MAKALAH
Di susunoleh :
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur dengan tulus dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat taufik
dan hidayah-Nya. Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatny ahingga akhir zaman, dengan di
iringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Alhamdulillah sekali kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Intra-Operatif ini dengan lancar, penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif. Dan tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
belajar menulis Makalah ini.
Tidak lupa pula kepada rekan-rekan yang telah member dukungan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami sangat menyadari bahwa makalah kami masih
terdapat kekurangan, maka kami harapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kedepannya. Dan mudah-mudahan upaya ini senantiasa mendapat bimbingan dan ridha
AllohSwt. Amin Yaa RabbalAlamin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
Latar Belakang
Tujuan
BAB II
Pengertian kepribadian
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan periop
eratif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivtas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan,
koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi keperawatan intraoperatif ?
2. Apa Klasifikasi intraoperatif ?
3. Apa fungsi keperawatan intraoperatif ?
4. Apa persiapan dan asuhan intraoperatif ?
5. Apa komplikasi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi keperawatan intraoperatif
2. Mengetahui Klasifikasi intraoperatif
3. Mengetahui fungsi keperawatan intraoperatif
4. Mengetahui persiapan dan asuhan intraoperatif
5. Mengetahui komplikasi
BAB II
PEMBAHASAN
B. Klasifikasi intraoperatif
1. Menurut Potter & Perry (2006)
a. Bedah Mayor : Melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian
tubuh; dan menimbulkan resiko tinggi bagi kesehatan. Contohna Bypass arteri
koroner, reseksi kolon, pengangkatan laring, reseksi lobus paru.
b. Bedah Minor : Melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh; sering
dilakukan untuk memperbaiki deformitas; mengandung resiko yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan prosedur mayor. Contohnya ekstraksi
katarak, operasi plastic wajah, graff kulit, ekstraksi gigi.
2. Menurut Brunner & Suddarth (2001)
a. Bedah Mayor : operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan
dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau
memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan
kesehatan, contohnya kolesistektomi, nefrektomi, histerektomi, mastektomi,
amputasi dan operasi akibat trauma
b. Bedah Minor : operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki
deformitas, contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi
katarak, dan arthoskopi.
3. Menurut Parker et al (2010)
a. Bedah Minor adalah operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai
resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan operasi mayor, dan biasanya pasie
yang menjalani operasi minor dapat pulang pada hari yang sama.
b. Bedah Mayor adalah operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan
mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
Pengendalian Infeksi
Lingkungan pembedahan
Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah
aseptic. Oleh karena itu, kamar bedah tidak dapat dipakai untuk
macam-macam tindakan lain agar keadaan aseptik tersebut tetap
terjaga. Hal-hal yang perlu di perhatikan untuk menjaga untuk menjaga
suasana lingkungan tersebut adalah mengurangi jumlah kuman dalam
udara dan lamanya luka terbuka. Bekerja dengan rencana yang baik,
teratur, dan tenang tanpa terburu-buru akan menunjang usaha tersebut.
jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara,
dan dapat dikurangi dengan penggantian udara. Udara kamar bedah
harus diganti sekitar 18-25 kali setiap jam dan ini baru dapat
dilaksanakan bila tekanan dalam kamar bedah lebih positif.
Kelembapan udara yang rendah akan mengurangi kelistrikan static
dalam udara sehingga transmisi bakteria lebih sedikit. Kelmbapan
udara kamar bedah ini sebaiknya dijaga sekitar 50% (udara luar normal
70-90%).
Kamar bedah seyogianya bersuhu sejuk agar pembedah dan
personel kamar bedah lainnya dpat bekerja tanpa berkeringat. Standar
suhu yang dianjurkan adalah antara 200 sampai 240.
Personel Kamar Bedah
Untuk mempertahankan keadaan asepsis dalam kamar bedah
sewaktu pembedahan, setiap orang yang bekerjadalam kamar bedah
harus tunduk pada peraturan dan teknik asepsis yang berlaku.
Walaupun peraturan yang berlaku untuk setiap kamar bedah dapat
berbeda tergantung kondisi setempat, disiplin dasar dalam teknik
asepsis menuntut beberapa hal pokok yang harus dipatuhi oleh setiap
personel kamar bedah maupun orang yang masuk ke dalam kamar
bedah. Personel medic dan paramedic merupakan pembawa kuman
melalui kontak langsung atau udara karena s.aureus dari hidung, ketiak
dan daerah anus, perineum dan genitalia mudah disebarkan. Oleh
karena itu, disiplin dasar ini menyangkut hygiene pribadi, kebersihan
kulit, pakaian dalam, termasuk kebersihan daerah perineum. Disiplin
kerja yang baik dalam pembedahan adalah berbicara seperlunya selama
pembedahan, membatasi berjalan-jalan dalam kamar bedah, dan
membatasi kontak dengan orang lain.
Pakaian bedah dibagi menjadi dua macam, yaitu yang dipakai
oleh setiap orang yang merupakan pakaian dasar, dan yang dipakai
pembedah serta para pembantunya sewaktu pembedahan yang disebut
gaun bedah. Pakaian dasar tidak perlu steril, tetapi dicuci dan di setrika
setiap akan dipakai. Pakaian dasar harus menutupi tungkai bawah,
berlengan pendek, dan seragam untuk setiap unit bedah, sedangkan
tutup kepala dan masker juga bersih dan tidak dipakai berkali-kali.
Tutup kepala harus menutupi semua bagian rambut, masker menutupi
kimus, cambang, jenggit, lubang hidung, dan mulut. Alas atau sarung
kaki harus bersih dan jangan sekali-kali dipakai di luar unit bedah
tersebut.
Gaun bedah harus memenuhi syarat steril, disediakan di atas
meja instrument, menutupi tubuh secara melingkar, berlengan panjang,
menutup leher, panjangnya sampai di bawah lutut, dan terbuat dari
bahan yang tipis, tetapi kuat.
Cuci Tangan. Mencuci tangan dilakukan dengan air mengalir
dan dianjurkan teknik Fuerbringer.
Teknik tanpa singgung. Dalam teknik asepsis digunakan teknik
tanpa singgung yang bertujuan mengusahakan agar benda steril yang
akan dipakai sewaktu pembedahan tidak langsung bersinggungan
dengan kulit tangan pemakai. Terlebih dahulu dikenakan masker dan
tutup kepala. Teknik tanpa singgung ini harus diterapkan dalam
tindakan mengeringkan tangan dan lengan, memasang gaun bedah
untuk orang lain, memasang dan melepas sarung tangan, membuka
bungkusan kain dan instrument, menyerahkan set instrument,
melakukan desinfeksi kulit penderita.
Antisepsis
Persiapan Lapangan Bedah. Persiapan penderita terdiri atas
membersihkan kulit penderita yang merupakan sumber infeksi.
Tindakan ini disebut persiapan bedah yang umumnya berupa mandi
dengan menggunakan sabun sampai kulit bersih betul dan pencukuran
kulit yang berambut. Rambut di semua daerah tempat sayatan bedah
perlu dicukur terlebih dahulu
Penyucihamaan. Pada penyucihamaan kulit digunakan larutan
antiseptik. Tersedia banyak macam larutan antiseptik baku; sebaiknya
untuk dirumah sakit dipilih yang sama untuk setiap ruang. Desinfeksi
ini dilakukan setelah penderita dibius.
Penutupan Lapangan Pembedahan. Untuk membatasi dan
mempersempit lapangan pembedahan umumnya digunakan kain linen
steril. Mempersempit lapangan pembedahan ditujukan untuk
mengurangi kontaminasi. Batas lapangan pembedahan ini kemudian
difiksasi pada kulit dengan klem penjepit duk agar keempat sisinya
tetap ditempat.
Sterilisasi peralatan bedah
Cara sterilisai Instrumen, barang, dan kain atau alat lain yang
dipakai dalam pembedahan harus diketahui secara baik oleh setiap
petugas ruang pembedahan.
Ada beberapa cara melakukan sterilisasi alat-alat ini :
Cara Kimiawi dengan menggunakan obat bakterisid, seperti
glutaraldehid 2 persen. Cara ini terutama di gunakan untuk alat-alat
karet dan plastik, misalnya alat endeskopi. Sebelum digunakan dalam
pembedahan alat harus dibersihkan dengan dibilas dengan air steril.
Cara Pemanasan dengan Uap tekanan tinggi (autoklaf), yaitu 126˚C
selama 10 menit atau 134˚C selama 3 menit. Dapat juga digunakan
suhu 121˚ selama 15 menit, asal uap dalam autoklaf jenuh dengan uap
air dan bertekanan di atas tekanan udara. Pemanasan juga dapat
dilakukan secara kering. Cara membakar demgan api spiritus
merupakan cara kuno yang sebenarnya tidak menyucihamakan.
Cara pemanasan suhu rendah menggunakan gas etilenoksid
pada 55˚C selama 2-24 jam.
Pencegahan infeksi silang
Pengendalian infeksi silang atau infeksi nosocomial di kawasan
sekitar ruang bedah harus ditangani sngguh-sungguh. Di rumah sakit,
masalah ini ditangani oleh panitia khusus yang menentukan dengan
tegas peraturan dan disiplin kerja yang menyangkut sumber infeksi
silang antar penderita di rumah sakit dan dari dokter dan personel
rumah sakit ke penderita. Salah satu faktor penetu terjadinya infeksi
silang antar penderita adalah staf dan petugas yang bekerja di kawasan
ruang bedah, justru merekalah yang menjadi perantara infeksi. Dalam
hal ini, hygiene pribadi dan kesadaran tentang tanggung jawab kerja
mereka senantiasa diperlukan. Tanggung jawab kerja yang perlu
diawasi oleh panitia ini antara lain menyangkut pelaksnaan cuci
tangan, cara ganti pakaian, dan pemahaman teknik asepsis. Dokter dan
perawat harus berdisiplin tinggi dalam mengganti pembalut,
memeriksa luka, dan melakukan tindakan lain di bangsal, seperti
katerisasi kandung kemih.
Usaha pencegahan ini juga tercermin dari ketentuan dalam
isolasi penderita infeksi kronik stafilokokus, penderita tuberculosis
terbuka, dan penderita infeksi menular pada saluran cernah. Akhirnya,
sumber infeksi lain dalam unit bedah adalah makanan yang dibawah
masuk ke daerah unit bedah.
Penggunaan alat dan instrument medis
Dalam pembedahan sering diperlukan alat medis atau
instrument pembantu yang harus masuk ke daerah sekitar lapangan
pembedahan. Alat-alat ini harus mengalami desinfeksi terlebih dahulu
sebelum di bawa ke kawasan pembedahan. Alat yang akan langsung
dipakai untunk dipakai untuk pembedahan dan bersinggungan dengan
lapangan pembedahan harus disterilkan dengan cara yang disebutkan
terlebih dahulu alat ini seyogianya tetap berada dalam kompleks ruang
pembedahan agar tidak terjadi infeksi silang, dan pada setiap akhir hari
pembedahan, harus selalu didesinfeksi atau di sterilkan segera setelah
dipakai dan sesuai dengan pemakainnya.
Alat yang bergerak bebas keluar masuk Karena harus dipakai bersama
seyogianya dibatasi hanya sampai daerah di luar kawasan kain steril,
yaitu sekitar daerah meja bedahdan di tempat ahli anestesi bekerja.
Termasuk dalam kelompok alat ini antara lain elektrokauter. Alat
viberoptik dan sumber cahayanya, alat dan sarana anestesia, alat
turniket pneumatic, dan alat penghisap.
E. Komplikasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan
pembedahan. Komplikasi yang sering muncul adalah :
1. Hipotensi
Hipotensi yang sering terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan
pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan menurunkan
jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga memungkinkan operasi
lebih cepat dilakukan dengan jumlah pendarahan yang sedikit. Hipotensi yang
disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atau suntikan medikasi yang
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anestetic
inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi di induksi ini, maka peru kewaspadaan perawat
untuk selalu memantau kondisi fisiologi pasien, terutama fungsi
kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak uncul, dan bila
muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan
penanganan yang adekuat.
2. Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 ºC (N : 36,6 -37,5ºC).
Hipotermi yag tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu
rendah dikamar operasi (25-26,6ºC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi
gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun,
usia lanjut atau obat-obatan yang digunkan (vasodilator, anestetic umum, dll).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan operasi pada suhu ideal (25-26,6ºC). Jangan
lebih rendah dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada suhu
37ºC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan
yang kering. Penggunaan topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya hiotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak
hanya pada saat periode intra operasi saja, namun juga sampai saat pasca operasi.
3. Hipertermi malignan
Terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anestestic. Selama
anestesi, agen anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertemi malignan.
Ketika di induksi agen anestestik, kalsium didalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembaikan
kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali
relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak
terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan
sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas , maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dan trolem, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. Lakukan monitoring
terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas
darah.
BAB III
TINJAUAN ASKEP
ASKEP INTRAOPERATIF
PENGKAJIAN
DS :
Klien mengatakan bahwa tubuhnya terasa sangat dingin
klien mengatakan bahwa ia ingin menggerakkan kakinya akan tetapi kakinya tidak terasa apa-
apa
DO :
a. Klien menggigil
b. Klien mendapatkan Blog Spinal anestesi
c. Akral klien dingin
d. Klien terlihat ingin menggerakkan kaki dan tangannya
e. Suhu ruangan 22°c
f. Klien berada di atas meja operasi
g. Posisi klien supinasi
h. Dilakukan pembedahan Appendictomy
i. Tanda vital: TD: 100/80 mmHg, Nadi: 98 X/menit, RR: 22 X/menit, T: 35,7 oC.
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - Prosedur pembedahah Risiko infeksi
DO :
a. Dilakukan pembedahan pada Incisi
Appendicytomy
Paparan lingkungan
Risiko infeksi
b. Klien menggigil
c. Klien mendapatkan lokal Hipotermi
anastesi
d. Akral klien dingin
e. Tanda vital: TD: 100/80
mmHg, Nadi: 98 X/menit, RR:
22 X/menit, T: 35,7 oC.
DIAGNOSA
1. Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan yang dingin dan proses
pembedahan terlalu lama
2. Risiko infeksi dengan adanya faktor risiko prosedur infasif pembedahan
3. Resiko injury dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dan efek anaesthesi
INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
1 Hipotermi Selama pengaturan pengaturan temperature:
berhubungan dilakukan temperature: intraoperatif
dengan paparan tindakan intraoperatif 1. Sesuaikan temperature
diruangan yang operasi tidak temperatur ruangan kamar operasi dengan
dingin dan proses terjadi nyaman dan tidak efek terapeutik
pembedahan penurunan suhu terjadi hipotermi Lindungi area tubuh
terlalu lama tubuh pada pada klien pasien yang terpapar
klien 2. Tutup tubuh pasien
menggunakan selimut
3. Monitor secara
berkelanjutan suhu
tubuh pasien
2 Risiko infeksi Selama Kontrol infeksi : kontrol infeksi intra
dengan adanya dilakukan Alat dan bahan yang operasi
faktor risiko tindakan dipakai tidak 1. gunakan pakaian
prosedur infasif operasi tidak terkontaminasi khusus ruang operasi
pembedahan terjadi 2. Gunakan universal
transmisi agent precaution
infeksi. 3. Sterilkan ruang
operasi
4. Monitor dan
pertahankan
temperature ruangan
antara20°c dan 24°c
5. Monitor dan
pertahankan
kelembaban relative
antara 40 dan 60%
6. Buka peralatan steril
dengan teknik aseptic
7. Assistensi
penggunaan gowning
dan gloving dari tim
operasi
8. Pertahankan prinsip
aseptic dan antiseptic
9. Disinfeksi area kulit
yang akan dilakukan
pembedahan
10. Tutup daerah tidak
steril menggunakan
duk steril
11. Pertahankan Surgical
Asepsis
12. Batasi dan konrol
pergerakan
13. Monitor penggunaan
nstrument, jarum dan
kasa
14. Pastikan tidak ada
instrument, jarum atau
kasa yang tertinggal
dalam tubuh klien
IMPLEMENTASI
No Diagnosa Waktu Implementasi Evaluasi Paraf/ nama
perawat
1 Hipotermi pengaturan S:
berhubungan temperature: Klien mengatakan
dengan paparan intraoperatif bahwa tubuhnya masih DARA
diruangan yang 1. menyesuaikan terasa sangat dingin
dingin dan temperature O:
proses kamar operasi a. Suhu ruangan 22°c
pembedahan dengan efek b. Klien menggigil
terlalu lama terapeutik c. Akral klien dingin
DARA
R/ suhu d. Tanda vital:
ruangan 22°c Suhu : 36°c
Tekanan darah :
130/85 mmHg
2. menutup tubuh KURIDHA
Nadi : 97x/menit
pasien dengan
Respirasi rate:
menggunakan
selimut 20x/menit
R/ klien telah A :
dipasangi Masalah hipotermi
selimut belum teratasi
3. memonitor P:
secara Lanjutkan pemantauan
berkelanjutan terjadinya hipotermi
suhu tubuh pada klien di recovery
pasien room
R/ Suhu : 36°c
7. Membantu
Menutup daerah
tidak steril
menggunakan
duk steril
R/ telah
dilakukan
penutupan
pada area
yang tidak
steril
8. Memonitor
penggunaan
instrument,
jarum dan
kasang yang
digunakan
R/ menghitung
jumlah alat
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
R. Sjamsuhidajat&Wim De Jonng.2005. Buku Ajar
IlmuBedah.Jakarta :Penerbitbukukedokteran EGC.
RERATA WAKTU PASIEN PASCA OPERASI TINGGAL DI RUANG PEMULIHAN RSUP DR KARIADI
SEMARANG PADA BULAN MARET – MEI 2013.
Nano, 2018, Persiapan Dan Perawatan Pre Operasi, Intra Dan Post Op Health Science,
Anonymous, 26 Agustus 2018, https://nanopdf.com/download/persiapan-pra-intra-dan-
postoperatif_pdf