Anda di halaman 1dari 33

AsuhanKeperawatan Intra-Operatif

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata KuliahKeperawatanPerioperatif


Dosen Pengampu : Rokheman, M.Kep

Di susunoleh :

1. Putri NoviaramaDhita (42010421046)


2. Rendi (41010421050)
3. Rina Herlinawati (42010421055)
4. Sri Fatmawati (42010421059)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON
KABUPATEN CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur dengan tulus dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat taufik
dan hidayah-Nya. Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatny ahingga akhir zaman, dengan di
iringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Alhamdulillah sekali kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Intra-Operatif ini dengan lancar, penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif. Dan tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
belajar menulis Makalah ini.
Tidak lupa pula kepada rekan-rekan yang telah member dukungan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami sangat menyadari bahwa makalah kami masih
terdapat kekurangan, maka kami harapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kedepannya. Dan mudah-mudahan upaya ini senantiasa mendapat bimbingan dan ridha
AllohSwt. Amin Yaa RabbalAlamin.

Cirebon, 15 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

Latar Belakang

Tujuan

BAB II

Pengertian kepribadian

Macam-macam tipe kepribadian

Faktor yang mempengaruhi kepribadian

Konsep kepribadian introvert dan ekstrovert

Konsep kepribadian dalam perspektif islam

BAB III

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan periop
eratif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivtas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan,
koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi keperawatan intraoperatif ?
2. Apa Klasifikasi intraoperatif ?
3. Apa fungsi keperawatan intraoperatif ?
4. Apa persiapan dan asuhan intraoperatif ?
5. Apa komplikasi ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi keperawatan intraoperatif
2. Mengetahui Klasifikasi intraoperatif
3. Mengetahui fungsi keperawatan intraoperatif
4. Mengetahui persiapan dan asuhan intraoperatif
5. Mengetahui komplikasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi keperawatan intraoperatif


Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivtas yang dilakukan
oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada
pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.

B. Klasifikasi intraoperatif
1. Menurut Potter & Perry (2006)
a. Bedah Mayor : Melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian
tubuh; dan menimbulkan resiko tinggi bagi kesehatan. Contohna Bypass arteri
koroner, reseksi kolon, pengangkatan laring, reseksi lobus paru.
b. Bedah Minor : Melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh; sering
dilakukan untuk memperbaiki deformitas; mengandung resiko yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan prosedur mayor. Contohnya ekstraksi
katarak, operasi plastic wajah, graff kulit, ekstraksi gigi.
2. Menurut Brunner & Suddarth (2001)
a. Bedah Mayor : operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan
dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau
memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan
kesehatan, contohnya kolesistektomi, nefrektomi, histerektomi, mastektomi,
amputasi dan operasi akibat trauma
b. Bedah Minor : operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki
deformitas, contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi
katarak, dan arthoskopi.
3. Menurut Parker et al (2010)
a. Bedah Minor adalah operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai
resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan operasi mayor, dan biasanya pasie
yang menjalani operasi minor dapat pulang pada hari yang sama.
b. Bedah Mayor adalah operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan
mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.

C. Fungsi Keperawatan Intra Operatif


Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam
hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
1. Perawat sirkulasi
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan
dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan
memeriksa kondisi di dalam ruang operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi :
a. Memastikan kebersihan, suhu yang sesuai, kelembapan, pencahayaan,
menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang
dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi.
b. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk menghindari
pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim
yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium).
c. Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur operasi untuk
menjamin keselamatan pasien.
2. Perawat instrumen
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse (perawat instrumen) yaitu :
a. Melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja
steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan
untuk pembedahan.
b. Membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang
dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi
kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup
perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan
bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.

D. Persiapan Dan Asuhan Intraoperatif


1. Persiapan perlengkapan ruangan operasi
a. Penerangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu cadangan yang dapat segera
menyala apabila aliran listrik terhenti.
b. Suhu 20-28º C, kelembapan > 50%
c. Titik keluar listrik (electric outlet) yang dikebumikan (grounded)
d. Tempat cuci tangan dan kelengkapannya
e. Jam dinding
f. Kereta pasien (brankard) yang dilengkapi dengan pagar disisi kanan kirinya,
atau dengan sabuk pengaman, kedudukan kepala dapat diubah menjadi datar
atau diatas.
2. Persiapan perlengkapan peralatan anestesiologi dan reanimasi
a. Sumber oksigen berupa tabung/silinder atau titik oksigen sentral yang
dilengkapi dengan katup penurunan tekanan (regulator) dan flow meter.
b. Alat pelembab/humidifikasi oksigen, pipa karet/plastik yang dilengkapi
dengan kanula nasal dan sungkup muka.
c. Alat penghisap lendir portable atau titik hisap sentral, pipa karet penghubung,
botol penampung dan kateter hisap.
d. Alat resusitasi terdiri dari kantong sungkup muka (misalnya ambu bag/ air
viva, laerdal), laryngoskop dengan daun (blade) berbagai ukuran, pipa jalan
napas oro/ nasopharinx dan pipa trakheal berbagai ukuran, cunam magiil,
pembuka mulut (fergusson mouth gag), penghubung pipa (tube connector) dan
stilet
e. Stetoskop, tensimeter dan thermometer.
f. Alat-alat monitoring hendaknya dapat memperlihatkanwave form dan angka
dari elektrokardiogram (EKG), tekanan darah, nadi dan saturasi (SpO₂). Pada
keadaan tertentu juga diperlukan pemantauan tekanan arteri, tekanan jantung
dan tekanan intra kranial cara invasive, takanan CO₂ekspirasi dan lain-lain.
g. Alat infus terdiri dari set infuss, kateter vena, jarum suntikberbagai ukuran,
kapas, anti septic, plester, pembalut dan gunting.
h. Defibrilator
i. Kereta dorong (trolley/crash cart) yang memuat alat-alat sesuai.
j. Alat  komunikasi (interkom)
3. Persiapan anggota tim bedah dan fungsi
Seluruh anggota tim bedah diperlukan dalam pengelolaan aspek-aspek penting
pada setiap fase perioperatif yang berdasarkan atas pengetahuan dan keahlian para
tim bedah, adapun anggota dalam tim bedah, sebagai berikut:
a. Ahli Bedah
Ahli bedah merupakan kunci dalam menentukan apakah prosedur pembedahan
diperlukan dan menjelaskan manfaat dan potensi risiko yang terlibat,
tetapi mereka tidak beroperasi sendirian. Ahli bedah dibantu oleh tim
dengan masing-masing keterampilan dan peran khusus (Winona, 2012).
b. Asisten Bedah
Asisten bedah merupakan seseorang yang bertanggung jawab memberikan
bantuan kepada dokter bedah dalam tindakan pembedahan berdasarkan
arahan dari dokter bedah utama. Asisten bedah mengikuti petunjuk dan
mengantisipasi kebutuhan dokter bedah (Winona, 2012).
c. Perawat Instrumen
Perawat instrumen berperan dalam memeriksa untuk memastikan bahwa
instrumentasi steril dan sesuai, juga fungsi perlengkapan bedah yang
tersedia sebelum operasi dilaksanakan (Hamlin, 2016). Perawat scrub atau
yang di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki tanggung
jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis pembedahan.
Secara spesifik, peran dan tanggung jawab dari perawat instrumen menurut
Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut :
 Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang
sesuai dengan jenis operasi.
 Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan
memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan
memberinya kembali.
 Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan
teknik-teknik bedah yang sedang dikerjakan.
 Perawat instrumen harus secara terus-menerus mengawasi prosedur
untuk mengantisipasi segala kejadian.
 Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini
perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal
setiap instrumen yang digunakan beserta nama ilmiah dan nama
biasanya, dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur
spesifik.
 Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan.
 Dalam menangani instrumen,perawat instrumen harus mengawasi
semua aturan keamanan terkait. Benda-benda tajam, terutama
skalpel, harus diletakkan di meja belakang untuk menghindari
kecelakaan. Benda-benda tajam harus diserahkan dengan cara yang
benar sesuai kewaspadaan universal.
 Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari
kesalahan pemakaiannya.
 Perawat instrumen bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
 Menghitung kassa, jarum, dan instrumen. Peenghitungan dilakukan
sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka
operasi.
d. Perawat Sirkuler
Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area steril dengan
bagian ruang operasi lainnya. Pendapat perawat sirkulasi sangat
dibutuhkan dan sangat membantu, terutama dalam mengobservasi
penyimpangan teknik aspetik selama pembedahan.
Secara umum, peran dan tanggng jawab perawat sirkulasi adalah sebagai
Berikut :
 Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi
pasien, dan memeriksa formulir persetujuan.
 Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan
yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberi tahu jika terdapat
kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi
pembedahan.
 Memeriksa kebersihan dan kerapian ruang operasi sebelum
pembedahan. Apabila prosedur ini tidak dilaksanakan, maka dapat
mengakibatkan waktu penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
 Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi
pasien, mengatur lampu operasi, dan memasang semua elektorda,
monitor, atau alat lain mungkin diperlukan.
 Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan
steril).
 Tetap di tempat selama prosedur pembedahan untuk mengawasi
atau membantu setiap kesulitan yang memerlukan bahan dari area
steril.
 Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk
mengambil, membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang
diperlukan oleh perawat instrumen. Selain itu juga ikut mengontrol
keperluan spons, instrumen, dan jarum.
 Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil
suplai steril.
 Mempersipakan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang
terjadi selama pembedahan.
 Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan
kompres yang digunakan selama pembedahan.
 Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi
membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
 Mengatur pengiriman spesimen biopsi ke laboratorium.
 Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
 Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang
operasi pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan
dibersihkan, dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur
berikutnya ( Muttaqin, 2009).
e. Ahli Anestesi (Anestesiologi)
Ahli Anestesi (Anestesiologi) adalah seorang dokter anestesi yang
meninjau informasi medis dan mendiskusikan pilihan untuk perawatan
anestesi. Selama prosedur memantau tanda-tanda vital sekaligus reaksinya
dan juga akan memastikan keamanannya setelah operasi (Hamlin, 2016).
f. Perawat Anestesi
Peran utama seorang perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah
memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi
praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap
manajemen pasien, instrumen, dan obat bius serta membantu dokter anestesi
dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi
(Muttaqin, 2009).
4. Persiapan Pengkajian Dalam Anasthesia
A. Anasthesia
Tindakan anesteisia adalah upaya yang dilakukan pada setiap pembedahan
untuk menghilangkan nyeri. Dimana dalam anastesia mempunyai 4 unsur dasar
yaitu, menghilangkan nyeri dengan cara sediaan analgetik, menghilangkan
kesadaran berbagai tingkat dengan cara sediaan anestetik melalui inhalasi atau
intravena, penghambatan refleks vegetatif dengannn cara sediaan simpatolitik, dan
pelemasan otot dengan cara sediaan pelemas otot luruk.
Pada tiap pemberian anstesia ada beberapa syarat dasar yang harus dipenuhi
yaitu, mengetahui penyakit penderita, mengetahui obat yang akan digunakan,
mengetahui syarat dan masalah yang terjadi pada pembedahan, dan memahami
tehnik anastesia yang dipilih. Selain itu juga diperlukan kemampuan
mempersiapkan alat yang memadai dan kemampuan mengatasi berbagai penyulit
yang mungkin akan terjadi.
a. Skala resiko ASA (American Society of Anesthesiologists)
Untuk mempermudah pelaksanaan anestesia dan demi keselamatan
pembedahan, dokter perlu mengenal penderita lebih baik serta menentukan
risiko penyulit yang mungkin terjadi. ASA menetapkan sistem penilaian
yang membagi status fisik penderita dalam 5 kelompok, yaitu :
Golongan I : Dengan status fisik tidak ada gangguan organik,
biokimia, dan psikiatri. Misalnya, penderita dengan hernia inguinialis
tanpa kelainan lain, orangtua sehat dan bayi muda yang sehat.
Golongan II : Dengan status fisik gangguan sistemik ringan sampai
sedang yang bukan disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah.
Misalnya, penderita dengan obesitas, bronkitis, dan penderita DM ringan
yang akan mengalami apendektomi.
Golongan III : Dengan status fisik penyakit sistemik berat. Misalnya
penderita DM dnegan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan
apendiksitis akut.
Golongan IV : Dengan status fisik penyakit atau gangguan sistemik
berat yang membahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan
pembedahan. Misalnya, insufisiensi koroner atau infark miokard.
Golongan V : Dengan status fisik keadaan terminal (batas akhir)
dengan kemungkinan hidup kecil dan pembedahan dilakukan sebagai
pilihan terakhir. Misalnya penderita syok berat karena perdarahan akibat
kehamilan diluar rahim yang pecah.
Obat dan tehnik anastesia pada umumnya dapat mengganggu fungsi
napas, peredaran darah, dan sistim saraf. Gangguan pernapadan dapat
menyebabkan hipoventilasi yang dapat meyebabkan hipoksia.
Terganggunya sirkulasi menyebabkan pengurangan sirkulasi dengan akibat
turunya perfusi sehingga menyebakan hipoksia jaringan. Gangguan
persyarafan menyebabkan hilangnya berbagai refleks perlindungan
sehingga dapat timbul berbagai penyulit, misalnya aspirasi pada
regurgitasi isi lambung akibat hilangnya refleks batuk.
Ada 3 prinsip agar dapat melakukan anastesia yang aman, yaitu :
Titrasi dalam pemberian obat-obatan, dosis dinaikan pelan-pelan sambil
mengamati respon penderita.
Melakukan pemantauan dan selalu waspada pada fungsi vital seperti
pernapasan dan sirkulasi.
Resusitasi harus selalu siap, yaitu selalu dalam keadaan siap obat, siap alat,
dan siap petugas untuk mengatasi setuip penyulit dengan segera dan tepat,
termasuk pelaksanaan resusitasi jantung, paru, dan otak jika diperlukan.
b. Sirkulasi
Kesiapan sistem sirkulasi amat menetukan keberhasilan pembedahan.
Jantung diperiksa kekuatan kontraksinya, irama denyutnya, serta ada
tidaknya gangguan pembuluh koroner dan infark. Gangguan kontraksi
miokard, misalnya karena dekompensasio kordis, perlu diperbaiki secara
optimal karena obat analgesik umumnya menyebabkan depresi kontraksi
otot jantung.derajat payah jantung dintentukan anamnesis, pemeriksaan
fisik biasa, serta penggukuran tekenana vena sentral dileher penderita.
Pemeriksaan EKG dianjurkan untuk melihat gangguan irama,aliran
opemburu koproner,dan infrak.
Jika pengguna menggunakan beta-bloker dosis diatur seminimal
mungkinkarena obat ini sinergis dengan anestetik sehingga menyebabkan
hipotesis atau syok yang sukar diatasi. Beta-bloker tidak dapat dihentikan
secara mendadak karena menyebabkan reaksi aktivasi simpatis berlebihan
yang berbahaya. Penderita dengan cacat jantung bawaan atau kelaninan
katup karena demam reumatik perludiberikan antibiotik uuntuk mencegah
terjadinya endokarditis bacterial.
Kadar Hb penting dalam kaitannya dengan transport oksigen. Anemia
dapat diperbaiki dengan meningkatkan gizi dan pemberian sediaan besi
(Fe) jika pembedahan dapat ditunda 2-4 minggu.
c. Pernapasan
Sistem pernapasan harus disiapkan sebaik mungkin. Gerak leher untuk
mengangguk dan untuk menengada serta menoleh harus leluasa agar aliran
udara kejalan napas dapat ditoling dengan mudah jika terjadi sumbatan.
Rahang bawah yang pendek dan tumor dileher akan menyulitkan
pemasangan pipa endotrakeal (intubasi).
Evaluasi dengan foto roentgen toraks, diperlukan pada kasus trauma,
untuk menemukan kelainan. Seperti pada iga pneumotoraks,hemotoraks,
atau udem paru. Penderita penyakit paru menahun dan gagal napas akut
memerlukan pemeriksaan gas darah arteri untuk menilai faal oksigen
(PO₂) dan ventilasi (PCO₂).
Obat-obat anestetik mengubah pola napas normal dan menghambat
mekanisme pertukaran gas. Selama anesthesia dapat terjadi takipnea atau
apnea. Bila terjadi takipnea isi alun napas sangat menurun, ventilasi
alveolar juga menurun sehingga menyebabkan asidosis respikatorik.
Pasca anestesi biasanya kemampuan batuk menurun. Lebih-lebih pada
pembedahan rongga perut, masalah ini diperberat oleh nyeri luka sehingga
mjudah terjadi rewtensi sputum yang dapat mengakibatkan etelektasis, dan
pneumonia. Penyulit ini dpat dihindari dengan melakukan latihan napas
dan batuk efektif pada masa pabedah dan pemberian analgetik yang
efektif.
d. Faal Hati
Pemeriksaan faal hati mempunyai beberapa kepentingan dalam
persiapan tindak anesthesia. Penderita dengan gangguan faal hati, seperti
dapat ditemukan pasca hepatitis atau sirosis hepatitis tahap awal yang tidak
diketahui atau disadari, sebaiknya tidak diberikan anestetik atau obat lain
yang diekskresi melalui hepar atau hepatotoksik.
Penderita hepatitis akut akan menjadi lebih berat jika menjalani
anesthesia. Proses ini dapat dikenali denga pemeriksaan kadar bilirubin
direk dan total serta SGOT dan SGPT.
e. Faal ginjal
Gagal ginjal akut mudah dikenali karena adanya oligurt meskipun ada
juga gagal ginjal akut dengan produksi air seni normal. Karena itu,
pemeriksaan ureum dan kreatinin darah sangat membantu menentukan
keadaan ginjal. Gagal ginjal kronik sangat mungkin mengalami epi- sode
akut jika menerima beban pembedahan atau infeksi. Secara umum. jlka
pada pemantauan produksi air seni sejak awal prabedah dan seterusnya
tidak ada epi- sode oliguri (produksi kurang dari 0.5 ml/kg/jam), keadaan
ginjal dianggap aman.
f. Kehamilan
Anestesia kebidanan berbeda dengan anestesia pada wanita yang tidak
hamil karena kehamilan menyebabkan banyak perubahan faal pada ibu.
Selain itu, harus diper hitungkan juga janin yang sedang dikandung karena
sebagian sediaan anestesia yang diberikan kepada ibu akan menerobos
plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dengan segala risikonya.
g. Perubahan faal karena kehamilan
Faktor yang memengaruhl anestesia adalah fungsi per- napasan dan
sirkulasi. Volume napas satu menit me- ningkat sampai 50 % sehingga
anestesia inhalasi lebih cepat mencapal tahap anestesia yang dalam.
Kapasitas residu faal paru menurun sehingga cadang an oksigen dałam
paru menurun: sedangkan kebutuhan oksigen ibu hamil meningkat.
Sekitar 15-20 % ibu hamil aterm mengalami hipo- tensi pada waktu
berbaring terlentang karena penekanan vena kava inferior oleh uterus yang
besar, yang menyebab- kan aliran balik vena ke jantung menurun sehingga
curah jantung juga menurun. Gejala yang dialami meliputi hipotensi, mual,
muntah, sesak napas, dan gelisah. Sirkulasi darah plasenta juga terganggu
sehingga janin ikut mengalami hipoksia. Si sakit harus segera dibaringkan
miring ke kiri atau bokong kanan diganjal agar tubuh miring 45 derajat
hingga berat uterus tergeser lebih ke kiri sehingga penekanan vena kava
inferior berkurang.
h. Sistem saraf pusat
Anestetik inhalasi secara langsung memengaruhi otot polos pembuluh
darah otak sehingga timbul vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Autoregulasi otak dihambat oleh obat-obat anestetik.
Selain efek langsung, secara tidak langsung setiap depresi pernapasan
mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial karena CO, merupakan
vasodilator kuat bagi pembuluh kapiler otak.

B. Persiapan Dalam Pembedahan


a. Asepsis dan pencegahan infkesi
Asepsis adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas
kuman. Keadaan asepsis merupakan syarat mutlak dalam tindak bedah.
Antisepsis adalah cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan
bebas kuman pathogen. Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi
dengan membunuh kuman pathogen. Obat-obat antiseptik, misalnya lisol atau
kreolin, adalah zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit.
Kuman-kuman penyebab sepsis adalah bakteri dan bakteri yang paling banyak
dijumpai dalam pembedahan adalah berbagai jenis stafilokokus. Yang paling
terkenal ialah S.aureus, sujuga, ada bakteri yang berasal dari usus, salah
satunya adalah E-coli yang hidup di usus besar dan mudah keluar, tinggal
komensal di daerah perineum.
 Sumber Infeksi
Udara
Udara merupakan sumber kuman karena debu yang halus di
udara mengandung sejumlah mikroba yang dapat menempel pada alat
bedah, permukaan kulit, maupun alat lain di ruang pembedahan. Untuk
tetap dapat hidup, bakteri membutuhkan kondisi lingkungan tertentu,
seperti suhu, kelembapan, ada atau tidak adanya oksigen, bahan nutrisi
tertentu, dan udara. Umumnya bakteri tumbuh subur pada suhu yang
sama dengan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berbiak cepat pada
suhu yang sama dengan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berbiak
cepat pada suhu antara 20o sampai 37oC.
Suasana yang lembap merupakan kondisi yang baik buat
pertumbuhan dan reproduksi bakteri,tetapi buat bakteri tertentudapat
pulah tumbuh pada nanah yang mongering,ludah atau darah setelah
waktu lama.
Bakteri anaerob umumnya berasal dari usus dan dapat hidup
tanpa oksigen,dan bakteri yang di sebut fakultatif aerobanaerob dapat
hidup dalam keadaan tanpa atau ada oksigen.
Bakteri autotrof akan menggunakan CO2 sebagai bahan
untuk sintesis nutrient dari senyawa anorganik
sedangkan bakteri heterotroph membutuhkan suasana
lingkungan netral atau sedikit basa. Bila pH berubah,
metabolisme dan pertumbuhan bakteri dapat terhambat
atau berhenti sama sekali.
Alat dan Pembedah
Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat ke
tempat lain melalui perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa
hewan, misalnya serangga, manusia, atau benda yang terkontaminasi,
seperti alat atau instrument bedah. Jadi, dalam hal ini alat bedah,
personel, dan dokter pembedah merupakan pembawa yang potensial
untuk memindahkan bakteri.
Kulit Penderita
Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit
manusia. Flora komensal, misalnya Staphylococcus epidermis yang
pada keadaan normal terdapat di kulit dan tidak pathogen sampai kulit
terluka. Flora translen yang dipindahkan ke kulit penderita melalui
sumber pencemaran, misalnya S.aureus yang bersifat pathogen dan
dapat menyebabkan infeksi yang mengancam hidup bila masuk lewat
luka operasi.
Kulit penderita merupakan salah satu sumber bakteri, terutama
karena penderita dibawah masuk ke tempat pembedahan dari luar
kadang tanpa persiapan terlebih dahulu.
Visera
Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteria yang
dapat muncul ke luka operasi melalui hubungan langsung, yaitu
melalui lubang anus atau melalui pembedahan usus. Bakteria yang
berada di usus dalam keadaan fisiologik umumnya adalah bakteria
komensal, tetapi dapat menjadi pathogen melalui luka pembedahan.
Darah
Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau
bakteria pathogen sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah
yang digunakan pada penderita demikian digunakan untuk penderita
lain tanpa disucihamakan terlebih dahulu.

 Pengendalian Infeksi
Lingkungan pembedahan
Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah
aseptic. Oleh karena itu, kamar bedah tidak dapat dipakai untuk
macam-macam tindakan lain agar keadaan aseptik tersebut tetap
terjaga. Hal-hal yang perlu di perhatikan untuk menjaga untuk menjaga
suasana lingkungan tersebut adalah mengurangi jumlah kuman dalam
udara dan lamanya luka terbuka. Bekerja dengan rencana yang baik,
teratur, dan tenang tanpa terburu-buru akan menunjang usaha tersebut.
jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara,
dan dapat dikurangi dengan penggantian udara. Udara kamar bedah
harus diganti sekitar 18-25 kali setiap jam dan ini baru dapat
dilaksanakan bila tekanan dalam kamar bedah lebih positif.
Kelembapan udara yang rendah akan mengurangi kelistrikan static
dalam udara sehingga transmisi bakteria lebih sedikit. Kelmbapan
udara kamar bedah ini sebaiknya dijaga sekitar 50% (udara luar normal
70-90%).
Kamar bedah seyogianya bersuhu sejuk agar pembedah dan
personel kamar bedah lainnya dpat bekerja tanpa berkeringat. Standar
suhu yang dianjurkan adalah antara 200 sampai 240.
Personel Kamar Bedah
Untuk mempertahankan keadaan asepsis dalam kamar bedah
sewaktu pembedahan, setiap orang yang bekerjadalam kamar bedah
harus tunduk pada peraturan dan teknik asepsis yang berlaku.
Walaupun peraturan yang berlaku untuk setiap kamar bedah dapat
berbeda tergantung kondisi setempat, disiplin dasar dalam teknik
asepsis menuntut beberapa hal pokok yang harus dipatuhi oleh setiap
personel kamar bedah maupun orang yang masuk ke dalam kamar
bedah. Personel medic dan paramedic merupakan pembawa kuman
melalui kontak langsung atau udara karena s.aureus dari hidung, ketiak
dan daerah anus, perineum dan genitalia mudah disebarkan. Oleh
karena itu, disiplin dasar ini menyangkut hygiene pribadi, kebersihan
kulit, pakaian dalam, termasuk kebersihan daerah perineum. Disiplin
kerja yang baik dalam pembedahan adalah berbicara seperlunya selama
pembedahan, membatasi berjalan-jalan dalam kamar bedah, dan
membatasi kontak dengan orang lain.
Pakaian bedah dibagi menjadi dua macam, yaitu yang dipakai
oleh setiap orang yang merupakan pakaian dasar, dan yang dipakai
pembedah serta para pembantunya sewaktu pembedahan yang disebut
gaun bedah. Pakaian dasar tidak perlu steril, tetapi dicuci dan di setrika
setiap akan dipakai. Pakaian dasar harus menutupi tungkai bawah,
berlengan pendek, dan seragam untuk setiap unit bedah, sedangkan
tutup kepala dan masker juga bersih dan tidak dipakai berkali-kali.
Tutup kepala harus menutupi semua bagian rambut, masker menutupi
kimus, cambang, jenggit, lubang hidung, dan mulut. Alas atau sarung
kaki harus bersih dan jangan sekali-kali dipakai di luar unit bedah
tersebut.
Gaun bedah harus memenuhi syarat steril, disediakan di atas
meja instrument, menutupi tubuh secara melingkar, berlengan panjang,
menutup leher, panjangnya sampai di bawah lutut, dan terbuat dari
bahan yang tipis, tetapi kuat.
Cuci Tangan. Mencuci tangan dilakukan dengan air mengalir
dan dianjurkan teknik Fuerbringer.
Teknik tanpa singgung. Dalam teknik asepsis digunakan teknik
tanpa singgung yang bertujuan mengusahakan agar benda steril yang
akan dipakai sewaktu pembedahan tidak langsung bersinggungan
dengan kulit tangan pemakai. Terlebih dahulu dikenakan masker dan
tutup kepala. Teknik tanpa singgung ini harus diterapkan dalam
tindakan mengeringkan tangan dan lengan, memasang gaun bedah
untuk orang lain, memasang dan melepas sarung tangan, membuka
bungkusan kain dan instrument, menyerahkan set instrument,
melakukan desinfeksi kulit penderita.
Antisepsis
Persiapan Lapangan Bedah. Persiapan penderita terdiri atas
membersihkan kulit penderita yang merupakan sumber infeksi.
Tindakan ini disebut persiapan bedah yang umumnya berupa mandi
dengan menggunakan sabun sampai kulit bersih betul dan pencukuran
kulit yang berambut. Rambut di semua daerah tempat sayatan bedah
perlu dicukur terlebih dahulu
Penyucihamaan. Pada penyucihamaan kulit digunakan larutan
antiseptik. Tersedia banyak macam larutan antiseptik baku; sebaiknya
untuk dirumah sakit dipilih yang sama untuk setiap ruang. Desinfeksi
ini dilakukan setelah penderita dibius.
Penutupan Lapangan Pembedahan. Untuk membatasi dan
mempersempit lapangan pembedahan umumnya digunakan kain linen
steril. Mempersempit lapangan pembedahan ditujukan untuk
mengurangi kontaminasi. Batas lapangan pembedahan ini kemudian
difiksasi pada kulit dengan klem penjepit duk agar keempat sisinya
tetap ditempat.
Sterilisasi peralatan bedah
Cara sterilisai Instrumen, barang, dan kain atau alat lain yang
dipakai dalam pembedahan harus diketahui secara baik oleh setiap
petugas ruang pembedahan.
Ada beberapa cara melakukan sterilisasi alat-alat ini :
Cara Kimiawi dengan menggunakan obat bakterisid, seperti
glutaraldehid 2 persen. Cara ini terutama di gunakan untuk alat-alat
karet dan plastik, misalnya alat endeskopi. Sebelum digunakan dalam
pembedahan alat harus dibersihkan dengan dibilas dengan air steril.
Cara Pemanasan dengan Uap tekanan tinggi (autoklaf), yaitu 126˚C
selama 10 menit atau 134˚C selama 3 menit. Dapat juga digunakan
suhu 121˚ selama 15 menit, asal uap dalam autoklaf jenuh dengan uap
air dan bertekanan di atas tekanan udara. Pemanasan juga dapat
dilakukan secara kering. Cara membakar demgan api spiritus
merupakan cara kuno yang sebenarnya tidak menyucihamakan.
Cara pemanasan suhu rendah menggunakan gas etilenoksid
pada 55˚C selama 2-24 jam.
Pencegahan infeksi silang
Pengendalian infeksi silang atau infeksi nosocomial di kawasan
sekitar ruang bedah harus ditangani sngguh-sungguh. Di rumah sakit,
masalah ini ditangani oleh panitia khusus yang menentukan dengan
tegas peraturan dan disiplin kerja yang menyangkut sumber infeksi
silang antar penderita di rumah sakit dan dari dokter dan personel
rumah sakit ke penderita. Salah satu faktor penetu terjadinya infeksi
silang antar penderita adalah staf dan petugas yang bekerja di kawasan
ruang bedah, justru merekalah yang menjadi perantara infeksi. Dalam
hal ini, hygiene pribadi dan kesadaran tentang tanggung jawab kerja
mereka senantiasa diperlukan. Tanggung jawab kerja yang perlu
diawasi oleh panitia ini antara lain menyangkut pelaksnaan cuci
tangan, cara ganti pakaian, dan pemahaman teknik asepsis. Dokter dan
perawat harus berdisiplin tinggi dalam mengganti pembalut,
memeriksa luka, dan melakukan tindakan lain di bangsal, seperti
katerisasi kandung kemih.
Usaha pencegahan ini juga tercermin dari ketentuan dalam
isolasi penderita infeksi kronik stafilokokus, penderita tuberculosis
terbuka, dan penderita infeksi menular pada saluran cernah. Akhirnya,
sumber infeksi lain dalam unit bedah adalah makanan yang dibawah
masuk ke daerah unit bedah.
Penggunaan alat dan instrument medis
Dalam pembedahan sering diperlukan alat medis atau
instrument pembantu yang harus masuk ke daerah sekitar lapangan
pembedahan. Alat-alat ini harus mengalami desinfeksi terlebih dahulu
sebelum di bawa ke kawasan pembedahan. Alat yang akan langsung
dipakai untunk dipakai untuk pembedahan dan bersinggungan dengan
lapangan pembedahan harus disterilkan dengan cara yang disebutkan
terlebih dahulu alat ini seyogianya tetap berada dalam kompleks ruang
pembedahan agar tidak terjadi infeksi silang, dan pada setiap akhir hari
pembedahan, harus selalu didesinfeksi atau di sterilkan segera setelah
dipakai dan sesuai dengan pemakainnya.
Alat yang bergerak bebas keluar masuk Karena harus dipakai bersama
seyogianya dibatasi hanya sampai daerah di luar kawasan kain steril,
yaitu sekitar daerah meja bedahdan di tempat ahli anestesi bekerja.
Termasuk dalam kelompok alat ini antara lain elektrokauter. Alat
viberoptik dan sumber cahayanya, alat dan sarana anestesia, alat
turniket pneumatic, dan alat penghisap.

E. Komplikasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan
pembedahan. Komplikasi yang sering muncul adalah :
1. Hipotensi
Hipotensi yang sering terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan
pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan menurunkan
jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga memungkinkan operasi
lebih cepat dilakukan dengan jumlah pendarahan yang sedikit. Hipotensi yang
disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atau suntikan medikasi yang
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anestetic
inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi di induksi ini, maka peru kewaspadaan perawat
untuk selalu memantau kondisi fisiologi pasien, terutama fungsi
kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak uncul, dan bila
muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan
penanganan yang adekuat.
2. Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 ºC (N : 36,6 -37,5ºC).
Hipotermi yag tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu
rendah dikamar operasi (25-26,6ºC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi
gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun,
usia lanjut atau obat-obatan yang digunkan (vasodilator, anestetic umum, dll).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan operasi pada suhu ideal (25-26,6ºC). Jangan
lebih rendah dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada suhu
37ºC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan
yang kering. Penggunaan topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya hiotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak
hanya pada saat periode intra operasi saja, namun juga sampai saat pasca operasi.
3. Hipertermi malignan
Terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anestestic. Selama
anestesi, agen anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertemi malignan.
Ketika di induksi agen anestestik, kalsium didalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembaikan
kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali
relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak
terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan
sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas , maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dan trolem, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. Lakukan monitoring
terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas
darah.
BAB III
TINJAUAN ASKEP

ASKEP INTRAOPERATIF
PENGKAJIAN
DS :
Klien mengatakan bahwa tubuhnya terasa sangat dingin
klien mengatakan bahwa ia ingin menggerakkan kakinya akan tetapi kakinya tidak terasa apa-
apa
DO :
a. Klien menggigil
b. Klien mendapatkan Blog Spinal anestesi
c. Akral klien dingin
d. Klien terlihat ingin menggerakkan kaki dan tangannya
e. Suhu ruangan 22°c
f. Klien berada di atas meja operasi
g. Posisi klien supinasi
h. Dilakukan pembedahan Appendictomy
i. Tanda vital: TD: 100/80 mmHg, Nadi: 98 X/menit, RR: 22 X/menit, T: 35,7 oC.
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - Prosedur pembedahah Risiko infeksi
DO :
a. Dilakukan pembedahan pada Incisi
Appendicytomy
Paparan lingkungan

Risiko infeksi

2 DS : Prosedur pembedahan Risiko injury


klien mengatakan bahwa ia ingin
menggerakkan kakinya akan tetapi Tindakan anestesi
kakinya tidak terasa apa-apa,
Kesadaran
seperti lumpuh
DO : Risiko injury
a. Klien terlihat ingin
menggerakkan kaki dan
tangannya
b. Klien mendapatkan anestesi
lokal
c. Klien berada di atas meja
operasi
d. Posisi klien supinasi
3 DS : Prosedur pembedahan Hipotermi
Klien mengatakan bahwa
tubuhnya terasa sangat dingin Klien berada di kamar ok
DO :
a. Suhu ruangan 22°c Paparan dingin

b. Klien menggigil
c. Klien mendapatkan lokal Hipotermi
anastesi
d. Akral klien dingin
e. Tanda vital: TD: 100/80
mmHg, Nadi: 98 X/menit, RR:
22 X/menit, T: 35,7 oC.

DIAGNOSA
1. Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan yang dingin dan proses
pembedahan terlalu lama
2. Risiko infeksi dengan adanya faktor risiko prosedur infasif pembedahan
3. Resiko injury dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dan efek anaesthesi
INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
1 Hipotermi Selama pengaturan pengaturan temperature:
berhubungan dilakukan temperature: intraoperatif
dengan paparan tindakan intraoperatif 1. Sesuaikan temperature
diruangan yang operasi tidak temperatur ruangan kamar operasi dengan
dingin dan proses terjadi nyaman dan tidak efek terapeutik
pembedahan penurunan suhu terjadi hipotermi Lindungi area tubuh
terlalu lama tubuh pada pada klien pasien yang terpapar
klien 2. Tutup tubuh pasien
menggunakan selimut
3. Monitor secara
berkelanjutan suhu
tubuh pasien
2 Risiko infeksi Selama Kontrol infeksi : kontrol infeksi intra
dengan adanya dilakukan Alat dan bahan yang operasi
faktor risiko tindakan dipakai tidak 1. gunakan pakaian
prosedur infasif operasi tidak terkontaminasi khusus ruang operasi
pembedahan terjadi 2. Gunakan universal
transmisi agent precaution
infeksi. 3. Sterilkan ruang
operasi
4. Monitor dan
pertahankan
temperature ruangan
antara20°c dan 24°c
5. Monitor dan
pertahankan
kelembaban relative
antara 40 dan 60%
6. Buka peralatan steril
dengan teknik aseptic
7. Assistensi
penggunaan gowning
dan gloving dari tim
operasi
8. Pertahankan prinsip
aseptic dan antiseptic
9. Disinfeksi area kulit
yang akan dilakukan
pembedahan
10. Tutup daerah tidak
steril menggunakan
duk steril
11. Pertahankan Surgical
Asepsis
12. Batasi dan konrol
pergerakan
13. Monitor penggunaan
nstrument, jarum dan
kasa
14. Pastikan tidak ada
instrument, jarum atau
kasa yang tertinggal
dalam tubuh klien

3 Resiko injury Selama Klien berada dalam surgical precaution :


dengan adanya dilakukan posisi yang aman 1. Atur posisi pasien
faktor risiko tindakan dalam posisi yang
kelemahan fisik operasi tidak nyaman.
dan efek terjadi cedera 2. Amankan pasien
anaestesi pada klien diatas meja operasi
dengan lilitan sabuk
yang baik
3. Jaga pernafasan dan
sirkulasi vaskuler
pasien tetap adekuat.
4. Hindari tekanan pada
dada atau bagain
tubuh tertentu.
5. Jaga ekstremitas
pasien tidak jatuh
diluar meja operasi
6. Hindari penggunaan
ikatan yang
berlebihan pada otot
pasien.
7. Yakinkan bahwa
sirkulasi pasien tidak
berhenti ditangan atau
di lengan.

IMPLEMENTASI
No Diagnosa Waktu Implementasi Evaluasi Paraf/ nama
perawat
1 Hipotermi pengaturan S:
berhubungan temperature: Klien mengatakan
dengan paparan intraoperatif bahwa tubuhnya masih DARA
diruangan yang 1. menyesuaikan terasa sangat dingin
dingin dan temperature O:
proses kamar operasi a. Suhu ruangan 22°c
pembedahan dengan efek b. Klien menggigil
terlalu lama terapeutik c. Akral klien dingin
DARA
R/ suhu d. Tanda vital:
ruangan 22°c  Suhu : 36°c
 Tekanan darah :
130/85 mmHg
2. menutup tubuh KURIDHA
 Nadi : 97x/menit
pasien dengan
 Respirasi rate:
menggunakan
selimut 20x/menit
R/ klien telah A :
dipasangi Masalah hipotermi
selimut belum teratasi
3. memonitor P:
secara Lanjutkan pemantauan
berkelanjutan terjadinya hipotermi
suhu tubuh pada klien di recovery
pasien room
R/ Suhu : 36°c

2 Risiko infeksi kontrol infeksi intra S : -


dengan adanya operasi: O:
faktor risiko 1. Membantu TIM a. Luka operasi DARA
prosedur infasif Menggunakan dijahit dengan
pembedahan universal prinsip steril
precaution b. Luka operasi
R/ Petugas telah ditutup dengan
KURIDHA
melakukan balutan steril
universal c. Semua peralatan
precaution steril yang telah
2. Menggunakan digunakan, lengkap
pakaian khusus d. Tanda vital:
ruang operasi  Suhu : 36°c KURIDHA
R/ Petugas telah  Tekanan darah :
Menggunaka 130/85 mmHg
n pakaian  Nadi : 97x/menit KURIDHA
khusus ruang  Respirasi rate:
operasi 20x/menit
3. Memonitor dan
DARA
mempertahanka A:
n temperature Risiko terjadinya
ruangan R/ 20°c infeksi masih rentan
dan 24°c
4. Memonitor dan terjadi
mempertahanka P:
n kelembaban Kontrol faktor risiko
relative R/ 40 post operatif
dan 60%
DARA
5. Membuka
peralatan steril
dengan teknik
aseptic
R/ peralatan
dalam
keadaan KURIDHA
masih
terbungkus
dan bertanda
garis 3 yg
artinya telah
disterilkan
6. Mengasisteni
DARA
penggunaan
gowning dan
gloving dari tim
operasi
R/ petugas
melakukan
gowning dan
gloving

7. Membantu
Menutup daerah
tidak steril
menggunakan
duk steril
R/ telah
dilakukan
penutupan
pada area
yang tidak
steril
8. Memonitor
penggunaan
instrument,
jarum dan
kasang yang
digunakan
R/ menghitung
jumlah alat

3 Resiko injury Surgical precaution S:


dengan adanya 1. Mengatur klien mengatakan lagi
faktor risiko posisi pasien bahwa ia ingin KURIDHA
kelemahan fisik dalam posisi menggerakkan
dan efek yang nyaman. kakinya akan tetapi
DARA
anaesthesi R/ posisi kakinya tidak terasa
supinasi apa-apa, seperti
2. Mengamankan lumpuh
pasien diatas O :
meja operasi a. Klien terlihat ingin
dengan lilitan menggerakkan kaki
sabuk yang dan tangannya KURIDHA
baik b. Efek anestesi
R/ alat belum habis
pengaman c. Klien berada di
telah atas brankar
dipasang A:
3. Menempatkan Risiko terjadinya
arde pada injury masih rentan
bagian tubuh terjadi
yang tebal dan P :
menghindarkan Kontrol faktor risiko
dari cairan injury post operatif
R/ arde
terpasang
dibagian
betis klien

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
R. Sjamsuhidajat&Wim De Jonng.2005. Buku Ajar
IlmuBedah.Jakarta :Penerbitbukukedokteran EGC.

Apriliana, HarvinaDwi and Nurcahyo, WidyoIstanto and Ismail, Akhmad (2013)

RERATA WAKTU PASIEN PASCA OPERASI TINGGAL DI RUANG PEMULIHAN RSUP DR KARIADI
SEMARANG PADA BULAN MARET – MEI 2013.

Undegraduate thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University

Ahsan, dkk.Faktor-faktor yang mempengaruhikecemasan pre operasipadapasien section


caesarea di ruanginstalasibedahsentralrsudkanjuruhankepanjenkabupatenmalang. 2017.
Ejournal (8)

Nano, 2018, Persiapan Dan Perawatan Pre Operasi, Intra Dan Post Op Health Science,
Anonymous, 26 Agustus 2018, https://nanopdf.com/download/persiapan-pra-intra-dan-
postoperatif_pdf

Anda mungkin juga menyukai