PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial dengan ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma
merupakan penyakit komplek yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas
percabangan traceobronkhial terhadap berbagai stimulus. Kondisi ini
dimanifestasikan oleh penyempitan jalan napas yang bersifat periodik
reversibel yang disebabkan oleh spasme bronkus.
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode
episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkial (spasme
bronkus) spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat
pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi.
2.2 Klasifikasi
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergi dan campuran (mixed).
a. Asma alergil/ekstrinsik,
merupakan suatu jenis asma dengan yang disebabkan oleh alergen
(misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-
lain). Alergen yang paling umum adalah alergen yang perantaraan
penyebarannya melalui udara (airbone) dan alergen yang muncul secara
musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekxema atau
rhinitis alergik. paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
gejala asma umumnya dimulai sejak anak-anak.
b. Idiopatik atau nonalllergic asthma/ intrinsik,
merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung
dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran
nafas atas, aktifitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan
serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-adrenergik,
dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai faktor
pencetus, serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih
berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi
bronkitis dan efisiema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai
pada saat dewasa (>35 tahun).
c. Asma campuran (mixed asthma),
merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik
atau nonalergi.
Untuk melihat derajat beratnya asma biasanya dilakukan
pemeriksaan secara komprehensif dengan menggunakan alat
ukursepertipadatabel 2.
Tabel 2-2 perubahan dalam arteri blood gas yang berhubungan dengan asma
a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrem
e. Aktifitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-Obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti refluks gastro esofagus
Faktor pencetus asma
1. Alergen.
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diidap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, spora jamur, bulu
kucing, beberapa makanan laut dan sebagainya.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus, virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
3. Tekanan jiwa.
Tekanan kiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma.
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
4. Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat.
Sebagian penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan
olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah
dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena kegiatan jasmani terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik
yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan.
Beberapa klien dengan asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
forokemikal, serta bau yang tajam.
7. Lingkungan kerja.
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang
2-15 persen klien dengan asma.
2.4 Anatomi, Fisiologi dan Patofisiologi Asma
1. ANATOMI
Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana,
ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang
laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi
oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak kearah luar. Panjang trakea 9 – 11 cm dan dibelakang terdiri dari
jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada
ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk
ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo
sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan
yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-
paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-
paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)
yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas.
2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan
3. PATOFISIOLOGI ASMA
Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi
antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.
Sebagian besar alergen menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu
tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma. Namun di lain kasus
terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah kecil
alergen masuk kedalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan enduksi fase
akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis
beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom khusu pada sistem
pernafasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa,
namun dapat pula dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini
biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perinnial lalu menjadi
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadapa aspirin dapat dikurangi
gejalanya dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani
bentuk terapi ini, toleransi silang akan terbentuk terhadap agen
inflamasi nonsteroid. Makanisme terjadinya bronkospasme oleh aspirin
maupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adregenik merupakan hal yang biasanya
menyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien asma, demikian juga
dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh
karena itu, antagonis beta-adregenik harus dihindarkan pada pasien
tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai sanitasi
dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien yang sensitif.
Senyawa sulfat tesebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium
bisulfit, natrium sulfit, dan sulfit klorida. Pada umumnya tubuh akan
terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan
anggur.
Faktor penyabab yang telah disebutkan diatas ditambah
dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluarkannya
substansi pereda alergi yang dikeluarkan histamin, bradikini dan
anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan 3 gejala seperti
berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan sekresi mukus .
Pencetus serangan
- Kontraksi otot
bronkospasme Produksi mukus
polos
bertambah
- Edema mukosa
- hipersekresi
(resiko/aktual)
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Hipoventilasi
Kerusakan
pertukaran gas Hipoksemia
hiperkapnia
Pathway Asma
PathwayAsma
2.5Manifestasi klinis asma
Gejala asma terdiri atas triad: dispnea, batuk dan mengi (bengek atau
sesak nafas). Gejala sesak nafas sering dianggap sebagai gejala yang harus
ada (‘sine qua non’). Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya
asalah asma namun tidak mengeluh sesak napas, maka perawat harus yakin
bahwa pasien bukan penderita asma.
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan kulit.
4. Pemeriksaan laboratorium.
1. AGD
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat
hipoksemia, hiperkepnea, dan asidosis respiratorik.
2. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-
sel epitel dari pelekatannya. Pewarnaan gram pentik untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik.
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai
1000-1500/mm3 baik asma intrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan
hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia dan hiperkapnea.
5. Pemeriksaan Radiologi
Pengobatan farmakologi.
a. Beta agonists
Beta agonist (β-adrenergic agents) merupakan jenis obat yang
diberikan paling awal dalam pengobata asma. Hal tersebut
dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilatasikan otot polos.
Agen adregenik juga meningkatkan pergerakan silia, menurunkan
mediatorkimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkolasi
dari kortikostirois. Agen adregenok yang sering digunakan antara lain
epinephrine, albuterol, metaproterenol, isoproterenl, isoetharine, dan
terbutaline. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Cara
inhalasi merupakan jalan pilihan utama dikarenakan dapat
mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang
lebih kecil
b. Bronkodilator
Pada kasus penyakit asma, bronkodolator tidak digunakan secara oral
tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah
digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan
aminophilin secara parenteral. Demikian sebaliknya, bila sebelumnya
telah digunakan obat golongan teofilin secara oral maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat-obatan bronkodilar simpatomimetik berefek samping
menimbulkan takikardi sehingga penggunaan parenteral pada orang
tua harus dilakukan dengan hati-hati. Obat jenis ini pun berbahaya
pada pasien dengan penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
serebrovaskuler. Pada orang dewasa, brokodilator diberikan selama
0,3 ml larutan epinefrine 1:1000 ( perbandingan tersebut adalah
perbandingan epinefrin dan zat pengencer, sehingga yang digunakan
adalah epinefrin dan pengencer) secara subkutan. Sedangkan pada
anak-anak diberikan bronkodilator sebanyak 0,01 mg/kg BB subkutan
(1 mg per ml) dan dapat diulang tiap 30 menit sebanyak 2-3 kali atau
sesuai kebutuhan.
Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik yang
selektif terhadao adrenoreseptor (orsiprendin,salbutamol, terbutalin,
ispenturin, dan fenoterol). Selain itu, obat-obatan tersebut mempunyai
sifat yang lebih efektif dengan masa kerja lebih lama dan efek samping
lebih kecil dari pada bentuk nonselektif (adrenalin, efedrin, dan
isopredlin)
Obat-obatan bronkodilator yang diberikan dengan aerosol
bekerja lebih vcepat dan efek samping sistemiknya lebih kecil.
Campuran tersebut baik digunakan untuk sesak nafas berat pada nak-
anak dan dewasa. Untuk menggunakannya, mula-mula diberikan
sebanyak sedotan metered aerosol defire (afulpen metered aerosol),
jika menunjukkkan perbaikan, maka dapat diulang tiap 4 jam dan jika
tidak ada perbaikan selam 10-15 menit segera berikan aminophilin
secara intravena. Pemberian aminophilin dengan perlahan disuntikkan
secara intravena dalam durasi 5-10 menit. Efek samping yang timbul
jika diberikan secara tidak perlahan adalah menurunnya tekanan
darah. Dosis awal yang diberikan sebesar 5-6 mg/kg BB untuk orang
dewasa dan anak-anak. Sedangkan dosis penunjang yang diberikan
adalah sebesar 0,9 mg/kgBB/jam secara infus.
c. Kortikostiroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan,maka pengobatan dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortison
secara oral atau dengan dosis 3-4mg/kg BB intravena sebagai dosis
permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara prenteral sampai
serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg
prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg bb/hari secara oral dalam
dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepatan
aliran O2 2-4 l/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan
kelembapan. Obat ekspektoran seperti gliserolguainkolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki hidrasi. Oleh karena itu, intake cairan
per oral dan infus harus cukup sesuai dengan prinsip rehindrasi,
antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi.
2.8 Komplikasi Asma
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup.
Asma
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ANAMNESE
KELUHAN UTAMA
meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya
keluhan sulit untuk bernapas.
Penyakit yang pernah diderita pada masa dahulu seperti adanya infeksi
saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip
hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang
dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala asma.
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit
asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan
lingkungan.
PENGKAJIAN PSIKO-SOSIO-KULTURAL.
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien
dengan asma. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan
perubahan mekanisme peran dalam keluarga.
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi konsep diri
klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan menjadi tinggi.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
B1 (Breathing)
B2 (blood)
B3 (Brain)
B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi,
mengngat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian
tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea
saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
B6 (Bone)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kriteria hasil :
Intervensi :
Evaluasi
Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma adalah inflamasi dan spasme akut dari otot halus pada bronkus
dan bronkiolos, dengan peningkatan produksi dan perlengketan mukus.
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergi dan campuran (mixed).
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun
suatu hal yanng sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut,
maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,
metabolisme, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya.
4.2 Saran
Bousquet, J., Bousquet, P.J., Godard, P. and Davers, J.P. (2005) The Public
Health Implications of Asthma. Bulletin ofthe World Health
Organization, 83, 548-554.
tucker, Susan martin, dkk. 1998. Standar perawatan pasien vol.4: proses
keperawatan, diagnosis dan evaluasi edisi V. jakarta : EGC.