Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan

manusia. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya

dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi

tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara

biologis maupun psikologis.

Secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan. World

Health Organization (WHO) memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di seluruh

dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar

orang di tahun 2050. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2019 dalam waktu lima

dekade, presentase lansia di Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2019)

yakni menjadi 9,6% (25 juta-an) dimana lansia perempuan sekitar 1% lebih banyak

dibandingkan lansia laki-laki (10,10% dibanding 9,10%). Meningkatnya jumlah lansia

beriringan dengan peningkatan jumlah rumah tangga yang dihuni oleh lansia.

Presentase rumah tangga lansia tahun 2019 sebesar 27,88%, dimana 61,75%

diantaranya dikepalai oleh lansia.

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas.

Memasuki usia tua akan mengalami kemunduran dan terdapat perubahan-perubahan

yang sangat berpengaruh pada seluruh sistem tubuhnya. Menurut Sunaryo dkk (2016)

dalam Sari dan Devid (2018) masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia

berbeda dari orang dewasa, yaitu immobility (immobilisasi), inkontinensia, depresi,


malnutrisi, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan tidur (insomnia). Menurut

Prasadja (2009) dalam Rizkiana (2018), ada salah satu perubahan pada lansia yang

sangat berpengaruh pada kondisi fisiknya tersebut, yaitu perubahan kualitas tidur

yang disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Penurunan

kemampuan fisik mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh turut

terpengaruh.

Menurut Fundamental of Nursing (2012) dalam Rokhmah (2016) tidur

merupakan keadaan tidak sadar yang memiliki ciri-ciri minimnya aktifitas fisik,

perubahan level kesadaran, perubahan proses fisiologi dalam tubuh, dan berkurangnya

respon individu terhadap rangsangan luar. Kebutuhan tidur pada setiap orang berbeda-

beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Kemenkes RI 2018).

Kualitas tidur merupakan kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang

tersebut tidak memperlihatkan tanda-tanda kurang tidur dan tidak mengalami masalah

dalam tidurnya. Kualitas tidur mencakup kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur,

latensi tidur serta aspek subjektif, seperti tidur malam dan istirahat. Kualitas tidur

yang baik dilihat dari tanda dan gejala kualitas tidur diantaranya yaitu, terlihat segar

dan bugar saat bangun dipagi hari, terpenuhinyan kebutuhan tidur sesuai dengan

perkembangan usia. Menurut Amir (2007) dalam Rizkiana (2018), setiap tahun di

Indonesia banyak lansia yang mengalami gangguan kualitas tidur yang cukup

meningkat yaitu sekitar 76%. Diantaranya kelompok lansia lebih mengeluh

mengalami sulit tidur sebanyak 40%, sering terbangun pada malam hari sebanyak

30% dan sisanya gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lain.

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011) dalam Elizabeth (2017), beberapa faktor

penyebab dari gangguan kualitas tidur pada lansia antara lain faktor status kesehatan,

faktor lingkungan, gaya hidup, demensia, stress, kesepian, dan obat-obatan. Efek dari
kualitas tidur yang buruk pada lansia adalah menimbulkan sering mengantuk di siang

hari, cepat lupa dan sulit mengingat sesuatu, tidak konsentrasi dalam melakukan

sesuatu, kurang semangat, mudah marah, kelelahan, cepat tersinggung, mata sembab,

pusing, cemas, serta stress yang mengakibatkan bunuh diri, dan mudah terkena

penyakit (Dewi, 2013 dalam Setyawan, 2017).

Kualitas tidur yang buruk dalam hal ini masih belum menjadi sorotan

masyarakat luas sebagai sesuatu yang serius. Namun bagi orang-orang atau lansia

khususnya yang menyatakan bahwa tidur itu merupakan kebutuhan dan suatu

kewajiban, mereka pasti akan mengeluhkan bahwa kondisi gangguan tidur atau sulit

tidur merupakan masalah yang sangat berat. Masalah kualitas tidur pada lansia

seharusnya dapat menjadi perhatian yang lebih karena jika dibiarkan dapat

menyebabkan berbagai macam hal yang merugikan baik untuk kesehatan tubuh

sendiri ataupun menurunkan angka harapan hidup (Sari dan Devid, 2018). Masyarakat

saat ini belum terlalu mengenal masalah gangguan tidur terutama kualitas tidur yang

seharusnya, sehingga mereka jarang melakukan pengobatan untuk mengatasinya.

Berbagai terapi bisa dilakukan untuk mengatasi kualitas tidur yang buruk, dapat

dibagi menjadi dua diantaranya terapi farmakologi dan terapi non-farmakologi. Secara

farmakologi yaitu bisa dengan pemberian obat tidur dari golongan benzodizepin,

kloralhidrat, dan prometazin (phenergen). Obat-obat hipnotik ini sangat efektif dalam

mempercepat tercapainya saat mulai tidur, memperpanjang tidur, dan mengurangi

frekuensi bangun. Namun, obat ini menimbulkan efek negatif, diantaranya

meninggalkan efek sisa obat, yaitu rasa mual, lemas, mengantuk pada siang hari,

gangguan pada ingatan dan tidak fokus, dan menyebabkan penderita gangguan tidur

mengalami ketergantungan obat sehingga kualitas tidur yang baik tidak akan tercapai.
Untuk itu, obat ini sebaiknya diberikan dengan dosis yang sekecil mungkin, dalam

jangka waktu yang sependek mungkin (Zulmi, 2016).

Penatalaksanaan non farmakologi sangat dianjurkan karena termasuk

penanganan yang aman, efektif, tidak menimbulkan efek samping dan dapat

memandirikan lansia untuk dapat menjaga kesehatan mereka sendiri. Pengobatan non-

farmakologi ada beberapa pilihan teknik pengobatan, diantaranya foot massage atau

pijat kaki dan aromaterapi lavender. Terapi foot massage adalah upaya penyembuhan

yang efektif dan aman, serta tanpa efek samping. Rasa rileks yang dapat mengurangi

stres dan dapat memicu lepasnya endorfin, serta membuat nyaman, dan zat kimia otak

yang menghasilkan rasa nyaman tersendiri (Azis, 2016). Menurut Mulia (2019) foot

massage adalah salah satu metode massage therapy dari terapi komplementer.

Mekanisme foot massage yang dilakukan selama 10 menit dimulai dari pemijatan

pada kaki yang diakhiri pada telapak kaki dengan memberikan gosokan pada

permukaan punggung kaki dimana gosokan yang berulang menimbulkan peningkatan

suhu diarea gosokan yang mengaktifkan sensor syaraf kaki sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan getah bening yang mengakibatkan aliran darah

meningkat dan sirkulasi darah menjadi lancar. Menurut Putri dan Rahmita (2019)

aromaterapi adalah pengobatan komplementer yang menggunakan bahan berbentuk

cairan yang terbuat dari tanaman dan mudah menguap, dikenal sebagai minyak

esensial dan senyawa aromatik lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa, emosi, fungsi

kognitif, dan kesehatan seseorang. Menurut Sari dan Devid (2018) beberapa minyak

asiri yang umum digunakan dalam aromaterapi karena sifatnya serbaguna diantaranya

adalah langon kleri (salvia scarea), eukalipus (eucalyptus globulus), geranium

(pelargonium graveolens), laveder (lavendua vera offcianals), lemon (citrus

linonem), pappermint (mentha piperita), petitgrain (daun citus aurantium), dan


rosmari (rosmarinus officinals), serta pohon the (melalueca alternifol). Aromaterapi

yang paling dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah aromaterapi lavender karena

memiliki efek sedatif yang lebih baik dari pada aromaterapi lainnya (Dewi dkk,

2018). Aromaterapi minyak lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga. Minyak

lavender bersifat serbaguna, sangat cocok untuk merawat kulit terbakar, terkelupas,

psoriasis, dan juga membantu kasus insomnia. Lavender beraroma ringan bunga-

bungaan dan merupakan esensial aromaterapi yang dikenal memiliki efek sedatif dan

anti-neurodepresive. Aromaterapi lavender juga memiliki kandungan utama yaitu

linalool asetat yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat

saraf dan otot-otot yang tegang. Menghirup lavender meningkatkan frekuensi

gelombang alfa dan keadaan ini diasosiasikan dengan bersantai (relaksasi) sehingga

dapat mengobati insomnia. Lavender juga membantu keseimbangan kesehatan tubuh

yang sangat bermanfaat dalam menghilangkan sakit kepala, premenstrual sindroma,

stres, ketegangan, kejang otot dan regulasi jantung (Andria, 2014 dalam Sari dan

Devid, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Resi dkk, pada tahun 2019

tentang “Pengaruh Massage Kaki Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lansia”, dan

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh massage kaki dengaan

penurunan insomnia pada lansia dengan hasil statistik p value 0,000.

Sari dan Devid melakukan penelitian pada tahun 2018 tentang “Pengaruh

Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia” dan hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian aromaterapi lavender

terhadap kualitas tidur pada lansia dengan p value 0,000.


Kesimpulan dari hasil penelitian diatas adalah terdapatnya pengaruh yang sangat

signifikan antara terapi foot massage dan aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur

pada lansia.

Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan di Desa Bendungan Kecamatan

Lebakwangi dari hasil wawancara pada lansia

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Terapi Foot Massage dan Aromaterapi Lavender

Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Bendungan Kecamatan Lebakwangi

Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti dapat menetapkan

rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah pengaruh terapi foot massage dan

aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Bendungan

Kecamatan Lebakwangi tahun 2020?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi

foot massage dan aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur pada lansia di

Desa Bendungan Kecamatan Lebakwangi tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kualitas tidur sebelum dan sesudah dilakukan terapi foot

massage dan aromaterapi lavender pada lansia di Desa Bendungan

Kecamatan Lebakwangi tahun 2020.


b. Mengidentifikasi pengaruh sebelum dan sesudah pemberian terapi foot

massage terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Bendungan

Kecamatan Lebakwangi tahun 2020.

c. Mengidentifikasi pengaruh sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi

lavender terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Bendungan

Kecamatan Lebakwangi tahun 2020.

d. Menganalisis perbedaan pengaruh pemberian terapi foot massage dan

aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa

Bendungan Kecamatan Lebakwangi tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumber informasi yang dapat menjawab

permasalahan dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat terutama

dalam bidang keperwatan gerontik mengenai pengaruh terapi foot massage dan

aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur pada lansia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lansia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk

meningkatkan kualitas tidur pada lansia dengan terapi foot massage dan

aromaterapi lavender.

b. Bagi Profesi Perawat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan dijadikan bahan

untuk memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat tentang


pengaruh terapi foot massage dan aromaterapi lavender terhadap kualitas

tidur pada lansia.

c. Bagi STIKes Kuningan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber referensi

perpustakaan khususnya pengetahuan tentang pengaruh terapi foot

massage dan aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur pada lansia,

menjadi salah satu bahan ajar dalam mata kuliah terapi komplementer dan

keperawatan gerontik, serta menjadi pengembangan panelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai