Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

RUPTUR PERINEUM GRADE I/II

Oleh:

Aderani Rahmatiana 1840312785

Preseptor :
dr. Syahrial Syukur, SpOG

BAGIAN ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI


RSUD PADANG PANJANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T dan


Shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan case report session dengan judul
“Ruptur perineum grade I/II”.
Terimakasih penulis ucapkan kepada dr.Syahrial Syukur, SpOG sebagai
preseptor yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan case
report session ini. Penyusunan case report session ini ditujukan untuk memenuhi
salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Obstetri & Ginekologi RSUD Padang Panjang Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas pada tahun 2020.
Penulis menyadari bahwa case report session ini jauh dari sempurna
sehingga sangat diperlukan saran untuk memperbaiki case report session ini.
Semoga case report session ini bermanfaat dan dapat menjadi pengalaman dan
bekal untuk kemudian hari.

Padang, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Batasan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Metode Penulisan 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perlukaan Jalan lahir 2
2.1.1 Luka Jalan Lahir 322
2.1.2 Lokasi Luka Jalan Lahir 2
2.2 Ruptur Perineum 3
2.2.1 Etiologi Ruptur Perineum 3
2.2.2 Derajat Ruptur Perineum 3
2.2.3 Menjahit Ruptur Perineum 4
2.3 Episiotomi 6
2.3.1 Definisi Episiotomi 6
2.3.2 Indikasi Episiotomi 6
2.3.3 Teknik Episiotomi 7
2.3.4 Menjahit Luka Episiotomi 8

BAB III. LAPORAN KASUS 9


BAB IV. DISKUSI 16
DAFTAR PUSTAKA 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perineum wanita adalah outlet inferior dari pelvis yang berbentuk seperti
diamond, dibatasi oleh simfisis pubis di anterior dan coksigis di posterior. 1
Trauma perineum meliputi segala bentu kerusakan pada genitalia wanita selama
persalinan, baik secara spontan ataupun iatrogenik (karena episiotomi atau trauma
alat persalinan). Trauma perineum di anterior dapat mengenai dinding vagina
anterior, uretra, klitoris, dan labia. Trauma perineum di posterior dapat mengenai
dinding vagina posterior, otot perineal, badan perineal, sfingter ani eksterna dan
interna, dank anal anus. Selama persalinan, kebanyakan rupture perineum terjadi
di sepanjang dinding vagina posterior dan melebar ke arah anus. 2
Lebih dari 85% wanita yang menjalani persalinan pervaginam menderita
ruptur perineum dengan berbagai tingkatan, sebesar 0,6-11% dari keseluruhan
persalinan pervaginam mengalami ruptur perineum derajat 3 dan 4. Angka
kejadian ruptur perineum semakin menurun seiring dengan jumlah persalinan
pervaginam yang telah dialami ibu.3

1.2 Batasan Masalah


Case Report Session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, jenis-
jenis, indikasi, kontraindikasi, syarat, langkah-langkah, dan komplikasi dari
rupture perineum grade I/II.

1.3 Tujuan Penulisan


Case Report Session ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai rupture perineum grade I/II.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan dari Case Report Session ini berupa hasil pemeriksaan
pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai
literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perlukaan Jalan Lahir

2.1.1 Luka Jalan Lahir

Pada kehamilan dan persalinan dapat terjadi perlukaan pada alat-alat genital
walaupun yang paling sering terjadi ialah perlukaan ketika persalinan. Perlukaan alat
genital pada kehamilan dapat terjadi baik pada uteus, serviks, maupun pada vagina;
sedangkan pada persalinan di samping pada ketiga tempat di atas perlukaan dapat
juga terjadi pada vulva dan perineum. Derajat luka dapat ringan hanya berupa luka
lecet saja sampai yang berat berupa terjadinya robekan yang luas disertai perdarahan
yang hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan umumnya
perlukaan pada jalan lahir bagian distal (vagina, vulva, dan/atau perineum) tidak
dapat dihindarkan; apalagi bila anaknya besar (BB anak > 4000 gram).4

Perlukaan dapat juga disebabkan oleh kesalahan sewaktu memimpin persalinan,


pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstraksi vakum, ekstraksi
cunam, embriotomi, atau akibat alat-alat yang dipakai. Selain itu perlukaan sengaja
dilakukan pada tindakan episiotomi. Tindakan ini diiakukan untuk mencegah
terjadinya robekan perineum yang luas dan dalam disertai pinggir yang tidak rata, di
mana penyembuhan luka akan lambat atau terganggu.5

2.1.2 Lokasi Luka Jalan Lahir

Adapun perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada:


 Dasar panggul berupa episiotomi atau ruptur perineum spontan.
 Vulva dan vagina.
 Serviks uteri.
 Uterus.5

2
2.2 Ruptur Perineum
2.2.1 Etiologi Ruptur Perineum
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan di mana:
 Kepala janin terlalu cepat iahir
 Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
 Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
 Pada persalinan dengan distosia bahu.5
2.2.2 Derajat Ruptur Perineum3

Derajat Klasifikasi

1 Laserasi hanya di mukosa vagina dan kulit perineum

2 Laserasi meliputi otot perineum

3 Laserasi meliputi otot sfingter ani. Dibagi lagi menjadi :

3A <50% otot sfingter ani eksternal ruptur

3B >50% oto sfingter ani eksternal ruptur

3C Sfingter ani eksterna dan interna ruptur

4 Laserasi meluas ke epitel anus (menghasilkan hubungan/fistel


antara epitel vagina dan epitel anus.

3
Gambar 2.1 Derajat ruptur perineum.6

2.2.3 Menjahit Ruptur Perineum


a) Tingkat I: Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya
dengan memakai catgut yang diiahitkan secara jelujur (continuous suture) atau
dengan cara angka delapan (figure of eight).5

b) Tingkat II : jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka
pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahuiu. Pinggir robekan
sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian
digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka
robekan.5 Lapisan otot dijahit dengan jahitan simpul (interrupted suture) dengan
catgut kromik no. O atau 00, dengan mencegah terladinya rongga mati (dead
space). Adanya rongga mati antara jahitan-jahitan memudahkan tertimbunnya
darah beku dan terjadinya radang terutama oleh kuman-kuman anaerob.4
Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputu-putus atau
jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai 1 cm dari puncak luka.5
Lapisan kulit dapat dijahit dengan benang catgut kromik atau benang sintetik
yang baik secara simpul (interrupted suture). Jahitan hendaknya jangan terlalu
ketat agar di tempat periukaan tidak timbul edema. 4

4
Gambar 2.2 Teknik menjahit ruptur perineum grade II.5

c) Tingkat III-IV: Mula-mula dinding depan rectum yang dijahit. Kemudian fasia
perirectal dan fasia septum rectovaginal dijahit dengan catgut chromic, sehingga
bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena
robekan diklem dengan klem Pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan
catgut chromic sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis
demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.5

Gambar 2.3 Teknik menjahit ruptur perineum grade III-IV.5

5
2.3 Episiotomi
2.3.1 Definisi Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.5

2.3.2 Indikasi Episiotomi


Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.

a) Indikasi janin

1. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah


terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin,

2. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan


cunam,ekstraksi vakum, dan janin besar.

b) Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan


terjadi robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.5

2.3.3 Teknik Episiotomi


a) Episiotomi Medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai
batas atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi
infiltrasi antara lain dengan larutan procaine l%-2%; atau larutan lidonest l%-2%;
atau larutan Xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi
dengan menggunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus
vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani,
hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral,
(episiotomi medio lateralis).5

6
Gambar 2.4 Episiotomi Medialis.5

b) Episiotomi Mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke
arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan atau
pun kiri, tergantung kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira
4 cm.5

Gambar 2.5 Episiotomi Mediolateralis.7

7
c) Episiotomi Lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau jam 9 menurut arah jarum jam.5

2.3.4 Menjahit Luka Episiotomi


a) Episiotomi Medialis
Mula-mula otot perineum kiri dan kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan.
Kemudian fasia dijahit dengan beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit
pula dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau
lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture)
atau secara jelujur (continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot,
fasia dan selaput lendir adalah catgut khromik, sedang untuk kulit perineum
dipakai benang sutera.5
b) Episiotomi Mediolateralis
Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.5
c) Episiotomi Lateralis
Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arah di mana terdapat pembuluh
darah pudendal interna. sehingga dapat menimbulkan perdarahan banyak. selain
itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.5

8
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. JNS


No MR : 750409
Umur : 26 tahun
Tanggal lahir : 7 Juli 1993
Jenis kelamin : Perempuan
Nama ibu kandung : Ny. LH
Alamat : Ganting, Padang Panjang Timur
Tanggal masuk : 3 Maret 2020

II. Anamnesis
Seorang pasien wanita umur 26 tahun datang ke PONEK RSUD Padang
Panjang pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 11.30 dengan nyeri pinggang menjalar ke
ari-ari sejak 7 jam SMRS.

A. Riwayat Penyakit Sekarang

 Seorang pasien wanita umur 26 tahun datang ke PONEK RSUD Padang Panjang
pada tanggal 3 Maret 2020 dengan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 7 jam
SMRS.
 Keluar lendir campur darah (+) dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu.
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-).
 Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-).
 Gerak janin ada, dirasakan sejak 5 bulan yang lalu.
 HPHT : 28/5/2019  TP : 5/3/2020
 Riwayat hamil muda : Mual (+), muntah (+), perdarahan (-)
 Riwayat ANC 7x ke bidan
 Riwayat hamil tua : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

9
 Riwayat menstruasi : Menarche usia 13 tahun, teratur, siklus 28 hari, 2-3x ganti
duk, durasi 6-7 hari, nyeri haid (+)

B. Riwayat Kehamilan/Persalinan/Nifas/KB/Ginekologi

G2P1A0H1

 Kehamilan Ke-I : th 2014/Perempuan/aterm/Partus pervaginam /Dokter/4800g

 Kehamilan Ke-II : Sekarang

 Pasien tidak ada riwayat kontrasepsi pil/injeksi/AKDR sebelumnya

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, DM, hipertensi, asma,
epilepsi, penyakit tiroid.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit keturunan, menular, dan kejiwaan pada keluarga.

E. Riwayat Pekerjaan/Sosial ekonomi/Kejiwaan/Kebiasaan

Pasien merupakan IRT, riwayat merokok (-), riwayat konsumsi obat-obatan (-).

Riwayat perkawinan 1x pada tahun 2015, usia 22 tahun. Riwayat imunisasi teratur.

F. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 90x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Anemis : Tidak ada
10
Sianosis : Tidak ada
Berat badan : 59 kg
Tinggi badan : 158 cm
Keadaan gizi : Baik

Kulit : Sianosis tidak ada, ikterus tidak ada, kulit teraba hangat
Kelejar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB
Kepala : Bulat, simetris, normocephal
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, detritus
(-), kripta (-), dinding posterior faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : Karies dentis tidak ada
Leher : Pembesaran KGB cervical tidak ada, pembesaran kelenjar
Tiroid tidak ada
Thoraks : Normochest, retraksi dada tidak ada
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak ada
retraksi dinding dada, napas cepat dan dalam tidak ada
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, tidak ada rhonki dan tidak ada
wheezing
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba sejajar 1 jari medial RIC V LMCS

Perkusi : batas jantung tidak melebar


Auskultasi : S1S2 reguler, tidak ada bising
11
Abdomen & Alat Kelamin : Status Obstetri
Punggung : tidak ada kelainan
Anus : tidak dilakukan
Anggota Gerak : Akral hangat, CRT <2 detik, udem tidak ada

G. Status Obstetri

 Wajah : Kloasma gravidarum (-)

 Mammae : Pembesaran (+), menegang (+), papil hiperpigmentasi (+),


kolostrum (-)

ABDOMEN

 Inspeksi :

Perut tampak membesar sesuai usia kehamilan dengan arah memanjang. Striae
gravidarum (+), linea nigra (+), linea alba (-), striae livide (-), striae albican (-),
sikatrik (-)

 Palpasi :

o Leopold 1 : fundus teraba 3 jari dibawah prosesus xifoideus, TFU : 35 cm.


Teraba massa besar, lunak, noduler.

o Leopold 2 : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri dan teraba bagian-


bagian kecil di sebelah kanan

o Leopold 3 : Teraba masa bulat, oval, terfiksir

o Leopold 4 : Kepala sudah masuk PAP, divergent.

 HIS : 3-4 kali/20-40 detik/10 menit/kuat & teratur

 Auskultasi : DJJ : 127-133x/menit

GENITALIA

 Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

 VT : Pembukaan 6-7 cm, portio lunak, menipis, anterior, Hodge I-II.

12
H. Pemeriksaan Laboratorium

 Hb : 11 g/dl
 Leukosit : 10.370 / mm3
 Ht : 33%
 Trombosit : 224.000 / mm3
 BT / CT : 2’00” / 9’30”
 GDS : 87 mg/dL
 HbsAg & anti HIV : non reaktif
Kesan : Leukositosis.

I. Ringkasan Diagnostik

 Seorang pasien wanita umur 26 tahun datang ke PONEK RSUD Padang Panjang
pada tanggal 3 Maret 2020 dengan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 7 jam
SMRS.
 Keluar lendir campur darah (+) dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu.
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-).
 Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-).
 HPHT : 28/5/2019  TP : 5/3/2020

o Leopold 1 : fundus teraba 3 jari dibawah prosesus xifoideus, TFU : 35


cm. Teraba massa besar, lunak, noduler. (TBJ : 3720 g)

o Leopold 2 : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri dan teraba bagian-


bagian kecil di sebelah kanan

o Leopold 3 : Teraba masa bulat, oval, terfiksir

o Leopold 4 : Kepala sudah masuk PAP, divergent.

 HIS : 3-4 kali/20-40 detik/10 menit/kuat & teratur

 Auskultasi : DJJ : 127-133x/menit

13
GENITALIA

 Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

 VT : Pembukaan 6-7 cm, portio lunak, menipis, anterior, Hodge I-II.

J. Diagnosis Kerja

G2P1A0H1 gravid aterm 39-40 minggu parturient Kala I fase aktif.

K. Diagnosis Banding

Tidak Ada

L. Tindakan dan Pengobatan

Lanjutkan persalinan pervaginam

Pantau KU, KS, tanda-tanda vital, dan DJJ.

M. Edukasi dan Konseling

Ajari cara meneran, IMD, manajemen laktasi.

FOLLOW UP

3/3/2020 S/ - Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari semakin sering


12.30 - Keluar air-air dari kemaluan (+)
- Keluar lendir campur darah semakin banyak (+)
- Keluar darah dari kemaluan (-)

O/ Ku Kesadaran HR RR T BB
Sedang CMC 98 20x/i 37o C 59 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Genitalia : tanda-tanda kala II (+), V/U tenang, PPV (-)
Pembukaan lengkap, portio (-), Hodge IV

A/ G2P1A0H1 gravid aterm 39-40 minggu inpartu


P/ Pimpin persalinan pervaginam

14
3/3/2020 S/ Telah lahir bayi perempuan secara pervaginam pukul 12.55 :
12.55 BB : 4300 g
PB : 51 cm
A/S : 8/9

P/ Manajemen Kala IV

15
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien wanita umur 26 tahun datang ke PONEK RSUD Padang


Panjang pada tanggal 3 Maret 2020 dengan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 7
jam SMRS. Keluar lendir campur darah (+) dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu.
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-). Keluar darah yang banyak dari
kemaluan (-). Berdasarkan HPHT kehamilan pasien berkisar 39-40 minggu dan
diperkirakan akan partus sekitar tanggal 5 maret 2020.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum dan tanda vital baik.
Leopold 1 fundus teraba 3 jari dibawah prosesus xifoideus, TFU : 35 cm, teraba
massa besar, lunak, noduler. Dari TFU diperkirakan taksiran berat janin sebesar 3720
g. Leopold 2 teraba tahanan terbesar di sebelah kiri dan teraba bagian-bagian kecil di
sebelah kanan. Leopold 3 teraba masa bulat, oval, terfiksir dan Leopold 4 teraba
Kepala sudah masuk PAP, divergent. Saat datang HIS : 3-4 kali dengan durasi setiap
his 20-40 detik dalam 10 menit dan intensitas kuat & teratur. Saat di auskultasi
denyut jantung janin terukur dalam batas normal yaitu 127-133x/menit.
Satu jam kemudian, pembukaan lengkap dan tanda-tanda kala II (+). Pasien
meneran dengan baik dan benar. Tidak terdapat indikasi episiotomi dari janin seperti
usia prematur, letak sungsang, atau indikasi penggunaan alat bantu seperti ekstraksi
cunam ataupun vakum. Indikasi dari ibu untuk dilakukan episiotomi pun tidak ada
karena ibu merupakan multipara. Namun indikasi janin besar ada, dengan TBJ sekitar
3720 g. Episiotomi tidak dilakukan pada ibu ini karena riwayat melahirkan janin
besar tanpa episiotomi ada, yaitu pada anak pertama, dengan berat 4800 g dan tampak
vulva dan perineum ibu meregang dengan elastis ketika kepala janin mulai dilahirkan.
Pukul 12.55 lahir bayi perempuan dengan berat 4300 g, panjang badan 51 cm
dan Apgar Score 8/9. Berat dan besar bayi tampak lebih besar dari perkiraan sehingga
terjadi ruptur pada perineum ibu tingkat II, dimana ruptur mengenai mukosa vagina,
perineum, dan muskulus perinei transversalis arah jam 5 sebesar 2-3 cm. Dilakukan
penjahitan dimulai dari otot levator ani secara interrupted dengan benang chromic
16
catgut 2.0. dilakukan 4 jahitan. Lalu penjahitan dilanjutkan ke area mukosa vagina
dan perineum dengan benang chromic catgut 2.0 secara jelujur. Jahitan dilakukan
tanpa anastesi lokal. Setelah penjahitan, tidak tampak perdarahan dari area jahitan dan
pemantauan kala IV menunjukkan kondisi jahitan yang baik tanpa perdarahan yang
berlanjut.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Hosseinzadeh K, Heller MT, Houshmand G. Imaging of the female


perineum in adults. Radiographics. 2012;32(4):E129-68.
2. Frohlich J, Kettle C. Perineal Care. BMJ Clin Evid. 2015;2015.
3. Goh R, Goh D, Ellepola H. Perineal tears – A review. AJGP.
2018;47(1);35-8.
4. Bratakoesoema DS, Angsar MD. Perlukaan pada alat-alat genital. Dalam
:Ilmu Kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2011:323-39.

5. Albar E. Perawatan Luka Jalan Lahir. Dalam: Prawirohardjo S,


Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi ke-1 cetakan ke-5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2007.

6. Mothers with 4th degree tears.


https://motherswith4thdegreetears.wordpress.com/what-is-a-4th-degree-
tear/ - Diakses maret 2020

7. Episiotomy. https://id.wikipedia.org/wiki/Episiotomi - diakses maret 2020

18

Anda mungkin juga menyukai