Anda di halaman 1dari 11

Dasar Hukum :

Pasal 667 KUHPer

mengatur bahwa seorang pemilik sebidang tanah yang dikelilingi oleh tanah-tanah milik orang lain,
dapat menuntut sebagian tanah milik tetangganya tersebut untuk dibuatkan jalan dengan penggantian
kerugian yang seimbang.

Pasal 668 KUHPer

Jika tanah untuk akses keluar bagi dirinya itu telah dibangun, ada aturan dalam Pasal 671 KUH
Perdata yang wajib diperhatikan, yaitu:

 
Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang
digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk
keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang
berkepentingan.

Jika pemilik tanah/rumah yang dekat dengan jalan umum itu menghiraukan tuntutan yang diajukan
kepadanya, menurut hemat kami, karena ia menguasai area yang seharusnya menjadi jalan keluar bagi
tetangganya itu, ia dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum yang diatur dalam Pasal 1365
Perdata:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan
kerugian tersebut.”

Seperti yang sering dijelaskan dalam beberapa artikel sebelumnya, salah satunya dalam artikel Merasa
Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras, dikatakan antara lain Mariam Darus
Badrulzaman dalam bukunya “KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti
dikutip Rosa Agustina dalam buku Perbuatan Melawan Hukum (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur
perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:

a.    Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);

b.    Perbuatan itu harus melawan hukum;

c.    Ada kerugian;

d.    Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;

e.    Ada kesalahan.

 
Menurut Rosa Agustina (hal. 117) yang dimaksud dengan “perbuatan melawan hukum”, antara
lain:

1.    Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

2.    Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;

3.    Bertentangan dengan kesusilaan;

4.    Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Dalam hal ini, harus kembali dilihat, apakah perbuatan orang yang tidak mau memberikan jalan keluar
bagi tetangga di belakangnya itu telah memenuhi semua unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUH Perdata
di atas. Yang mana sesuai dengan KUH Perdata, orang yang mempunyai rumah di belakang,
mempunyai hak untuk mendapatkan akses ke luar ke jalan raya. 

Contoh Kasus

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sigli Nomor 02/ Pdt.G /
2013 / PN-SGI. Kasus ini diawali dengan perbuatan tergugat yang menutup jalan kecil/jurong/lorong
menuju perkebunan milik penggugat (dahulu milik orang tua penggugat) dengan pagar, padahal dahulu
kakek Tergugat I telah memberikan jalan kepada orang tua Penggugat untuk akses keluar masuk orang
tua Penggugat ke kebunnya.

 Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa perbuatan Tergugat-Tergugat menutup jurong


tersebut dengan cara memagar dan menyatukannya dengan tanah kebun yang Tergugat -Tergugat
tempati adalah sebagai suatu perbuatan tidak sah dan melawan hukum

mengatur bahwa jalan yang akan dibuat tersebut harus yang berjarak paling dekat dengan akses jalan
umum. Hal tersebut untuk memastikan bahwa kerugian bagi si tetangga yang memiliki kewajiban
menyerahkan sebagian tanahnya untuk keperluan pembuatan jalan adalah kerugian yang paling kecil
yang dapat diderita oleh tetangga tersebut.

putusan Pengadilan Negeri Depok dalam perkara Nomor 133/Pdt.G/2014/PN.Dpk. Dalam putusan itu,
hakim mengakui ada hak bagi seseorang untuk menuntut akses atas bidang tanahnya yang tertutup oleh
bidang tanah orang lain. satu pertimbangan hakim adalah, selain ganti rugi yang sesuai dengan harga
tanah pada daerah yang bersangkutan, besar luas tanah yang dituntut pun harus masuk akal. Sebatas
cukup untuk akses keluar masuk bidang tanah milik orang yang bidang tanahnya tertutup. Putusan ini
membuktikan pentingnya keseimbangan hak dan kewajiban. Baik dari yang menuntut hak atas akses
jalan, maupun dari yang tertuntut untuk wajib memberikan sebagian tanahnya untuk akses jalan, tetap
harus dijaga sedemikian rupa.

Pengadilan Negeri Karanganyar, hakim bahkan secara tegas mengutip ketentuan Pasal 667 KUHPer.
Pada amar putusan perkara Nomor 58/Pdt.G/2013/PN. hakim tegas memerintahkan para pihak untuk
tidak membangun bangunan apapun sehingga tidak menutup akses jalan bagi siapapun juga. Kembali
ke cerita Eko sebenarnya sudah pernah untuk menawarkan untuk membeli tanah dari tetangganya
untuk dibuat akses jalan. Akan tetapi ia urung melanjutkan transaksi tersebut karena merasa bahwa
harga yang ditawar oleh tetangganya tersebut terlalu tidak wajar.

GSB adalah garis imaginer yang menentukan jarak terluar bangunan terhadap pinggir ruas jalan. Anda
tidak di perkenankan membangun melebihi batas GSB yang sudah ditentukan. Besarnya GSB ini
tergantung dari besar jalan yang ada di depannya. Jalan yang lebar tentu saja mempuyai jarak GSB
yang lebih besar dibandingkan jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil.

Secara umum, besaran GSB sama dengan setengah dari lebar jalan. Semakin lebar jalan, maka akan
semakin besar nilai GSB. Untuk pemukiman perumahan, standar GSB yang diberikan berkisar antara 3
– 5 meter. Aturan mengenai GSB ini secara lebih detil dijabarkan dalam peraturan daerah masing-
masing wilayah. Untuk mengetahui besaran pastinya, Anda dapat menanyakannya pada pemerintah
daerah Anda. Khusus untuk DKI Jakarta, besarnya GSB dapat dilihat dalam Peraturan Daerah DKI
Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Biasanya jarak GSB ini rumusnya adalah setengah lebar jalan, apabila lebar jalan adalah 10 meter,
maka GSB-nya adalah 5 meter, artinya jarak terluar yang diijinkan bangunan berdiri adalah 5 meter
dari pinggir jalan. Untuk lebih pastinya, pihak dinas tata kota akan memberikan advis planning
penentuan GSB dalam pengurusan KRK.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan bagian III huruf C, GSB merupakan aturan yang harus dikeluarkan
oleh penguasa wilayah (gubernur, bupati, atau walikota) dan wajib dipatuhi oleh masyarakat sesuai
dengan visi pembangunan di wilayah tersebut.

GSB merupakan peraturan yang diberlakukan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), jadi
bisa saja ketentuan tersebut berbeda-beda untuk setiap wilayah, tergantung pada RDTRK yang
mengaturnya. Contohnya, dilansir dari situs Badan Pembinaan Hukum Nasional, untuk wilayah DKI
Jakarta peraturan GSB terdapat dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 Tentang
bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Batas bangunan dengan jalan sesuai
aturannya 1/2 + 1 dari pinggir jalan. Misalkan badan jalan 12 meter, maka 6 meter plus 1 yakni 7
meter dari pinggir jalan. Kalau kurang dari itu tidak akan dikeluarkan izinnya (IMB).

GSB yang ditentukan untuk perumahan tergantung pada lokasi dan kriteria kelas jalan. Biasanya nilai
GSB adalah setengah dari lebar jalan. Semakin tinggi kelas jalan, maka semakin besar nilai GSB-nya.
Untuk wilayah perumahan, nilai GSB adalah sekitar tiga hingga lima meter.

Untuk rumah yang berlokasi di persimpangan jalan atau rumah hook, terdapat dua ketentuan GSB.
Yang pertama adalah GSB dari sisi depan bangunan dan yang kedua adalah GSB dari samping
bangunan.

Selain itu, menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 441/KPTS/1998 tentang Pesyaratan
Teknis Bangunan Gedung, ada beberapa persyaratan untuk memenuhi GSB samping dan belakang
bangunan. Di antaranya adalah bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan serta
struktur dan fondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm ke arah dalam dari
batas bangunan. Kasus-kasus pelanggaran batas belakang tidak hanya dilakukan pemilik rumah
tinggal, namun juga bangunan komersial seperti hotel atau gedung perkantoran.
FUNGSI GSB :

Lalu, untuk apa GSB itu ada? Tentu saja yang utama adalah untuk keamanan, baik keamanan Anda
maupun lingkungan sekitar bangunan Anda. Dengan memberikan jarak antara bangunan Anda dengan
sekitarnya, akan meminimalkan resiko yang dapat membahayakan bangunan Anda maupun bangunan
di sekitar; misalkan saja, apabila ada bencana kebakaran, bangunan roboh, atau kecelakaan lalu lintas.
Selain itu, apabila bangunan Anda di simpang jalan, memberikan jarak antara bangunan Anda dengan
jalan meminimalkan resiko kecelakaan. Bisa dibayangkan betapa berbahanya jika bangunan tetangga
Anda terbakar padahal bangunan Anda menempel di sebelahnya; atau misalnya Anda mengendarai
kendaraan di persimpangan jalan, di mana terdapat bangunan yang menghalangi penglihatan Anda
untuk melihat pengendara lain dari arah yang berlawanan.

CONTOH : bangunan yang tidak mengikuti SGB.

masih banyak dari masyarakat kita yang membangun semaunya tanpa mempertimbangkan adanya
Garis Sempadan Bangunan. Padahal, apabila peraturan tentang Garis Sempadan Bangunan tidak
dihiraukan, selain merugikan diri sendiri dengan membahayakan bangunan sendiri, akan ada sanksi
yang diberikan sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Sanksi yang diberikan
dapat berupa peringatan tertulis hingga adanya perintah pembongkaran bangunan dan dapat pula
berupa denda.

Eko mengatakan, rumah yang diwariskan orang tuanya sejak 2016 lalu tak lagi memiliki akses masuk
maupun keluar rumahnya. Karena mulai dari samping kanan, kiri, depan dan belakang, rumahnya
sudah terhalang bangunan tetangganya.
Ia bercerita, pada 1982, ibunya membeli sebidang tanah seluas 76 meter persegi kepada salah satu
penjual tanah, yang pernah menjabat ketua RW setempat.

Alih-alih menyelesaikan pelunasan tanah, orang tuanya mengesahkan surat-surat rumah dari mulai
akta hingga sertifikat pada 1998. Satu tahun kemudian rumah pun dibangun.

Eko termasuk yang cukup lama tinggal. Sejak dibangun hingga menikah pada 2008, Eko menghuni
rumah tersebut. Tak lama kemudian dia mewariskannya kepada sang adik dan memilih tinggal
mengontrak.

Namun pada 2016 lalu, ada seorang pendatang yang membeli tanah di depan dan samping kiri rumah
secara bersamaan.

"Tidak terasa tahun 2016 ada seorang pendatang yang membeli tanah di depan rumah dan samping kiri
rumah. Dulu (tak lama setelah membangun rumah) ada juga yang membeli tanah dan membangun
rumah di samping kanan dan belakang rumah," tutur Eko.

Akibat dua rumah tetangga barunya berdiri di depan dan di kiri, rumah Eko sampai tidak memiliki
akses jalan. Bahkan, untuk melihat rumah tersebut harus menaiki genting.

Waktu itu, Eko menyanggupi pembelian jalan kepada orang tersebut antara samping kiri dan depan
dengan harga Rp 10 juta. Namun, ia malah diminta membeli lahan seharga Rp 120 juta sebagai akses
keluar masuk rumahnya.

"Dengan tidak membeli jalan seharusnya saya sudah punya hak karena sertifikat sudah jelas bahwa
rumah saya mempunyai jalan dan tidak harus membeli," ujarnya.

Merasa tak puas, Eko aktif mendatangi aparat kewilayahan mulai dari RT, RW, kelurahan, kecamatan,
Dinas Tata Ruang, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Bahkan, pihak BPN Kota Bandung pada 2017 lalu menanggapi dan merilis Surat Berita Acara
Pengukuran dengan pernyataan rumah Eko harus diberi akses jalan. Dari denah yang dikeluarkan BPN,
ternyata ada salah satu lahan yang diarsir sebagai tanda fasilitas umum untuk jalan. Letaknya persis di
sebelah kiri rumah Eko.

Namun, saat Eko meminta hak jalan di rumahnya, BPN malah mengarahkannya ke Dinas Tata Ruang.
Ia pun memperlihatkan sertifikat rumah, surat kepemilikan rumah dan denah dari BPN.

"Enam kali dibolak-balik. Dari BPN ke Dinas Tata Ruang," tegasnya.

Selama mengurusi urusan rumahnya, Eko angkat kaki dari rumahnya. Dia dan adiknya tinggal
terpisah.

Eko pun sempat mengungkapkan alasan dia menjual rumah. Hal itu karena banyak usaha dilakukan,
tapi tak banyak orang yang mendengar keluhannya.

Belum lama ini ia menjual rumah miliknya di laman media sosial. Dia mendeskripsikan rumahnya itu
dijual dengan harga di bawah NJOP dan diberi penjelasan tak ada akses jalan.
"Saya tawarkan Rp 150 juta di bawah NJOP tanpa akses jalan. Setelah itu komentarnya beragam. Ada
yang bersimpati, tapi ada juga yang mencibir karena tidak ada akses jalan. Tapi itu kenyataan," kata
Eko.

Dia berharap, ada orang yang mau mendengarkan permasalahannya. Sebab, bagaimana pun, Eko
bukan tinggal secara ilegal di rumah itu.

Terpisah, Camat Ujungberung Taufik Hidayat berjanji menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut
lebih lama.

"Saya tadi sudah ke lokasi. Besok rencananya mau mengundang pihak-pihak terkait agar
dimusyawarahkan. Sudah dikomunikasikan ke semuanya untuk hadir di kantor kecamatan jam 10
pagi,"

Eko Purnomo akhirnya memiliki akses jalan ke rumahnya. Kasi Trantib Pol PP Kecamatan Ujung
Berung Banju Sagara mengatakan, solusi dari mediasi ini sudah disepakati oleh berbagai pihak
termasuk Eko. Menurutnya, hal ini merupakan upaya pemerintah kota Bandung memfasilitasi solusi
akses jalan yang dituntut Eko. "Eko juga menerima jalan itu. Itu kan solusi. karena Eko pada awalnya
menuntut akses jalan, ya kami carikan. Pemerintah berupaya memfasilitasi dari 2016 sampai sekarang,
sampai akhirnya terealisasi," tuturnya.

"Kami hanya memantau dan ikut prihatin saja. Nah, tadi malam keluarga ibu Imas didatangi aparat
untuk membicarakan masalah ini. Kami sambut gembira. Prinsipnya keluarga ibu Imas itu ingin
menolong. Kami tadi mediasi memberikan kesanggupan kami untuk memberikan akses jalan, selama
kalau ada kerusakan bangunan diperbaiki kembali. Yang penting, prinsipnya mas Eko dapat akses
jalan," jelas Herman

Namun, ia mengaku belum puas dengan kesepakatan tersebut, pasalnya hak jalan yang tertera pada
denah sertifikat miliknya tersebut belum sepenuhnya didapatkannya. "Mediasi ini terimakasih sudah
ada solusinya tapi kami tetap akan terus berjuang. Intinya hak saya belum kembali seratus persen
karena tidak sesuai dengan sertifikat. Ke depan kami akan sharing dengan adik akan mengadu ke siapa.
Intinya hukum ini belum benar dan belum tegak dan adil. Bagi saya hak saya belum kembali,"
tuturnya. Ke depan setelah akses jalan didapatkannya, Eko berencana menjual rumah miliknya
tersebut. Namun, hal itu akan dilakukannya usai mendapatkan hak jalan yang ada pada denah sertifikat
yang dimilikinya. Sehingga, pemilik rumah Eko nanti tidak mengalami perkara yang serupa
dialaminya. "Akan saya jual tetap, setelah hak saya didapatkan," katanya. Koordinator Dinas Tata
ruang Wilayah Ujung Berung Enay Darso mengatakan, meski mediasi ini cukup alot namun akhirnya
menghasilkan solusi. Pihaknya mengapresiasi keluarga almarhumah Imas yang 'legowo' memberikan
sebagian lahannya untuk akses jalan masuk ke rumah Eko. Meski sudah disepakati, Enay menilai ada
ketidakpuasan dari pihak Eko. Dia pun mempersilahkan apabila Eko berencana menempuh upaya
hukum untuk tetap memperjuangkan hak akses jalan yang sesuai dengan denah dalam sertifikat yang
dimilikinya. "Itu hak preogatif warga negara untuk menempuh upaya hukum. Karena mungkin dari
BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga sudah komitmen bahwa dari sertifikat itu ada akses jalan yang
sudah tertutup," Akses jalan tersebut memiliki luas satu meter dan panjang enam meter.

Disebutkan, pada bagian kanan rumah almarhumas Imas, terdapat celah yang menembus bagian kiri
rumah Eko. Lebarnya sendiri sekitar 15 sentimeter.
Bagian itulah yang akan dibongkar dan dibuat akses menuju rumah Pak Eko.
Sementara itu, biaya pembongkaran dan pembuatan jalan akan ditanggun oleh pemerintah setempat.
Dalam putusan Mahkamah Agung No.1427 K/PDT/2011 Tanggal 24 April 2012, telkomsel selaku
penggugat adalah penyewa sebidang tanah yang ditanah tersebut dibangun sebuah menara bts,
kemudian pemilik lahan menjual kepada tergugat, dimana kemudian tergugat melarang masuk teknisi
penggugat (telkomsel) untuk melakukan perawatan pada menara bts tersebut, sementara tidak ada
akses jalan lain selain melewati sebidang tanah milik tergugat. Penggugat melakukan gugatan terhadap
pemilik lahan karena hak pengabdian karangnya dilanggar sehingga tidak dapat mengakses jalan
masuk menuju menara pemancar sinyal seluler bts guna perawatan dan perbaikan. Pihak tergugat
berdalih bahwasannya tergugat melarang teknisi penggugat karena tergugat adalah pemilik lahan
perkarangan rumah yang sah berdasarkan akta jual-beli dengan pemilik lahan sebelumnya dan shm
yang telah dibalik namakan kepada nama tergugat.

Adapun amar putusan PN Jambi, yang dikuatkan oleh hakim agung dalam tingkat kasasi perkara aquo,
diantaranya sebagai berikut :

Menyatakan atas hukum, perbuatan yang dilakukan oleh tergugat tidak memberikan izin kepada
karyawan penggugat untuk berjalan meniti jalan menuju base transceiver station merupakan perbuatan
melawan hukum.

Menghukum tergugat untuk mengijinkan karyawan teknisi penggugat unutuk meniti jalan menuju base
transceiver station guna melakukan perawatan dan perbaikan.

Adapun dasar hukum yang relevan, dalam permasalahan hukum ini ialah :

Pasal 631 KUHPerdata

“setiap pemilik boleh menutup perkarangannya, tanpa mengurangi pengecualian yang dibuat dalam
pasal 667”

Pasal 667 KUHPerdata

“pemilik sebidang tanah atau perkarangan yang terletak diantara tanah-tanah orang lain sedemikian
rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak
menuntut kepada pemilik-pemilik perkarangan tetangganya supaya diberi jalan keluar untuknya guna
kepentingan tanah atau perkarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang
dengan kerugian .”
Kesimpulan

Sebagaimana pembahasan permasalahan diatas yaitu tentang tanah terhimpit atau juga disebut tanah
helikopter. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ;

Sebagai pemilik lahan tanah yang terjepit atau tanah helikopter, yang dapat dilakukan lakukan guna
menyelesaikan permasalahan tersebut, dengan cara mediasi dengan para pemilik lahan disekitar kita,
terutama sesuai dengan yang tertuang didalam pasal 667 KUHPerdata, kita sebagai pemilik lahan
memiliki hak pengabdian karang, guna mempertahankan hak kita sebagai pemilik lahan, tetangga kita
(yang menuntut )

https://regional.kompas.com/read/2018/09/19/20150891/eko-akhirnya-miliki-akses-jalan-ke-
rumahnya-2?page=all

https://www.99.co/blog/indonesia/aturan-hukum-tanah-terjepit-rumah-pak-eko/

https://id.m.wikipedia.org/wiki/tanah

https://www.google.com/amps/s/dukunhukum.wordpress.com/2012/04/09/sejarah-singkat-hukum-
agraria-di-indonesia/amp/

https://www.arsitag.com/article/garis-sempadan-bangunan

https://www.liputan6.com/regional/read/3641683/kisah-rumah-eko-di-ujungberung-terhimpit-dan-tak-
punya-jalan-keluar

https://www.hukum-hukum.com/2015/01/hak-pemilik-tanah-atas-akses-jalan-air.html

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5038bd0a38584/keberlakuan-hak-servituut/

https://intisari.grid.id/read/03936294/lewat-hak-servituut-tetangga-rumah-helikopter-eko-purnomo-
dapat-dianggap-lakukan-perbuatan-melawan-hukum?page=all

https://sadedeproperty.blogspot.com/2015/10/mengenal-istilah-gsb-gsj-dan-ketinggian.html?m=
catatan kaki.

Anda mungkin juga menyukai