Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pernafasan merupakan suatu sistem yang penting bagi
kehidupan manusia, maka sistem pernafasan harus dijaga dari patogen –
patogen yang dapat mempengaruhi pernafasan manusia seperti penyakit asma
bronkial. Asma merupakan penyakit radang kronis umum dari saluran udara
yang ditandai dengan gejala variabel dan berulang, obstruksi aliran udara
berlangsung secara reversibel, dan bronkospasme. Dari tahun ke tahun
prevalensi penderita asma semakin meningkat.Di Indonesia, penelitian pada
anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC
(International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995
menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003
menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di
Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood Institute
melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.
Dalam bab selanjutnya akan dibahas mengenai tentang Asma dan
pemberian Asuhan Keperawatan Klien dengan Asma.

1.2 Rumusan Masalah


1.      Apa Definisi Asma ?
2.      Apa saja Klasifikasi Asma ?
3.      ApaEtiologi Asma ?
4.      Bagaimana anatomi, fisiologi dan patofisiologi dari Asma ?
5.      Apa saja Menifestasi klinis ?
6.      Apa saja pemeriksaan penunjang dari Asma ?
7.      Bagaimana penatalaksaan dari Asma?
8. Apasaja komplikasi yang terjadi pada Asma ?
1.3Tujuan
Tujuan Instuksional Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien Asma
Tujuan Instuksional Khusus
1)      Mengetahui pengertian dari Asma
2)      Mengetahui klasifikasi Asma
3)      Mengetahui etiologi dari Asma
4)      Mengetahui anatomi, fisiologi dan patofisiologi dari Asma
5)      Mengetahui Manifestasi yang muncul pada Asma
6)      Mengetahui pemeriksaan penunjang dari asma
7)      Mengetahui penatalaksanaan dari asma
8) Mengetahui komplikasi yang dapat muncul pada Asma
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial dengan ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma
merupakan penyakit komplek yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas
percabangan traceobronkhial terhadap berbagai stimulus. Kondisi ini
dimanifestasikan oleh penyempitan jalan napas yang bersifat periodik
reversibel yang disebabkan oleh spasme bronkus.
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode
episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkial (spasme
bronkus) spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat
pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi.

2.2 Klasifikasi
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergi dan campuran (mixed).

a. Asma alergil/ekstrinsik,
merupakan suatu jenis asma dengan yang disebabkan oleh alergen
(misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-
lain). Alergen yang paling umum adalah alergen yang perantaraan
penyebarannya melalui udara (airbone) dan alergen yang muncul secara
musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekxema atau
rhinitis alergik. paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
gejala asma umumnya dimulai sejak anak-anak.
b. Idiopatik atau nonalllergic asthma/ intrinsik,
merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung
dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran
nafas atas, aktifitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan
serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-adrenergik,
dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai faktor
pencetus, serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih
berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi
bronkitis dan efisiema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai
pada saat dewasa (>35 tahun).
c. Asma campuran (mixed asthma),
merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik
atau nonalergi.
Untuk melihat derajat beratnya asma biasanya dilakukan
pemeriksaan secara komprehensif dengan menggunakan alat
ukursepertipadatabel 2.

Tabel 2-1 pengkajian untuk menentukan derajat asma

Menifestasi klinis Skor 0 Skor 1


a. Penurunan toleransi aktivitas Ya Tidak
b. Penggunaan otot napas Tidak ada Ada
tambahan, adanya retraksi
interkostal Tidak ada Ada
c. Wheezing <25 >25
d. Respiratory rate per menit <120 >120
e. Pulse rate per menit Tidak ada Ada
f. Teraba pulsus paradoksus >100 <100
g. Puncak expiratory flow rate
(L/menit)
Keterangan : jika terdapat skor 4 atau lebih, maka pasien
diperkirakan mengalami asmaberat. Selanjutnya pasien harus diobservasi
untuk menentukan ada tidaknya respons dari terapi atau segera dikirim ke
rumah sakit.

Tabel 2-2 perubahan dalam arteri blood gas yang berhubungan dengan asma

Ringan Sedang berat Status


asmatikus
PO Meingkat Normal sampai hipoksemia Hipoksemia Hipoksemia
PCO Menurun ringan Meningkat berat
pH alkalosis Menurunsampai normal alkalosis Peningkatan
Alkalosis jelas
asidosis

2.3 Etiologi Asma


Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun suatu
hal yanng sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut, maka
serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,
metabolisme, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Faktor penyebab yang
sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindari.
Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrem
e. Aktifitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-Obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti refluks gastro esofagus
Faktor pencetus asma

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut


sebagai faktor pencetus adalah :

1. Alergen.
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diidap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, spora jamur, bulu
kucing, beberapa makanan laut dan sebagainya.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus, virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
3. Tekanan jiwa.
Tekanan kiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma.
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
4. Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat.
Sebagian penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan
olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah
dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena kegiatan jasmani terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik
yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan.
Beberapa klien dengan asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
forokemikal, serta bau yang tajam.
7. Lingkungan kerja.
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang
2-15 persen klien dengan asma.
2.4 Anatomi, Fisiologi dan Patofisiologi Asma
1.      ANATOMI

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

Organ Pernapasan
a.     Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b.     Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana,
ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang
laring dan ke belakang lubang esofagus).
c.      Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang  rawan  yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan  makanan
menutupi laring.
d.     Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi
oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak kearah luar. Panjang trakea 9 – 11 cm dan dibelakang terdiri dari
jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos
e.     Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada
ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli.
f.       Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2  masuk
ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo
sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan
yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-
paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. 
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu  selaput  paru  yang  langsung  membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-
paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)
yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas.
2.      FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 3 Proses pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari


luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar
dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi
pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam
darah dan CO2  dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian
CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan
masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis 
kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung  (atrium  sinistra) menuju
ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di
sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui  peredaran  darah  vena 
masuk  ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik
kanan (ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar  melalui  arteri 
pulmonalis  ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus
lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian
dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan
dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan  panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring
terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu
menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke trakhea, sedangkan
waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan
masuk ke dalam laring,maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal 
tersebut  untuk  mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan
ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan
inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus
menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-
otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan
yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat
napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh
korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan
kadar CO2  dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi
bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus
frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra
semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi
(diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi)
dan dengan demikian  rongga  dan  dengan  demikian  rongga  dada 
menjadi  kecil
kembali,   maka   udara   didorong   keluar.  
Jadi   proses   respirasi   atau pernafasan ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka
dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada.
Ini terdapat pada rangka dada  yang lunak,  yaitu pada orang-orang
muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun
naik,maka  ini  dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan 
pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan
bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap
di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3.      PATOFISIOLOGI ASMA
Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi
antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.
Sebagian besar alergen menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu
tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma. Namun di lain kasus
terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah kecil
alergen masuk kedalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan enduksi fase
akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis
beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom khusu pada sistem
pernafasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa,
namun dapat pula dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini
biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perinnial lalu menjadi
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadapa aspirin dapat dikurangi
gejalanya dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani
bentuk terapi ini, toleransi silang akan terbentuk terhadap agen
inflamasi nonsteroid. Makanisme terjadinya bronkospasme oleh aspirin
maupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adregenik merupakan hal yang biasanya
menyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien asma, demikian juga
dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh
karena itu, antagonis beta-adregenik harus dihindarkan pada pasien
tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai sanitasi
dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien yang sensitif.
Senyawa sulfat tesebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium
bisulfit, natrium sulfit, dan sulfit klorida. Pada umumnya tubuh akan
terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan
anggur.
Faktor penyabab yang telah disebutkan diatas ditambah
dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluarkannya
substansi pereda alergi yang dikeluarkan histamin, bradikini dan
anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan 3 gejala seperti
berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan sekresi mukus .
Pencetus serangan

(alergen, emosi/stres, obat-obatan, dan infeksi)


    

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkan subtansi vasoaktif

(histamin,bradikinin, dan anafilotoksin)

Kontraksi otot Meningkatan Sekresi mukus mininkat


polos permeabilitas kapiler

- Kontraksi otot
bronkospasme Produksi mukus
polos
bertambah
- Edema mukosa
- hipersekresi

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan
Obstruksi saluran nafas
tubuh

(resiko/aktual)
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

Hipoventilasi

Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulsai darah paru-paru

Gangguan difusi gas di alveoli

Kerusakan
pertukaran gas Hipoksemia

hiperkapnia
Pathway Asma

PathwayAsma
      
2.5Manifestasi klinis asma
Gejala asma terdiri atas triad: dispnea, batuk dan mengi (bengek atau
sesak nafas). Gejala sesak nafas sering dianggap sebagai gejala yang harus
ada (‘sine qua non’). Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya
asalah asma namun tidak mengeluh sesak napas, maka perawat harus yakin
bahwa pasien bukan penderita asma.

Gambaran klinis pasien yang menderita asma.

a. Gambara objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam


keadaan seperti dibawah ini :
- Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing
- Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan
- Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
- Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
- Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
b. Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluh
sukar bernapas, sesak, anoreksia.
c. Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut,
mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi
penyakitnya.

2.6 Pemeriksaan penunjang Asma


1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)

Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator


aerosol golongan adregenik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma.

2. Tes provokasi bronkus

Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.

3. Pemeriksaan kulit.

Untuk menunjukkan antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.

4. Pemeriksaan laboratorium.
1. AGD
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat
hipoksemia, hiperkepnea, dan asidosis respiratorik.
2. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-
sel epitel dari pelekatannya. Pewarnaan gram pentik untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik.
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai
1000-1500/mm3 baik asma intrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan
hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia dan hiperkapnea.
5. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemerikasaan radiologi pada klien dengan asma biasanya normal,


tetapi prosedur ini harus tetep dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi di paru-paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, aatelektasis dll.

2.7   Penatalaksanaan medis Asma


Pengobatan non farmakologi.

a. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan


klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar enghindari
faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar dan
berkonsultasi pada tim kesehatan.
masing-masing. Penatalaksanaan Asma menjadi tidak optimal karena
kepatuhan terhadap pedoman berbasis bukti dan di bawah diagnosis.
Ketidakpatuhan dan ketidakpatuhan terhadap rejimen terapeutik
merupakan tantangan konstan perawat dan profesional kesehatan
lainnya. Prabhakaran dkk. (2006) melaporkan bahwa pendidikan asma
terstruktur dengan baik Dengan diperkuat oleh profesional perawatan
kesehatan adalah kunci untuk mencapai perawatan asma yang efektif.
Thapar A, dkk. (1994), bersikeras pada pendidikan pasien sebagai
bagian penting dari manajemen asma.
TersusunPendidikan asma yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien akan manajemen perawatan diri meningkatkan kepatuhan
dengan alat penghirup dan pemantauan diri. Jika pasien memahami
risiko ketidakpatuhan dan manfaat kepatuhan dan kepercayaan
perawatannya aman, akan meningkatkan motivasi dan kepercayaan
diri mereka untuk memperbaiki praktik pengelolaan diri mereka sendiri.
Prabhakaran dkk. (2006) mendefinisikan ketidakpatuhan sebagai
kegagalan untuk melakukan perawatan sebagaimana disepakati oleh
pasien dan profesional perawatan kesehatan.
Manajemen asma yang efektif harus mencakup kontrol positif
gejala asma dan eksaserbasi akut dan peningkatan kualitas hidup.
Makanya memberikan pengetahuan yang benar pada pemantauan diri
dan kepatuhan terhadap pengobatan, tindakan diet yang tepat dan
latihan pernapasan mempromosikan pengendalian penyakit dan
mengurangi penderitaan akibat frekuensi serangan akut.
b. Menghindari faktor pencerus. Klien perlu dibantu mengidentivikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara
menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi. Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.

Pengobatan farmakologi.

a) Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan


adalah:
- Waktu terjadinya serangan
- Obat-obatan yang telah diberikan (jenis dan dosis)
b) Pemberian obat bronkodilator
c) Penilaian terhadap perbaikan serangan
d) Pertimbangan terhadap pemberian kortikostiroid
e) Setelah serangan mereda :
- Cari faktor penyebab
- Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
Obat-obatan

a. Beta agonists
Beta agonist (β-adrenergic agents) merupakan jenis obat yang
diberikan paling awal dalam pengobata asma. Hal tersebut
dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilatasikan otot polos.
Agen adregenik juga meningkatkan pergerakan silia, menurunkan
mediatorkimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkolasi
dari kortikostirois. Agen adregenok yang sering digunakan antara lain
epinephrine, albuterol, metaproterenol, isoproterenl, isoetharine, dan
terbutaline. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Cara
inhalasi merupakan jalan pilihan utama dikarenakan dapat
mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang
lebih kecil
b. Bronkodilator
Pada kasus penyakit asma, bronkodolator tidak digunakan secara oral
tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah
digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan
aminophilin secara parenteral. Demikian sebaliknya, bila sebelumnya
telah digunakan obat golongan teofilin secara oral maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat-obatan bronkodilar simpatomimetik berefek samping
menimbulkan takikardi sehingga penggunaan parenteral pada orang
tua harus dilakukan dengan hati-hati. Obat jenis ini pun berbahaya
pada pasien dengan penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
serebrovaskuler. Pada orang dewasa, brokodilator diberikan selama
0,3 ml larutan epinefrine 1:1000 ( perbandingan tersebut adalah
perbandingan epinefrin dan zat pengencer, sehingga yang digunakan
adalah epinefrin dan pengencer) secara subkutan. Sedangkan pada
anak-anak diberikan bronkodilator sebanyak 0,01 mg/kg BB subkutan
(1 mg per ml) dan dapat diulang tiap 30 menit sebanyak 2-3 kali atau
sesuai kebutuhan.
Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik yang
selektif terhadao adrenoreseptor (orsiprendin,salbutamol, terbutalin,
ispenturin, dan fenoterol). Selain itu, obat-obatan tersebut mempunyai
sifat yang lebih efektif dengan masa kerja lebih lama dan efek samping
lebih kecil dari pada bentuk nonselektif (adrenalin, efedrin, dan
isopredlin)
Obat-obatan bronkodilator yang diberikan dengan aerosol
bekerja lebih vcepat dan efek samping sistemiknya lebih kecil.
Campuran tersebut baik digunakan untuk sesak nafas berat pada nak-
anak dan dewasa. Untuk menggunakannya, mula-mula diberikan
sebanyak sedotan metered aerosol defire (afulpen metered aerosol),
jika menunjukkkan perbaikan, maka dapat diulang tiap 4 jam dan jika
tidak ada perbaikan selam 10-15 menit segera berikan aminophilin
secara intravena. Pemberian aminophilin dengan perlahan disuntikkan
secara intravena dalam durasi 5-10 menit. Efek samping yang timbul
jika diberikan secara tidak perlahan adalah menurunnya tekanan
darah. Dosis awal yang diberikan sebesar 5-6 mg/kg BB untuk orang
dewasa dan anak-anak. Sedangkan dosis penunjang yang diberikan
adalah sebesar 0,9 mg/kgBB/jam secara infus.
c. Kortikostiroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan,maka pengobatan dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortison
secara oral atau dengan dosis 3-4mg/kg BB intravena sebagai dosis
permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara prenteral sampai
serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg
prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg bb/hari secara oral dalam
dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepatan
aliran O2 2-4 l/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan
kelembapan. Obat ekspektoran seperti gliserolguainkolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki hidrasi. Oleh karena itu, intake cairan
per oral dan infus harus cukup sesuai dengan prinsip rehindrasi,
antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi.
2.8 Komplikasi Asma
1.         Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
2.         Chronic persisten bronhitis
3.         Bronchitis
4.         Pneumonia
5.         Emphysema
6.         Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup.

Asma
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

ANAMNESE

Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan


pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi
bahwa sangat mungkin terdapat status atopik, serangan pada usia dewasa
dimungkinkan adanya faktor non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan
kondisis lingkungan tempat klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat
diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma.
Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau
lingkungan merupakan faktor pencetus asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga
perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal ini yang
perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal MRS, nomor rekam medis,
asuransi kesehatan, dan diagnosa medis.

KELUHAN UTAMA

meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya
keluhan sulit untuk bernapas.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama


dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti
dengan gejala-gejalalain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.

Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi 3


stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering.
Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada
stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai
dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak
napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi
mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada
pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisa, dan kulit mulai membiru. Stadium
ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran
udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur,
irama pernapasan meningkat karena asfiksia.

Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan


memeriksakan kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan
kembali.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Penyakit yang pernah diderita pada masa dahulu seperti adanya infeksi
saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip
hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang
dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala asma.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit
asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan
lingkungan.

PENGKAJIAN PSIKO-SOSIO-KULTURAL.

Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien
dengan asma. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan
perubahan mekanisme peran dalam keluarga.

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi


serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih
berpotensi mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu,
mengalami ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami
ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seperti semula.
POLA RESEPSI DAN TATALAKSANA HIDUP SEHAT

Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal


sehingga klie dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
tidak akan menimbulkan serangan asma.

POLA HUBUNGAN DAN PERAN

Gejala asam sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya


secara normal, klien perlu menyesuaikan kondisinya dnegan hubungan dan
peran klie, baik dilingkungan rumahh tangga, masyarakat, ataupun lingkungan
kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan
asma.

POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI

Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang


salah dapat menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang
diri yang salah juga akan menjadi stesor dalam kehidupan klien. Semakin
banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat
meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.

POLA PENANGGULAN STRES

Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus


serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres.
Frekuensi dan pengaruh stres terhadap kehidupan klien serta cara
penanggulangan terhadap stressor.

POLA SENSORIK DAN KOGNITIF.

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi konsep diri
klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan menjadi tinggi.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,


kegelisaan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan
lendir lengket dan posisi istirahat klien.

B1 (Breathing)

Inspeksi : pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan


frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada
terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimistrisan, adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama
pernapasan, dan frekuensi pernapasa.

Palpasi : pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil


fremitus normal.

Perkusi : pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor


sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

Auskultasi : terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan


ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas
tambahan utama whezing pada akhir ekspirasi.

B2 (blood)

Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskuler


meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.

B3 (Brain)

Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu,


diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien
apakah composmentis, somnolen, atau koma.
B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan


intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitori ada tidaknya oliguri,
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.

B5 (Bowel)

Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi,
mengngat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian
tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea
saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.

B6 (Bone)

Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada


ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu
dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembaban, pengelupasan, perdarahan, dan adanya bekas dermatitis. Pada
rambut dikaji warna rambut, kelembapan dan kusan. Perlu dikaji pula tentang
bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan
istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya
wheezing, sesak, dan ortopnea dapat memengaruhi pola tidur dan istirahat klien.

Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga,


bekerja, dan aktivitas lainnya, aktifitas fisik juga menjadi faktor pencetus asma.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan jalan napas yang berhubungan dengan adanya


bronkokontriksi, bronkosapsme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta
sekresi mukus yang kental.
Tujuan : dalam waktu 3kali 24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan
napas menjadi efektif.

Kriteria hasil :

- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif


- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)
- Pernapasan klien normal (16-20kali/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas

Intervensi :

- Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum


- Atur posisi semi fowler
- Ajarkan cara batuk efektif
- Bantu klien latihan napas dalam.
- Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan.
- Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan
fibrasi dada.
- Kolaborasi pemberian obat
o Bronkodilator golongan B2
o Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg,
fenoterol HBr 0,1% solution.
o Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine
(aminofilin) bolus IV 5-6 mg/kg BB
- Agen mukolitik dan ekspektoran
- Kortikostiroid.
2. kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan bronkospasme dan
peningkatan sekresi pulmoner.
Intervensi :
- Pantau tandan vital termasuk pengkajian pernapasan setiap 2 jam
- Berikan oksigen sesuai pesanan untuk distres pernapasan dan sianosis :
pemantauan O2 transcutan.
- Berikan bronkodilator menalui nebulizer sesuai pesanan dan kaji status
pernapasan sebelum dan setelah pemberian
- Berikan infus bronkodilator secara intravena sesuai pesanan
- Berikan kortikostiroid sesuai pesanan
- Jamin bahwa pasien menerima cairan maksimum untuk usia dan berat
badan melalui parenteralatau oral
- Izinkan klien memilih posisi paling nyaman
- Periksa kadar teofilin dan berikan dosis bolus dari bronkodilator secara
intravena sesuai pesanan untuk mempertahankan kadar obat terapeutik.
- Pantau gas darah
- Pantau terhadap tanda dan gejala gagal pernapsan dan siapkan untuk
intubasi darurat bila ada hal berikut : terjadi pernafasan cepat dangkal,
penurunan bunyi napas, pengisian kapiler lambat, takikardia, penurunan
tingkat kesadaran.

Evaluasi

- Mempunyai frekuensi pernapasan sesuai usia


- Menyebutkan bahwa ia dapat bernapas degan lebih baik
- Mampu membuang sekresi
- Mengi minimal
- Mentoleransi aktivitas ringan.
3. Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan presipitasi atau
memburuknya gejala pernapasan dengan peningkatan aktivitas.
Intervensi :
- Anjurkan tirah baring pada gejala pernapasan berat
- Secara bertahap tingkatkan aktivitas sambil mendorong aktivitas ditempat
tidur, membaca buku, permainan dll
- Rujuk anak pada terapi fisik
- Anjurkan latihan sedang dengan sedikitnya 15 mnt bagian pemanasan
- Anjurkan penggunaan yang tepat dari teknik relaksasi fisik dan mental
untuk mencegah ancaman serangan
- Untuk anak dengan asma karena latihan, instruksikan anak tentang
penggunaan inhaler sebelum latihan.

Evaluasi

- Klien mampu mentoleransi peningkatan aktivitas progesif.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asma adalah inflamasi dan spasme akut dari otot halus pada bronkus
dan bronkiolos, dengan peningkatan produksi dan perlengketan mukus.
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergi dan campuran (mixed).
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun
suatu hal yanng sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut,
maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,
metabolisme, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya.

4.2 Saran

 Menghindari faktor pencetus dari asma


 Memakai obat-obatan sesuai dengan indikasi
 Melakukan pemeriksaan kepada dokter jika asmanya sudah berat.
DAFTAR PUSTAKA

asih Niluh gede yasmin, Christantie effendy.2003. Keperawatan medikal


bedah: klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta : EGC .

Bousquet, J., Bousquet, P.J., Godard, P. and Davers, J.P. (2005) The Public
Health Implications of Asthma. Bulletin ofthe World Health
Organization, 83, 548-554.

muttaqin Arif . Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


pernapasan. Salemba medika.

tucker, Susan martin, dkk. 1998. Standar perawatan pasien vol.4: proses
keperawatan, diagnosis dan evaluasi edisi V. jakarta : EGC.

Scherer, Y.K. and Bruce, S. (2001) Knowledge, Attitudes and Self-Efficiency


and Compliance with Medical Regimen,Number of Emergency
Department Visits and Hospitalization in Adults with Asthma. Heart &
Lung, 30, 250-257.

somantri Irman. 2007. Keperawatan medikal bedah : asuhan keperawatan


pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta : Salemba
medika.

Anda mungkin juga menyukai