Oleh:
Ria Hariyono Putri, S.Kep
NIM 192311101101
Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada pasien dengan STEMI (ST
Elevasi Miokard Infark) di ruang ICCU telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal :
Tempat : Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar, Bali
Denpasar, 2020
Mahasiswa
Gambar 6. Onset dan Perkembangan Kematian Otot Jantung dari Hari ke Hari
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria usia≥40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh
elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun ().
ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2
minggu (Fathoni, 2016).
2. Etiologi ST elevation myocardial infarction (STEMI)
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi, obesitas dan hiperlipidemia.
1. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark
miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Gayatri, Firmansyah, S, &
Rudiktyo, 2016). Menurut Priscillah (2017), penggunaan tembakau
berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia
Selatan.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga
ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.
Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai
dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Gayatri, Firmansyah, S, &
Rudiktyo, 2016).
3. Obesitas
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.
Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang
berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight
didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di
abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan
diabetes melitus tipe II (Gayatri, Firmansyah, S, & Rudiktyo, 2016).
4. Hiperlipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab
penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan
mortalitas akibat infark miokard (Gayatri, Firmansyah, S, & Rudiktyo, 2016).
f. faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
g. keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri
koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.
Vas iste
o P mik Edema dan
k r & bengkak
o o inter sekitar
n t stitia
s e l Jalur hantaran listrik miokard
Penimbunan trombosit
t i terganggu dan faktor pembekuan
Pompa jantung tdk
r n
i terkoordinasi
k i
s n
i t
d r
a a
n s
e
t l
r
o k
m e
b l
o u
k a
s r
a
n k
e
s
Pen t lasi n
ing a resp y
kat t eptor e
an Alph r
As. a-1 i
Lak Stim
u Sensasi
Hambatan depol
Dx: Penurunan
Curah Jantung Vol. Sekuncup turun atrium / ventrikel Otot rangka keku
oksigen
dan ATP
Respon baroreseptor Penurunan TD disritmia
Sistemik
Hipoksia meluas, iskemia Komplikasi: Gagal
meluas, infark meluas jantung, kematia
Parasimpatis
Aktivasi saraf simpatis, sistem
berkurang
renin-angiotensin, peningkatan Aliran darah ke
ADH, pelepasan hormon stress semakin menuru
(ACTH, Kortisol), peningkatan
HR dan TPR Beban jantung
prod. glukosa
Meningkat meningkat
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Fauci, et al. 2016. 17th Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New
South Wales : McGraw
Gayatri, N. I., Firmansyah, S., S, S. H., & Rudiktyo, E. (2016). Prediktor mortalitas
dalam rumah sakit pasien infark miokard ST elevasi ( STEMI ) akut di
RSUD dr . Dradjat Prawiranegara Serang, Indonesia. Cdk, 43(3), 171–174.
Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. 20015. ABC of heart failure Management:
digoxin and other inotropes, beta blockers, and antiarrhythmic and
antithrombotic treatment. BMJ
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2017. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc
Gayatri, N. I., Firmansyah, S., S, S. H., & Rudiktyo, E. (2016). Prediktor mortalitas
dalam rumah sakit pasien infark miokard ST elevasi ( STEMI ) akut di RSUD dr .
Dradjat Prawiranegara Serang, Indonesia. Cdk, 43(3), 171–174.
Mansjoer, A., dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.Jakarta: Medis
Aesculapius.
Myrtha R. 2016. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classifization (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadelphia: Elsevier.
Priscillah, W. 2017. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita ST Elevasi
Miokard Infark (STEMI) dan Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) di RSUD
Dr. Moewardi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Patrick & Davey. 2015. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
dan Suddart, Volume 1. Edisi 8. Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. Jakarta:
EGC.
Sudoyo A. W. Setiyohadi B. Alwi I, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana. 2017. Obat-Obat Penting: Jantung ed 6. Jakarta:
Gramedia