KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena dengan rahmat dan
hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Leukemia
Pada Anak, yang di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Keperawatan Anak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah
membaca makalah ini, demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
1. DEFINISI …………………………………………. 3
2. ETOLOGI …………………………………………. 3
3. PATOFISIOLOGI …………………………………. 7
6. PENATALAKSANAAN …………………………. 10
1. PENGKAJIAN .…………………………………... 14
4. INTERVENSI ................................................... 16
BAB III PENUTUP …………………………………………………… 26
A. KESIMPULAN ……………………………………….. 26
B. SARAN ……………………………………………….. 27
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima yang
berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan
oleh sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah yang bersifat
kanker membelah secara tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel darah normal.
Di Indonesia kasus leukemia sebanyak ± 7000 kasus/tahun dengan angkakematian mencapai
83,6 % (Herningtyas, 2004). Data dari International Cancer Parent Organization (ICPO)
menunjukkan bahwa dari setiap 1 juta anak terdapat120 anak yang mengidap kanker
dan 60 % diantaranya disebabkan oleh leukemia(Sindo, 2007). Data dari WHO
menunjukkan bahwa angka kematian di AmerikaSerikat karena leukemia meningkat 2
kali lipat sejak tahun 1971 (Katrin, 1997).Di Amerika Serikat setiap 4 menitnya
seseorang terdiagnosa menderita leukemia.Pada akhir tahun 2009 diperkirakan 53.240
orang akan meninggal dikarenakan leukemia (TLLS, 2009).
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
2. Mengetahui Proses Terjadinya Leukemia
3. Mengetahui Proses Asuhan Keperawatan pada Leukamia
C. MANFAAT PENULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
asuhan keperawatan Leukemia. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan
adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Keperawatan Anak.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
1. BAB I PENDAHULUAN
a. Latarbelakang
b. Tujuan Penulisan
c. Manfaat Penulisan
d. Sistematika Penulisan
2. BAB II PEMBAHASAN LEUKAMIA
A. KONSEP MEDIK
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Penatalaksanaan
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Analisa Data
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi Keperawatan
3. BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
4. DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN LEUKAMIA
A. KONSEP MEDIK
1. DEFINISI
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun
1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel
induk hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau
banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada
waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi
progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
2. ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
a. Host
Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan
leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia
2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan
antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60
tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat
insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9 dari setiap
100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan
terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua.
Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4
tahun.
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los Angeles County-University
of Southern California (LAC+USC) Medical Centre melaporkan bahwa penderita
leukemia menurut etnis terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan
keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari pasien non-
hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan
Kaukasia (4,6%).
Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut.
Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom
Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom
trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam
keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita
naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia
berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia.
b. Agent
Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Ada
beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab
leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita
leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti
retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia.
HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh
mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma
sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain,
khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif
digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi
mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah
ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih
banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi.
Begitu juga dengan penderitaankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari
2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga
dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat
menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case controlmenunjukkan bahwa
orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama
LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan
2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok
mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa
merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-
10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10
tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles
(2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan merokok.
Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat dapat
meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok
tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
c. Lingkungan (Pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan
kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar
kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan
desain case control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu
rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah
mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan
mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang
menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan
dibanding orang yang tidak menderita leukemia.
3. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada
sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah
normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah
normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal
yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi
perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau
perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal
dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bias menyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak,
nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang
dan sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia
dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh
sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura
atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100
ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia
dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami
gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan
kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan
atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan
perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase
kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan
lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan
demam yang disertai infeksi.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan
pemeriksaan sumsum tulang.
Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang
leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit.
Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm 3, sedangkan pada
penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm 3.
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat
perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara
(leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada
penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40%
dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan
limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular
dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah
granulosit lebih dari 30.000/mm3.
6. PENATALAKSANAAN
a. Kemoterapi
Kemoterapi pada penderita LLA
Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan
banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan
memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan
asparaginase.
Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan
untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya
sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang
digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap
ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan
dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf
pusat.
Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun.
Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya
95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80%
orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup
jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum
tulang dan SSP.
Kemoterapi pada penderita LMA
Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi
sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Walaupun remisi
komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi
tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di
masa yang akan datang.
Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi
konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat
dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada
fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup masih
2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia:
Pucat
Kelemahan
Sesak
Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia:
Demam
Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia:
Ptechiae
Purpura
Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola:
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
f. Kaji adanya pembesaran testis
g. Kaji adanya:
Hematuria
Hipertensi
Gagal ginjal
Inflamasi disekitar rectal
Nyeri
(Suriadi,R dan Rita Yuliani, 2001: 178)
2. ANALISA DATA
a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :
Lelah
Letargi
Pusing
Sesak
Nyeri dada
Napas sesak
Priapismus
Hilangnya nafsu makan
Demam
Merasa cepat kenyang
Waktu ycng cukup lama
Nyeri Tulang dan Persendian.
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :
Pembengkakan Kelenjar Lympa
Anemia
Perdarahan
Gusi berdarah
Adanya benjolan tiap lipatan
Ditemukan sel-sel muda
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial.
Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004: 331).
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia.
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk
mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah
preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang
harus dilakukan oleh perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun
rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L: 2004)
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan:
Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi:
Pantau suhu dengan teliti
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional: untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci
tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional: untuk intervensi dini penanganan infeksi
Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional: rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional: menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional: untuk mendukung pertahanan alami tubuh
Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan:
Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi:
Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional: untuk mencegah mual dan muntah
Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional: untuk mencegah episode berulang
Kaji respon anak terhadap anti emetic
Rasional: karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional: bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional: untuk mempertahankan hidrasi\
e. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
Tujuan:
pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi:
Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional: untuk mendapatkan tindakan yang segera
Hindari mengukur suhu oral
Rasional: untuk mencegah trauma
Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
Rasional: untuk menghindari trauma
Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat
Rasional: untuk menuingkatkan penyembuhan
Gunakan pelembab bibir
Rasional: untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional: karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional: agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
Inspeksi mulut setiap hari
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional: untuk membantu melewati area nyeri
Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional: dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,
memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan
mukosa
Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional: untuk mencegah atau mengatasi mukositis
Berikan analgetik
Rasional: untuk mengendalikan nyeri
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan:
pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi:
Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional: jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan
muntah serta kemoterapi
Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional: untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
Rasional: untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional: untuk mendorong agar anak mau makan
Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional: karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional: kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam
mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB
dan pengukuran antropometri kurang dari normal
i. imobilitas Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan
Tujuan:
pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi:
Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut
anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional: untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan
rambut
Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin
atau dingin
Rasional: karena hilangnya perlindungan rambut
Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional: untuk menyamarkan kebotakan parsial
Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau
teksturnya agak berbeda
Rasional: untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan
rambut baru
Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig,
skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional: untuk meningkatkan penampilan
BAB III
PENUTUP
a. KESIMPULAN
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima yang
berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan
oleh sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah yang bersifat
kanker membelah secara tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel darah normal.
Leukemia ada 4 jenis berdasarkan asal dan kecepatan perkembangan selkanker yaitu
Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), Leukemia Mielositik Kronik (LMK), Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA), dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK) (Medicastore, 2009).
Gejala – gejala yang dirasakan antara lain anemia,wajah pucat, sesak nafas,
pendarahan gusi, mimisan, mudah memar, penurunanberat badan, nyeri tulang dan
nyeri sendi.
Di Indonesia kasus leukemia sebanyak ± 7000 kasus/tahun dengan angkakematian mencapai
83,6 % (Herningtyas, 2004). Data dari International Cancer Parent Organization (ICPO)
menunjukkan bahwa dari setiap 1 juta anak terdapat120 anak yang mengidap kanker
dan 60 % diantaranya disebabkan oleh leukemia(Sindo, 2007). Data dari WHO
menunjukkan bahwa angka kematian di AmerikaSerikat karena leukemia meningkat 2
kali lipat sejak tahun 1971 (Katrin, 1997).Di Amerika Serikat setiap 4 menitnya
seseorang terdiagnosa menderita leukemia.Pada akhir tahun 2009 diperkirakan 53.240
orang akan meninggal dikarenakan leukemia (TLLS, 2009).
Kemoterapi merupakan jenis pengobatan yang menggunakan obat - obatan
untuk membunuh sel - sel leukemia, tetapi juga berdampak buruk karena membunuh
sel- sel normal pada bagian tubuh yang sehat.
b. SARAN
Bagi para pembaca kami berharap agar tidak merasa puas dengan makalah yang kami
tulis ini sehingga menambah minat untuk mencari sumber lain. Karena kami pun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
DAFTAR PUSTAKA