Anda di halaman 1dari 27

Laporan Pendahuluan

Pada Klien dengan Demam Tifoid

Di Ruangan Penyakit Dalam ( Zamrud VI Bed 1 )

Rumah Sakit Umum Kuningan Medical Center

Nama : Erin Ely Lana Julfa

NIM : CKR0160015

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020
A. Konsep Penyakit
I. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan organ pencernaan yang pertam bertugas dalam proses
pencernaan , fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan makannan
sehingga ukurannya cukup kecil untuk dapat ditelan kedalam perut
(Evelyn C. Pearce, 2011)
b. Lidah
Berfungsi sebagai membolak balikan makanan sehingga semua makanan
dihancurkan secara merata. Selain itu, lidah berfungsi membantu menelan
makanan (Evelyn C. Pearce, 2011).
c. Gigi
Tanpa adanya gigi, manusia akan sulit menelan makanan yang
dimakannya. Menurut tugasnya gigi termasuk dari sistem pencernaan.
Gigi tumbuh didalam lesung pada rahang dan memiliki jaringan seperti
pada tulang, tetapi gigi bukan bagian dari kerangka (Evelyn C. Pearce,
2011)
d. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (osofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan
perantaraan lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.
Bagian superior disebut nasofaring, Pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga.
Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di
akar lidah bagian inferior
e. Kerongkongan/esofagus
Setelah dikunyah dimulut, makanan ditelan agar masuk kelambung
memalui suatu saluran yang disebut kerongkongan, kerongkongan
berfungsi menyalurkan makannan dari mulut kelambung. Didalam leher
sesungguhnya terdapat 2 saluran, yaitu kerongkongan (letak dibelakang)
dan tenggorokan atau trakea (letaknya didepan). Kerongkongan
meruoakan saluran pencernaan yang menghubungan antara mulut dan
lambung pada saat melewati kerongkongan, makanan didorong
kelambung oleh adanya peristaltik otot otot kerongkongan. Hal ini
dikarenakan dinding kerongkongan tersusun atas otot polos yang
melingkat dan memanjang serta berkontraksi secara bergantian.
Akibatnya, makanan berangsur-angsur terdorong masuk kelambung.
Dikerongkongan makanan hanya lewat saja dan tidak mengalami
peencernaan (Evelyn C. Pearce, 2011)
f. Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah
diapragma didepan pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri fundus
uteri.
g. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa
(sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot
memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum),
usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus
terdiri dari pipa berotot (> 6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan
makanan. Terbagi atas usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum),
usus penyerapan (ileum).
h. usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
i. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan
usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara
histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya
kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus
penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
j. Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam- garam empedu.
k. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum).
Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna
makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri
didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
l. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang
kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
m. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk
dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbeda- beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna
dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai
cacing dikenal sebagai appendiktomi.
n. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih mudah mengalami kekurangan dalam pengendalian
otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang
merupakan fungsi utama anus.

II. Definisi Penyakit


Demam Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi [ CITATION Nur15 \l 1033 ] . Tifoid
termasuk infeksi sistemik dengan gejala yang khas yaitu demam. Adapun
demam yang dialami oleh pasien yang menderita penyakit ini umumnya
memiliki pola khusus dengan suhu yang meningkat (sangat tinggi) naik-turun.
Hal ini terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari hampir tidak
terjadi demam. Hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh penderita maupun
keluarga penderita (Dinkes, 2013).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya
menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang
karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa
penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).

III. Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan
perbedaan gejala klinis:
a. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada
anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa
terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25%
penyakit menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan
punggung.
b. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan
kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari
melena, perforasi, susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.
Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses.

IV. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi.
Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu
antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob
dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH
pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun
yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, dan
lain sebagainya.
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008)
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa
yang merupakan kuman gram negative, motil dan tidak menghasilkan spora.
Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu
yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik.
Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat
termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman
dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan
menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut
agglutinin. Salmonella typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

V. Manifestasi Klinis
1. Gejala pada anak : Inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhirminggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epistaksis
10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta tremor)
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa samnolen
13. Delirium atau psikosis
14. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.
[ CITATION Nur15 \l 1033 ].

Periode infeksi demam tifoid, gejala dan tanda :

Keluhan Dan Gejala Demam Tifoid


Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu pertama Panas berlansung Gangguan saluran Bakterimia
insidious, tipe panas cerna
stepladder yang
mencapai 39-40oC,
menggigil, nyeri
kepala
Minggu Kedua Rash, nyeri abdomen, Rose Spot, Vaskulitis, hiperplasi pada
diare, atau konstipasi, splenomegali, peyer’s patches nodul tifoid pada
delirium
hepatomegali limpa dan hati

Minggu Ketiga Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada peyer’s patches,


perdarahan saluran ketegangan nodul tifoid pada limpa dan hati
cerna, perforasi, syok abdomen, koma
Minggu Keluhan menurun Tampak sakit Kolelitiasi, carrier kronik
Keempat berat, kakeksia
Sumber: Nurarif dan Kusuma 2015

VI. Patofisiologi
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa
usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian
melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffl ing, actin
rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian
Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke
dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada
tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya
masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14
hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati,
limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam
makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam
system peredaran darah dan menyebabkan bakteremia. sekunder sekaligus
menandai berakhirnya periode inkubasi.Bakteremia sekunder menimbulkan
gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-
organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi
kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai
pembawa kuman atau carrier.
VII. Pathway
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu :
1. Pemberian antibiotic
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid.
Obat yang sering dipergunakan adalah:
a. Kloramfenikol 100mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari
b. Amoksili 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
c. Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
d. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selam 6 hari;
ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari selama 3
hari).
2. Istirahat dan perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selama 1 minggu
setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai
dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini,
kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk
buang air besar dan air kecil.
3. Nonfarmakologi dan Diet
a. Diharuskan untuk Bedrest
b. Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi
makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi
makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan
kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu
dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita
(Widoyono, 2011).

IX. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal        
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

X. Pencegahan
Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah :
1. Dari sisi manusia :
a. Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit
ini dilakukan vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes atau tifoid yang
disuntikan atau diminum dan dapat melindungi seseorang dalam
waktu 3 tahun.
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene, sanitasi, personal
hygiene.
2. Dari sisi lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual
makanan
(Akhsin Zulkoni, 2011).
Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma diascharge planning pada demam
tifoid adalah :
1. Hindari tempat yang tidak sehat
2. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih
3. Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan masak/panaskan
sampai 570 beberapa menit dan secara merata
4. Salmonella thypi didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57 0 untuk
beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi
5. Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi
6. Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau dari botol
7. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman
8. Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur
9. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping
10. Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan
untuk mengatasi gejala tersebut
11. Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan
12. Vaksin demam tifoid
13. Buang sampah pada tempatnya
[ CITATION Nur15 \l 1033 ]

XI. Diagnosa Banding


Diagnosis banding tifoid dapat dibuat berdasarkan penyebaran penyakit secara
kontinental, yaitu:
1. Afrika/Asia: Malaria, Dengue, Toxoplasmosis
2. Amerika/Asia: Brucellosis, Leishmaniasis, Rickettsia, Tuberkulosis,
Tularemia, Leptospirosis
3. Global: Influenza, Appendicitis, Ensefalitis

B. Pengkajian
I. Wawancara
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
no register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis
dan penanggung jawab.
2. Alasan Masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual ,
muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri kepala, nyeri
otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid
atau pernah menderita penyakit lainnya?
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit demam
typoid atau penyakit keturunan?
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga
dalam menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien
kurang baik (gelisah) dan keluarga biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana
dari segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana
interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau
selama di rumah sakit.
4. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum
sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara
pengobatan dan perawatan pasien, biasanya mencakup :
a. Nutrisi
b. Eliminasi
c. Pola istirahat/ tidur
d. Pola kebersihan

II. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Biasanya badan lemah
b. TTV : Peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi
c. Kesadaran : Dapat mengalami penurunan kesadaran.
2. Pemeriksaan Head To toe
a. Kepala
Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi
rambut merata dengan warna warna hitam, tipis, tidak ada nyeri tekan.
b. Mata
Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera
tidak ikterik konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil
terhadap cahaya baik. 
c. Telinga
Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat
peradangan.
d. Hidung
Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat
tanda-tanda peradangan pada mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan
cuping hidung taka ada epistaksis.
e. Mulut dan gigi
Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan,
mukosa mulut/bibir kemerahan dan tampak kering.
f. Leher
Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan.
g. Dada
Kebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan.tidak ada
sesak., tidak ada batuk.
h. Abdomen
Kebersihan cukup ,bentuk simetris,tidak ada benjolan/nnyeri
tekan,bising usus 12x /menit,terdapat pembesaran hati dan limfa  
i. Ekstremitas
Tidak ada kelainan bentuk antara kiri dan kanan,atas dan bawah,tidak
terdapat fraktur,genggaman tangan kiri dan kanan sama kuat
3. Data Psikologis
Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak berdaya dan
depresi.
III. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Leukosit
Menurut buku – buku disebutkan pada demam typoid terdapat
leucopenia dan limfositosis relative, tetapi kenyataan leucopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada batas- batas normal, malahan kadang-
kadang terdapat leukositosis. Walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna
untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal
setelah sembuhnya demam typoid. kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah
negatif menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena hasil
biakan darah bergantung pada beberapa factor antara lain :
a. Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain, malahan
hasil satu laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan,
karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu
kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan.
Pada anak – anak 2 – 5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil
biakan biasa negative,terutama pada orang yang sudah mendapat
pengobatan spesifik .Selain ini darah tersebut harus langsung dikirim
ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat
demam tinggi pada waktu bakterimia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama berjalan penyakit
Pada demam typoid biakan darah terhadap S.Typhi terutama positif
pada minggu pertama penyakit dan berkurang  pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bias positif lagi.
c. Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau menimbulkan
antibody dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody,
aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien
demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada
orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah
menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka
menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat
anti bodi (aglutini),yaitu:
a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar
kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif,
titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan
selang paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan
(+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada
kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan
(+) pada pasien dengan gejala klinis khas.
IV. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. DS : Data yang diperoleh Etiologi (penyebab) Masalah keperawatan
dari pasien langsung. adalah faktor klinik dan yang mungkin muncul
DO : Data yang personal yang dapat sesuai diagnosa medis.
diperoleh dari hasil merubah status kesehatan
pengamatan perawat. atau mempengaruhi
perkembangan masalah
Dsb.

C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Hipertermia berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit.
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipasi berhubungan dengan motilitas traktur gastrointestinal (penurunan
motilitas usus).

D. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


. Keperawatan
1. Hipertermia NOC: NIC : Fever Treatment
berhubungan Thermoregulasi Fever treatment (Perawatan demam)
dengan fluktuasi Setelah dilakukan  Monitor suhu  Dengan memonitor
suhu lingkungan, tindakan keperawatan sesering mungkin TTV dapat
proses penyakit. selama………..pasien  Monitor IWL membantu dalam
menunjukkan :  Monitor warna dan mendiagnosis
Suhu tubuh dalam batas suhu kulit proses penyakit dan
normal dengan kreiteria  Monitor tekanan nilai suhu
hasil: darah, nadi dan RR membantu dalam
 Suhu 36 – 37C  Monitor penurunan menetapkan
 Nadi dan RR dalam tingkat kesadaran intervensi
rentang normal  Monitor WBC, Hb, selanjutnya
 Tidak ada dan Hct  Perubahan warna
perubahan warna kulit merupakan
kulit dan tidak ada  Monitor intake dan indikasi suhu tubuh
pusing, merasa output pasien mulai stabil
nyaman  Kolaborasikan  Melakukan
pemberian anti tindakan tapid
piretik sponge dapat
 Berikan pengobatan membantu
untuk mengatasi menurunkan suhu
penyebab demam tubuh anak
 Selimuti pasien  Mengekspos kulit
 Lakukan tapid ke udara dan di
sponge udara mengurangi
 Berikan cairan kehangatan serta
intravena meningkatkkan
Temperature regulation pendinginan
 Monitor suhu evaporatif
minimal tiap 2 jam  Suhu kamar,
 Monitor TD, nadi, selimut dan linen
dan RR bisa disesuaikan
 Monitor tanda-tanda seperti yang
hipertermi dan ditunjukan untuk
hipotermi mengatur suhu
tubuh
 Tingkatkan intake
Temperature
cairan dan nutrisi
Regulation
 Berikan anti piretik
 Untuk memenuhi
jika perlu
intake cairan dan
Vital sign Monitoring
nutrisi, karena
 Monitor TD,
kehilangan cairan
nadi, suhu, dan RR
dan nutrisi
 Monitor kualitas
berkontribusi
dari nadi
terhadap demam
 Monitor frekuensi
Manajemen Kejang
dan irama
 Jalan nafas efektif
pernapasan
 Mengurangi
 Monitor suhu,
peningkatan suhu
warna, dan
tubuh dan pasien
kelembaban kulit
dalam keadaan
 Identifikasi
nyaman serta tidak
penyebab dari
terjadi lebam
perubahan vital sign
 Membantu
mencegah
komplikasi
2. Nyeri akut NOC : NIC :  Untuk mengetahui
berhubungan  Pain Paint managemen lokasi karatkteristik,
dengan proses Level, durasi, frekuensi,
peradangan.  pain  Lakukan kualitas dan faktor
control, pengkajian nyeri secara presifitasi nyeri
 comfort komprehensif termasuk  Untuk mengetahui
level lokasi, karakteristik, pengalaman nyeri
Setelah dilakukan durasi, frekuensi, pasien
tinfakan keperawatan kualitas dan faktor  Menentukan dan
selama …. Pasien tidak presipitasi memberikan
mengalami nyeri,  Gunakan teknik penanganan yang
dengan kriteria hasil: komunikasi terapetik tepat untuk
 Mamp untuk mengetahui menangani nyeri
u mengontrol nyeri pengalaman nyeri.  Untuk mengetahui
(tahu penyebab nyeri,  Pilih dan lakukan keefektifan kontrol
mampu menggunakan penanganan nyeri nyeri
tehnik (farmakologi dan non  Untuk membantu
nonfarmakologi untuk farmakologi dan proses penyembuhan
mengurangi nyeri, intrapersonal) dan meminimalisir
mencari bantuan)  Tingkatkan istirahat nyeri
 Melap  Evaluasi keefektifan  Untuk menindak
orkan bahwa nyeri kontrol nyeri lanjuti penanganan
berkurang dengan  Kolaborasikan dengan nyeri
menggunakan dokter jika ada keluhan  Untuk mengurangi
manajemen nyeri dan tindakan nyeri nyeri yang dirasakan
 Mamp tidak berhasil. pasien
u mengenali nyeri Analgesik  Untuk mengetahui
(skala, intensitas, administration reaksi obat dari
frekuensi dan tanda  Berikan analgesik tepat analgesic dan tanda
nyeri) waktu terutama saat gejala setelah
 Menya nyeri hebat. diberikan obatnya
takan rasa nyaman  Evaluasi analgesic
setelah nyeri efektivitas analgesik
berkurang tanda dan gejala.
 Tanda
vital dalam rentang
normal
 Tidak
mengalami gangguan
tidur
3. Ketidakseimbangan NOC: Nutrition Management  Untuk mengetahui
nutrisi kurang dari  Nutritional  Kaji adanya alergi apakah ada alergi
kebutuhan tubuh status: Adequacy of makanan makan
berhubungan nutrient  Kolaborasi dengan  Membantu pasien
dengan intake yang  Nutritional ahli gizi untuk memilih makanan
tidak adekuat Status : food and menentukan jumlah yg memenuhi
Fluid Intake kalori dan nutrisi kebutuhan kalori
 Weight Control yang dibutuhkan dan kebutuhan
Setelah dilakukan pasien. nutrisi sesuai dgn
tindakan keperawatan  Anjurkan pasien keadaan sakitnya,
selama….nutrisi kurang untuk meningkatkan usia, TB & BB
teratasi dengan intake Fe  Dengan intake fe
indikator:  Yakinkan diet yang yang adekuat
 Adanya dimakan meningkatkankekeb
peningkatan berat mengandung tinggi alan tubuh
badan sesuai dengan serat untuk mencegah  Agar pasien
tujuan konstipasi mengetahui
 Berat badan ideal  Monitor jumlah kebutuhan
sesuai dengan tinggi nutrisi dan nutrisinya
badan kandungan kalori  Memberikan
 Mampu  Berikan informasi bantuan untuk
mengidentifikasi tentang kebutuhan menetapkan
kebutuhan nutrisi nutrisi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-  Kaji kemampuan pasien
tanda malnutrisi pasien untuk  Untuk
 Menunjukkan mendapatkan nutrisi mengidentifikasi
peningkatan fungsi yang dibutuhkan kemajuan-kemajuan
pengecapan dan  Nutrition atau penyimpangan
menelan Monitoring dari sasaran yg
 Tidak terjadi  BB pasien dalam diharapkan
penurunan berat batas normal
badan yang berarti  Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
4. Resiko kekurangan NOC: NIC:  Untuk mengetahui
volume cairan  Fluid balance Fluid management jumlah output yang
berhubungan  Hydration  Timbang popok/ keluar
dengan intake yang  Nutritional Status : pembalut jika di  Mengetahui balance
tidak adekuat dan Food and Fluid perlukan cairan dan elektrolit
peningkatan suhu Intake  Pertahankan catatan dalam tubuh atau
tubuh Setelah dilakukan intake dan output homeostatis.
tindakan keperawatan yang akurat  Agar dapat segera
selama….. defisit  Monitor status dilakukan tindakan
volume cairan teratasi hidrasi (kelembaban jika terjadi syok.
dengan kriteria hasil: membrane mukosa,  Untuk mengetahui
 Mempertahankan nadi adekuat, keadaan tanda-tanda
urine output sesuai tekanan darah vital dan membantu
dengan usia dan BB, ortostatik), jika di menentukan
BJ urine normal, perlukan kebutuhan intervensi
 Tekanan darah,  Monitor vital sign  Pemberian cairan
nadi, suhu tubuh  Kolaborasi I.V sangat penting
dalam batas normal pemberian cairan IV bagi klien yang
 Tidak ada tanda  Kolaborasi dengan mengalami deficit
tanda dehidrasi, dokter volume cairan untuk
Elastisitas turgor memenuhi
kulit baik, membran kebutuhan cairan
mukosa lembab, klien.
tidak ada rasa haus
yang berlebihan
 Orientasi terhadap
waktu dan tempat
baik
 Jumlah dan irama
pernapasan dalam
batas normal
 Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
 pH urin dalam batas
normal
 Intake oral dan
intravena adekuat

5. Konstipasi NOC: NIC :  Untuk menentukan


berhubungan  Bowl Elimination Manajemen konstipasi intervensi
dengan motilitas  Hidration  Monitor tanda dan selanjutnya agar
traktur Setelah dilakukan gejala konstipasi tidak ada konstipasi
gastrointestinal tindakan keperawatan  Monitor feses: berulang
(penurunan selama …. konstipasi frekuensi,  Untuk
motilitas usus). pasien teratasi dengan konsistensi dan mengidentifikasi
kriteria hasil: volume faktor penyebab
 Mempertahankan  Jelaskan etiologi dan konstipasi
bentuk fese lunak rasionalisme  Agar pasien
setiap 1-3 hari tindakan terhadap mengetahui gejala
 Bebas dari pasien identifikasi konstipasi dan bisa
ketidaknyamanan factor penyebab dan mencegah konstipasi
dan konstipasi kontribusi konstipasi secara mandiri
 Mengidentifikasi
indicator untuk
mencegah konstipasi
 Feses lunak dan
berbentuk
E. Daftar Pustaka

Dinkes Prov. DKI Jakarta. (2013). Profil Kesehatan DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta.

Evelyn C, Pearce. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: PT


Gramedia.

Nadyah. 2014. Hubungan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Insidens Penyakit


Demam Tifoid Di Kelurahan Samata Kesamatan Somba OPU Kabupaten Gowa
2013. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makasar. Jurnal Kesehatan.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Rampengan. 2008. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Widoyono, 2011, Penyakit Tropis, Jakarta, Erlangga, hal 14-17

WHO, 2003. Background document : The diagnosis, treatment and prevention of


typhoid fever. World Health Organization. Volume 3.7.

Anda mungkin juga menyukai