BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Agar labih memahami tingkat kemunduran mutu ikan sehinga dapat
membedakan sampai batas mana ikan layak dikonsumsi.
1 Universitas Sriwijaya
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2 Universitas Sriwijaya
3
3 Universitas Sriwijaya
4
suhu penyimpanan. Tingkat mutu Ikan tidak bisa di tingatkan naik, karena kita
hanya bisa untuk mempertahankan mutu ikan agar mutu ikan tidak terjun ke
bawah dan menjadi ikan busuk atau ikan yang berkualitas rendah (Junianto,
2003).
4 Universitas Sriwijaya
5
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
5 Universitas Sriwijaya
6
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari praktikum pengamatan kemunduran mutu
ikan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1.1. Hasil pengamatan kemunduran mutu ikan
Mata Insang Daging Bau Tekstur
No. Ikan Sample
0 15 30 0 15 30 0 15 30 0 15 30 0 15 30
1 9 7 5 9 6 3 9 7 4 9 8 6 9 8 6
1 Lele (Clarias
bathracus) 2 8 7 4 7 5 3 8 7 3 8 7 5 8 7 5
3 7 6 3 6 4 3 7 6 3 7 5 4 6 6 4
Patin 1 9 8 7 9 7 6 9 8 7 9 7 6 9 7 6
2
(Pangasius 2 9 8 7 8 7 6 8 7 6 9 8 7 9 7 6
pangasius) 3 9 8 7 9 8 6 9 7 6 8 7 6 9 8 7
1 9 9 8 9 9 8 9 9 8 9 9 8 9 9 8
Nila
(Oreochromis 2 9 9 8 9 8 7 9 8 7 9 8 8 9 8 7
3
niloticus) 3 7 6 5 6 5 3 6 5 3 5 4 3 4 3 2
1 6 5 4 8 7 6 8 7 6 8 7 6 8 7 6
Bandeng
4 (Chanos 2 5 4 3 7 6 5 6 5 4 6 5 4 8 7 6
chanos)
3 5 4 3 5 4 3 5 4 3 5 4 3 6 5 4
1 6 5 3 6 5 3 5 4 3 6 4 3 4 3 3
Sarden
5 (Sardinila 2 6 5 3 7 6 5 7 6 4 6 5 4 5 4 3
lemuru)
3 5 4 3 6 5 3 6 5 4 7 6 5 5 4 3
1 6 5 4 7 5 4 6 5 4 7 6 5 6 4 3
Tongkol
6 (Euthynnus 2 6 5 3 6 5 3 5 4 3 7 5 4 5 4 3
affinis)
3 5 4 3 6 4 3 6 3 3 6 5 3 5 3 2
1 6 5 4 7 6 4 7 5 4 6 5 4 4 3 2
Salem
7 (Scomber 2 7 6 4 6 5 4 6 5 4 7 6 5 5 4 3
japonicus)
3 4 5 6 4 5 6 5 6 5 6 5 5 6 5 4
4.2. Pembahasan
6 Universitas Sriwijaya
7
Pada praktikum kali ini membahas tentang penurunan mutu ikan. Ikan yang
digunakan yaitu ikan patin (Pangasius-Pangasius). Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan tiga sampel yaitu 0 menit, 15 menit dan 30 menit. Pengamatan yang
kami lakukan yaitu mengamati mata, insang, tekstur daging, keadaan kulit, dan
lender, keadaan perut dan sayatan, serta bauikan. Keadaan mata ikan patin yang
yang kami amati, pada sampel waktu 0 menit mata mulai cekung namun kornea
masih masih cerah dan pupil masih berwarna outih jernih. Pada sampel waktu 15
menit yaitu mata cekung, kornea pucat mulai gelap tidak cemerlang dan pupil
mulai pucat keabuan. Pada sampel waktu 30 menit mata sudah sangat cekung,
kornea tidak cemerlang dan pupil berwarna abu-abu keruh. Keadaan insang ikan
patin yang kami amati, dua ekor ikan tongkol yakni pada sampel 0 menit dan 15
menit warna insangnya merah tua atau merah cemerlang tanpa adannya lender,
tidak tercium bau yang menyimpang, sedangkan satu ekor pada sampel 30 menit
warna insang merah coklat bahkan sampai keabuabuan, bau menyengat dan lender
tebal.
Keadaan Tekstur daging ikan tongkol yaitu pada sampel 0 menit dan 15 menit
diantaranya keadaannya masih elastik dan jika ditekan tidak meninggalkan bekas
jari serta padat atau kompak, sedangkan satu ekornya pada sampel 30 menit
dagingnya sudah kehilangan keelastisannya, lunak jika di tekan dengan jari akan
meninggalkan bekas dan lama kelamaan hilang. Keadaan kulit dan lender ikan
tongkol yang kami amati, dua ekor diantaranya masih segar warnanya masih
sesuai dengan aslinya dan namun tidak begitu cemerlang. Lender dipermukaan
jernih dan transparan dan baunya segar. Sedangkan satu ekornya busuk warnanya
sudah pudar dan memucat, lender tebal dan sudah menggumpal dan lengket.
Keadaan perut dan sayatan daging ikan tongkol yang kami bawa, ikan pada
sampel 0 menit masih segar perutnya masih utuh, tidak pecah dan warna sayatan
daging cemerlang serta jika ikan di belah maka daging melekat kuat pada tulang
terutama rusuk. Pada sampel 15 menit perut masih utuh namun warna sayatan
daging sudah agak keruh dan sudah mulai mudah dirobek. Pada sampel 30 menit,
sayatan daging mulai pucat dan tidak cemerlang. Ini menandakan ikan sudah
mengalami kemunduran mutu yang sangat signifikan dan dapat dilihat.
7 Universitas Sriwijaya
8
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum pengamatan dan kemunduran mutu ikan adalah
sebagai berikut.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan adalah suhu, dan
ukuran tubuh ikan
2. Fase tingkat kemunduran mutu ikan ada 3 yaitu prerigormotis, rigormotis dan
postrigormotis
3. Ikan yang layak dikonsumsi bernilai organoleptik 8-9 dan yang tidak layak
dikonsumsi bernilai 2-4
4. Cara penanganan ikan dapat mengalami kemunduran mutu ikan
5. Perbedaan waktu dari penangkapan sampai dengan proses pengolahan dapat
menyebabkan kemunduran mutu ikan
5.2. Saran
Pada saat melaksanakan praktikum pada tanggal 14 februari 2019. Keadaan
saat melakukan praktikum kurang efektif dikarenakan parktikan kuarang
memperhatikan asisten pada saat menjelaskan. Alangkah lebih baiknya untuk
praktikum selanjutnya lebih kondusif.
8 Universitas Sriwijaya
9
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai
macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan asin yang dihasilkan.
9 Universitas Sriwijaya
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10 Universitas Sriwijaya
11
setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan palingbawah wadah
merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada prosespenggaraman
umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.Pada waktu ikan
bersentuhan dengan kulit atau daging ikan (yang basah/berair),garam itu mula-
mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akanmeresap kedalam
daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidaklangsung menyerap
air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan akan
semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikansemakin
berkurang (Budiman, 2008).
Penggaraman kering digunakan untuk ikan yang berukuran besar maupun
kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk kristal. Ikan yang akan
diolah ditaburi garam lalu disusun secara berlapis–lapis. Setiap lapisan ikan
diselingi lapisan garam. Selanjutnya lapisan garam akan menyerap keluar cairan
di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang
dapat merendam seluruh lapisan ikan. Setelah penggaraman kemudian ikan
dijemur di bawah sinar matahari langsung sampai kering. Proses ini untuk
membantu menurunkan kadar cairan di dalam tubuh bakteri. Dengan demikian,
aktivitas bakteri yang tahan terhadap garam berkonsentrasi tinggi dapat dihambat,
bahkan bakteri dapat terbunuh. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman,
sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan yang tinggi
karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali
autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja
garam menjalankan fungsi kedua ini adalah garam menyerap cairan tubuh ikan
sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan
akhirnya mematikan semua bakteri yang ada dan memperlambat adanya jamur
yang berkembang (Oktarian, 2016).
11 Universitas Sriwijaya
12
erajat keasinan yang diinginkan. Didalam proses osmosis, kepekaan makin lama
makin berkurang, karena air dari dalam daging ikan secara berangsur-angsur
masuk kedalam larutangaram, sementara sebagian molekul garam masuk kedalam
daging ikan. Karenakecenderungan daging ikan penurunan kepekaan larutan
garam itu, maka prosesosmosis akan semakin lambat dan pada akhirnya berhenti.
Larutan garam yanglewat jenuh adalah jumlah garam lebih banyak dari jumlah
yang dapat dilarutkan sehingga dapat dipergunakan untuk memperlambat
kecenderungan itu (Adawiyah, 2007).
Bedanya dengan penggaraman kering adalah larutan garam perendamikan
dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi larutan ini disesuaikan dengan seleradan
keperluan. Umumya larutan garam yang digunakan 30% - 50% (setiap 100liter
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Kench salting hampir sama
denganpenggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk dibiarkan
mengalirkeluar dari wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi
berupakeranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan
dipadatkanserta ditutup rapat (Moeljanto, 1992).
Proses penggaraman dengan menggunakan metode penggaraman basah perlu
dijaga kemurnian garamnya. Selain kemurnian garam, ukuran butiran (kristal
garam) juga mempengaruhi hasil penggaraman. Bila proses penggaraman
menggunakan cara pengeringan kering, maka sebaiknya menggunakan garam
yang memiliki ukuran butiran sedang. Jika ukuran kristal garamnya terlalu besar,
terbentuknya larutan menjadi sangat lambat sehingga meresapnya ke dalam
daging ikan menjadi lama. Hal ini bisa mengakibatkan ikan menjadi busuk
sebelum larutan garam masuk ke dalam daging ikan. Sebaliknya bila butiran
garam terlalu halus, proses peresapan menjadi terlalu cepat dan cepat pula habis
mengalir ke bawah. Akibatnya lapisan daging ikan bagian atas larutan garamnya
cepat hilang dan menyebabkan lebih mudah membusuk. Ukuran kristal garam
yang digunakan sebaiknya juga disesuaikan dengan besar kecilnya ukuran ikan.
Untuk ikan-ikan kecil sebaiknya menggunakan butiran garam yang lebih halus
agar meresapnya lebih mudah sedangkan untuk ikan-ikan sedang dan besar,
sebaiknya menggunakan butiran garam ukuran sedang. Sebab disamping sebagai
bahan pengawet, garam juga berfungsi sebagai pemberi rasa enak bila ikan itu
12 Universitas Sriwijaya
13
sudah dimasak Produk ikan asin kering yang sudah jadi perlu dijaga kualitasnya
selama proses penyimpanan supaya kualitasnya tidak menurun (Hasanah, 2013).
13 Universitas Sriwijaya
14
lagi bagi pengolahan produk makanan, hanya saja cara ataupun alat yang
dikembangkan akan terus berubah seiring dengan kebutuhan. Berkembangnya
teknologi yang telah disesuaikan dengan tingkat kebutuhan telah melahirkan
beragam alat pengering produk pangan baik itu modern ataupun konvensional.
Solar Dryer adalah salah satu jenis alat pengering yang telah banyak digunakan
oleh home industry. Penggunaan alat ini dikatakan sangat ekonomis karena
menggunakan tenaga matahari langsung dan tidak menggunakan listrik, walaupun
ada beberapa solar dryer yang menggunakan kipas sebagai penghantar panas.
Bahan pangan tidak akan kontak langsung dengan udara dikarenakan bahan
pangan diletakkan dalam tempat yang nantinya akan dialiri udara panas kedalam
ruangan. Hal tersebut mencegah terjadinya kontaminasi dari debu, asap
kendaraan, maupun hewan pengganggu (Siallagan, 2014).
Secara prinsip cara kerja solar dryer adalah dengan mengaliri udara yang
akan melewati solar collector sehingga udara yang dibawa akan memiliki suhu
tinggi yang selanjutnya melewati tempat bahan pangan diletakkan. Udara akan
mengalir keluar beserta uap air yang dibawa melalui lubang-lubang aerasi. Prinsip
perbedaan tekanan dan suhu udara yang biasanya digunakan oleh alat solar dryer
tanpa bantuan blower. Ketika udara panas dihembuskan di atas bahan makanan
basah, panas akan ditransfer ke permukaan dan perbedaan tekanan udara akibat
aliran panas akan mengeluarkan air dari ruang antar sel dan menguapkannya.
Keunggulan dari alat ini adalah konstruksi bangunan yang terbilang sederhana dan
mudah dibuat, tidak menggunakan listrik, biaya pembuatan yang murah, dan
mengurangi kontaminasi dari udara langsung. Disamping kelebihannya, solar
dryer ini mempunyai kekurangan yaitu fluktuasi cahaya matahari akan
mempengaruhi suhu pengeringan sehingga lama waktu pengeringan akan
dipengaruhi sehingga dibutuhkan design yang efisien dalam pembuatan solar
dryer. Namun bukan berarti hal tersebut menghalangi dalam penggunaan solar
dryer, telah banyak digunakan blower ataupun penambahan solar collector untuk
mempercepat proses pengeringan (Rahmawati, 2015).
14 Universitas Sriwijaya
15
15 Universitas Sriwijaya
16
Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air
yang terlepas dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan
berlangsung lebih cepat. Tanpa adanya pergerakan udara, misalnya jika
penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya hembusan angin), pengeringan akan
berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan alami juga dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung. Makin tinggi
intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung
begitupun sebaliknya. Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven
dapat digunakan sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12
jam. Lebih lama dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperatur
oven harus di atas 140o derajat Fahrenheit. Kelebihan pengeringan buatan adalah
suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur seuai keinginan, tidak
terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan
pengeringan buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta
biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami (Rahmawati, 2015)
16 Universitas Sriwijaya
17
dan pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar
garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme patogen
termasuk Clostridium botulinum kecuali Streptococcus aureus dapat dihambat
oleh konsentrasi garam sampai 10 – 12%. Beberapa mikroorganisme terutama
jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat tumbuh dengan cepat dengan adanya
garam. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme seperti
bakteri halofilik (bakteri yang tahan hidup pada konsentrasi garam yang tinggi)
dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi membutuhkan
waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya akan terjadi
pembusukan (Aristanti, 2015).
Faktor yang mempengaruhi proses penggaraman diantaranya adalah
konsentrasi garam, semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan, semakin
cepat proses masuknya garam ke dalam daging ikan. Akan lebih baik apabila
digunakan garam kristal untuk mengasinkan. Faktor yang kedua adalah jenis
garam, garam dapur murni (NaCl 95%) lebih mudah diserap dan menghasilkan
ikan asin dengan kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur
lain (Mg, Ca, senyawa sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat
menghambat penetrasi garam dan merusak rasa ikan. Faktor yang ketiga adalah
ketebalan daging ikan, semakin tebal daging ikan, proses pengasinan akan
membutuhkan waktu yang semakin lama dan garam yang lebih banyak. Sehingga
ikan-ikan besar biasanya dikeping atau diiris tipis sebelum diasinkan. Faktor yang
keempat adalah kadar lemak dalam daging, Semakin tinggi kadar lemak yang
terdapat dalam tubuh ikan, semakin lambat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.
Faktor yang kelima adalah kesegaran daging ikan, ikan yang kurang segar
memiliki daging yang lebih lunak dan cairan tubuh yang mudah keluar, sehingga
proses pengasinan bisa lebih cepat. Namun juga garam yang masuk terlalu banyak
sehingga ikan menjadi terlalu asin dan kaku (Rahmawati, 2015).
17 Universitas Sriwijaya
18
bentuk utuh atau disiangi atau berupa potongan. Diangkat dari Standar Pertanian
Indonesia – Perikanan SPI-KAN-02-03-1983 dan Standar Perdagangan SP-175-
1985 dengan perubahan format sesuai dengan pedoman penulisan Standar
Nasional Indonesia (SNI), tanpa perubahan pada isi pokok standar tersebut.
Standar ini disusun mengingat produk ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dan diekspor, sedangkan ikan asin kering masih diolah dengan cara dan
peralatan yang sederhana, serta tidak selalu memenuhi persyaratan teknis, sanitasi,
dan higiene. Penyusunan standar ini berdasarkan hasil survey di beberapa daerah
penghasil ikan asin kering, seperti: DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa
Barat, Sumatera Utara, hasil uji coba laboratorium Balai Bimbingan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BBPMHP) Ditjen Perikanan, Laboratorium
Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Dinas Perikanan
Daerah dan hasil konsensus dengan pihak yang terkait yang diselenggarakan oleh
Komisi Standarisasi Pertanian Indonesia (Roliz, 2017).
SNI 01-2721-1992 Standar ini berlaku untuk ikan yang digarami dan
dikeringkan dengan sinar matahari atau alat pengering mekanik baik dalam bentuk
utuh, disiangi atau berupa potongan. Standar ini tidak berlaku untuk produk yang
mengalami pengolahan lebih lanjut. Ikan asin kering suatu produk olahan ikan
dengan cara penggaraman dan pengeringan dalam bentuk utuh atau disiangi atau
berupa potongan. Standar ini mempunyai 1 (satu) tingkatan mutu. Cara
pembuatan/pengolahan ikan asin kering yang dimaksudkan dalam standar ini
harus sesuai dengan SPI-KAN-SPP-1989. Bahan baku ikan asin kering harus
memenuhi syarat kesegaran, kebersihan dan kesehatan sesuai dengan SPI-KAN-
01-1989. Bahan pembantu dan tambahan yang dipakai harus tidak merusak,
mengubah komposisi dan sifat khas ikan asin kering dan harus sesuai dengan
persyaratan yang berlaku di Depkes R.I (Nurdiana, 2016).
18 Universitas Sriwijaya
19
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
19 Universitas Sriwijaya
20
20 Universitas Sriwijaya
21
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalahsebagai berikut:
Tabel 4.1.2. Hasil organoleptik penggaraman dan pengeringan
Spesifikasi Nilai Kelompok
1 2 3 4 5 6 7
B K B K B K B K B K B K B K
Kemampuan 4 - - - 2 - - - - - 2 - 3 -
Bau 4 - - - 1 - - - - - 1 - 2 -
Rasa 5 - - - 1 - - - - - 2 - 2 -
Tekstur 5 - - - 2 - - - - - 2 - 3 -
Jamur ( ada) - - - - - - - - - - - - - -
Jamur
(tidak ada)
Keterangan:
1 = Sangat suka
2 = Suka
3 = Cukup suka
4 = Tidak suka
5 = Sangat tidak suka
21 Universitas Sriwijaya
22
4.2. Pembahasan
Pada praktikum kami melakukan penggaraman pada ikan segar yang mana
kelompok kami dapat melakukan perlakuan terhadap ikan betok (Anabas
testudineus). Seperti yang telah kita ketahui bahwa garam bersifat higroskopis
yang dimana kinerja dari garam tersebut saaat dilumuri diseluruh permukaan
tubuh ikan yakni dengan garam tersebut menarik keluar air dari dalam tubuh ikan
atau dapat dikatakan garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam juga
menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu
karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan
menyebabkan kematian.
Hal yang pertama dilakukan saat praktikum adalah menimbang berat garam
sesuai perlakuan, dimana diuji untuk ikan pertama dengan persentasi garam 10%
dan ikan kedua dengan garam sebesar 15%. Praktikum dilaksanakan yang
selanjutnya menyiangi atau membersihkan bagian dalam tubuh ikan baik itu
jeroan ataupun insang dengan dilanjutkan membelah tubuh ikan menjadi dua
dengan bentuk butterfly, setelah itu ikan dicuci bersih lalu dilumuri dengan garam
yang konsentrasi dan persenya telah ditentukan sebelunya. Penggunaan garam
yakni menggunakan garam halus, garam dapat terserap kedalam tubuh ikan dan
menarik keluar air dari dalam tubuh ikan tersebut.
Setelah penggaraman dilanjutkan dengan pengeringanikan tersebut selama
satu sampai dua hari. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi awet karena
garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan. Selain itu
dengan dilakukannnya pengeringan kadar air dalam ikan yang menjadi faktor
dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebih
sempurna. Saat uji organoleptik mengenai produk ikan asin yang telah jadi,
dimana ikan asin yang kering dengan penggaraman yang sempurna yakni ikan
betok dengan rasa dan aroma yang pas. Akan tetapi kelompok kami yaitu
kelompok dua tidak bisa melakukan uji organoleptik dikarenakan ikan betok yang
telah dilakukan penggaraman tidak ada (dimakan kucing), karena salah satu
anggota kelompok kami yang membawa ikan yang telah dilakukan penggaraman
tersebut tidak mengawasinya, ditinggal didalam kosan untuk pulang kampung.
Jadi tanpa sepengetahuan ikan hasil penggaraman dimakan kucing.
22 Universitas Sriwijaya
23
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu sebagai berikut.
1. Garam berfungsi untuk menarik air keluar dari dalam tubuh ikan
2. Garam yang baik untuk penggaraman yakni garam yang sedikit mengandung
Ca dan Mg.
3. Setiap bahan pangan yang mengalami pengeringan akan mengalami
penurunan berat, karena adanya penguapan pada bahan pangan saat
pengeringan dan yang tersisa hanya padatan dan air yang terikat.
4. Akan terjadi perubahan warna pada bahan pangan setelah proses pengeringan,
hal ini dikarenakan adanya reaksi-reaksi non-enzimatik.
5. Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan antara lain suhu, luas
permukaan bahan, ukuran, kadar lemak, dan metode yang digunakan.
5.2. Saran
Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya lebih teliti lagi dalam setiap metode
yang dilakukan, supaya hasilnya bisa sesuai dengan yang diharapkan. Keadaan
laboratorium alat-alat yang digunakan dan praktikan juga harus diperhatikan,
untuk mengurangi adanya kontaminasi dari luar (udara).
23 Universitas Sriwijaya
24
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
untuk mengetahuipengaruh penambahan berbagai macam konsentrasi garam
terhadap mutu ikan peda yang dihasilkan serta mengetahui metode fermentasi.
24 Universitas Sriwijaya
25
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
25 Universitas Sriwijaya
26
saat siang hari ketika cuaca mendung ikan ini muncul pula berkelompok di dekat
permukaan air. Penangkapan ikan ini biasanya dilakukan pada saat malam hari
ketika mendekati permukaan air dibantu dengan cahaya lampu. Jumlah yang besar
banyak terdapat di perairan pantai terutama pada saat terjadi upwelling di waktu
tertentu, banyak ditemukan di perairan teluk dan laguna (Simorangkir, 2014).
26 Universitas Sriwijaya
27
Hasil dari fermentasi terutama tergantung pada berbagai faktor, yaitu jenis
bahan pangan (substrat), macam mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang
mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Mikroba yang
bersifat fermentatif dapat mengubah karbohidrat dan turunan-turunannya terutama
menjadi alkohol, asam dan CO2. Mikroba proteolitik dapat memecah protein dan
komponen-komponen nitrogen lainnya sehingga menghasilkan bau busuk yang
tidak diinginikan sedangkan mikroba lipolitik akan memecah atau menghidrolisa
lemak, fosfolipida dan turunannya dengan menghasilkan bau yang tengik. Bila
alkohol dan asam yang dihasilkan oleh mikroba fermentatif cukup tinggi maka
pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat. Prinsip fermentasi
sebenarnya adalah mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme dari mikroba
pembentuk alkohol dan asam, dan menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan
lipolitik. Faktor- faktor yang mempengaruhi fermentasi yaitu jumlah mikroba,
lama fermentasi, pH (keasaman), substrat (medium), suhu, alkohol, oksigen,
garam dan air (Hadioetomo, 1990).
2.4.1. Peda
Peda merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan yang dilakukan
secara tradisional karena tidak memerlukan peralatan yang canggih. Peda
digolongkan sebagai ikan asin basah. Pada proses pembuatannya, ikan peda
sengaja dibiarkan setengah kering sehingga proses fermentasi dan autolisis tetap
berlangsung.Pada proses fermentasi peda terjadi penguraian senyawa protein
27 Universitas Sriwijaya
28
kompleks yang terdapat pada tubuh ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana
dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan sendiri atau dari
mikroorganisme yang berlangsung dalam kondisi terkontrol (Puspa, 2005).
Penambahan garam dilakukan pada proses fermentasi. Garam berfungsi
untuk menciptakan kondisi terkontrol sehingga bakteri pembusuk
pertumbuhannya terhambat sedangkan ragi atau jamur dibiarkan tumbuh pesat.
Pada proses selanjutnya peran garam adalah sebagai pengawet, terutama saat
penyimpanan. Ikan peda terdiri dari dua jenis yaitu ikan peda putih dan merah
(warnanya kecoklat-coklatan) (Chintya, 2004).
2.4.2. Terasi
Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang
hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan
warna), Kemudian dibiarkanabeberapasaat agar terjadi proses fermentasi. Dalam
pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas
enzim yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Fermentasi adalah
suatu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau
fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan
berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini
dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari
golongan jamur dan ragi (Surya, 2008).
Prinsip dari fermentasi ikan atau udang adalah fermentasi didalam larutan
garam atau dengan penambahan garam kristal sehingga terbentuk flavour yang
masih enak atau falvouryang menyerupai daging. Proses dari fermentasi dari
substrat tidak diharapkan sempurnadalam pembuatan bagoong (terasi) karena
produk harus mengandung protein yang terhidrolisis atau tanap hidrolisis. Salah
satu perubahan selama fermentasi yang diharapkan adalah liquid fiksi. Setelah
proses penggaraman, cairan dari dalam ikan (udang) terekstrak keluar. Kandungan
nitrogen pada cairan mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa hari,
yaituselama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein
sehingga kandungan nitrogen terlarut naik. Bila menggunakan garam yang kurang
murni meneyababkan pengerasan jaringan, sehingga memperlambat penetrasi
28 Universitas Sriwijaya
29
garam kedalam jaringan ikat (udang). Dengan menggunakan garam murni bakteri
halofil dapat tumbuh baik sehingga terbentuk flavour yang enak. Pada suhu
fermentasi yang tinggi 55ºC dapat mempercepat proses hidrolisis. Tetapi setelah 1
minggu fermentasi kandungan protein terlarut dalam cairab lebih tinggi bila
fermentasinya dilakukan pada suhu 45ºC . Suhu optimal untuk fermentasi adalah
1-2 minggu (Dwitya, 2015).
2.4.3. Rusip
Rusip berupa awetan ikan laut yang berukuran kecil terutama berbahan
baku ikan teri yang diolah dengan cara fermentasi dengan penambahan garam dan
gula aren dalam jumlah tertentu. Rusip merupakan produk fermentasi ikan yang
dibuat dengan penambahan garam antara 20-30% dan penambahan gula aren
sekitar 10%, kemudian difermentasi selama kurang lebih satu minggu secara
anaerob. Umumnya, ikan yang dijadikan bahan baku pembuatan rusip adalah ikan
rucah yang berukuran kecil dan salah satunya adalah ikan teri (Stolephorus sp).
Rusip dapat dikonsumsi secara langsung ataupun dengan penambahan bumbu-
bumbu tertentu untuk meningkatkan daya terimanya, seperti irisan bawang
merah, cabai, dan perasan jeruk kunci (Surya, 2008).
Rusip bisa disantap langsung atau juga dimasak terlebih dahulu sesuai
selera penikmatnya. Rusip biasanya disajikan dengan mencampurkannya dengan
irisan bawang merah dan cabe rawit serta bisa ditambahkan perasan jeruk kunci.
Jeruk kunci digunakan tidak hanya untuk menetralkan bau khas dari ikan saja,
namun juga bisa menambah cita rasa pada rusip. Rusip dimakan sebagai cocolan
lauk atau lalapan yang kenikmatan akan lebih terasa jika dimakan dengan nasi
hangat. Tidak hanya enak, rusip juga menyimpan banyak manfaat. Di dalam rusip
terkandung asam amino dan asam laktat yang tinggi sehingga bermanfaat untuk
sistem pencernaan dan dapat membantu untuk membuat awet muda. Untuk
kesehatan pencernaan, bakteri asam laktat (probiotik menjadi proSIP) yang
terkandung di dalam rusip bersifat anti asam dan garam empedu sehingga mampu
bertahan di dalam saluran pencernaan manusia. Hal ini akan menyeimbangkan
jumlah bakteri baik dan bakteri jahat pada saluran pencernaan. Rusif sangat
29 Universitas Sriwijaya
30
2.4.4. Bekasam
Fermentasi pada bekasam dilakukan secara tradisional dengan
memanfaatkan fermentasi alami atau spontan. Proses fermentasi tidak hanya
dilakukan dengan menambahkan garam pada bahan, melainkan dilakukan pula
penambahan nasi sebagai sumber karbohidrat untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Karbohidrat akan diurai menjadi gula sederhana oleh
mikroorganisme, kemudian akan diubah menjadi asam laktat, etanol, asam asetat,
asam format, dan CO2. Hasil fermentasi inilah yang akan memberikan rasa dan
aroma khas bekasam. Sebelum dikonsumsi, bekasam dimasak terlebih dahulu dan
kemudian disantap sebagai lauk untuk menyantap nasi. Umumnya, pembuatan
bekasam secara tradisional diawali dengan pembersihan ikan dari sisik dan isi
perut, kemudian dilakukan pencucian ikan dengan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran dan darah apabila masih ada yang menempel. Kemudian
ditempatkan dalam toples dan dicampur garam serta nasi (Zubaidah, 2014).
Selanjutnya toples ditutup dan disesuaikan agar rongga udara antara tutup
dengan ikan yang akan difermentasi hanya tersisa sedikit rongga saja. Hal ini
disebabkan bakteri asam laktat yang diharapkan memfermentasi ikan dapat
tumbuh pada kondisi sedikit oksigen. Selanjutnya toples dibiarkan selama 7 hari
pada suhu ruang untuk memberikan kesempatan terjadinya fermentasi secara
alami atau spontan. Beberapa wilayah ada yang menambahkan garam dan nasi
secara terpisah. Di awali dengan menambahkan garam pada ikan yang sudah
dibersihkan kemudian didiamkan dalam toples semalaman dan selanjutnya
dilakukan penambahan nasi dan dibiarkan tertutup dalam toples selama 7 hari.
Kini, pembuatan bekasam dapat juga dilakukan secara moderen dengan cara
menambahkan kultur murni yang dapat memproduksi asam laktat seperti L.
acidophilus. Penambahan kultur murni dilakukan dengan cara melarutkannya
dalam air dan es batu sehingga siap untuk dijadikan sebagai larutan rendaman
ikan. Proses selanjutnya sama persis dengan proses pada pembuatan bekasam
secara tradisional, yaitu ikan yang sudah direndam pada larutan kultur murni
30 Universitas Sriwijaya
31
31 Universitas Sriwijaya
32
32 Universitas Sriwijaya
33
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
33 Universitas Sriwijaya
34
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari praktikum fermentasi peda adalah
sebagai berikut.
4.1.3. Tabel Hasil Pengamatan organoleptik ikan peda
No Jenis Ikan Pengamatan
Penampakan Bau Konsisstensi Rasa
20% 30% 20% 30% 20% 30% 20% 30%
1. Ikan Kembung 8 8 8 8 9 9 8 8
2. Ikan Sarden 8 8 8 8 8 8 8 8
3. Ikan Tawes 8 8 8 8 8 8 8 8
4. Ikan Mujair 8 8 6 8 8 8 8 8
5. Ikan Kembung 9 9 9 9 9 9 9 9
6. Ikan Selar 0 0 0 0 0 0 0 0
7. Ikan Tawes 0 0 0 0 0 0 0 0
34 Universitas Sriwijaya
35
4.2. Pembahasan
Pada Praktikum fermentasi peda kali ini kami melakukan pengamatan dan
pembuatan peda dari ikan sarden (Sardinella lemuru). Ikan sarden (Sardinella
lemuru) yang digunakan adalah sebanyak 4 ekor, ikan sarden (Sardinella lemuru)
yang telah dibersihkan kemudian diberi taburan garam masing-masing dengan
konsentrasi 20% sebanyak 2 ekor dan 30% sebanyak 2 ekor. Pengamatan yang
dilakukan selama kurang lebih 2 pekan ini mendapatkan hasil yang berbeda-beda.
Adapun pada ikan sarden (Sardinella lemuru) yang diberi konsentrasi kadar
garam sebanyak 20% menunjukkan kenampakan yang masih sangat baik pada
hari ke 6. Ikan sarden (Sardinella lemuru) tersebut dapat memberikan
kenampakan yang baik karena ikan sarden (Sardinella lemuru) kami simpan dan
kami jaga pada suhu yang sesuai meskipun ikan sarden (Sardinella lemuru)
mengeluarkan bau yang tidak sedap dan sangat menyengat namun ikan sarden
(Sardinella lemuru) tidak memberikan adanya tanda-tanda pembusukan seperti
ikan sarden (Sardinella lemuru) yang ditumbuhi ulat dan sebagainya. Peristiwa
tersebut hampir sama dengan fermentasi peda ikan sarden (Sardinella lemuru)
dengan kadar konsentrasi garam sebanyak 30% yang pada hari ke enam hasilnya
masih segar dan baik meskipun mengeluarkan bau busuk sangat menyengat dan
tidak sedap namun ikan sarden (Sardinella lemuru) tidak menunjukkan adanya
kemunduran mutu ikan dan pembusukan yang terjadi didalamnya.
Pada pengamatan pada pecan kedua, hasil yang didapatkan pada
pengamatan yaitu masih sama seperti pengamatan pada pecan awal. Peristiwa ini
dikarenakan ikan sarden (Sardinella lemuru) tetap disimpan dan si letakkan pada
suhu yang sesuai serta terjaga dari tingkat steril yang sesuai. Pada ikan sarden
(Sardinella lemuru) dengan kadar konsentrasi garam sebanyak 20% menunjukkan
kenampakan yang sama yaitu memiliki bentuk dan tekstur daging yang padat dan
tidak mudah hancur. Bau ikan sarden (Sardinella lemuru) yang telah difermentasi
menimbulkan bau yang sangat menyengat dan kurang sedap, serta dagingnya
mengeluarkan cairan keruh yang ada pada daging. Daging ikan sarden (Sardinella
lemuru) juga berwarna keabu-abuan meskipun demikian ikan sarden (Sardinella
35 Universitas Sriwijaya
36
lemuru) hasil fermentasi tetap segar dan tidak busuk. Setelah ikan digoreng bau
yang tidak sedap tadi berubah menjadi lebih segar dan tekstur lebih baik.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum fermentasi peda adalah sebagai berikut.
1. Fermentasi ialah suatu proses enzimatik dimana enzim yang bekerja sudah
dalam kondisi terisolasi yakni dipisahkan dari selnya atau masih dalam
kondisi terikat di dalam sel.
2. Ikan peda yang berhasil, pada tekstur dagingnya akan terlihat lebih kesat,
warnanya pucat, adanya bau peda yang tercium dan warnanya juga berubah
dari warna asalnya seperti warnanya jadi kecoklatan..
3. Keberhasilan fermentasi dapat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu derajat
keasaman (pH), Suhu, Waktu, dan Oksigen. Faktor yang pertama yaitu
derajat keasaman (pH).
4. Produk fermentasi diantaranya adalah Peda, Terasi, Rusip, Bekasam, dan
Kecap Ikan.
5. Ikan peda dapat didefenisikan sebagai salah satu hasil olahan ikan yang
diolah secara fermentasi bergaram.
5.2. Saran
Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya lebih teliti lagi dalam setiap metode
yang dilakukan, supaya hasilnya bisa sesuai dengan yang diharapkan. Keadaan
laboratorium alat-alat yang digunakan dan praktikan juga harus diperhatikan.
36 Universitas Sriwijaya
37
BAB 1
PENDAHULUAN
37 Universitas Sriwijaya
38
tradisional akan menghasilkan produk dengan rasa dan aroma yang lebih spesifik
sebagai cirri khas dari ikan asap (Afrianto 1989).
1.2. Tujuan
Praktikum Pengasapan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
berbagai macam konsentrasi asap cair terhadap mutu ikan asap yang dihasilkan
serta mengetahui metode pembuatan ikan asap.
38 Universitas Sriwijaya
39
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
39 Universitas Sriwijaya
40
40 Universitas Sriwijaya
41
disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka
disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2008).
41 Universitas Sriwijaya
42
larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan dikeringkan ditempat yang
teduh ( Adawyah, 2007).
Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair merupakan kelompok fenol,
karbonit dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat antioksidasi
dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pem-bentukan spora
dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri dan
jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk
pengawetan makanan. Alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua buah drum
yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat
pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga
dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air
untuk membantu proses pendinginan asap (Fardianz 1988).
42 Universitas Sriwijaya
43
43 Universitas Sriwijaya
44
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
44 Universitas Sriwijaya
45
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.4. Hasil organoleptik ikan asap
No Jenis Ikan Pengamatan
Penampakan Bau Tekstur Rasa
10 15 10 15 10 15 10 15
1. Ikan Sepat 1 1 3 3 5 5 3 3
2. Ikan Betok - - - - - - - -
3. Ikan Sarden 3 3 5 5 7 7 5 5
4. Ikan kembung 9 9 7 7 9 9 9 9
5. Ikan Mujair 7 7 9 9 9 9 9 9
6. Ikan Lele 3 3 3 3 6 6 4 4
7. Ikan Salem 3 3 5 5 7 7 5 5
45 Universitas Sriwijaya
46
4.2. Pembahasan
Pengasapan dapat digunakan sebagai alternatif pengawetan ikan secara
tradisional selain penggaraman, pengeringan, pemindangan dan fermentasi. Cara
pengolahan tradisional lebih dominan dari pada pengolahan moderen seperti
pembekusn dan pengalengan. Ikan olahan tradisional atau cured fish adalah
produk yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakuakn pada skala industri
rumah tangga. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah
ikan kering atau ikan asin kering, ikan pindang , ikan asap serta produk
fermentasi.Pengasapan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengawetkan produk makanan yang mengandung protein tinggi misalnya ikan,
daging dan keju. Produk pangan dengan proses pengasapan memiliki kelebihan
daya awet yang tinggi, rasa dan aroma yang ditimbulkan juga sangat sangat khas.
Daya awet yang ditimbulkan dari komponen asap cair karena adanya kandungan
yang bersifat antimikrobial dan antioksidan yaitu senyawa aldehid, asam
karboksilat dan fenol
Pada praktikum pengasapan yang telah dilakukan menggunakan ikan betok
(Anabas Testudineus) yang berjumlah dua ekor. Asap yang digunakan merupakan
asap cair. Cara pemberian asap cair dengan menggunakan air garam dan asap cair.
Karena adanya dua ekor ikan betok maka waktu perendamannya pun dibedakan.
Ikan betok yang pertama di rendam didalam larutan garan dan asap cair selama 10
menit, dan setelah itu ikan betok yang kedua di rendam dalam larutan garam dan
asap cair selama 15 menit. Sebelum ikan betok di rendam dalam larutan garam
dan asap cair ikan ditimbang untuk menentukan jumlah garam yang digunakan,
setelah itu siangi ikan dan potong butter fly. Setelah ikan direndam di larutan
garam dan asap cair iakn di bungkus menggunakan aluminium foil dan kemudian
dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan dengan menggunakan suhu 100 derajat
celcius. Tujuan dari pemanasan tersebut adalah agar ikan betok kering dengan
baik, sedangkan lamanya pemanasan dalam oven tersebut selama 2 jam. Setelah
semua proses selaseai maka dilakukan uji organoleptik, tetapi kelompok kami
46 Universitas Sriwijaya
47
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum penggaraman dan pengeringan adalah :
1. Pengasapan ikan adalah salah satu cara mengolah dan mengawetkan ikan
2. Pengasapan yang dilakukan menggunakan asap cair
3. Senyawa kimia dalam pengasapan antara lain formaldehid, keton, asam
fermilat, asam asetat, metil alcohol, dan fenol.
4. Tujuan pengasapan ikan adalah untuk mendapatkan daya awet dan untuk
memberikan aroma yang khas.
5. Metode pengasapan ada empat yaitu pengasapan dingin (cold smoking),
pengasapan panas, pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid
atau cair.
5.2. Saran
Dalam praktikum pengasapan menggunakan asap cair, praktikan harus teliti
dalam melalukan berbagai prosesnya dan bersungguh-sungguh agar didapatkan
hasil yang memuaskan.
47 Universitas Sriwijaya