Anda di halaman 1dari 17

A.

Anatomi fisiologi

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang
akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang   dapat  
diklasifikasikan   dalam   lima   kelompok   berdasarkan   bentuknya :
a) Tulang panjang (Femur, Humerus)  terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan
oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous
atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis
berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. 
b) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan
luar adalah tulang concellous.
d) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya
patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri
atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti
banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah,
dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang
untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna 
Howship (cekungan pada permukaan tulang).

B. Definisi
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebralis, dan lumbalis akubat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang.
Chairudin Rasjad (2014) menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang harus
dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan
transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati. Trauma pada
tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen dan
diskus, tulang belakang, dan sumsum tulang belakang (Arif, 2015).

C. Etiologi
Kecelakaan  jalan  raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk
merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam
pada air yang sangat dangkal
Penyebab dari cedera medulla spinalis menurut Batticaca (2014), antara lain:
 Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi)
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat
untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina
 Olahraga
 Menyelam pada air yang dangkal
 Luka tembak atau luka tikam
 Ganguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran
sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis
dan akar; mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi;
osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertembra;
tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vascular

D. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh
dari ketinggian, cederaolahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina
Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla
spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur
dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang
belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang
bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk
dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau
pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi,
tekanan vertical (terutamapada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap
tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio
medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang
ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar
pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis
kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan
daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat
akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang
dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dandislokasi) Lesi
transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen
transversa, hemitransversa, kuadran transversa).

E. Manifestasi klinis
a) Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi
b) Terjadi pemendekan tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
c) Deformitas adalah pergeseran fragmen pada fraktur
d) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur

F. Klasifikasi
Trauma tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, trauma medulla
spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera penetrans. Setiap
pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil dan tidak stabil.Walaupun
demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak selalu sederhana dan ahlipun kadang-
kadang berbeda pendapat. Karena itu terutama pada penatalaksanaan awal penderita,
semua penderita dengan deficit neurologist, harus dianggap mempunyai trauma tulang
belakang yang tidak stabil. Karena itu penderita ini harus tetap diimobilisasi sampai ada
konsultasi dengan ahli bedah saraf/ ortofedi.
a. Dislokasi atlanto – oksipita (atlanto – occipital dislokatiaon)
Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma fleksi dan
distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal karena kerusakan batang
otak. Kerusakan neurologist yang berat ditemukan pada level saraf karanial
bawah.kadang –kadang penderita selamat bila resusitasi segera dilakukan ditempat
kejadian.
b. Fraktur atlas (C-1)
Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang lebar.
Fraktur C-1 yang palig umum terdiri dari burst fraktur (fraktur
Jefferson).mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala tertimpa
secara vertical oleh benda berat atau penderita terjatu dengan puncak kepala terlebih
dahulu. Fraktur jeferson berupa kerusakan pada cincin anterior maupun posterior
dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur akan terlihat jelas dengan
proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2 dan dapat dikomfirmasikan dengan
CT Scan. Fraktur ini harus ditangani secara awal dengan koral sevikal.
c. Rotary subluxation dari C-1
Cedera ini banyak ditemukan pada anak –anak. Dapat terjadi spontan setelah
terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas atas atau penderita dengan
rematoid arthritis. Penderita terlihat dengan rotasi kepala yang menetap. .pada
cedera ini jarak odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukan rotasi
dengan paksa untuk menaggulangi rotasi ini, sebaiknya dilakukan imobilisasi. Dan
segera rujuk.
d. Fraktur aksis(C-2)
Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk yang
istimewah karena itu mudah mengalami cedera.
e. Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)
Fraktur C-3 saangat jarang terjadi, hal ini mungkin disebabkan letaknya berada
diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik penunjang tulang servikal
yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan ekstensi tulang servikal
terbesar.
f. Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)
Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori : (1) cedera
baji karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi, (3) fraktur Chance,
(4) fraktur dislokasi.Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera
kompresi pada bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera burst
disebabkan oleh kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi relative jarang pada
daerah T-1 sampai T-10.
g. Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1)fraktur lumbal
Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang servikal, tetapi
dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak dikenali atau terlambat
mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari ketinggian dan pengemudi mobil
memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi mempunyai resiko
mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis berakhir pada level ini , radiks
saraf yang membentuk kauda ekuina bermula pada daerah torakolumbal.
h. Trauma penetrans
Tipe trauma penetrans yang paling umum dijumpai adalah yang disebabkan
karena luka tembak atau luka tusuk. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengkombinasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan klinis, foto polos dan
CT scan. Luka penetrans pada tulang belakang umumnya merupakan cedera yang
stabil kecuali jika disebabkan karena peluru yang menghancurkan bagian yang luas
dari columna vertebralis.
G. Pemeriksaan penunjang
Setiap klien dengan trauma tulang belakang harus mendapat
pemeriksaan secara lengkap , meliputi :
a. Pemeriksaan Tulang Belakang
Dilakukan secara hati-hati dengan memeriksa mulai dari vertebra
servikal sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-bagian vertebra,
ligamen, serta jaringan lunak lainnya
b. Pemeriksaan Neurologis
Pada setiap trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan
yang teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti trauma pada
kepala, toraks, rongga perut serta panggul
c. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax untuk mengetahui keadaan paru
d. Pemeriksaan CT Scan Vertebra dilakukan untuk melihat fragmentasi,
pergeseran fraktur dalam kanal spinal ,untuk menentukan tempat luka,
pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur tulang, dan
kanalis spinalis dalam potongan aksial
e. Foto Polos Vertebra
Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang
melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya.
f. MRI Vertebra
MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla
spinallis dalam sekali pemeriksaan dan untuk mengidentifikasi kerusakan
syaraf spinal
g. Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang ( Fraktur
atau dislokasi )
h. Gas Darah untuk menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi
H. Penatalaksanaan Medis
Semua penderita korban kecelakaan yang memperlihatkan gejala adanya
kerusakan pada tulang belakang seperti nyeri leher, nyeri punggung, kelemahan
anggota gerak atau perubahan sensitivitas harus dirawat seperti merawat pasien
kerusakan tulang belakang sampai dibuktikan bahwa tidak ada kerusakan tersebut
(Rizal, Ahmad., et.al, 2014)
Setelah diagnosis ditegakkan, di samping kemungkinan pemeriksaan cedera
lain yang menyertai, misalnya trauma kepala atau trauma toraks, maka pengelolaan
patah tulang belakang tanpa gangguan neurologik bergantung pada stabilitasnya.
Pada tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan imobilisasi dengan gips
atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan gangguan neurologik komplit,
tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi patah tulangnya untuk
memudahkan perawatan atau untuk dapat dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini
merupakan syarat penting sehingga penyakit yang timbul pada kelumpuhan akibat
cidera tulang belakang seperti infeksi saluran napas, infeksi saluran kencing atau
dekubitus dapat dicegah. Pembedahan juga dilakukan dengan tujuan dekompresi
yaitu melakukan reposisi untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula
spinalis, dengan harapan dapat mengembalikan fungsi medula spinalis yang
terganggu akibat penekanan tersebut. Dekompresi paling baik dilaksanakan dalam
waktu enam jam pascatrauma untuk mencegah kerusakan medula spinalis yang
permanen. Tidak boleh dilakukan dekompresi dengan cara laminektomi, karena
akan menambah instabilitas tulang belakang (Rizal, Ahmad., et.al, 2014).
Penanggulangan Cedera Tulang Belakang dan Medula spinalis, meliputi:
1. Prinsip umum
 Pikirkan selalu kemungkinan adanya cedera medula spinalis
 Mencegah terjadinya cedera kedua
 Waspada akan tanda yamg menunjukkan jejas lintang
 Lakukan evaluasi dan rehabilitasi
2. Tindakan
 Adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)
 Optimalisasi faal ABC: jalan napas, pernafasan, dan peredaran darah
 Penanganan kelainan yang lebih urgen
 Pemeriksaan neurologik untuk menentukan tempat lesi
 Pemeriksaan radiologik (kadang diperlukan)
 Tindakan bedah (dekompresi, reposisi, atau stabilisasi)
 Pencegahan penyulit

I. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat trauma tulang belakang yaitu :
a. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit
b. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel
ke jaringan yang rusak sehinggaterjadi kehilangan darah dalam jumlah
besar akibat trauma
c. Sindrom emboli lemak adalah kondisi di mana benda atau zat asing
seperti gumpalan darah atau gelembung gas tersangkut dalam
pembuluh darah dan menyebabkan penyumbatan pada aliran darah.
d. Sindrom kompartemen adalah kondisi yang terjadi akibat
meningkatnya tekanan di dalam kompartemen otot, sehingga dapat
mengakibatkan cedera di dalam kompartemen otot yang meliputi
jaringan otot sendiri, pembuluh darah, dan saraf. (Rizal, Ahmad.,
et.al, 2014).
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang
dilaksanakan sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.
a. Pengumpulan data
1. Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, pendidikan,pekerjaan, dan sebagainya.
2. Keluhan utama
Pada umumnya klien mengeluh nyeri pada daerah tulang belakang
apabila digerakkan, adanya spasme otot dan kaki tidak bisa digerakkan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya mengalami jatuh dari ketinggian atau kecelakaan
sehingga tulang belakang terasa nyeri bila digerakkan dan kaki tidak bisa
digerakkan.
4. Riwayat Penyakit sekarang
Pada kasus penyakit ini klien tidak mempunyai riwayat penyakit
karena ini bisa terjadi kapan saja.
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada jenis penyakit ini bukanlah jenis penyakit/kelainan yang menurun
ataupun menular.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pola ini mengalami gangguan karena klien mobilisasi fisik.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien mengalami malnutrisi dikarenakan tidak nafsu makan
akibat nyeri pada tulang belakang, ditandai dengan berat badan
menurun, klien tampak kurus, perubahan peristaltik usus.
Pola aktivitas dan
latihan
c) Pola aktivitas dan latihan
Pada pola ini mengalami gangguan klien hanya dapat tidur/berbaring
ditempat tidur atau miring kanan-kiri, karena nyeri yang dialaminya.
Apabila sudah 2 minggu (apabila tanpa gangguan neurologis) baru
bisa duduk.
d) Pola eliminasi
Klien mengalami konstipasi dikarenakan tirah baring lama, selain itu
biasanya terjadi retensi urine karena fungsi buli-buli kurang berfungsi
dengan baik (tidak kontraksinya muskulus detrusor dan tidak
relaksasinya spinkter external).
e) Pola istirahat dan tidur
Pada pola ini mengalami gangguan, karena nyeri pada tulang
belakang yang dialaminya ditandai dengan sering menguap,
mata, merah dan perubahan tanda-tanda vital.

Pola sensori dan


kognitif
f) Pola sensori
skala nyeri biasa dialami klien adalah untuk ditandai dengan wajah
menyeringai, merintih, terjadi perubahan tanda-tanda vital dan
sebagainya. Sedangkan pada pola kognitif, klien dan keluarga
biasanya kurang mengerti perawatan post op.
g) Pola persepsi diri
Pada umumnya klien menganggap dirinya tak berdaya karena klien
hanya bisa berbaring saja.
h) Pola penanggulangan stress
Pada pola ini, apabila mekanisme koping individu baik, maka dalam
menanggulangi stress pun akan baik, begitu sebaliknya.

Pola tata nilai dan


keyakinan
i) Pola tata nilai dan keyakinan
Pada pola ini tidak mengalami gangguan, klien bisa
menjalankan ibadahnya/sholat (bagi muslim) dengan berbaring,
duduk atau dengan tidur.
7. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
 Suhu : bisa terjadi peningkatan (37,5 – 38) apabila ada infeksi
(misal: ulkus dekubitus), tensi meningkat, nadi meningkat.
 RR meningkat karena hipoxia apabila cedera pada vertebra servical
dan infeksi saluran nafas dikarenakan retensi sputrum, pernafasan
cuping hidung, pernafasan dangkal.
2) Kesadaran : bisa menurun atau normal
3) Kepala: adanya keringat banyak, sianosis, gelisah
4) Dada dan thoraks: adanya retraksi supra sternal
5) Abdomen: terjadi perubahan peristaltik usus, hilangnya kontrok defekasi
yang menyebabkan distensi dan konstipasi
6) Ektremitas: biasanya kaki sulit digerakkan, kontraktur sendi
7) Integumen : terjadi penurunan turgor kulit akibat dekubitus

– Kesadaran : bisa
menurun atau normal
– Kepala : adanya
keringat banyak,
gelisah, cyanosis
– Dada dan thorax :
adanya retraksi supra
sternal
– Abdomen : terjadi
perubahan peristaltik
usus, diatasi lambung
Kesadaran : bisa
menurun atau normal
– Kepala : adanya
keringat banyak,
gelisah, cyanosis
– Dada dan thorax :
adanya retraksi supra
sternal
– Abdomen : terjadi
perubahan peristaltik
usus, diatasi
lambung hilangnya kontrol difekasi yang menyebabkan
– Integumen : terjadi
penurunan turgor kulit
akibat dekubitus.

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fansisca B. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

National Spinal Cord Injury Statistical Center . 2015. Spinal Cord Injury (SCI) Facts and
Figures at a Glance 2015
Rizal, Ahmad., et al. 2014. Penatalaksanaan Orthopedi Terkini Untuk Dokter Layanan
Primer. Jakarta. Mitra Wacana Media: hal 95-111

Anda mungkin juga menyukai