Anda di halaman 1dari 106

Unggul dalam IPTEK

Kokoh dalam IMTAQ

LAPORAN HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN MINUM


OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PENDERITA HIV/AIDS DI
POLIKLINIK PUSPA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
TARAKAN JAKARTA TAHUN 2014

DISUSUN OLEH :

ANASTIA ESTIANING RETNO WULANDARI


2012727097

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Riset Keperawatan, Jakarta Maret 2014

ANASTIA ESTIANING RETNO WULANDARI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUAHAN MINUM OBAT


ANTIRETROVIRAL (ARV) PENDERITA HIV/AIDS DI POLIKLINIK PUSPA RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA TAHUN 2014
7 BAB + 84 HALAMAN + 8 TABEL + 3 LAMPIRAN

ABSTRAK

HIV dan AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang sudah sangat
mengkhawatirkan, hal ini dilihat dari prevalensi HIV dan AIDS di Indonesia telah bergerak
dengan laju yang sangat cepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan dengan kepatuhan minum obat antiretroviral (ARV) penderita HIV/AIDS di
Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta Tahun 2014. Desain penelitian ini
adalah menggunakan metode desain deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional.
Responden berjumlah 40 responden. Tehnik ariabel penelitian ini adalah univariat dan bivariat
dengan menggunakan uji statistik Chi-Square. Hasil penelitian didapat 25 (62,5%) responden
memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 26 (65,0%) responden patuh menjalankan terapi
Antiretroviral (ARV), ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ODHA dengan
keberhasilan terapi Antiretroviral (ARV) dengan p value 0,017. Kesimpulannya adalah ada
hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat Antiretroviral pada penderita
HIV/AIDS di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. Berdasarkan hasil
penelitian diatas disarankan kepada para perawat agar lebih meningkatkan pelayanannya
terutama dalam memberikan informasi yang benar dan lengkap mengenai dampak dari tidak
patuh atau terputusnya minum obat ARV.

Kata kunci : HIV/AIDS, Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan


Daftar Pustaka : 2000 - 2013

i
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian

Keperawatan yang berjudul ”Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum

Obat Antiretroviral (ARV) Penderita HIV/AIDS Di Poliklinik Puspa Rumah Sakit

Umum Daerah Tarakan Jakarta Tahun 2014”. Shalawat serta salam semoga tercurah

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia

dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.

Selama penyusunan laporan penelitian, saya tidak lepas dari berbagai hambatan dan

kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan semua pihak, akhirnya saya dapat

menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah saya mengucapkan banyak terimakasih

terutama kepada:

1. Ibu Irna Nursanti, S.Kp., M.Kep. Sp.Mat. selaku ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Jakarta dan selaku wali kelas Program Tarakan angkatan 2012 yang telah banyak

memberikan bimbingannya.

iv
2. Ns.Nurhayati, SP.Kep.Kom. selaku pembimbing I Riset Keperawatan Komunitas

yang penuh dengan kesabaran dan telah bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya.

3. Bapak Muhammad Hadi, SKM., M.Kep. selaku pembimbing II Riset

Keperawatan Komunitas yang telah banyak memberikan bimbingannya kepada

saya.

4. Ibu Dra. Nadjah Halimun dan Mas Agus selaku kepala PERPUSTAKAAN dan

staf yang telah membantu mencari buku sumber untuk pembuatan proposal

penelitian.

5. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, Kepala Diklat, Kepala Poliklinik

yang memberi ijin untuk studi kasus “Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan

Minum Obat Antiretroviral (ARV) Penderita HIV/AIDS Di Poliklinik Puspa

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.

6. Seluruh teman-teman PSIK Program Tarakan angkatan 2012 yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan rasa kebersamaan

seperti keluarga sendiri.

7. Kepada keluarga dan suami beserta anak-anakku yang telah memberikan Doa,

meteril, moril dan dukungan dikala saya sedang menyusun Riset Keperawatan

ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan nikmatnya kepada

kita sekeluarga.

8. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

v
dengan segenap kerendahan dan keterbatasan diri yang dimiliki, saya menyadari

bahwa ini jauh dari kesempurnaan karena saya adalah tempatnya bersalah dan

hanya Allah S.W.T-Lah tempat kebenaran.

Besar harapan saya semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk diri saya sendiri

maupun bagi orang banyak.


Wassalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Maret 2014

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL PENELITIAN

ABSTRAK …………………………………………………………………………. i

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... . ii

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………… . . iii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. . . vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 8

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umun ................................................................................. 9

2. Tujuan Khusus ............................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV/AIDS ................................................................................... 11

1. Pengertian HIV/AIDS ................................................................... 11

2. Penyebab HIV/AIDS ...................................................................... 11

3. Tanda dan Gejala HIV/AIDS ........................................................ 12

vii
4. Penularan HIV/AIDS ...................................................................... 13

5. Pencegahan HIV/AIDS ................................................................. 13

6. Perawatan Pasien HIV/AIDS .......................................................... 14

7. Penerapan Tehnik Pencegahan Umum............................................ 16

B. Tingkat Pengetahuan ........................................................................... 22

1. Pengertian Pengetahuan .................................................................. 22

2. Tingkat Pengetahuan ...................................................................... 22

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang ..................... 25

C. Obat Antiretroviral .............................................................................. 29

D. Kepatuhan ............................................................................................ 36

1. Pengertian Kepatuhan ..................................................................... 36

BAB III KERANGKA KONSEP HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep ................................................................................ 50

B. Hipotesis ............................................................................................. 51

C. Definisi Operasional ............................................................................ 52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian ................................................................................. 55

B. Populasi dan Sampel............................................................................ 55

C. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 56

D. Etika Penelitian .................................................................................... 57

E. Alat Pengumpulan Data ....................................................................... 59

F. Uji Validitas dan Reabilitas ................................................................. 60


viii
G. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 65

H. Pengelolaan Analisa Data .................................................................... 66

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat .................................................................................. 70

B. Analisa Bivariat ..................................................................................... 74

BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat ................................................................................... 76

B. Analisa Bivariat ..................................................................................... 79

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................................... 82

B. Saran ..................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN Lampiran I : Lembar Persetujuan Peneliti

Lampiran II : Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran III : Lembar Kuesioner

ix
DAFTAR TABEL

HALAMAN

TABEL 2.1 Kombinasi ARV untuk terapi inisial 32

TABEL 2.2 Dosis ARV untuk penderita HIV/AIDS dewasa 33

TABEL 2.3 Toksisitas utama pada regimen ARV lini pertama

Dan anjuran obat penggantinya 34

TABEL 3.1 Definisi operasional 52

TABEL 4.1 Reliabilitas berdasarkan nilai alpha 64

TABEL 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik demografi

Pasien dengan HIV/AIDS di Poliklinik Puspa Rumah Sakit

Daerah Tarakan Februari 2014 71

TABEL 5.2 Karakteristik responden berdasarkan variable penelitian

(tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat ARV)

Februari 2014 73

TABEL 5.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan

berhubungan dengan kepatuhan minum obat Antiretroviral

pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik Puspa Rumah Sakit

Umum Daerah Tarakan Februari 2014 74

x
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Permohonan kesediaan menjadi responden

LAMPIRAN 2 Pernyataan kesediaan menjadi responden

LAMPIRAN 3 Lembar kuesoner

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

HIV dan AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang sudah

sangat mengkhawatirkan, hal ini dilihat dari prevalensi HIV dan AIDS di

Indonesia telah bergerak dengan laju yang sangat cepat.Pada tahun 1987 kasus

HIV dan AIDS ditemukan untuk pertama kalinya hanya di Pulau Bali.Sementara

sekarang ini semua provinsi di Indonesia sudah ditemukan kasus HIV dan AIDS.

Permasalahan HIV dan AIDS telah sejak lama menjadi isu bersama yang terus

meminta perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun

sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman tentang permasalahan

kesehatan ini yang masih belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat dalam

rangka menanggulangi HIV dan AIDS di Indonesia (Depkes RI, 2010).

Penanggulangan kasus HIV/AIDS di Indonesia, Komisi Penanggulangan HIV dan

AIDS Nasional (KPAN) telah menerbitkan Dokumen Strategi dan Rencana Aksi

Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2010 – 2014. Dokumen ini

kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan

Rakyat Selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dengan Nomor

08/Per/Menko/Kesra/I/2010. Strategi dan rencana aksi itu ditujukan untuk

mencegah dan mengurangi risiko penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup

ODHA, serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada

1
2

individu, keluarga dan masyarakat, agar individu dan masyarakat menjadi

produktif dan bermanfaat untuk pembangunan. Secara khusus disebutkan bahwa

skenario strategi dan rencana aksi epidemik HIV/AIDS pada tahun 2014 adalah

bahwa 80% populasi kunci terjangkau oleh program yang efektif dan 60%

populasi kunci perilaku aman (Depkes RI, 2010).

Program epidemic yang terjangkau dan perilaku aman merupakan masalah dan

tantangan serius terhadap kesehatan masyarakat di Dunia baik di negara-negara

yang sudah maju maupun di negara-negara berkembang. Pada tahun 2012 jumlah

orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di seluruh Dunia diperkirakan sudah

mencapai 33,4 juta (31,1–35,8 juta) dan diperkirakan 2 juta orang meninggal

karena AIDS (WHO, 2013). Sedangkan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia melaporkan bahwa pada tahun 2012 jumlah penderita HIV/AIDS sudah

mencapai 2.111.511 penderita.Sedangkan di Jakarta sendiri penderita HIV/AIDS

pada tahun 2012 mencapai 346.267 penderita. Dimana tingginya jumlah penderita

HIV AIDS terbagi menjadi enam kategori, yaitu 4.098 pengguna jarum suntik,

7.662 wanita pekerja seks lepas, 13.567 wanita pekerja seks tidak lepas, 1.488

waria, 19.003 lelaki seks lelaki dan 300.449 lelaki berpotensi terjangkit

(detiknews.com, 2012).

Penderita HIV telah tersebar di Kota/Kabupaten di Jakarta termasuk di Jakarta

Pusat. Menurut data Dinkes Propinsi DKI Jakarta tahun 2012, dilaporkan ada 1

kasus HIV positif dan 2 kasus AIDS di Jakarta Pusat. Dengan berkembangnya
3

wilayah di Jakarta sebagai salah satu tujuan pendatang dari luar daerah, tidak

menutup kemungkinan munculnya dampak negative berupa bertambahnya

kelompok resiko tertular HIV, yang pada gilirannya bisa menyebar pada

penduduk lokal yang notabene mereka adalah para pengguna sarana pelayanan

kesehatan utama termasuk rumah sakit yang ada di daerahnya. Penyakit virus

HIV ini jika tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan masalah yang lebih

memperberat yaitu AIDS (Meta, 2012). AIDS (Acquired Immune Deficiency

Syndrome) merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi dan

dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari mulai bayi sampai dewasa baik

laki-laki maupun perempuan. Secara epidemiologi dikenal fenomena gunung es,

artinya bila ada satu kasus yang tercatat maka diasumsikan terdapat 200 kasus

yang sama yang tidak tercatat. Hal ini merupakan ancaman yang serius bagi

upaya pembangunan kesehatan dalam mencapai visi Indonesia sehat (Depkes RI,

2010).

Penyebab timbulnya penyakit HIV/AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya.

Tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS. Ada

beberapa faktor-faktor lain yang berperan timbulnya AIDS pada penderita HIV

diantaranya penggunaan alkohol dan obat bius yang tidak steril, kurang gizi,

tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang

ditularkan lewat alat kelamin. HIV secara terus menerus memperlemah sistem

kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-

kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-
4

helperini ( disebut sel T4 ) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan

infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi

tanda pada bagian system kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi.

Hasilnya, tubuh memproduksi antibody yang menyerang dan menghancurkan

bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya. Selain mengerahkan sistem

kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi, sel T-helperjuga memberi tanda bagi

sekelompok sel-sel darah putih lainnya yang disebut sel T-suppressor atau T8,

ketika tiba saatnya bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan

serangannya. Biasanya kita memiliki lebih banyak sel-sel T-helper dalam darah

daripada sel-sel T-suppressor. Ketika sistem kekebalan sedang bekerja dengan

baik, perbandingannya kira-kira 2:1, jika orang menderita penyakit AIDS,

perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel T-suppressor melebihi jumlah sel-sel

T-helper,akibatnya penderita AIDS tidak hanya mempunyai lebih sedikit sel-sel

penolong yaitu sel T-helper untuk mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel

penyerang yang menyerbu sel-sel penolong yang sedang bekerja sehingga tubuh

kehilangan system kekebalan tubuh dan rentan terhadap suatu penyakit (Meta,

2012).

Sistem kekebalan tubuh yang rentan oleh HIV/AIDS merupakan gejala penyakit

yang disebabkan oleh virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus

tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia, dengan akibat

turunnya/hilangnya daya tahan tubuhnya sehingga mudah terjangkit dan

meninggal karena penyakit infeksi, kanker dan penyakit lainnya. Dampak dari
5

HIV/AIDS sampai saat ini menurut perhitungan WHO tidak kurang dari 3 orang

di seluruh Dunia terkena infeksi virus AIDS setiap menitnya. Dimana jumlah

penderita 70% adalah kalangan pemuda, usia produktif. Kelompok resiko tinggi

terjangkitnya penyakit berbahaya ini adalah homoseksual, heteroseksual,

promiskuitas, penggunaan jarum suntik pecandu narkotik dan free sex serta

orang-orang yang mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama (khususnya para

remaja/generasi muda usia 13-25 tahun).Pola dan gaya hidup barat sebagai

konsekuensi modernisasi, industrialisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, telah menyebabkan perubahan-perubahan nilai kehidupan yang

cenderung mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama, termasuk nilai-nilai

hubungan seksual antar individu.Permasalahan lain yang berdampak sangat tinggi

bagi penularan virus AIDS adalah remaja yang meninggalkan rumah/minggat

menjadi anak jalanan, dan tuna susila yang melakukan seksual aktif dan pecandu

narkoba secara bebas dan tidak terjaga kebersihan/kesehatannya. Sehingga

pemerintah melakukan segala uapaya untuk menanggulangi penyebaran

HIV/AIDS (Meta, 2012).

Upaya pemerintah untuk mencegah dari penyebaran virus HIV/AIDS adalah

dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar menjalankan budaya

hidup sehat dengan cara tidak melakukan hubungan seksual diluar nikah.

Penyuluhan yang diberikan dalam rangka meningkatkan pengetahuan. Sedangkan

menurut Siswanto, dkk. (2010) bahwa pengetahuan yang benar dan tepat tentang

HIV dan AIDS menjadi salah satu poin penting dalam upaya menghindari
6

penularan HIV, walaupun pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh responden

ternyata tidak menjamin bahwa responden tidak melakukan kegiatan yang

berisiko terinfeksi HIV.Hasil Riskesdas 2010 bahwa diketahui 57,5 persen

penduduk 15 tahun ke atas pernah mendengar HIV/AIDS. Tingginya persentase

tersebut tidaklah menjamin seseorang mengetahui secara menyeluruh tentang cara

penularan HIV/AIDS. Lebih dari separuh penduduk mengetahui cara penularan

HIV melalui hubungan seksual yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik

bersama yaitu masing-masing 51,4 persen dan 46,6 persen mengetahui cara

penularan melalui transfusi darah yang tidak aman. Persentase penduduk yang

mengetahui bahwa HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke anak selama hamil,

saat persalinan, dan saat menyusui adalah masing-masing 38,1 persen, 39,0

persen, dan 37,4 persen (Depkes, 2010). Selain kepada masyarakat, pemerintah

juga menganjurkan kepada penderita HIV agar menjalankan kepatuhan untuk

berobat dan rajin minum obat.

Kepatuhan penderita HIV/AIDS adalah (ketaatan) sebagai tingkat penderita

HIV/AIDS dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan

oleh dokternya atau yang lain. Dari hasil penelitian Yuyun Yuniar, dkk (2011)

didapatkan hasil bahwa Faktor internal utama yang meningkatkan kepatuhan

minum ARV adalah motivasi dalam diri ODHA untuk hidup lebih berkualitas,

pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan fungsi dan manfaat ARV, strategi

menganggap obat sebagai vitamin atau obat biasa sepeti obat darah tinggi atau

diabetes.
7

Obat antiretroviral merupakan terapi yang diberikan untuk mengobati infeksi

HIV/AIDS, namun obat antiretroviral ini tidak mampu untuk membunuh virus

HIV/AIDS melainkan hanya memperlambat proses pertumbuhan virus. Karena

HIV/AIDS itu disebut dengan retrovirus maka obat ini disebut juga dengan

antiretroviral (Depkes RI, 2010). Menurut Patterson (2010), terapi antiretroviral

telah terbukti secara bermakna menurunkan angka kematian dan kesakitan orang

dengan HIV/AIDS (ODHA).Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu dibutuhkan

adherens yang merupakan bentuk sikap dan perilaku yang mempengaruhi

seseorang untuk patuh terhadap minum obat. Untuk mencapai keberhasilan

virologi menurunkan jumlah virus sesuai target yang diinginkan dibutuhkan

tingkat adherens minimal 95%. Adherens yang buruk meningkatkan risiko

terjadinya mutasi virus dan resistensi obat antiretroviral (Patterson, 2010).

Perawat memiliki peranan penting meningkatkan pengetahuan dan mencegah

peningkatan HIV/AIDS. Salah satu peran perawat adalah memberikan

penyuluhan kepada penderita HIV/AIDS. Melalui penyuluhan diharapkan tingkat

pengetahuan penderita HIV/AIDS semakin meningkat dan patuh mengkonsumsi

obat antiretroviral. Setelah berhasil patuh mengkonsumsi obat antiretroviral peran

perawat juga diharapkan menganjurkan agar penderita HIV/AIDS untuk

mengecek CD4 secara rutin, dimana dengan cek CD4 ini dapat menentukan kuat

atau lemahnya system kekebalan tubuh terhadap infeksi HIV/AIDS (Michel

Carter, 2011).
8

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Jakarta Pusat tanggal 5 Oktober 2013 didapatkan data bahwa RSUD Tarakan

merupakan salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di Jakarta Pusat yang memiliki

pasien HIV/AIDS yang cukup tinggi dimana pada tahun 2013 ini sudah terdapat

357 pasien HIV/AIDS yang berobat dan mendapatkan obat antiretroviral. Namun

setelah beberapa kali dilakukan pendataan terkait konsistensi pasien untuk minum

obat antiretroviral ini terdapat 213 pasien yang rutin kontrol ke RSUD

Tarakan.Setelah dilakukan wawancara yang dilakukan oleh penelitipada 8 orang

pengunjung poliklinik 3 responden mengatakan kurang mengerti tentang

HIV/AIDS dan manfaat obat antiretroviral. Dengan melihat latar belakang

tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat antiretroviral (ARV) penderita

HIV/AIDS di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta

Pusat.

B. RUMUSAN MASALAH

HIV dan AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang sudah

sangat mengkhawatirkan, hal ini dilihat dari prevalensi HIV dan AIDS di

Indonesia telah bergerak dengan laju yang sangat cepat. Masih banyaknya

pengunjung mempunyai pengetahuan kurang tentang HIV/AIDS dan manfaat

obat antiretroviral sertadan konsistensi pasien untuk minum obat antiretroviral di

Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. Maka peneliti membuat

rumusan masalah penelitian “Adakah hubungan tingkat pengetahuan terhadap


9

kepatuhan minum obat antiretroviral pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik

Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta Pusat”.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran tentang hubungan tingkat pengetahuan terhadap

kepatuhan minum obat Antiretroviral pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik

Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasinya umur, pekerjaan, jenis kelamin dan pendidikan penderita

HIV/AIDS di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.

b. Teridentifikasitingkat pengetahuan penderita HIV/AIDS di Poliklinik

Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.

c. Teridentifikasi kepatuhan penderita HIV/AIDS minum obat antiretroviral

di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.

d. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan

minum obat Antiretroviral pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik Puspa

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.


10

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak manajemen dokter dan

tenaga kesehatan guna memberikan informasi yang terkait dengan pengobatan

dan pencegahan penularan HIV/AIDS.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat dipakai sebagai pengalaman belajar dalam menerapkan

ilmu terutama ilmu metodologi riset dengan cara melakukan penelitian secara

langsung.

3. Bagi penderita HIV/AIDS

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan semangat kepada

penderita dandapat meningkatkan pengetahuan pada penderita guna kepatuhan

akan minum obat antiretroviral secara teratur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas tentang penyakit HIV/AIDS, obat antiretroviral,

tingkat pengetahuan pasien HIV/AIDS dan kepatuhan pasien HIV/AIDS.

A. HIV/AIDS

1. Pengertian HIV AIDS

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, merupakan penyakit yang

disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang ditandai

dengan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh.AIDS dapat dikatakan

suatu kumpulan tanda/gejala atau sindrom yang terjadi akibat adanya

penurunan daya kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi, bukan

dibawa sejak lahir.Penderita AIDS mudah diserang infeksi oportunistik

(infeksi yang disebabkan oleh kuman yang pada keadaan system kekebalan

tubuh normal tidak terjadi) dan kanker dan biasanya berakhir dengan

kematian.(Rahmad, 2012).

2. Penyebab HIV AIDS

Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis

virus RNA yang tergolong retrovirus.Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah

berkurangnya jenis sel darah putih (Limfosit T helper) yang mengandung

marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat dan sel utama yang

terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi

11
12

kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional

pada sel T4 akan menimbulkan tanda-tanda gangguan respon kekebalan

tubuh. Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV dapat diperoleh dari

lifosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia, makrofag dan cairan otak

penderita AIDS (Usman Hadi, 2012).

3. Tanda dan Gejala HIV AIDS

Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar.

Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka

waktu yang relative lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut

masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana

biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang

mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara

tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya.Dari masa laten

kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut :

a. Tanda-tanda utama (mayor) meliputi penurunan berat badan lebih dari 10%

dalam waktu singkat, demam berkepanjangan selama lebih dari satu bulan,

dan diare kronis selama lebih dari satu bulan.

b. Tanda-tanda tambahan (minor) meliputi batuk berkepanjangan selama

lebih dari satu bulan, kelainan kulit (gatal), herpes simpleks (kulit melepuh

dan terasa nyeri) yang melebar dan bertambah parah, infeksi jamur pada

mulut dan kerongkongan, dan pembengkakan kelenjar getah bening

diseluruh tubuh, yang teraba di bawah telinga, leher, ketiak, dan lipat paha

(Usman Hadi, 2012).


13

4. Penularan HIV/AIDS

HIV dapat ditemukan pada semua cairan tubuh penderita, tetapi yang

terbukti penularannya adalah melalui darah, air mani dan cairan

serviks/vagina saja. Cara penularan HIV/AIDS ini dapat melalui :

a. Hubungan seksual

b. Penerimaan darah atau produk darah melalui transfusi darah

c. Penggunaan alat suntik, alat medis dan alat tusuk lain (tato, tindik,

akupuntur) yang tidak steril

d. Penerimaan organ, jaringan atau air mani

e. Penularan dari ibu hamil kepada janin yang dikandungnya.

Sampai saat ini belum terbukti penularan melalui gigitan serangga,

minuman, makanan atau kontak biasa dalam keluarga, sekolah, kolam

renang, WC umum atau tempat kerja dengan penderita AIDS (Usman Hadi,

2012).

5. Pencegahan HIV AIDS

Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah

melakukan langkah-langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan

HIV dapat dilakukan dengan rumusan ABCDE yaitu:

A = Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan

hubungan seksual sebelum menikah

B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-

ganti pasangan seksual


14

C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom

secara benar selama berhubungan seksual

D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan

jarum tidak steril atau digunakan secara bergantian

E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang

berkaitan dengan HIV/AIDS

Dengan semakin meningkatnya kasus HIV/AIDS diperlukan kesiapan para

tenaga kesehatan untuk memberikan bantuan dan pelayanan pada pasien-

pasien HIV/AIDS. Disisi lain, dengan kemajuan ilmu dan tehnologi di

bidang kesehatan, HIV/AIDS yang tadinya merupakan penyakit progresif

yang mematikan bergeser menjadi penyakit kronis yang bisa dikelola.

Meskipun belum ditemukan obat yang bisa membunuh virus HIV secara

tuntas, dengan ditemukannya obat antiretroviral, para penderita HIV/AIDS

bisa lebih meningkat usia harapan hidupnya. Hal ini tentunya harus

didukung oleh upaya perawatan yang adekuat agar tercapai kualitas hidup

yang optimal (Usman Hadi, 2012).

6. Perawatan Pasien HIV AIDS

Asuhan perawatan pada pasien HIV/AIDS bersifat unik untuk setiap

individu, dipengaruhi oleh karakteristik individu, tahap perkembangan

gejala yang sedang dialami oleh penderita HIV/AIDS, dan sikap

masyarakat terhadap HIV/AIDS. Masalah-masalah keperawatan yang

umum ditemukan pada penderita HIV/AIDS diantaranya :


15

a. Resiko mendapatkan infeksi (opportunistic infection) sehubungan

dengan penurunan kekebalan tubuh

b. Kelelahan (fatigue) sehubungan dengan proses infeksi HIV

c. Nyeri akut/kronis sehubungan dengan adanya neuropathy, kanker,

infeksi

d. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan

dengan tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit menelan, nyeri pada

mulut, diare

e. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan infeksi, kanker

f. Isolasi sosial sehubungan dengan takut penyebaran virus, stigma

g. Risiko harga diri rendah sehubungan dengan perubahan penampilan

h. Perubahan pola seksual sehubungan dengan resiko penyebaran penyakit

i. Cemas sehubungan dengan kurang pengetahuan dan dukungan keluarga

j. Respon pertahanan (coping mechanism) yang tidak efektif sehubungan

dengan penyakit kronis yang progresif

k. Kesedihan yang mendalam sehubungan dengan penurunan fungsi

pertahanan tubuh atau persepsi terhadap kematian yang mengancam

Untuk mengurangi resiko mendapatkan infeksi, ODHA dianjurkan untuk

selalu menjaga kebersihan diri (personal hygienes), memelihara keamanan

dan kebersihan makanan dan minuman, menjaga kebersihan lingkungan,

menghindari perilaku yang beresiko tertular atau menularkan penyakit, dan

menjalankan pengobatan secara teratur. Fatigue bisa timbul akibat infeksi,

pengobatan, anemia, dehidrasi, depresi, atau karena nutrisi yang jelek.


16

Fatigue dapat dikelola dengan cara menyelingi aktivitas dengan istirahat,

menyusun jadwal kegiatan/pekerjaan yang memerlukan banyak tenaga

dilakukan pada saat kondisi lebih energik. Diet makanan tinggi kalori,

tinggi protein serta mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral.

Selama infeksi HIV berlangsung, pasien pada umumnya tinggal di rumah.

Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan untuk waktu-waktu tertentu

selama episode akut. Ketika penyakit terus berkembang, pasien perlu

perawatan serius dari keluarga atau perawat masyarakat (community nurse).

Perawat akan membantu cara melakukan perawatan fisik, membangun

hubungan terapetik, dan mengkoordinasikan perawatan dengan anggota tim

kesehatan lainnya. Berbagai fasilitas pendukung di masyarakat harus

dikenali. Ketika pasien berada dalam fase terminal, perawatan yang

memberi dukungan kenyamanan dan dukungan emosi untuk pasien dan

keluarga sangat dibutuhkan (Dep Kes RI, 2010).

7. Penerapan Tehnik Pencegahan Umum di Pelayanan Kesehatan dalam

Menecegah Resiko Penularan HIV/AIDS menurut Departemen Kesehatan

Republik Indonesia 2010

Pencegahan umum atau dengan kata lain ”kewaspadaan universal

(universal precautions)” merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi

di sarana pelayanan kesehatan yang telah dikembangkan oleh Departemen

Kesehatan RI sejak tahun 1980-an. Penerapan pencegahan umum

didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial

menularkan penyakit baik yang berasal dari pasien maupun petugas


17

kesehatan. Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal adalah menjaga

hygiene individu, sanitasi ruangan, dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip

tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu :

a. Cuci tangan untuk mencegah infeksi silang

Cuci tangan yang dilakukan secara benar dapat menghilangkan

mikroorganisme yang menempel ditangan.Cuci tangan harus selalu

dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan ke

pasien, memakai sarung tangan, menyentuh darah, cairan tubuh, atau

eksresi pasien. Tiga cara cuci tangan dilaksanakan sesuai kebutuhan

yaitu cuci tangan hygienis atau rutin untuk menghilangkan kotoran

dengan menggunakan sabun atau deterjen, cuci tangan aseptik yang

dilakukan sebelum melakukan tindakan aseptik ke pasien, cuci tangan

ini dilakukan dengan menggunakan zat antiseptik, dan cuci tangan

bedah yang dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik.

Sarana yang perlu dipersiapkan untuk melakukan cuci tangan adalah air

mengalir, sabun dan deterjen, larutan antiseptik, dan pengering dari

mulai handuk/lap bersih, lap kain atau handuk steril sampai alat

pengering tangan listrik (hand drier) (Dep Kes RI, 2010).

Adapun prosedur cuci tangan rutin adalah sebagai berikut:

1) Hidupkan kran air.

2) Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air

mengalir.
18

3) Taruh sabun antiseptik di bagian telapak tangan yang telah basah,

buat busa secukupnya tanpa percikan.

4) Buat gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan,

gosokan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan

sebaliknya, gososk kedua telapak tangan dengan jari saling mengait,

gosok kedua ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar,

gosok pergelangan tangan.

5) Proses berlangsung selama 10-15 detik.

6) Bilas kembali dengan air bersih.

7) Keringkan tangan dengan handuk atau kertas sekali pakai.

8) Matikan kran dengan kertas atau tisue.

b. Pemakaian alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker, kaca mata,

dan barak short.

Alat pelindung digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir

petugas dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, dan eksreta

pasien. Jenis-jenis alat pelindung diri yaitu; sarung tangan, pelindung

wajah/masker/kaca mata, penutup kepala, gaun pelindung (barak short),

dan sepatu pelindung. Tidak semua alat pelindung diri harus dipakai

pada waktu yang bersamaan, tergantung pada jenis tindakan yang akan

dikerjakan. Misalnya ketika akan menolong persalinan sebaiknya semua

pelindung diri dipakai untuk mengurangi kemungkinan terpajan

darah/cairan tubuh pada petugas, namun untuk tindakan menyuntik atau


19

memasang infus, cukup dengan memakai sarung tangan (Dep Kes RI,

2010).

c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai

Pengelolaan alat-alat kesehatan bekas pakai bertujuan untuk mencegah

penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau untuk menjamin bahwa

alat-alat tersebut dalam kondisi steril dan siap digunakan.Semua alat yang

akan dimasukan kedalam jaringan bawah kulit pasien harus dalam keadaan

steril. Proses pengelolaan alat-alat kesehatan ini dilakukan melalui empat

tahap kegiatan yaitu :

1) Dekontaminasi, yaitu menghilangkan mikroorganisme pathogen dan

kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan

selanjutnya. Cara dekontaminasi yang lazim dilakukan adalah

dengan merendam alat kesehatan dalam larutan desinfectan,

misalnya klorin 0,5%, selama 10 menit.

2) Pencucian, dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang kasat

mata dengan cara mencuci denga air, sabun/deterjen, dan sikat.

3) Sterilisasi yaitu proses menghilangkan seluruh mikroorganisme

termasuk endosporanya dari alat kesehatan. Cara sterilisasi yang

sering dilakukan adalah dengan uap panas bertekanan, pemanasan

kering, gas etilin oksida, dan zat kimia cair. Dengan kata lain,

penggolongan cara sterilisasi juga dapat dikategorikan cara fisik

seperti pemansan, radiasi, filtrasi, dan cara kimiawi dengan

menggunakan zat kimia.


20

4) Penyimpanan, penyimpanan yang baik sama pentingnya dengan

proses sterilisasi atau desinfeksi itu sendiri. Ada dua metode

penyimpanan yaitu cara terbungkus dan tidak terbungkus (Dep Kes

RI, 2010).

d. Pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan

Jarum suntik sebaiknya digunakan sekali pakai dan jarum bekas atau

benda tajam lainnya di buang ke tempat khusus (safety box) yang

memiliki dinding keras atau tidak tembus oleh jarum atau benda tajam

yang dibuang kedalamnya. Kecelakaan yang sering terjadi pada

prosedur penyuntikan adalah ketika petugas berusaha memasukan

kembali jarum suntik bekas pakai kedalam tutupnya (recappping). Oleh

karenanya meurut rekomendasi tehnik kewaspadaan universal dari

WHO (2004) penutupan kembali jarum suntik setelah digunakan

sebaiknya tidak perlu diperlukan, jadi jarum suntik bersama syringnya

langsung saja dibuang ke kotak khusus. Jika sangat diperlukan untuk

menutup kembali, misalnya karena masih ada sisa obat yang bisa

digunakan, maka penutupan jarum suntik kembali dianjurkan dengan

menggunakan tehnik satu tangan (single handed recapping method)

(Dep Kes RI, 2010).

e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

Secara umum limbah dapat dibedakan menjadi limbah cair dan limbah

padat, namun lebih khusus lagi limbah yang berasal dari rumah sakit

dibedakan menjadi :
21

1) Limbah rumah tangga atau limbah non medis.

2) Limbah medis terdiri dari limbah klinis, laboratorium.

3) Limbah berbahaya yaitu limbah kimia yang mempunyai sifat

beracun misalnya senyawa radioaktif dan bahan sitotoksik. Cara

penanganan limbah disarana pelayanan kesehatan harus dimulai

dari tempat dimana sampah diproduksi dengan cara :

a) Pemilahan, dilakukan dengan menyediakan wadah yang sesuai

dengan jenis sampah, misalnya hitam untuk limbah non medis,

kuning untuk limbah medis infeksius, dan merah untuk bahan

beracun.

b) Semua jenis limbah ditampung dalam wadah berupa kantong

plastik yang kedap air.

c) Bila sudah terisi 2/3 volume kantong sampah, kantong sampah

harus diikat secara rapat, dan segera diangkut ke tempat

penampungan sementara.

d) Pengumpulan sampah dari ruang perawatan atau pengobatan

harus tetap pada wadahnya jangan dituangkan pada gerobak

yang terbuka.

e) Petugas yang menangani sampah harus selalu menggunakan

sarung tangan dan sepatu serta selalu mencuci tangan setiap

selesai mengambil sampah.

f) Sampah dari tempat penampungan sementara diangkut ke

tempat pemusnahan (Dep Kes RI, 2010).


22

B. TINGKAT PENGETAHUAN

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana penginderaan ini terjadi

melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan perabaan yang sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo : 2003).

2. Tingkat pengetahuan

Notoatmodjo (2003) membagi 6 tingkat pengetahuan yang dicapai dalam

domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Pengetahuan pada tingkat ini adalah mengingat kembali

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

ragsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, hal ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu

apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami ( Comprehension )

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus
23

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi ( Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan

sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis ( Analysis )

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja menggambarkan,

membedakan, mengelompokan dan sebagainya. Analisis merupakan

kemampuan untuk mengidentifikasi.

e. Sintesa ( synthesis )

Adalah suatu kemampuan untuk meletakan atau menggabungkan bagian

dalam bentuk keseluruhan yang baru dengan kata yang lain. Sintesis adalah

kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi yang ada,

misalnya dapat menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi ( Evaluation )

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian tersebut berdasarkan kriteria yang telah
24

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita

lihat sesuai dengan tingkatan – tingkatan diatas.

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan

perilaku seseorang. Menurut Lawrence Green dan Marshall Kreuter dalam

Sciavo (2007) bahwa pengetahuan seseorang merupakan salah satu faktor

predisposisi yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku seseorang.

Sedangkan menurut Siswanto, dkk (2010) bahwa pengetahuan yang benar dan

tepat tentang HIV dan AIDS menjadi salah satu poin penting dalam upaya

menghindari penularan HIV, walaupun pengetahuan yang baik yang dimiliki

oleh reponden ternyata tidak menjamin bahwa responden tidak melakukan

kegiatan yang berisiko terinfeksi HIV. Hasil Riskesdas (2010) bahwa

diketahui 57,5 persen penduduk 15 tahun ke atas pernah mendengar

HIV/AIDS. Tingginya persentase tersebut tidaklah menjamin seseorang

mengetahui secara menyeluruh tentang cara penularan HIV/AIDS. Lebih dari

separuh penduduk mengetahui cara penularan HIV melalui hubungan seksual

yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik bersama yaitu masing-masing

51,4 persen dan 46,6 persen mengetahui cara penularan melalui transfusi

darah yang tidak aman. Persentase penduduk yang mengetahui bahwa

HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke anak selama hamil, saat persalinan,
25

dan saat menyusui adalah masing-masing 38,1%, 39,0%, dan 37,4% (Depkes,

2010).

Berdasarkan hasil penelitian Sri Marwiyah (2005) bahwa sebagian besar

penderita HIV AIDS di rumah Tahanan Wates memiliki tingkat pengetahuan

rendah sebanyak 27,4% dan 72,6 % memiliki tingkat pengetahuan HIV/AIDS

dan Penyakit Menular Seksual Tinggi. Sedangkan hasil penelitian Heri

Widodo (2011) didapatkan data bahwa tingkat pengetahuan penderita HIV

AIDS terhadap angka CD4 mendapatkan nilai (p=0,000) P<0,05, artinya

tingkat pengetahuan pasien akan penyakit HIV akan mempengaruhi

perubahan nilai CD4.Hasil dari hipotesis penelitian ini semakin tinggi tingkat

pengetahuan maka angka CD4 juga meningkat.

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Suparyanto : 2010),

diantaranya adalah :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan

seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk

mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun media massa.


26

Semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pula

pengetahuan yang didapat.

Dari hasil penelitian Tri Paryati (2007) didapatkan data bahwa tingkat

pendidikan memiliki nilai (p=0,000) p<0,05, artinya Pendidikan

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi munculnya stigma

dan diskriminasi terhadap ODHA.

Pengetahuan sangat erat kaitanya dengan pendidikan, dimana diharapkan

seseorang dengan pendidikan tinggi maka akan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak dapat diperoleh dari pendidikan

formal saja, akan tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non-formal.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung 2 aspek yaitu

aspek posistif dan aspek negative. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan

menentukan sikap seseorang pada objek tertentu. Semakin banyak aspek

positif yang diketahui, maka akan semakin positif pula sikap terhadap

objek tersebut.

b. Media massa atau Informasi

Informasi yang dipeoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal

dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga

menghasikan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya

teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai


27

sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

surat kabar dan lain-lain berpengaruh terhadap pembentukan opini dan

keperayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,

media masa membawa pula pesan–pesan yang berisi sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang.

Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan

kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal baru.

c. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang–orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial

ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu ketika berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal

balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap

individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali


28

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

pada masa yang lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang

dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional,

serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan

kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari

keterpaduan menalar secara ilmiah dan yang bertolak dari masalah nyata

dalam bidang kerjanya.

f. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan

pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin

membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan

demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu pada

usia madya, individu lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca.

Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal

dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Penderita HIV AIDS

dapat menyerang disemua umur, bahkan masih saat bayi. Penderita HIV

AIDS pada bayi ini dapat ditularkan melalui ASI pada ibu penderita HIV.

Jadi dapat disimpulkan penyakit HIV AIDS ini dapat menular pada segala

usia karena terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita HIV/AIDS

Suparyanto, (2010).
29

Pada penelitian Dina Muktriana, (2009), dimana didapatkan hasil bahwa

nilai (p=0,007), artinya P<0,05, berarti bahwa usia berpengaruh terhadap

tingkat pengetahuan pasien HIV, dimana semakin dewasa maka tingkat

pengetahuan tentang HIV juga akan semakin tinggi.

C. OBAT ANTIRETROVIRAL

Menurut Djoerban dan Djauzi, (2007) secara umum, penatalaksanaan ODHA

terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1. Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat antiretroviral (ARV).

2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang

menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, sarkoma

kaposi, limfoma, kanker serviks.

3. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan

pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan

agama serta tidur yang cukup dan menjaga kebersihan.

Antiretroviral therapy ditemukan pada tahun 1996 dan mendorong suatu evolusi

dalam perawatan penderita HIV/AIDS. Replikasi HIV sangat cepat dan terus-

menerus sejak awal infeksi, sedikitnya terbentuk 10 miliar virus setiap hari.

Namun karena waktu paruh virus bebas (virion) sangat singkat maka sebagian

besar virus akan mati. Penurunan CD4 menunjukkan tingkat kerusakan sistem

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Pemeriksaan CD4 ini berguna untuk

memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan

(Murtiastutik, 2008).
30

Menurut Murtiastutik, (2008) faktor yang harus diperhatikan dalam memilih

regimen ARV baik di tingkat program ataupun tingkat individual :

1. Dosis obat

2. Profil efek samping obat

3. Persyaratan pemantauan laboratorium

4. Kemungkinan kesinambungan sebagai pilihan obat di masa depan

5. Antisipasi kepatuhan oleh pasien

Kondisi penyakit penyerta, kehamilan dan risikonya, penggunaan obat lain

secara bersamaan, infeksi strain virus lain yang berpotensi meningkatkan

resistensi terhadap satu atau lebih ARV. Ketersediaan dan harga ARV.Menurut

WHO waktu diberikannya ARV dibagi dalam dua kategori, apakah ada

perhitungan CD4.Penghitungan TLC dapat digunakan sebagai pengganti hitung

CD4, meskipun hal ini dianggap kurang bermakna pada pasien asimptomatis.

1. Ada Perhitungan CD4

Stadium IV menurut kriteria WHO (AIDS) tanpa memandang hitung CD4

Stadium III menurut kriteria WHO dengan CD4 < 350 sel/ mm3

Stadium I-II menurut kriteria WHO dengan CD4 ≤ 200 sel/mm3

2. Tidak ada Perhitungan CD4

Stadium IV menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium III menurut WHO tanpa memandang TLC

Stadium II dengan TLC ≤ 1200 sel/mm3

Pemberian ARV tergantung tingkat progresivitas masing-masing penderita.

Terapi kombinasi ART mampu menekan replikasi virus sampai tidak terdeteksi
31

oleh PCR.Pada kondisi ini penekanan virus berlangsung efektif mencegah

timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan memperlambat progersifitas

penyakit. Karena itu terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosis dan

jadwal yang tepat (Murtiastutik, 2008).

Menurut Djoerban dan Djauzi, (2007) obat antiretroviral terdiri dari beberapa

golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nleotide reverse

transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan

inhibitor protease. Saat ini regimen pengobatan antiretroviral yang dianjurkan

WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang

dapat dipergunakan dengan keunggulan dan kerugian masing-masing.

Kombinasi ARV lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah

kombinasi zidovudin(ZDV), lamivudin (3TC), dengan nevirapin (NVP).


32

Kombinasi ART untuk Terapi inisial (Djoerban dan Djauzi, 2007) sebagai berikut :

Kolom A Kolom B

Lamivudin + zidovudin Evafirenz*

Lamivudin + didadosin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + zidovudin Nevirapin

Lamivudin + didadosin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + zidovudin Nelvinafir

Lamivudin + didadosin

Lamivudin + stavudin

Tabel 2.1. Kombinasi ART untuk Terapi inisial (Djoerban dan Djauzi, 2007)

*Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang

berpotensi tinggi untuk hamil.


33

Dosis ARV untuk penderita HIV/AIDS dewasa (Murtiastutik, 2007)

Golongan Nama Obat Dosis


Nucleoside RTI (NRTIs) Abacavir 300 mg setiap 12 jam
Didadosine (ddI) 40 mg sekali sehari (250
mg sekali sehari jika BB<
60kg) (250 mg sekali sehari
bila diberikan bersama
TDF)
Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau
300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam (30 mg
setiap 12 jam bila BB<
60kg)
Zidovudine 300 mg setiap 12 jam
(ZDV/AZT)
Nucleotide RTI (NtRTIs) Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari
(catatan: interaksi obat
dengan ddI, perlu
mengurangi dosis ddI)
Non-Nucleotise RTIs Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari
(NNRTIs) Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari
selama 14 hari, kemudian
200 mg setiap 12 jam.
Protease Inhibitors Indinavir/ritonavir 800 mg/100mg setiap 12
(PIs) (IDV/r) jam
Lopinavir/ritonavir 400 mg/100 mg setiap 12
(LPV/r) jam (533mg/133mg setiap
12 jam bila dikombinasi
dengan EFV atau NVP)
Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam
Saquinavir/ritonavir 1000 mg/100mg setiap 12
(SQV/r) jam atau 1600 mg/200mg
sekali sehari
Ritonavir(RTV,r)f Kapsul 100 mg, larutan oral
400mg/5 ml

Tabel 2.2. Dosis ARV untuk penderita HIV/AIDS dewasa (Murtiastutik, 2007)
34

Toksisitas Utama pada Regimen ARV lini pertama dan anjuran obat penggantinya
(Murtiastutik, 2007)
Regiman Taxixitas Obat Pengganti
AZT/3TC/NVP Intoleransi GI yang persisten oleh Ganti AZT dengan d4T
karena AZT atau toksisitas
hematologis yang berat
Hepatoksisitas berat oleh NVP Ganti NVP dengan EFV
(kalau hamil ganti dengan
NFV, LPV/r atau ABC)
Ruam kulit berat karena NVP (tetapi Ganti NVP dengan EFV
tidak mengancam jiwa yaitu tanpa
pustula dan tidak mengenai mukosa)
Ruam kulit berat yang mengancam Ganti NVP dengan
jiwa (Steven-Johnson Syndrome) protease inhibitor
oleh karena NVP
AZT/3TC/EFV Intoleransi GI yang persisten oleh Ganti AZT dengan d4T
karena AZT atau toksisitas
hematologis yang berat
Toksisitas susunan saraf pusat Ganti EFV dengan NVP
menetap oleh karena EFV
D4T/3TC/NVP Neuropati oleh karena d4T atau Ganti d4T dengan AZT
pankreatitis
Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan TDF
atau ABC
Ruam kulit berat karena NVP (tetapi Ganti NVP dengan EFV
tidak mengancam jiwa yaitu tanpa
pustula dan tidak mengenai mukosa)

Ruam kulit berat yang mengancam Ganti NVP dengan


jiwa (Steven-Johnson Syndrome) protease inhibitor
oleh karena NVP
D4T/3TC/EFV Neuropati oleh karena d4T atau Ganti d4T dengan AZT
pankreatitis
Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan TDF
atau ABC
Toksisitas susunan saraf pusat Ganti EFV dengan NVP
menetap oleh karena EFV
35

Tabel 2.3 Toksisitas Utama pada Regimen ARV lini pertama dan anjuran obat
penggantinya (Murtiastutik, 2007)

Tanda Klinis Kriteria CD4


Timbulnya infeksi oportunistik baru atau CD4 kembali ke jumlah sebelum terapi
keganasan yang memperjelas atau bahkan dibawahnya tanpa adanya
perkembangan penyakit yang infeksi penyerta yang lain yang dapat
memburuk. Hal tersebut harus dibedakan menjelaskan terjadinya penurunan CD4
dengan IRIS yang dapat saja timbul pada sementara.
3 bulan pertama setelah ARV dimulai.
IRIS bukan merupakan tanda kegagalan
terapi dan infeksi oportunistik harus
diterapi seperti biasa, tanpa mengganti
regimen ARV.
IRIS bukan merupakan tanda kegagalan Penurunan jumlah CD4 > 50% dari
terapi dan infeksi oportunistik harus jumlah tertinggi yang pernah dicapai
diterapi seperti biasa, tanpa mengganti selama terapi tanpa infeksi penyerta
regimen ARV. lainnya yang dapat menjelaskan
Kambuhnya IO yang pernah diderita terjadinya penurunan CD4 sementara.
Munculnya atau kambuhnya penyakit-
penyakit pada stadium III (termasuk
HIV wasting syndrome, diare kronis
yang tidak jelas penyebabnya,
terulangnya infeksi bakterial invasif,
atau kandidiasis mukosa

Prognosis HIV/AIDS

Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal.Sekitar 75% pasien yang didiagnosis

AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus

pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan imunologis (Widoyono,

2008).
36

D. KEPATUHAN

1. Pengertian Kepatuhan

Sarfino (1990) di kutip oleh Smet B. (2004) mendefinisikan kepatuhan

(ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan

perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain.

Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi

(Degrest et al, 1998). Menurut Decision theory (2005) penderita adalah

pengambil keputusan dan kepatuhan sebagai hasil pengambilan keputusan

yang dilakukan oleh sesorang untuk tujuan tertentu.

Perilaku ketat sering diartikan sebagai usaha penderita untuk mengendalikan

perilakunya bahkan jika hal tersebut bisa menimbulkan resiko mengenal

kesehatanya (Taylor, 2011).

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan.

Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.

Seseorang atau pasien dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas

kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan

serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Lukman Ali et al,

1999).

Dari hasil berbagai defisinsi yang ada maka dapat peneliti simpulkan

kepatuhan adalah ketaatan seseorang atau pasien untuk mengendalikan

perilakunya untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan kepatuhan berobat

adalah ketaatan atau kedisiplinan pasien untuk berobat dan sanggup untuk
37

datang kepada petugas kesehatan dan mau melaksanakan anjuran yang

diberikan oleh petugas kesehatan.

a. Kepatuhan penderita HIV/AIDS

Kepatuhan penderita HIV/AIDS adalah (ketaatan) sebagai tingkat

penderita HIV/AIDS dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku

yang disarankan oleh dokternya atau yang lain.

Dari hasil penelitian Yuyun Yuniar, dkk (2011) didapatkan hasil bahwa

Faktor internal utama yang meningkatkan kepatuhan minum ARV adalah

motivasi dalam diri ODHA untuk hidup lebih berkualitas, pemahaman dan

kesadaran yang tinggi akan fungsi dan manfaat ARV, strategi

menganggap obat sebagai vitamin atau obat biasa sepeti obat darah tinggi

atau diabetes. Faktor eksternal utama yang meningkatkan kepatuhan

minum ARV adalah ;

1) Ketersediaan dan keterjangkauan obat ARV, dukungan keluarga, KDS,

LSM dan tenaga kesehatan serta destigmatisasi dan tidak boleh ada

diskriminasi oleh teman, masyarakat dan tenaga kesehatan.

2) Meningkatkan keterlibatan keluarga, KDS, LSM dan tenaga kesehatan

untuk memotivasi ODHA agar hidup lebih berkualitas dan minum ARV

secara teratur. Meningkatkan akses dan keterjangkauan biaya

pemeriksaan laboratorium dan obat-obat IO (Infeksi Oportunistik).

3) Meningkatkan edukasi ke masyarakat untuk mengurangi,

menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, meningkatkan

kepedulian terhadap ODHA khususnya ODHA anak-anak.


38

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kanada menyatakan

bahwa kepatuhan adalah kunci keberhasilan terhadap terapi ARV. Studi

retrofiktif yang melibatkan 1.442 pasien selama 40 bulan dengan rata-

rata pasien berumur 37 tahun, hasil rata-rata CD4 270 set/mm3, dan viral

load rata-rata 120.000 copy. Angka kematian pasien dengan kepatuhan

minimal 75% dan kematian pasien dengan kepatuhan mininal 75% dan

memulai terapi sebelum CD4 menadi 200 sel/mm3 adalah 7.

Sebaliknya angka kematian lebih tinggi secara bermakna (25,2%).

Untuk pasien yang memulai terapi ARV dengan jumlah CD4 atau viral

serupa. Tetapi kepatuhannya dibawah 74,5%.

Angka kematian pasien yang tidak patuh dengan jumlah CD4

350sel/mm3 atau lebih adalah serupa dengan pasien yang tidak patuh

dengan jumlah CD4 adalah 200 sel/mm3 (Wood, E 2003).

b. Proses perubahan sikap dan perilaku (teori Kelman)

1) Menurut Kelman : perubahan sikap dan perilaku individu dimulai

dengan tahap kepatuhan, identifikasi kemudian baru menjadi

internalisasi Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi

petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan

seringkali karena ingin menghindari hukuman/sanksi jika tidak patuh

atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi

anjuran tersebut tahap ini disebut tahap kesediaan, biasanya perubahan

yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa


39

tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi

begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun

ditinggalkan.

2) Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh

otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang

berlaku, jika individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap

ini pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar, individu terpaksa

mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun

sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia keluar

dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akan berubah

menjadi perilakunya sendiri.

3) Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman

tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan

kepatuhan yang berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan

baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan

perubahan tersebut (change agent).

4) Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau

mengagumi petugas atau tokoh tersebut, sehingga ingin mematuhi apa

yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti

dan mamfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses

identifikasi.

5) Meskipun motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini

lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum
40

dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat

menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam

hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya

itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut.

6) Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika

perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi, dimana

perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu dan

diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya.

7) Proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas atau tokoh

merupakan seseorang yang dapat dipercaya (kredibilitasnya tinggi)

yang dapat membuat individu memahami makna dan penggunaan

perilaku tersebut serta membuat mereka mengerti akan pentingnya

perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri.

8) Memang proses internalisasi ini tidaklah mudah dicapai sebab

diperlukan kesediaan individu untuk mengubah nilai dan kepercayaan

mereka agar menyesuaikan diri dengan nilai atau perilaku yang baru.

Teori The Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan).

9) Model kepercayaan kesehatan adalah suatu bentuk penjabaran dari

teori Sosial-Psikologi, model ini didasarkan pada kenyataan bahwa

problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang

atau masyarakat untuk menerima usulan-usulan pencegahan dan

penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider.


41

10) Model kepercayaan kesehatan ini menyatakan, apabila individu

bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada 5 (lima)

variabel kunci yang terlibat dalam tindakan tersebut, yaitu:

a) Kerentanan yang dirasakan (Perceived Susceptibility)

Seseorang akan melakukan tindakan pengobatan atau pencegahan

terhadap suatu penyakit bila individu merasa rentan terhadap

penyakit tersebut.

b) Keseriusan yang dirasakan (Perceived Seriousness)

Seseorang akan terdorong untuk melakukan tindakan pengobatan

atau pencegahan terhadap suatu penyakit oleh karena keseriusan

penyakit yang dirasakannya.

c) Manfaat yang dirasakan (Perceived Benefits)

Seseorang akan terdorong untuk melakukan tindakan pengobatan

atau pencegahan terhadap suatu penyakit oleh karena adanya

manfaat yang dirasakannya dalam mengambil tindakan tersebut

bagi penyakitnya.

d) Ancaman yang dirasakan (Perceived Threat)

Seseorang akan terdorong untuk melakukan tindakan pengobatan

atau pencegahan terhadap suatu penyakit oleh karena adanya

ancaman yang dirasakan dari penyakitnya.

e) Isyarat atau petunjuk untuk bertindak (Cues to Action)

Untuk dapat meningkatkan penerimaan yang benar tentang

kerentanan, kegawatan dan keuntungan, perlu adanya isyarat atau


42

petunjuk dari orang lain, misalnya; Media massa, nasehat petugas

kesehatan atau anggota keluarga.

c. Faktor - faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Dalam hal kepatuhan Carpenito L.j.(2000) berpendapat bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang

dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi

mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak

patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :

1) Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang

instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 1967

menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai

setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang

diberikan kepada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh

kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan informasi

lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak

instruksi yang harus diingat oleh penderita.

Dari hasil penelitian Yuyun Yunia,dkk (2010) didapatkan hasil bahwa

diantara faktor pelayanan kesehatan yang ada terdapat konseling

perawat dalam memberikan informasi kepada penderita HIV, dimana

konseling perawat memiliki nilai (p=0,000) P<0,05, artinya pelayanan

kesehatan dalam memberikan informasi kepada penderita HIV/AIDS


43

berpengaruh terhadap pendukung kepatuhan minum obat ARV pada

penderita HIV/AIDS. Disini dapat dikaitkan dengan pemahaman

instruksi dokter dalam memberikan anjuran untuk minum obat ARV.

2) Tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang

bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang

diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu (Feuer Stein

et.al., 1986).

Singgih D. Gunarso ( 1990 ) mengemukakan bahwa semakin tinggi

pendidikan seseorang maka proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, hal ini karena semakin tinggi pendidikan maka

wawasan juga akan semakin luas.

Dari hasil penelitian Tri Paryati, (2007)didapatkan hasil bahwa tingkat

pendidikan memiliki nilai (p=0,000) p<0,05, artinya pendidikan

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi munculnya

stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Semakain tinggi pendidikan

maka seseorang akan semakin patuh untuk minum obat ARV.

3) Kesakitan dan pengobatan.

Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak

ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran

mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks,

pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas (Dikson

dkk,1989,1990, ley,1992).
44

4) Keyakinan, sikap dan kepribadian.

Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal, orang

yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas,

sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang

lebih lemah dan memiliki kehidupan sosial yang lebih, memusatkan

perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai

dengan kurangnya penguasaan terhadap lingkunganya.Variabel-

variabel demografis juga digunakan untuk meramalkan ketidakpatuhan

(Tylor, 1991).Sebagai contoh, di Amerika Serikat para wanita kaum

kulit putih dan orang-orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter

(Sarafino, 1990).

5) Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta

menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga

juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan

anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari

pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan

dengan kepatuhan (Baekeland dan Lundawall).

Dari hasil penelitian Hestri Sumarlin, (2011) didapatkan hasil bahwa

responden penelitian mendapatkan dukungan keluarga yang rendah,

hal ini dikarenakan sebagian besar keluarga pasien HIV/AIDS

mengetahui status kesehatan keluarganya dan memberikan dukungan


45

untuk melakukan perubahan perilaku. Hasil analisis fisher’s exact

diperoleh nilai p=0,000 yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor dukungan keluarga

berpengaruh terhadap perubahan perilaku pada pasien HIV/AIDS.

6) Jenis Pekerjaan dan Tingkat ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian Inga Ifada (2010) diperoleh gambaran

bahwa dari 40 responden terdiri dari 11 orang (27,5%) pegawai negeri

sipil dan 29 orang (72,5%) bukan pegawai negeri sipil, hal ini

dikarenakan sebagian besar responden HIV AIDS yang sedang berobat

bukan pegawai negeri sipil.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juan Hidra (2012)

didapatkan data bahwa dari 100 responden penderita HIV terdiri dari

65 responden (65%) memiliki pekerjaan sebagai pekerja seks

komersial, dimana dari 65 responden PSK tersebut 40 respondennya

pengguna jarum suntik yang bergantian, pengangguran sebanyak 20

responden (20%), dan 15 responden lainnya memiliki pekerjaan

sebagai buruh, kuli bangunan. Dimana apabila dilihat dari status

ekonominya penderita HIV AIDS memiliki tingkat status ekonomi

yang rendah, hal ini terbukti para penderita HIV AIDS sebagian besar

tinggal didaerah kumuh. Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p=0,000

yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat

disimpulkan bahwa faktor pekerjaan atau ekonomi berpengaruh

terhadap kejadian HIV/AIDS.


46

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi

segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TBC sudah

pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain

yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan

perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah

akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik

tidak terjadi ketidakpatuhan (Power park C.E., 2002).

Dari hasil penelitian Hestri Sumarlin (2011) didapatkan hasil bahwa

responden penelitian yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke

atas mampu dengan mudah untuk melakukan perubahan perilaku dan

sebaliknya responden yang memiliki tingkat ekonomi kebawah susah

untuk melakukan perubahan perilaku. Hasil analisis fisher’s exact

diperoleh nilai p=0,000 yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor ekonomi

berpengaruh terhadap perubahan perilaku pada pasien HIV/AIDS.

7) Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota

keluarga teman, waktu, dan uang merupakan factor penting dalam

kepatuhan contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi dan biaya

dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman dapat

membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit

tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan


47

dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk

mencapai kepatuhan.

Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang

memeliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara

barat (Meichenbaun, 1997).

8) Perilaku sehat.

Perilaku sehat dapat di pengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu perlu

dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah

perilaku tetapi juga dapat mempertahankan perubahan tersebut. Sikap

pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri,

evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku

yang baru tersebut (Dinicola dan Dimatteo, 1984).

9) Dukungan profesi keperawatan (kesehatan)

Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor lain yang dapat

mempengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka

terutama berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan bahwa

perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting. Begitu juga

mereka dapat mempengaruhi perilaku penderita dengan cara

menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari

penderita, dan secara terus menerus memberikan yang positif bagi

penderita yang telah mampu beradabtasi dengan program

pengobatanya (Meichhenbaum, 2007).


48

10) Jenis Kelamin

Jenis kelamin berdasarkan hasil penelitian dari 40 responden HIV

AIDS terdiri dari 22 orang (55%) berjenis kelamin laki-laki dan 18

responden (45%) berjenis kelamin perempuan. Dari sebagian besar

responden jenis kelamin laki-laki ternyata lebih banyak terjadi

dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena penggunaan

jarum suntik bersama dan tercemar viru HIV kebanyakan pada

penyalahgunaan napza suntik dan melalui hubungan seksual,

dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. (Depkes, 2007).

11) Umur

Umur penderita HIV AIDS berdasarkan hasil penelitian Yosi Murino

(2013) didapatkan hasil bahwa dari 100 responden HIV AIDS terdiri

dari 50 orang responden (50%) berumur 20-29 tahun, 35 responden

(35%) berumur 30-39 tahun dan 15 responden (15%) memiliki umur

40-49 tahun. Hal ini disebebkan karena rata-rata dilihat dari faktor

psikologis umur 20-29 tahun selalu ingin mencoba dan mencari jati

diri, apabila salah jalan maka akan berakibat fatal, terjerumus dalam

jurang kenistaan. Hal ini juga disukung oleh survaylans dari

Departemen Kesehatan RI bahwa dari tahun 2013 didapatkan data

penderita HIV AID umur < 1 tahun 85 penerita, 1-4 tahun 824

penderita, 5-15 tahun 384 penderita, 15-19 tahun 1411 penderita, 20-

29 tahun 15277 penderita, 30-39 tahun 13225 penderita, 40-49 tahun


49

4822 penderita, 50-59 tahun 1244 penderita dan > 60 tahun 455

penderita (Dep Kes RI, 2013).


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN


DEFINISI OPERASIONAL

Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian, dan

definisi operasional variable-variabel dalam penelitian.

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berpikir untuk melakukan

penelitian yang dilakukan berasarkan teori, dimana disusun berdasarkan berbagai

variabel yang ada dalam penelitian (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini

kerangka konsep yang digunakan dijelaskan pada gambar 3.1

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variable Independen Variable dependen

Kepatuhan minum obat


Tingkat pengetahuan
antiretroviral
penderitaHIV/AIDS

Variabel
Cofunding
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan

50
51

Keterangan :

---------------------- : Bagian yang tidak diteliti

: Bagian yang diteliti

Berdasarkan Kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa variabel

independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan variabel

dependennya adalah kepatuhan minum obat antiretroviral pada penderita

HIV/AIDS. Sedangkan untuk variabel pengganggu dalam penelitian ini terdiri

dari umur, jenis kelamin pendidikan danpekerjaan yang hanya diteliti secara

univariat.

B. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai pengaruh antara variable

yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian. Didalam

pernyataan hipotesis terkandung variable yang akan diteliti dan pengaruh antar

variable-variabel tersebut. Pernyataan hipotesis mengarahkan peneliti untuk

menentukan desain penelitian, teknik pemilihan sampel, pengumpulan dan

metode analisa data (Kelana,2011).

Berdasarkan pertimbangan dari variable penelitian tersebut, maka disusunlah

hipotesis sebagai berikut :

1. Ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan minum obat antiretroviral

penderita HIV/AIDS di Poliklinik Puspa RSUD Tarakan Jakarta Pusat”.


52

C. Definisi Operasional

Penelitian pada dasarnya adalah mengukur/menilai variable penelitian kemudian

memberikan gambaran tentang variable tersebut. Sehingga penting untuk

menjelaskan variable penelitian meliputi variable-variabel yang diteliti, jenis

variable, definisi konseptual, dan operasional serta bagaimana melakukan

pengukuran/ penilaian terhadap variabel (Kelana, 2011).

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Confounding

Umur Umur responden Kuesioner berupa 0= Remaja Ordinal


dalam tahun pertanyaan tertulis (15-20 tahun)
dalam kuesioner 1=Dewasa awal
demografi dalam (20-35 tahun)
bentuk pertanyaan 2=Dewasa akhir
terbuka (36-45 tahun)

Jenis kelamin Ciri biologis yang Kuesioner berupa 0 : Laki-laki Nominal


dimiliki responden pertanyaan tertulis 1 : Perempuan
dalam kuesioner
demografi yang
menyediakan dua
alternatif jawaban.
53

Pendidikan Jenjang Kuesioner berupa 0=Rendah Ordinal


pendidikan formal pertanyaan ter-tulis (SD- SMP)
yang telah yang terdapat dalam 1=Tinggi
ditempuh kuesioner (SMA-PT)
responden. demografi
Pekerjaan Rutinitas yang Kuesioner berupa 0= PNS/PORLI Nominal
dijalankan pertanyaan ter-tulis 1= Karyawan
responden pada yang terdapat dalam 2=Wiraswasta
bidang pekerjaan kuesioner 3=Buruh
tertentu demografi 4=Tidak bekerja

No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Penelitian Operasional
1 Independent hasil “tahu” dimana Kuesioner berupa 0 : Pengetahuan Ordinal
Tingkat ini terjadi setelah pertanyaan tertulis rendah
Pengetahuan orang melakukan dalam bentuk (bila skor
HIV/AIDS penginderaan pertanyaan dengan jawaban < nilai
(pengertian, terhadap suatu objek altenatif jawaban median).
penyebab, tertentu, dimana 1. benar dan
tanda, dan penginderaan ini 2. Salah 1 : pengatahuan
pencegahan) terjadi melalui panca tinggi
indera manusia (bila skor
dalam mengetahui jawaban ≥nilai
HIV AIDS dan obat median).
antiretroviral
2 Dependent Perilaku positif Kuesioner berupa 0 : Tidak patuh Ordinal
Kepatuhan penderita dalam pertanyaan tertulis (bila skor
minum obat mencapai tujuan dalam bentuk jawaban < nilai
ARV terapi minum obat pertanyaan dengan median).
54

antiretroviral alternatif jawaban 1 : Patuh (bila


Keterangan : skor jawaban
1 Tidak Pernah ≥nilai median).
2 Jarang
3 Sering
4 Selalu
BAB IV

METODE PENELITIAN

Bab IV menguraikan tentang metodologi penelitian termasuk desain penelitian yang

digunakan, populasi dan sampel penelitian, tempat dan waktu penelitian, etika

penelitian, alat dan pengumpul data, prosedur data dan analisa data.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan

prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Desain penelitian yang digunakan adalah

desain penelitian Deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian ini menganalisa tentang hubungan pengetahuan dengan kepatuhan

minum obat antiretroviral (ARV) penderita HIV/AIDS di Poliklinik Puspa Rumah

Sakit Umum Daerah Tarakan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang

terdiagnosa HIV dan menjalani terapi antiretroviral di Poliklinik Puspa Rumah

Sakit Umum Daerah Tarakan. Dimana jumlah populasi dalam responden

55
56

(populasi dalam sebulan).Jumlah populasipasien yang terdiagnosa HIV/AIDS

sebesar 50 orang (dalam 1 bulan)

2. Sampel

Sampel menurut Sugiono (2006 : 96) adalah bagian dari populasi yang

dipergunakan sebagai sumber data yang sebenarnya. Dengan kata lain, sampel

merupakan bagian dari populasi. Pembagian jenis sampel yang diterapkan oleh

Sugiono (2006: 96) ada berbagai macam.Diantaranya penulis menerapkan

dalam penelitian dengan menggunakan “Sampel Jenuh” atau sampling jenuh

dimana tehnik pengumpulan sample bila semua anggota populasi digunakan

sebagai sampel hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil

kurang dari 30 orang atau penelitian yang diinginkan membuat generalisasi

dengan kesalahan yang sangat kecil.

Jadi dalam, penelitian ini sampel yang digunakan 40 responden, dengan

kriteria inklusi sebegai berikut :

1. Pasien yang didiagnosa HIV yang berobat ke RSUD Tarakan Jakarta Pusat

2. Pasien yang sudah menjalankan pengobatan kurang dari 6 bulan.

3. Pasien berusia > 15 tahun bersedia menjadi responden

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Puspa RSUD Tarakan Jakarta Pusat.

Pemilihan lokasi penelitian ini karena terjangkau dan memberikan kemudahan dari

segi administrasi dan proses penelitian. Penelitian dilaksanakan pada minggu II

November 2013 – Minggu 10 Maret 2014


57

Rancangan waktu penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai dengan

penyusunan laporan skripsi terlampir. Peneliti membuat jadwal pengambilan data

di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan yang mendapatkan terapi

antiretroviral.

D. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan suatu sistem nilai atau norma yang harus dipatuhi oleh

peneliti saat melakukan aktifitas penelitian yang melibatkan responden (Polit

&Hungler, 2005).

Etika penelitian yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada prinsip etik yang

dikeluarkan (Polit & Beck, 2004 dalam Kelana, 2011) sebagai prinsip dasar etik

penelitian keperawatan:

1. Respect for persons (menghormati harkat dan martabat manusia)

Individu mempunyai otonomi untuk membuat keputusan secara sadar dan

bebas dari paksaan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian, atau

menarik diri sebelum penelitian selesai.Untuk memenuhi hak tersebut maka

peneliti sebelum melaksanakan penelitian diberikan informasi terbuka yang

berkaitan dengan penelitian serta bebas menentukan pilihan atau bebas dari

paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Penelitian menggunakan Informed Consent atau lembar persetujuan kepada

pasien. Lembar persetujuan diberikan pada pasien kemudian peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak

yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Lembar


58

persetujuan diberikan kepada pasien yang memenuhi kriteria.Tujuannya

adalah pasien mengetahui judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan dampak yang diteliti selama pengumpulan data.Jika pasien

bersedia diteliti, maka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut,

namun jika pasien menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa

dan tetap menghormati haknya.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (Respect for privacy and

confidentiality)

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi untuk

mendapatkan kerahasian informasi. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa

penelitian menyebabkan keterbukaan informasi tentang subjek. Sehingga

peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi

subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya

diketahui orang lain.

Peneliti menggunakan prinsip ini dengan meniadakan identitas diri yaitu nama

dan alamat. Subjek kemudian diganti dengan kode tertentu, dengan demikian

segala informasi yang menyangkut identitas subjek tidak terekspos secara

luas.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas ( respect for justice inclusiveness)

Prinsip keterbukan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian

dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara

professional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa


59

penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan subjek.

Pada penelitian ini peneliti bersikap adil dengan menunjuk pasien atau

responden sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan sampai terpenuhi

sample yang diinginkan dengan mengedepankan sikap professional agar

responden tetap merasa dihormati dan dihargai.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits)

Prinsip ini dilakukan dengan memberi manfaat semakin besar, risiko semakin

kecil, rancangan penelitian memenuhi persyaratan ilmiah, pelaksanaan

penelitian melihat kemampuan peneliti dan menjaga kesejahteraan subjek

penelitian sertatidak merugikan secara fisik (tidak mengganggu waktu

istirahat) pasien hanya diberikan quesioner, agar tidak mengalami kerugian

fisik seperti kelelahan selama pengisian didampingi dengan melihat kondisi

pasien. (dono harm, non maleficence).

Penelitian ini bermanfaat untukmengembangkan pelayanan keperawatan

kepada pasien sehingga akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan

tidak ada dampak atau risiko yangditimbulkan.

E. Alat Pengumpul Data

Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpul

data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan tertulis


60

kepada responden untuk dijawab(Sugiyono, 2010). Kuesioner pada penelitian ini

terdiri 3 bagian sebagai berikut:

a. Data Demografi Pasien

Instrumen penelitian berupa kuesioner yaitu kuesioner A yang digunakan

untuk menggambarkan karakteristik pasien yang terdiri dari umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

b. Kuesioner tingkat pengetahuan tentang antiretroviral

Kuesioner B yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang

HIV/AIDS pada pasien HIV di RSUD Tarakan Jakarta Pusat dimana dari

masing-masing aitem tersebut responden diminta menjawab dengan memberi

tanda (x) dengan option jawaban : 1. betul dan 2. Salah.

c. Kuesioner kepatuhan minum obat anti retroviral

Kuesioner C yang digunakan untuk mengetahui kepatuhan minum obat

antiretroviral pada pasien HIV di RSUD Tarakan Jakarta Pusat dimana dari

masing-masing aitem tersebut responden diminta menjawab dengan memberi

tanda (x) dengan option jawaban

Keterangan :

1: Tidak Pernah 2 : Jarang 3 : Sering 4 : Selalu

F. Uji Validitas dan Reabilitas

a. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat

ukur dalam mengukur suatu data (Hastono, 2007). Validitas suatu instrumen
61

dilakukandengan cara melakukan korelasi yang digunakan antara masing-

masing variable dengan skor totalnya. Uji instrumen pada penelitian ini,

dilakukan pada 10 responden di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Daerah Tarakan

karena dengan keterbatasan waktu dan tempat. Pada uji instrumen hasil uji

validitas dari semua item dinyatakan valid karena nilai corrected item sampai

total correlation > r tabel semua nilainya > 0,6319.

Teknik yang digunakan untuk uji validitas adalah korelasi Pearson

ProductMoment, yaitu suatu variabel dinyatakan valid bila skor variabel

tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya dengan cara

membandingkan nilai r table (0.50) dengan nilai r hitung.

a). Bila r hitung lebih besar dari r tabel maka pernyataan tersebut adalah valid

(0.50-0.99).

b). Bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka pernyataan dalam kuesioner

tersebut tidak valid (0.00-0.50).

Pernyataan yang tidak valid harus dibuang bila dianggap tidak penting dan r

hitung lebih kecil dari r tabel (Hastono, 2007). Pernyataan yang tidak valid

dapat dimodifikasi bila aitem pernyataan merupakan aitem pernyataan yang

mempunyai nilai validitas (0.45-0.49) mendekati nilai r table (0.50) dan

merupakan pernyataan yang secara konten dianggap penting dan

mempengaruhi bagi variabel yang diteliti (Hastono,2007).

Cara pengujian validitas melakukan uji coba kuesioner kepada sejumlah

pasien, mempersiapakan tabel tabulasi jawaban, dan menganalisis korelasi


62

antara masing–masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan

rumus teknik korelasi pearsonproduct moment (Sugiyono, 2010).

N (xy )  (xy )
r
{nx 2  (x) 2 }{ny 2  (y ) 2 }

Keterangan :

r : Koefisien validitas item yang dicari

N : Jumlah responden

χ : Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

Y : Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

∑X : Jumlah skor dalam variabel X

∑Y : Jumlah skor dalam variabel Y

Pengujian validitas dilakukan dengan bantuan program komputer.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai p value/nilai signifikasi atau tingkat

kesalahan kurang dari 0,05 (5 %) maka item pertanyaan tersebut dinyatakan

valid dan sebaliknya jika nilai p value atau signifikasi sama dengan atau lebih

dari 0,05 (5 %) dinilai tidak valid.

Dalam penelitian ini guna melakukan uji validitas peneliti menggunakan

sample sebanyak 10 responden.

Uji coba instrumen juga digunakan untuk mengetahui reliabilitas dan validitas

instrumen. Nilai reliability akan reliabel jika nilai r alpha > r tabel dan nilai

validitas akan valid jika nilai r hasil ( Corected Item – total Correlation ) >

nilai r tabel (r = 0,632 ).


63

Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner pada penelitian ini adalah

nilai Cronbach’s Alpha tingkat pengetahuan tentang antiretroviral adalah

0,944. Nilai Cronbach’s Alpha tingkat kepatuhan minum obat antiretroviral

adalah 0,936.

Adapun dalam melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner peneliti

melakukan uji coba kuesioner di Poliklinik Puspa RSUD Tarakan Jakarta

Pusat.

b. Uji Reabilitas

Uji reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah instrument

yang digunakan telah reliabel. Suatu alat ukur dikatakan reliabel bila alat itu

dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan, akan senantiasa

menujukan hasil yang sama. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban

seseorang terhadap pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu

(Hastono, 2007).

Pengukuran reliabilitas pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

repeated measure atau ukur ulang bahwa pertanyaan yang ditanyakan pada

responden berulang pada waktu yang berbeda dan one shot atau diukur sekali

saja bahwa pengukuran hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan

dengan pertanyaan lain (Hastono, 2007).


64

Uji Reabilitas menggunakan rumus Alpha yaitu :

r11 
K  X
1    2
b

k  1  t2

Keterangan :

r11 : reabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

 2
b : jumah varians butir

 t2 : varians total

Dasar pengambilan keputusan dalam uji reliabilitas ini adalah :

a) Jika alpha positif dan r alpha > r tabel, maka butir atau variabel tersebut

reliabel.

b) Jika r alpha positif danr alpha < r tabel, maka butir atau variabel tersebut

tidak reliabel.

c) Jika r alpha > r tabel tapi bertanda negatif, maka butir atau variabel

tersebut tetap reliabel.

Apabila skala tersebut dikelompokan dalam 5 kelas dengan range yang sama

maka ukuran kemantapan Alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut :

Tabel 4.1
Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 – 0,20 Kurang reliable
>0,20 – 0,40 Agak reliable
>0,40 – 0,60 Cukup reliable
>0,60 – 0,80 Reliable
>0,80 – 1,00 Sangat reliable
65

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Persiapan

a. Meminta ijin kepada pihak Rumah Sakit secara formal

b. Pengurusan surat ijin

c. Memperbanyak kuisioner

d. Menyediakan alat tulis

2. Pelaksanaan Pengumpulan Data

a. Menyerahkan surat ijin penelitian yang dikeluarkan oleh pihak institusi

pendidikan kepada Direktur RSUD Tarakan Jakarta Pusat bagian Diklat.

b. Setelah mendapat ijin, peneliti melakukan orientasi ruangan yang akan

diteliti dan pendekatan terhadap calon responden untuk menjalin hubungan

saling percaya dan memberikan penjelasan pada calon responden mengenai

tujuan penelitian dijelaskan mengenai tujuan penelitian dijelaskan

mengenai kerahasiaan data yang diberikan dengan maksud agar responden

menjawab yang sejujurnya.

c. Calon responden dipersilahkan untuk membaca lembar persetujuan. Setelah

calon responden setuju untuk menjadi responden maka responden diminta

untuk menandatangani surat persetujuan. Apabila responden menolak,

peneliti akan mencari calon responden lain yang memiliki kriteria yang

sama dan sesuai jumlah responden yang sudah ditentukan berdasarkan

kriteria inklusi.
66

d. Responden diberi penjelasan tentang cara menjawab kuisioner dan

dipersilahkan untuk bertanya bila belum jelas.

e. Selama pengisian kuisioner, responden dipandu dan didampingi oleh

peneliti untuk menghindari pengertian yang salah dan menjawab yang

menyimpang.

f. Setelah responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh

peneliti, kuisioner diperiksa kelengkapannya, bila belum lengkap maka

akan dilengkapi pada saat itu. Setelah lengkap peneliti akan mengakhiri

pertemuan.

H. Pengelolaan Analisa Data

1. Tehnik Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dengan langkah-

langkah sebagai berikut

a. Editing (editing)

Meneliti kembali kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan kejelasan

makna jawaban, dan kesesuaian jawaban satu dengan lainnya, relevansi

jawaban dan keseragaman satuan data

b. Koding (coding)

Mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan cara

menandai masing-masing jawaban dengan tanda kode tertentu. Hal ini

memudahkan untuk penyebaran kuesioner dan pengumpulan data.


67

c. Tabulasi (Processing)

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertanyaan yang

sudah diberi nilai, hasilnya dijumlahkan dan diberi kategori sesuai dengan

jumlah pernyataan pada kuesioner. Langkah yang termasuk dalam kegiatan

tabulasi antara lain:

1. Memberikan skor pada pernyataan yang perlu diberikan skor

2. Memberikan kode terhadap pernyataan yang tidak diberikan skor

3. Mengubah jenis data, disesuaikan dengan tehnik analisa yang akan

digunakan.

d. Pembersihan data (Cleaning)

Peneliti mengecek kembali data yang sudah dientry dengan cara

mengetahui masing-masing data, variasi data dan konsistensi data melalui

salah satu program analisisdata pada computer.

2. Analisa Univariat

Analisis digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi dari frekuensi

dari variabel independen. Rumusan yang digunakan untuk mengetahui

persentase dari masing-masing variabel adalah :

f
P x 100 %
n

Keterangan :

P : Persentase (%)
68

ƒ : Jumlah jawaban

n : Jumlah skor maksimal

3. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan melihat hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. Uji yang digunakan yaitu uji Chi Square karena

variabel dependen dan independen dalam penelitian ini bersifat katagorik.

Penelitian ini menggunakan batas bermakna secara statistik sebesar 5%,

sehingga jika diperoleh nilai p > alpha, maka hasil perhitungan statistiknya

tidak bermakna, artinya tidak ada hubungan signifikan antara variabel

dependen dengan variabel independen. Sebaliknya jika diperoleh nilai p <

alpha, maka hasil perhitungan statistiknya bermakna, artinya ada hubungan

yang signifikan antara variabel dependen dengan variabel independen.

Rumus Chi kuadrat (chi square) adalah sebagai berikut :

(O  e) 2
X2 
e

Keterangan :

χ2 = Nilai Chi Square

O = Frekuensi yang diamati

e = Frekuensi yang diharapkan


69

Dimana :

Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan:

1. Menerima Ha (menolak Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel

atau nilai p ≤ (0,05).

2. Menolak Ha (menerima Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung < X2 tabel

atau nilai p ≥ (0,05).


70
BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil uji coba kuesioner dan hasil penelitian Hasil

penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

Pada bagian analisa univariat akan dijelaskan tentang karakteristik responden

meliputi data jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan pada analisa

bivariat akan menjelaskan tentang hubungan antara dua variabel dengan uji Chi

square meliputi variabel tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

antiretroviral penderita HIV/AIDS .

A. Analisa Univariat

Pada analisa univariat ini akan dijelaskan masing-masing variabel yang diteliti,

baik variabel independen maupun variabel dependen. Untuk melihat gambaran

dari masing- masing variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut:

70
71

1. Karakteristik Responden Berdasarkan data Demografi

Tabel 5.1

DistribusiFrekuensiBerdasarkanKarakteristikDemografi
Pasien Dengan HIV/AIDS Di PoliklinikPuspa
RumahSakitUmum Daerah TarakanFebruari 2014

Frekuensi
No Variabel Kategori Persen
(N 40)
1. Jeniskelamin Laki-laki 28 70,0 %
Perempuan 12 30,0 %
2. Umur Remaja 1 2,5 %
Dewasa awal 25 62,5 %
Dewasa akhir 14 35,0 %
3. Pekerjaan PNS/POLRI 3 7,5 %
Karyawan 12 30,0 %
Wiraswasta 13 32,5 %
Buruh 7 17,5 %
Tidak bekerja 5 12,5 %
4. Pendidikan Rendah 19 47,5 %
Tinggi 21 52,5 %

Berdasarkan tabel 5.1 diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. jenis kelamin

Karakteristik jenis kelamin yang menderita HIV/AIDS yang minum obat ARV

di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan menunjukkan bahwa

jumlah responden laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebesar 28

orang ( 70,0% ).

b. Umur

Berdasarkan umur responden penderitaHIV/AIDS yang minum obat ARV di

Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan menunjukkan bahwa


72

jumlah responden terbanyak yaitu berada pada kategori umur dewasa awal

sebesar 25 orang ( 62,5% ).

c. Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan responden penderita HIV/AIDS yang minum obat ARV

di Poliklinik Puspa Rumah Sakat Umum Daerah Tarakan menunjukkan bahwa

jumlah responden terbanyak bekerja sebagai wiraswasta sebesar 13 orang

(32,5%).

d. Pendidikan

Berdasarkan pendidikan responden yang menderita HIV/AIDS yang minum

obat ARV di Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

menunjukkan bahwa jumlah responden yang berpendidikan paling banyak

adalah pendidikan tinggi sebesar 21 orang (52,5%).


73

2. Karakteristik Responden berdasarkan Variabel Penelitian

Tabel 5.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Penelitian


( Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Minum Obat ARV)
Februari 2014

Frekuensi Persentase
No Variabel Kategori
N= 40 %
1 Tingkat Rendah 15 37,5
pengetahuan Tinggi 25 62,5
2 Kepatuhan Tidak patuh 14 35,0
minum obat ARV Patuh 26 65,0

a. Tingkat pengetahuan

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan

pada responden penderita HIV/AIDS yang minum obat ARV didapatkan

data terbanyak adalah responden dengan tingkat pengetahuannya tinggi

dengan jumlah 25 orang ( 62,5%).

b. Kepatuhan minum obat ARV

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa kepatuhan penderita

HIV yang minum obat ARV didapatkan data terbanyak adalah responden

yang patuh dengan jumlah 26 orang ( 65,0%).


74

B. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dimaksudkan untuk melihat hubungan yang terjadi antara

variabel independen dengan variabel dependen. Untuk melihat hubungan tersebut

dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut:

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan: Tingkat Pengetahuan Berhubungan
Dengan Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral Pada penderita HIV/AIDS Di
Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Februari 2014

Variabel Kepatuhan minum


Dependent obat ARV
Total 95% p
Tidak OR
Patuh CI value
Variabel patuh
Independent N % N % N %
Tingkat pengetahuan

Rendah 9 60,0 6 40,0 15 100 6,000 1,445 – 0,017


Tinggi 5 20,0 20 80,0 25 100 24,919

1. Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

Antiretroviral

Responden dengan tingkat pengetahuan tinggi kepatuhan minum obat

antiretroviral lebih besar dari tingkat pengetahuan rendah yaitu 20 orang

(80,0%). Dari hasil uji statistik yang dilakukan diperoleh nilai P (P value)

sebesar 0,017 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan

95% (alpha 5%) ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan
75

dengan kepatuhan minum obat antiretroviral. Dari hasil odds ratio = 6,000

artinya penderita HIV/AIDS yang tingkat pengetahuannya tinggi mempunyai

peluang sebesar 5 kali untuk patuh dalam minum obat antiretroviral

dibandingkan dengan penderita HIV/AIDS yang tingkat pengetahuannya

rendah, adapun nilai rentang CI nya adalah 1,445 – 24,919.


BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang keterbatasan dan pemaparan hasil

penelitian. Pemaparan hasil akan disampaikan mengenai hasil penelitian yang

dikaitkan dengan teori yang dibahas pada tinjauan pustaka.

A. Analisa Univariat

a. Karakteristik Jenis Kelamin Yang Menderita HIV/AIDS Yang


Minum Obat Antiretroviral (ARV) Di Polikilnik Puspa
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar jenis kelamin


laki-laki sebesar 70,0%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Depkes (2007) bahwa dari 40 responden HIV AIDS terdiri dari
22 orang (55%) berjenis kelamin laki-laki dan 18 responden
(45%) berjenis kelamin perempuan. Dari sebagian besar
responden jenis kelamin laki-laki ternyata lebih banyak terjadi
dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena penggunaan
jarum suntik bersama dan tercemar virus HIV kebanyakan pada
penyalahgunaan napza suntik dan melalui hubungan seksual,
dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. (Depkes, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa pasien penderita HIV/AIDS lebih
banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal tersebut
disebabkan perilaku/pergaulan laki-laki lebih bebas dibandingkan
dengan perempuan.

76
77

b. Karakteristik Umur Yang Menderita HIV/AIDS Yang


Minum Obat Antiretroviral (ARV) Di Polikilnik Puspa
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar usia dewasa awal

sebesar 62,5%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yosi

Murino (2013) bahwa dari 100 responden HIV AIDS terdiri dari

50 orang responden (50%) berumur 20-29 tahun, 35 responden

(35%) berumur 30-39 tahun dan 15 responden (15%) memiliki

umur 40-49 tahun. Hal ini disebebkan karena rata-rata dilihat dari

faktor psikologis umur 20-29 tahun selalu ingin mencoba dan

mencari jati diri, apabila salah jalan maka akan berakibat fatal,

terjerumus dalam jurang kenistaan. Hal ini juga didukung oleh

survay dari Departemen Kesehatan RI bahwa dari tahun 2013

didapatkan data penderita HIV AID umur < 1 tahun 85 penerita,

1-4 tahun 824 penderita, 5-15 tahun 384 penderita, 15-19 tahun

1411 penderita, 20-29 tahun 15277 penderita, 30-39 tahun 13225

penderita, 40-49 tahun 4822 penderita, 50-59 tahun 1244 penderita

dan >60 tahun 455 penderita (Dep Kes RI, 2013). Dapat

disimpulkan bahwa usia dewasa awal lebih banyak menderita

HIV/AIDS. Pada tahap perkembangan dewasa awal seseorang

cenderung selalu ingin mencoba dan mencari jati diri.


78

c. Karakteristik PekerjaanYang Menderita HIV/AIDS Yang


Minum Obat Antiretroviral (ARV) Di Polikilnik Puspa
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Hasil analisis menunjukan bahwa pekerjaan yang menderita

HIV/AIDS yang minum obat antiretroviral (ARV) sebagian besar

wiraswasta sebesar 32,5%.Hal ini sejalan dengan penelitian Inga

Ifada (2010) diperoleh gambaran bahwa dari 40 responden terdiri

dari 11 orang (27,5%) pegawai negeri sipil dan 29 orang (72,5%)

bukan pegawai negeri sipil, hal ini dikarenakan sebagian besar

responden HIV AIDS yang sedang berobat bukan pegawai negeri

sipil. Dapat disimpulkan pekerjaan berpengaruh secara signifikan

terhadap kepatuhan minum ARV pada penderita HIV/AIDS.

d. Karakteristik PendidikanYang Menderita HIV/AIDS Yang


Minum Obat Antiretroviral (ARV) Di Polikilnik Puspa
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Hasil analisis menunjukan bahwa pendidikan yang menderita

HIV/AIDS yang minum obat antiretroviral (ARV) sebagian besar

pendidikan tinggi sebesar 52,5%. Hal ini sejalan dengan Feuer

Stein et.al., (1986) bahwatingkat pendidikan pasien dapat

meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri,

lewat tahapan-tahapan tertentu dan menurut Singgih D. Gunarso (

1990) mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan


79

seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik,

hal ini karena semakin tinggi pendidikan maka wawasan juga akan

semakin luas.

Dari hasil penelitian Tri Paryati, (2007) didapatkan hasil bahwa

tingkat pendidikan memiliki nilai (p=0,000) p<0,05, artinya

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi munculnya stigma dan diskriminasi terhadap

ODHA. Semkain tinggi pendidikan maka seseorang akan semakin

patuh untuk minum obat ARV. Dapat disimpulkan bahwa makin

tinggi pendidikan seorang mempermudah seseorang memperoleh

informasi.

B. Analisis Bivariat

a. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan


Minum Obat Antiretroviral Pada Penderita HIV/AIDS Di
Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value =0,017 secara statistik p-

value< ɑ (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat Antiretroviral. Hal ini

sejalan dengan Lawrence Green dan Marshall Kreuter dalam Sciavo

(2007) bahwa pengetahuan seseorang merupakan salah satu faktor

predisposisi yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku seseorang.

Sedangkan menurut Siswanto, dkk (2010) bahwa pengetahuan yang

benar dan tepat tentang HIV dan AIDS menjadi salah satu poin penting

dalam upaya menghindari penularan HIV, walaupun pengetahuan yang


80

baik yang dimiliki oleh reponden ternyata tidak menjamin bahwa

responden tidak melakukan kegiatan yang beresiko terinfeksi HIV.

Hasil Riskesdas 2010 diketahui 57,5 persen penduduk 15 tahun ke atas

pernah mendengar HIV/AIDS. Tingginya persentase tersebut tidaklah

menjamin seseorang mengetahui secara menyeluruh tentang cara

penularan HIV/AIDS. Lebih dari separuh penduduk mengetahui cara

penularan HIV melalui hubungan seksual yang tidak aman dan

penggunaan jarum suntik bersama yaitu masing-masing 51,4 persen

dan 46,6 persen mengetahui cara penularan melalui transfusi darah

yang tidak aman. Persentase penduduk yang mengetahui bahwa

HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke anak selama hamil, saat

persalinan, dan saat menyusui adalah masing-masing 38,1 persen, 39,0

persen, dan 37,4 persen (Depkes, 2010).

Menurut Degrest et al (1998) bahwa kepatuhan adalah perilaku positif

penderita dalam mencapai tujuan terapi sedangkan menurut Decision

theory (2005) penderita adalah pengambil keputusan dan kepatuhan

sebagai hasil pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang

untuk tujuan tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

berobat adalah ketaatan atau kedisiplinan pasien untuk berobat dan

sanggup untuk datang kepada petugas kesehatan dan mau

melaksanankan anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan.


81

Adapun hal utama yang harus dipatuhi oleh seorang penderita

HIV/AIDS adalah minum obat ARV. .

Adapun hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan di

Kanada yang menyatakan bahwa kepatuhan adalah kunci keberhasilan

terhadap terapi ARV (Wood, 2003). Dapat disimpulkan bahwa makin

tinggi pengetahuan seseorang tentang HIV/AIDS dan pengobatan

antiretroviral maka semakin patuh minum obat karena seseorang

makin mengetahui dampak dari minum obat secara teratur.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 40 responden di

Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta.

Mengenai hubungan pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

antiretroviral (ARV) penderita HIV/AIDS, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Karakteristik demografi berdasarkan umur terbanyak adalah

umur dewasa awal sebesar 62,5%, jenis kelamin terbanyak

laki-laki sebesar 70,0%, pendidikan terbanyak pendidikan

tinggi sebesar 52,5%, pekerjaan terbanyak wiraswasta sebesar

32,5%, tingkat pengetahuan terbanyak tingkat pengetahuan

sebesar 62,5%, kepatuhan terbanyak patuh sebesar 65,0%.

2. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan

minum obat Antiretroviral pada penderita HIV/AIDS Di

Poliklinik Puspa Rumah Sakit Umum DaerahTarakan dangan P

value 0.017.

82
83

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan

adanya keterbatasan serta kekurangan dalam penelitian, maka

peneliti ingin memberikan masukan sebagai berikut :

1. Kepada pusat pelayanan kesehatan (rumah sakit)

Agar dapat melengkapi fasilitas sarana dan prasarana dalam

untuk memberikan informasi tentang HIV/AIDS agar dapat

meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan minum obat

penderita HIV/AIDS.

2. Kepada institusi pendidikan

Menyediakan sumber-sumber kepustakaan lebih banyak lagi

yang terkait dengan pengetahuan dan kepatuhan penderita

HIV/AIDS sehingga memudahkan mahasiswa

mengembangkan penelitian melalui kajian-kajian litratur yang

bervariasi.

3. Kepada masyarakat

Agar menerima penderita HIV/AIDS seperti masyarakat yang

lainnya dan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang cara penularan dan pencegahannya.

4. Kepada keluarga

Bahwa keluarga merupakan orang yang sangat berperan

penting dalam pengawasan terhadap kepatuhan minum obat

pada penderita HIV/AIDS.


84

5. Penderita HIV/AIDS dengan pengobatan antiretroviral

Dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan

antiretroviral dengan baik pada saat proses menjalankan

pengobatan antiretroviral. Selain itu penderita harus terus

mencari informasi agar pengetahuan dan kepatuhan minum

obat antiretroviral melalui media buku, mengikuti pertemuan

yang diadakan Rumah Sakit.

6. Peneliti lain

Untuk peneliti yang akan melanjutkan penelitian kualitatif

tentang gambaran kepatuhan penderita HIV/AIDS dalam

mengkonsumsi obat antiretroviral.

7. Perawat (petugas kesehatan)

Untuk para perawat agar lebih banyak memberikan informasi

yang benar dan lengkap mengenai dampak dari tidak patuh

atau terputusnya minum obat ARV.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI.(2010). Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia. www.depkesri-jumlah-


populasi-hiv-aid-indonesia.html. Diakses tanggal 13 Januari 2014.

Dharma, KK. (2011). Metodologi penelitian keperawatan : Panduan melaksanakan dan


menerapkan hasil penelitian. Jakarta : Trans Info Media.

Dina, M.(2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan pada penderita


HIV di Klinik “A” Bandung.

Djoerban & Djauzi. (2007). Penatalaksanaan ODHA. www.news-


medical.net/health/What-is-HIVAIDS.aspx. Diakses tanggal 7 Februari
2014.

Hastono & Sutanto, P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok : FKM UI.

Hidayat, A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta :
Salemba Medika.

Meta. (2012). HIV/AIDS dan sistem kekebalan tubuh.


www.modernhospital.net/kesehatan-wanita.html. Diakses tanggal 22 Januari
2014.

Michel, C. (2011). HIV dan angka CD4. www.medicalnewstoday.com/categories/hiv-


aids. Diakses tanggal 1 Februari 2014.

Murtiastutik. (2008). Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih regimen ARV.
www.whitehouse.gov/.../eop/onap/nhas. Diakses tanggal 11 Februari 2014.

Notoatmodjo, S. (2003). Teori pengetahuan. Jakarta : Salemba Medika.

_____________ (2010). Metode penelitian kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian keperawatan. Jakarta :


Info Medika.

Patterson. (2010).Pencegahan HIV/AIDS di Indonesia.


www.nhs.uk/conditions/hiv/.../introduction.aspx. Diakses tanggal 28 Januari
2014.

Rahmad. (2012). Strategi penanggulangan HIV/AIDS tahun 2003-2007. Jakarta.

Siswanto, dkk. (2010). Penanggulangan HIV/AIDS.


www.plannedparenthood.org/...hiv.../hiv-aids-4264. Diakses tanggal 28
Januari 2014.
Smet B. (2004). kepatuhan sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan.
www.modernhospital.net/kesehatan-wanita. Diakses tanggal 15 Februari
2015.

Sudikno, dkk. (2011). Pengetahuan HIV dan AIDS pada remaja di Indonesia. Dalam
Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol 1 No 3, hal 145-154.
http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/view/1390. Diakses
tanggal 20 Januari 2013.

Sugiyono, Dr., Prof (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.

Suparyanto. (2010). Pencegahan HIV/AIDS.


www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.../HIV_and_AID. Diakses
tanggal 3 Februari 2014.

Taylor. (2011). Kepatuhan penderita HIV/AIDS dalam berobat.


www.huffingtonpost.com/news/hivaids/. Diakses tanggal 15 Februari 2014.

Tri Paryati. (2007). Hubungan faktor pendidikan formal terhadap pencegahan


penularan HIV/AIDS di lokalisasi Surabaya 2007. Surabaya : FKIP Unair.

Usman H. (2012). Tanda HIV/AIDS.


www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.../HIV_and_AID. Diakses
tanggal 2 Februari 2014.

WHO. (2013). Jumlah kasus HIV/AIDS. www.detiknews.com. Diakses tanggal 20


Januari 2013.

Wood, E. (2003). Kepatuhan penderita HIV terhadap ARV. www.emedicinehealth.com ›


home › infections center › infections az list. Diakses tanggal 18 Februari
2014.

Yuyun, Y. (2010). Faktor pelayanan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan pasien di


RSUD Timoho 2010.

Yuyun Yuniar, dkk .(2011). Pencegahan HIV/AIDS.


www.mayoclinic.org/diseases.../hiv-aids/basics/.../con-20013. Diakses
tanggal 30 januari 2014.
LAMPIRAN 1

PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth
Bapak/Ibu Calon Responden
Di Jakarta

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (PSIK FIKES UMJ)
Nama : ANASTIA ESTIANING RETNO WULANDARI
NPM : 2012727097

Akan melakukan penelitian dengan judul : HUBUNGAN TINGKAT


PENGETAHUNAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT
ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA PENDERITA HIV/AIDS DI POLIKLINIK
PUSPA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN. Bersamaan ini saya mohon
untuk menjadi responden dan menandatangani lembar persetujuan, serta menjawab
seluruh pertanyaan dalam lembar kuisioner sesuai dengan petunjuk yang ada, jawaban
yang diberikan akan saya jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian.

Atas perhatian dan partisipasinya dalam penelitian ini saya ucapkan banyak terima
kasih.

Peneliti

ANASTIA ESTIANING RETNO WULANDARI


LAMPIRAN 2

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi dalam
penelitian yang dilakukan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta (PSIK FIKES UMJ). Dengan judul penelitian : HUBUNGAN
TINGKAT PENGETAHUNAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT
ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA PENDERITA HIV/AIDS DI POLIKLINIK
PUSPA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN. Saya juga mengerti bahwa
data mengenai penelitian ini dirahasiakan oleh peneliti dan hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian.

Saya telah diberikan penjelasan tentang penelitian ini dan saya mengetahui bahwa
informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya bagi perkembangan
pengetahuan, khususnya keperawatan.

Dengan ini saya secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun menyatakan
bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Jakarta, 2014

(…………………………)
LAMPIRAN 3

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM


OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA PENDERITA HIV/AIDS DI
POLIKLINIK PUSPA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

YTH. BAPAK IBU RESPONDEN

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, maka kami mohon kesediaan
bapak/ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya dan seobyektif
mungkin. Bapak/ibu tidak perlu mencantumkan identitas bila tidak berkenan. Atas
bantuan dan kesediaannya kami ucapkan terima kasih.

PETUNJUK PENGISIAN :

Mohon dengan hormat bapak/ibu menjawab semua pertanyaan yang ada dengan
memberikan tanda (√) pada kolom yang sudah disediakan

KUESIONER A
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. JenisKelamin
Laki-laki Perempuan

2. Umur
Remaja (15-20 tahun)

Dewasa awal (20-35 tahun)

Dewasa akhir (36-45 tahun)

3. Pekerjaan
PNS/PORLI Buruh
Karyawan Tidak bekerja
Wiraswasta
4. Pendidikan
SD SMA
SMP PT
KUESIONER B
Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan pengalaman
saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat dua pilihan jawaban yang
disediakan untuk setiap pernyataan itu :
B : Benar
S : Salah
Selanjutnya, Anda diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda silang (X) pada
salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman anda. Tidak ada jawaban yang
benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri anda yang
sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran anda.
N PERTANYAAN BENAR SALAH
O
1 AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
HIV yang ditandai dengan gejala menurunnya system
kekebalan tubuh.
2 Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya
jenis sel darah putih yang dites melalui CD4.
3 Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala
apapun dalam jangka waktu yang relative lama (±7-10
tahun) setelah tertular HIV.
4 Cara penularan HIV/AIDS salah satunya melalui
hubungan seksual, penggunaan alat suntik secara
bergantian.
5 Untuk mengurangi resiko mendapatkan infeksi,
penderita HIV dianjurkan untuk selalu menjaga
kebersihan diri dan menjalankan pengobatan teratur.
6 Jarum suntik sebaiknya digunakan sekali pakai dan
jarum bekas atau benda tajam lainnya di buang ketempat
khusus.
7 Kondisi penyakit penyerta HIV AIDS penggunaan obat
lain secara bersamaan akan meningkatkan resistensi
terhadap satu atau lebih ARV.
8 Antiretroviral therapy mendorong suatu evolusi dalam
perawatan penderita HIV/AIDS.
9 Pemberian ARV tergantung tingkat progresivitas
masing-masing penderita.
10 Penurunan jumlah CD4 menandakan sistem kebebalan
tubuh juga ikut menurun.
KUESIONER C
Tingkat Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan pengalaman
saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat empat pilihan jawaban
yang disediakan untuk setiap pernyataan itu :
1 : Tidak Pernah 2 : Jarang 3 : Sering 4 : Selalu

Selanjutnya, anda diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda silang (X) pada
salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman anda. Tidak ada jawaban yang
benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri anda yang
sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran anda.

No. Pertanyaan 1 2 3 4
1 Apakah anda pernah lupa meminum antiretroviral.
2 Apakah anda pernah terlambat mengambil obat ke Rumah
Sakit.
3 Apakah anda pernah mengurangi dosis obat sesuai yang
dianjurkan dokter selama mendapatkan pengobatan.
4 Apakah anda meminum obat secara lengkap/ semua obat
yang dianjurkan selama mendapatkan pengobatan.
5 Apakah anda meminum obat sesuai jadwal yang di
anjurkan selama mendapatkan pengobatan.
6 Apakah anda berhenti meminum obat tanpa memberitahu
dokter /petugas kesehatan.
7 Apakah anda selalu mengikuti perintah dokter/petugas
kesehatan.
8 Apakah anda saat menelan obat harus ada anggota
keluarga.

Anda mungkin juga menyukai