TOXOPLASMOSIS CEREBRAL
Oleh:
Anggraheni Widyaningrum
Berliani
Pembimbing:
Disusun Oleh :
Ajeng Nabilah Maitsya
Anggraheni Widyaningrum
Berliani
Telah diterima dan disetujui oleh dr.Silman Hadori, Sp.Rad., M.H. Kes selaku
dokter pembimbing di Departemen Radiologi Rumah Sakit Pertamina Bintang
Amin pada tanggal 02 Maret 2020
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT. Atas rahmat yang
Radiologi serta dalam penyelesaian tugas referat ini. Dalam penulisan tugas
referat ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan,
baik dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun guna penyempurnaan di masa
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ..........................................................................................i
Halaman Pengesahan.................................................................................ii
Kata Pengantar..........................................................................................iii
Daftar Isi ....................................................................................................iv
Daftar Gambar...........................................................................................vi
Daftar Tabel................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
BAB IV KESIMPULAN............................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bentuk dan LetakGinjal......................................................... 3
Gambar 2. Posisi AP Supine pada PemeriksaanFoto Polos Abdomen . . 19
Gambar 3. PosisiAP Setengah Duduk atauBerdiri pada Pemeriksaan
Foto Polos Abdomen............................................................................... 21
Gambar 4. Posisi Left Lateral Decubitus (LLD) pada Pemeriksaan
Foto Polos Abdomen............................................................................... 22
Gambar 5. Pemeriksaan USG Abdomen................................................. 24
Gambar 6. Pemeriksaan CT Scan Abdomen ..........................................27
Gambar 7. Pemeriksaan MRI Abdomen.................................................29
Gambar 8. GambaranRadiologis BNO Posisi AP Supine.......................30
Gambar 9. GambaranRadiologis BNO Posisi AP Duduk atauSetengah
Duduk ................................................................................... 30
Gambar 10. GambaranRadiologis BNO Posisi Left Lateral Decubitus
(LLD) ................................................................................. 31
Gambar 11. GambaranHepar pada USG Abdomen Normal...................32
Gambar 12. GambaranKantongEmpedu pada USG Abdomen Normal..32
Gambar 13. GambaranPankreas pada USG Abdomen Normal..............33
Gambar 14. Gambaran Spleen pada USG Abdomen Normal.................33
Gambar 15. GambaranGinjal pada USG Abdomen Normal...................34
Gambar 16. Gambaran Appendix pada USG Abdomen Normal............34
Gambar 17. Gambaran Vesica Urinaria pada USG Abdomen Normal...35
Gambar 18. Gambaran CT Scan Abdomen Normal pada Potongan
Transversal.............................................................................................. 36
Gambar 19. Gambaran CT Scan Abdomen Normal pada Potongan
Coronal................................................................................ 36
Gambar 20. Gambaran CT Scan Abdomen Normal pada Potongan
Sagital...................................................................................................... 37
Gambar 21. Gambaran MRI Abdomen Normal pada Potongan
AxialT1................................................................................ 37
Gambar 22. Gambaran MRI Abdomen Normal pada Potongan
Coronal.................................................................................................... 38
Gambar 23. Gambaran MRI Abdomen Normal pada Potongan
Coronal T1........................................................................... 38
Gambar 24. Gambaran MRI Abdomen Normal pada Potongan
Sagital...................................................................................................... 39
Gambar 25. Gambaran IVP pada Renal Cell Carcinoma (RCC) ........... 40
Gambar 26. Gambaran IVP 5 menit, 15 menit, 30 menit, 1 jam dan
2 jam (post void)................................................................. 41
Gambar 27. Dropping Lily Sign.............................................................. 42
Gambar 28. GambaranFoto Polos Abdomen pada RCC......................... 43
Gambar 29. Karsinomaginjal yang diidentifikasisebagaimassa yang
bulat yang membentangdaribagian posterior ginjal................................ 45
Gambar 30. Karsinomaginjalsebelahkanan pada USG Doppler............. 45
v
Halaman
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Stadium, Prognosis, dan Terapi................................................17
Tabel2. Keuntungan dan KerugianFoto Polos Abdomen........................ 18
Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian USG Abdomen .............................. 24
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian CT Scan Abdomen ........................ 26
Tabel 5. Keuntungan dan Kerugian MRI Abdomen .............................. 28
vii
BAB I
PENDAHULUAN
prevalensi zat anti T gondii positif pada manusia berkisar antara 2% dan 63%.
berat dan akan terjadi reaktivasi sehingga menimbulkan gejala klinis. Pada
herbifora seperti kambing, domba, dan babi. Karena infeksi pada kebanyakan
hewan menetap secara menahun, maka daging yang mentah / setengah matang
dengan usia dan pajanan. Sebagai contoh, di AS 5-30% individu yang berusia
8
10-19 thn dan 10-67% pada individu yang berusia > 50 thn, memperlihatkan
jaringan atau makanan dan minuman lain yang terkontaminasi oleh ookista
menyebabkan kematian. 1
burung dan mamalia. Ini definitif host kucing dan spesies Felidae lainnya.
Ekskresi oosit dalam isi feses yang diikuti oleh manusia konsumsi mentah
9
Cerebri berdasarkan gambaran radiologis dan penatalaksanaan Toxoplasma
Cerebri.
1.3. Tujuan
dan pembaca mengenai Toxoplasma Cerebri dan juga sebagai salah satu
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit ini bisa diobati dan sembuh secara total, namun jika tidak dirawat,
akan berakhir dengan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii, yang merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke
manusia. Parasit ini merupakan golongan protozoa yang menginfeksi sebagian besar
populasi dunia dan merupakan penyebab tersering penyakit-penyakit infeksi otak
pada pasien dengan HIV-AIDS.1,2,3 Infeksi toksoplasma gondii biasanya bersifat laten
dan dormant asimptomatik pada individu baik dengan imunokompeten atau dengan
HIV-AIDS. Namun pasien dengan HIV lebih cenderung terkena toksoplasmosis akut
karena proses reaktivasi organisme ini apabila jumlah CD4 T sel mereka kurang di
bawah 100sel/µL atau apabila jumlah CD4 T sel di bawah 200 sel/µL tetapi ada
11
infeksi-infeksi oportunistik lainnya atau malignansi.2,3 Reaktivasi toksoplasma gondii
yang laten pada pasien HIV-AIDS umumnya akan menyebabkan toksoplasmosis
serebral dan bisa membahayakan jiwa jika diagnosis dan terapi tidak tepat. Penyakit
ini cukup sulit didiagnosis dan diterapi, terutama di negara-negara berkembang di
mana jumlah pasien HIV sangat tinggi. Berdasarkan gejala klinis dan terlibatnya
organ sefal, menyebabkan kasus ini menjadi lebih serius dari toksoplasmosis
ekstraserebral.
2.2 Epidemiologi
Toxoplasmosis serebral terjadi pada 3-15% pasien AIDS di Amerika Serikat.
Beberapa lesi klinis hanya dapat diobati dengan otopsi. Di beberapa Negara Eropa
dan Afrika, toxoplasmosis terjadi pada 50-75% pasien. Probabilitas perkermbangan
reaktivasi toxoplasmosis sebanyak 30% dari pasien AIDS dengan seropositif yang
memiliki jumlah CD4<100 serta tidak menerima profilaksis efektif atau terapi
antiretroviral. Lokasi rekativasi dari toksoplamsosis paling umum terjadi di system
saraf pusat. Pada 5% pasien, toxoplasmosis serebral adalah infeksi oportunistik
AIDS. Tingkat insiden telah menurun karena penggunaan terapi antiretroviral (ART)
dan profilaksis terhadap infeksi Pneumocystis jivoreci dengan trimethoprim-
sulfamethoxazole, yang juga efektif terhadap toxoplasmosis.
Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut:
kucing 35-73 %,
12
babi 11-36 %,
kambing 11-61 %
anjing 75 %
ternak lain kurang dari 10 % .5
2.3 Etiologi
mula mula ditemukan oleh Nicolle dan Manceaux pada tahun 1908 berasal dari hati
sampai subsferis dan berukuran 10- 12 µm. Takizoit berbentuk bulan sabit berukuran
2x6 µm, slah satu ujungnya meruncing dan ujung yang lain membulat, mempunyai
terletal megarah ke ujung posterior atau di tengah sel dengan anak inti di tengah. 2
tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista
(berisi sporozoit) (Hiswani, 2005). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan
ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar
2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit
dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi (Sasmita, 2006).
Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia
13
termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada
infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit juga dapat memasuki tiap sel
yang berinti. 2
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya
berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000
bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak,
otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas.
2 mikron dan sebuah benda residu. Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk
kelas Sporozoasida, berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara
bergantian.2
14
yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat
terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi
akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia
dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang
akan mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.1-4
15
Gambar 2. Siklus Hidup Toxoplasmosis
Siklus Hidup dan Morfologi Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk tachyzoite, kista, dan
Ookista:2,3
Tachyzoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel
mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa
akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis tachyzoit dalam jaringan akan
membelah secara lambat dan disebut bradizoit.
Gambar 3. Tachyzoit
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan
berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak
terdapat dalam otot rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat.
16
Gambar 4. Kista
Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yang berukuran 10-12 um. Ookista
terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan dengan feces
kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni
dan siklus seksual atau gametogenidan sporogoni yang menghasilkan ookista
dan dikeluarkan bersama feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma
gondii dalam sekali ekskresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista
ini tertelan oleh pejamu perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing
maka pada berbagai jaringan pejamu perantara akan dibentuk kelompok-
kelompok tachyzoit yang membelah secara aktif. Pada pejamu perantara tidak
dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila
kucing makan tikus yang mengandung kista maka terbentuk kembali stadium
seksual di dalam usus halus kucing tersebut.
17
Gambar 5. Ookista
2.4 Patofisiologi
Penularan pada manusia dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst
diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites
secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,organisme ini
menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik. Parasit ini berubah
bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat
bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak,
myocardium, paru, otot skeletal dan retina.
Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari
infeksi laten yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan
predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive trofozoit
(takizoit). Takizoit ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.1,2,6
Tachyzoit (usus)
18
Imune Respon
Immunocompromized
→reaktivasi
Patogenesis Toxoplasmosis
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor kemungkinan adanya infeksi oportunistik. HIV secara signifikan berdampak
pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel
utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain
yangjuga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular,
dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh
HIV dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang
menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang
terinfeksi. 4
19
Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada
sistem saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat
terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut
dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis
sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan produksi IL-2, IL-
12, dan IFN-gamma; kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. 4,5
Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-
12 dan IFN-gamma secara invitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai
respon terhadapT gondii.6
20
Tachyzoit
ekspresi CD154
IL-12
Sel T→INF-y
Respon antitoxoplasmik
Respon Imun
Gejala toxoplasmosis cerebral tidak bersifat spesifik dan agak sulit untuk
dibedakan dengan penyakit lain seperti lymphoma, tuberculosis dan infeksi HIV
21
akut. Toksoplasmosis dapatan tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala.
Gejala yang ditemui pada dewasa maupun anak-anak umumnya ringan.
Keterlibatan batang otak bisa menghasilkan lesi saraf cranial dan pasien akan
mempamerkan disfungsi serebral seperti disorientasi, kesadaran menurun, lelah atau
koma. Pengibatan medulla spinalis akan menghasilkan gangguan motorik dan
sensorik bagi beberapa anggota badan serta kantung kemih atau kesakitan fokal.
22
2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
23
antibodi spesifik T. Gondii. IgG biasanya timbul dalam 1-2 minggu infeksi,
puncaknya dalam 1-2 bulan kemudian turun dengan rata-rata penurunan
bervariasi dan biasanya tetap ada selama hidup. Tingginya titer tidak berkorelasi
dengan keparahan penyakit.
Dye test positif menyatakan bahwa pasien pernah terpapar oleh parasit,
sebaliknya DT yang negatif mempunyai arti penting dalam mengesampingkan
kemungkinan terpapar T.gondii. Pada sebagian kecil pasien antibodi IgG
mungkin saja tidak terdeteksi dalam 2-3 minggu setelah awal paparan terhadap
parasit.
c. Test differential aglutination (AC/HS)
Test differential aglutination menggunakan dua preparat antigen yang dapat
menggambarkan antigen penentu yang ditemukan pada awal infeksi akut (antigen
AC) atau antigen pada tahap akhir infeksi (HS). Rasio titer menggunakan antigen
AC dibandingkan antigen HS dapat menginterpretasikan sebagai akut.
d. Avidity
Test avidity digunakan sebagai test konfirmasi diagnostik tambahan pada TSP
untuk pasien dengan IgM positif atau equivocal atau hasil tes AC/HS yang akut
atau equivocal. Hasil antibody avidity IgG rendah atau equivocal jangan
diinterpretasikan sebagai diagnostik infeksi yang didapat sekarang.
e. Antibody IgM
Antibodi IgM diukur dengan menggunakan metode double sandwich atau
immune capture IgM-ELISA. Metode ini menghindari kesalahan false positive.
Pada pasien dengan infeksi didapat saat ini, antibodi IgM T.gondii dideteksi pada
awal penyakit dan titer ini akan negatif dalam beberapa bulan. IgM yang tetap
persisten tidak menggambarkan relevansi klinis dan pada pasiennya harus
dipertimbangkan infeksi kronis.
f. Antibody IgA
24
Antibodi IgA mungkin dapat ditemukan pada infeksi akut dalam serum penderita
dewasa dan infan yang terinfeksi secara kongenital menggunakan ELISA atau
metode ISAGA. Antibodi IgA dapat tetap ada untuk beberapa bulan sampai lebih
dari satu tahun. Berdasarakan hal ini, pemeriksaan antibodi ini mempunyai
peranan yang sedikit untuk menegakkan infeksi akut pada orang dewasa, hal ini
kontras dibandingkan apabila ada peningkatan sensitifitas dengan hasil
pemeriksaan IgA yang melebihi IgM untuk mendiagnosis toxoplasmosis
kongenital.
g. Antibody IgE
Antibodi IgE dideteksi dengan menggunakan ELISA pada serum penderita
dewasa dengan infeksi akut, neonatus yang terinfeksi secara kongenital, anak-
anak dengan chorioretinitis toxoplasmosis kongenital. Durasi seropositif IgE
kurang dibandingkan antibodi IgM atay IgA.
Neuroimaging
Pada gambaran CT-scan di otak menunjukkan gambaran lesi noduler tunggal
(30%) atau multipel (70%). Lebih sering gambaran CT-scan menunjukkan lesi
kavitasi dengan dinding yang tipis dan diikuti adanya ring enhancemen setelah
pemberian kontras. Gambaran edema di sekeliling whit matter juga sering ditemukan.
Sekitar 75% nodul-nodul berlokasi di basal ganglia, tetapi dapat juga tersebar
sampai ke bagian serebral lain pada gray matter- white matter. Toxoplasmosis
mempunyai kecenderungan untuk melibatkan basal ganglia, lesi juga dapat timbul di
sepanjang serebellum, batang otak dan medulla spinalis. Perdarahan dan kalsifikasi
dapat timbul selama pengobatan dan dikatakan kalsifikasi berupa cincin tergambar
pada awal dilakukan CT-scan sebagai diagnosis pertama, walaupun dikatakan bahwa
kalsifikasi berupa cincin jarang terjadi pada penyakit yang diapat dibandingkan
dengan kelainan kongenital.
Tanda karakteristik dari toxoplasma di SSP adalah target yang asimetris yang
dapat dideteksi baik dengan CT-scan maupun dengan MRI, dengan MRI lebih sensitif
dibandingkan CT-scan. Target asimetris yang timbul berupa abses ring enhancement
25
yang mengandung nodul eksentris pada kavitas absesnya. Tanda target asimetri ini
sebenarnya patognomonik untuk toxoplasmosis SSP tetapi hanya terlihat pada 30%
penderita.
MRI lebih sensitif dibandingkan CT-scan pada awal infeksi. MRI dapat
mendeteksi lesi pada penderita toxoplasmosis aktif yang pada CT-scan didapatkan
hasil yang normal. Dengan demikian MRI direkomendasikan pada penderita yang
dijumpai gejala neurologis dan antibodi toxoplasma dengan gambaran CT-scan yang
normal. Toxoplasmosis memperlihatkan area hipointens ringan pada T1W1 dan
hiperintense pada T2W1. Kadang lesi dapat menunjukkan sedikit isointense sampai
hipointense pada T2W1, dikelilingi oleh edema dengan intensitas lebih tinggi. Pada
CECT dan CEMR, ring-like dan nodular enhancement dikelilingi edema white matter
dengan berbagai tingkatan. Nodul atau ring enhancement fokal dijumpai sekitar 70%
pendeita setelah pemberian gadolinium.
26
Diagnosa banding penyakit yang paling dekat adalah primary central nervous
system lesion (PCNSL). Diagnosa banding yang lain adalah tumor metastase,
tuberkuloma, abses otak.
Toxoplasmosis PCNSL
Lokasi Basal ganglia, perbatasan Periventricular
white matter-gray matter
Jumlah lesi Banyak (multipel) Tunggal > multipel
Gambaran enhancement Cincin Heterogen atau homogen
Edema Sedang sampai berat Bervariasi
T2 weighted image (lesion Hiperintense Isontense sampai
relatif to white matter) hipointense
Diffusion weighted image Biasanya hipointense Seringkali hiperintense
MR perfusion Menurun Meningkat
MR spectroscopy Kadar laktat meningkat Kadar choline meningkat
Lain-lain Antibodi IgG Toxoplasma EBV DNA amplified by
positif (90% penderita) PCR in CSF (hampir
seluruh penderita)
Tabel 1. Diagnosis banding ensefalitis toxoplasma dengan PCNSL
Diagnosis banding pada pasien HIV positif dengan lesi ring-enhacing pada
CT atau MRI tercantum pada Tabel 1. Penyebab utama kelainan system saraf pusat
pada pasien dengan infeksi HIV lanjut (<50 sel/ μL) adalah toxoplasma ensefalitis
(19% dari semua lesi otak pada pasien AIDS), leukoencephalopathy multifocal
progresif, ensefalopati HIV, dan ensefalitis sitomegalovirus. Etiologi infeksi lainnya
yang perlu dipertimbangkan pada pasien dengan infeksi HIV lanjut dengan
abnormalitas SSP termasuk tuberculosis, Staphylococcus, Streptococcus, Salmonella,
Listeria, Nocardia, Rhodococcus, kriptokokosis, histoplasmosis, kandidiasis,
27
coccidioidomycosis, aspergillosis, trypanosomiasis, herpes meningoencephalitis,
neurocysticercosis, sifilis meningovaskular, dan Abses amebik.
Tabel 1.Diagnosis banding pada pasien HIV positif dengan lesi ring-enhacing
pada CT atau MRI
Acute toxoplasmosis
Primary central nervous system lymphoma
Primary brain tumors (rarely glioblastoma)
Brain metastasis
Demyelinating diseases (eg. Multiple sclerosis, vasculitis)
Infections (eg. Brain abscess, tuberculoma)
Multifocal infarcts
Inherited lesions (eg. Hemangioblastoma associated with non Hippel-Lindau
disease)
Arteriovenous malformation
2.8 Tatalaksana
Terapi lini pertama untuk toxoplasmosis akut pada pasien HIV adalah
pirimetamin dan sulfadiazin (Tabel 2). Karena kombinasi ini dapat menyebabkan
inhibisi enzim dalam sintesis asam folat, leucovorin harus ditambahkan untuk
menghindari komplikasi hematologi. Pengobatan untuk wanita hamil yang terinfeksi
T. gondii sama dengan orang dewasa yang tidak hamil, namun ibu harus mengetahui
bahwa sulfadiazin dapat menyebabkan hiperbilirubinemia dan kernikterus pada bayi.
Ada rejimen pengobatan alternatif untuk pasien yang tidak dapat mentolerir
sulfadiazin atau pirimetamin (Tabel 2). Ruam kulit, salah satu efek samping yang
sering terjadi akibat pemberian sulfadiazine sehingga menyebabkan penghentian
terapi, dapat diatasi dengan pemberian antihistamin secara simultan. Sulfadiazine
juga dapat menyebabkan nefropati yang diinduksi oleh pembetukan kristal. Pada
pasien kritis yang tidak dapat minum obat secara oral, trimetoprim intravena (TMP)
28
10 mg/kg sekali sehari ditambah sulfamethoxazole (SMX) 50 mg/kg sekali sehari
dapat dipertimbangkan.
29
IV
Diadaptasi dari Benson CA, Kaplan JE, Masur H, dkk. Treating opportunistic
infections among HIV-infected adults and adolescents: recommendations from CDC,
the National Institutes of Health, and the HIV Medicine Association/Infectious
Diseases Society of America.
Infeksi akut harus diobati selama minimal 3 minggu, namun terapi selama 6
minggu lebih diutamakan pada pasien yang dapat menoleransinya. Durasi terapi yang
lebih lama harus dipertimbangkan untuk pasien yang memiliki bukti infeksi secara
radiologis atau klinis yang persisten. Sekitar 65% sampai 90% pasien respon terhadap
pengobatan dengan pirimetamin, leukovorin, dan sulfadiazine. Perbaikan klinis yang
cepat dapat dilihat setelah memulai terapi yang sesuai untuk toksoplasmosis akut.
Pada hari ke 3, 51% pasien menunjukkan perbaikan neurologis, dan 91% pasien
menunjukkan perbaikan neurologis pada hari ke 14. Perbaikan radiologis terlihat pada
minggu ketiga terapi. Pada pasien yang tidak respon terhadap pengobatan dalam
waktu 10 sampai 14 hari atau menunjukkan penurunan secara klinis sejak hari ke 3,
biopsi harus dipertimbangkan untuk menyingkirkan adanya limfoma.
Tidak ada pedoman yang jelas mengenai kapan obat antiretroviral harus
dimulai atau diulang pada pasien HIV dengan toksoplasmosis akut. Konsensus yang
disepakati bersama adalah bahwa obat antiretroviral dapat dimulai kembali (restart)
berdasarkan pertimbangan dokter setelah toksoplasmosis akut diobati dan setelah
didiskusikan dengan pasien.
30
(4 mg setiap 6 jam) adalah agen yang paling sering diberikan, dan dosisnya
diturunkan secara bertahap (tapering off) beberapa hari kemudian. Steroid harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan infeksi HIV, karena obat ini dapat
menyamarkan infeksi oportunistik lainnya. Antikonvulsan harus segera diberikan
untuk pasien yang mengalami kejang namun tidak dianjurkan untuk memberikannya
secara rutin.
PENCEGAHAN
Tabel 3. Regimen Profilaksis untuk Infeksi Toxoplasma gondii pada Pasien Dewasa
dengan HIV
31
and leucovorin 25 mg weekly
Atovaquone 1500 mg
daily
Diadaptasi dari Kaplan JE, Masur H, Holmes KK. Guidelines for the prevention of
opportunistic infections among HIV-infected persons.
2.9 Pencegahan
Non farmakologi
32
Hindari menyentuh barang yang kemungkinan terkontaminasi dengan kotoran
kucing. Jika ada kotoran kucing, maka harus dibersihkan untuk menghindari maturasi
sel-sel telur toxoplasma gondii. Sewaktu berkebun, harus memakai sarung tangan
untuk menghindari transmisi toxoplasma gondii yang ada di tanah ke tangan manusia.
Farmakologi
2.9 Prognosis
33