingkat ansietas, masalah komunikasi verbal, mekanisme koping) dan status fisik
(misalnya tempat operasi, kondisi kulit dan efektifitas persiapan, pencukuran dan sendi
tidak gerak).
1) Diagnosa keperawatan yang biasanya sering muncul pada tahap intra operasi adalah :
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (luka insisi). Resiko cedera
berhubungan dengan kondisi lingkungan eksternal misal struktur lingkungan,
pemajanan peralatan, instrumensasi dan penggunaan obat-obat anestesi
2) Intervensi dan implementasi keperawatan dapat dilakukan antara lain:
a) Memberikan dukungan emosional
Kesejahteraan emosional pasien harus dijaga selama operasi. Sebelum di anestesi
perawat bertanggung jawab untuk membuat pasien nyaman dan tidak cemas. Bila
pasien sadar atau bangun selama prosedur pembedahan,perawat bertugas menjelaskan
prosedur tindakan yang dilakukan, memberikan dukungan psikologis dan meyakinkan
pasien. Ketika pasien sadar dari pengaruh anestesi, penjelasan dan pendidikan
kesehatan perlu dilakukan. Hal ini dilakukan terhadap semua pasien, terutama pada
operasi dengan sistem anestesi lokal dan regional. Pemantauan kondisi pasien pasien
akan mempengaruhi kondisi fisik dan kerja sama pasien.
b) Mengatur posisi yang sesuai
Pengaturan posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pemedahan dan juga
untuk menjamin keamanan fisiologi pasien. Posisi yang diberikan pada saat
pembedahan disesuaikan dengan kondisi pasien.
c) Mempertahankan keadaan asepsis dalam pembedahan
Perawat bertanggung jawab untuk mempertahankan keadaan asepsisi selama operasi
berlangsung. Perawat bertangung jawab terhadap kesterila alat dan bahan yang
diperlukan dan juga bertanggung jawab terhadap seluruh anggota tim operasi dalam
menerapkan prinsip steril. Jika sesuatu yang dianggap tidak seril menyentuh daerah
yang steril, maka instrumen yang terkontaminasi, maka instrumen yang
terkontaminasi juga harus diganti.
d) Menjaga kestabilan temperatur pasien
Temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan
kelembabannya diatur untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Pasien biasanya
merasakan kedinginan dikamar operasi jika tidak di berikan selimut yang sesuai.
Kehilangan panas pada pasiien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka untuk
dilakukan operasi. Ketuka jaringan tidak tertutup kulit akan terekspose oleh udara,
sehingga akan terjasi kehilangan panas yang berlebihan. Pasien harus dijaga sehangat
mungkin untuk meminimalkan kehilangan panas tanpa menyebabknavasodilatasi
yang justru menyebabkan bertambahnya pendarahan.
e) Memonitor terjadinya hipertermimalignan
Diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa kerusakan sistem saraf
pusat atau bahkan kematian. Monitoring secara kontinyu diperlukan untuk
menentukan tindakan pencegahan dan penanganan sedini mungkin sehingga tidak
menimbulkan komplikasi.
f) Membantu penutupan luka operasi
Penutupan luka dilakukan lapis demi lapis dengan menggunakan benang yang sesuai
dengan jenis jaringan. Penutupan kulit menggunakan benang bedadh untuk
mendekatkan tepi luka sampai dengan terjadainya penyembuhan luka operasi. Luka
yang terkontaminasi dapat terbuka seluruhnya atau sebagian saja. Ahli bedah memilih
metode dan tipe jahitan atau penutupan luka berdasarkan daerah operasi, ukuran dan
dalamnya luka operasi serta usia dan kondisi pasien. Setelah luka operasi dijahit
kemuadian dibalut dengan kassa steril untuk mencegah kontaminasi luka,
mengabsorpsi drainase, dan membantu penutupan luka insisi. Jika penyembuhan luka
terjadi tanpa komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7 – 10 hari tergantung
lukanya.
g) Membantu drainase
Ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum, debris dari tempat
operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat penyembuhan luka dan
menyebabkan terjadinya infeksi. Tipe drain bedah dipilih berdasarkan ukuran luka.
Drain biasanya dicabut bila produk drain suda berkurang dalam jumlah yang
signifikan. Dan bentuk produk sudah serius, tidak dalam bentuk darah lagi.
h) Memindahkan pasien dari ruang operasi ke ruang pemulihan atau ruang ICU
Sesudah operasi selesai dijalankan,tom operasi akan memberikan pasien pakaian yang
bersih, kemudian memindahakan pasien dari meja operasi ke brankard. Selama proses
pemindahan ini tim operasi harus menghindari membawa pasien tanpa pakaian,
karena mengganggu privacy bagi pasien dan salah satu predisposisi terjasinya
kehilangan panas, infeksi dan shock, serta mencegah luka operasi terkontaminasi
serta kenyamanan pasien. Hindari peminadhan pasien secara tiba-tiba, keran
merupakn predisposisi terjadinya hipotensi. Pengaman tempat tidur (siderail) harus
selalu dipasang untuk keamanan pasien, karena pasien biasanya akan mengalami
periode gelisah saat dipindahkan dari ruang operasi.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan
operasi adalah sebagai berikut:
Cemas
Resikoperlukaan/injury
Resiko penurunan volume cairantubuh
Resiko infeksi
Kerusakan integritas kulit
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi.
Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi diruang
pemulihan:
Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan
pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi
fowler.
Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg
atau > dari 90mmHg.
Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room Kriteria umum yang digunakan dalam
mengevaluasi pasien:
Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telahsempurna.
Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatatdan
dilaporkan.
Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran
pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien
akandipindahkan.
Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan
dan menerima pasientersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah
sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan
sewaktu-waktu terlihat.
5. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah pasca bedah secra umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam mempertahankan status kesehatan, seperti adanya penigkatan proses
penyembuhan luka, sistem sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, sistem
eleiminasi, serta tidak ditemukan tanda kecemasan lanjutan.