Anda di halaman 1dari 7

KASUS PAILIT PT.

UNITED COAL INDONESIA

Termohon : PT. UNITED COAL INDONESIA

Pemohon : 1. PT. GMT INDONESIA

2. PT. PALARAN INDAH LESTARI

Putusan

Tingkat Proses Nomor Putusan Amar


PKPU 55/Pdt.Sus- Menyatakan sah dan mengikat
PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST secara hukum, Perjanjian
Tahun 2015 (tanggal 14 Januari 2015) Perdamaian tertanggal 8 Januari
2015 yang telah ditandatangani
antara Direktur Utama dan
Komisaris PT. United Coal
Indonesia (dalam PKPU) dengan
Para Kreditornya
Pembatalan 11/Pdt.Sus/Pembatalan 1. Mengabulkan Permohonan
PKPU Perdamaian/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Termohon telah
lalai untuk memenuhi isi
perjanjian perdamaian yang telah
disahkan oleh Putusan
Pengesahan Perdamaian
55/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST
Tahun 2015 14 Januari 2015;
3. Membatalkan Putusan
Pengesahan Perdamaian
(homologasi) Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat Nomor 55/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST
Tahun 2015 14 Januari 2015

URAIAN KASUS :

PT. GMT INDONESIA (GMTI) DAN PT. Palaran Indah Lestaril (PIL) mengajukan permohonan
pembatalan perjanjian perdamaian PT. United Coal Indonesia (UCI) dengan para krediturnya yang
disahkan melalui 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST Tahun 2015 14 Januari 2015. Perjanjian
perdamaian diajukan secara sukarela oleh UCI, setelah menghadapi gugatan pailit yang diajukan oleh
CV. Exsiss Jaya dan CV. Satria Duta Perdana dengan nomor perkara No. 32/Pdt. Sus/ Pailit/2014/PN.
Niaga. Jkt. Pembatalan perjanjian perdamaian diajukan sebab UCI telah gagal menunaikan kewajiban
pembayaran utang yang tertuang dalam proposal perdamaian.

Dalam proses PKPU, UCI tercatat memiliki 68 kreditur konkruen dengan total tagihan
Rp70,39 miliar dan satu kreditur separatis, yakni Bank Mandiri dengan nilai tagihan Rp880 miliar.
Saat debitur menyampaikan proposal perdamaian, sebanyak 63 kreditur dengan jumlah suara 5.616
dan mewakili tagihan sebesar Rp56,16 miliar menyetujui proposal tersebut dengan persentase suara
mencapai 80%. Adapun, lima kreditur lainnya dengan jumlah suara 1.424 dan total tagihan Rp14,23
miliar menolak.

Sembilan bulan setelah proposal perdamaian ditetapkan, PT GMT Indonesia dan PT Palaran
Indah Lestari malah melayangkan permohonan pembatalan homologasi di Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat. Dalam proposal perdamaian yang telah dihomologasi tersebut UCI menawarkan pembayaran
tagihan kepada para kreditur konkurennya dengan membayarkan Rp20 juta di awal. Selanjutnya,
sisanya dicicil mulai Juli 2015 sebesar 12,5% setiap bulannya dan berakhir pada Januari 2017 atau
satu tahun lebih. Kuasa hukum para pemohon mengemukakan kliennya sempat menerima
pembayaran sebesar Rp20 juta, tetapi hanya sekali dan setelah itu tidak ada pembayaran lagi. Itu
sebabnya pihaknya memutuskan untuk mengajukan permohonan pembatalan perdamaian. Terlebih,
menurut Sarah, debitur terlihat sudah kesulitan untuk meneruskan kegiatan usahanya.

Permohonan pembatalan perdamaian diatur dalam Pasal 170 Undang-Undang No. 34/2004
tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal tersebut menyatakan
kreditur dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila debitur lalai
memenuhi isi perdamaian tersebut.

PT. UCI tidak menggunakan haknya untuk mengajukan kasasi sehingga hasil putusan
Pembatalan Perdamaian mengikat secara hukum (inkrah) dan otomatis PT UNITED COAL INDONESIA
dinyatakan dalam pailit.
KASUS PAILIT PT. ASURANSI JIWA BUMI ASIH

Termohon : PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya

Pemohon : Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan

Tangga pendaftaran : 18 Maret 2015

Putusan

Tingkat Proses Nomor Putusan Amar


Sidang Pertama 4.PDT.SUS-PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST MENOLAK
TAHUN 2015
Kasasi 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 KABUL. Mengabulkan
permohonan kasasi: DEWAN
KOMISIONER OTORITAS JASA
KEUANGAN
Peninjauan 101 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 N.O Menyatakan permohonan
Kembali pemeriksaan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali
PT. ASURANSI JIWA BUMI ASIH
JAYA tersebut tidak dapat
diterima

URAIAN KASUS :

Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, yang diwakili oleh Tongam L Tobing, Mufti
Asmawidjaja, Irfan Sitanggang, Ahmad Sathori, R. Munang Dalimunte, Suharjo, Kurnia Yuniakhir, Tri
Wanty Octavia, Sri wahyuni melakukan gugatan pailit kepada PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya pada
tahun 2015. PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya yang berdiri pada tanggal 14 September 1967, dan
berkedudukan di Jalan Matraman Raya no. 165-167, Jakarta. PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya telah
dicabut izin usahanya berdasarkan keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan nomor
KEP-112/D.05/2013 tanggal 18 Oktober 2013.

Permohonan Pernyataan Pailit diajukan berdasarkan hasil Laporan Keuangan per Desember 2012,
PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya memikul kewajiban sebesar Rp. 1,3 triliun, termasuk di dalamnya
pembayaran klaim dan manfaat kepada pemegang polis senilai Rp 800 juta. Sebaliknya asset yang
dimiliki oleh perseroan sebesar Rp. 294,14 miliar. Sehingga tingkat liabilitas perseroan mencapai Rp.
1,01 triliun, dengan tingkat solvabilitas sebesar minus 1159%. Berdasarkan ketentuan KMK No.
424/2003 pasal 43 tentang kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi,
tingkat solvabilitas yang diperbolehkan adalah sebesar 120%. Ekuitas perseroan minus Rp. 768,4
miliar, dimana dibawah ketentuan sebesar Rp 70 milliar pada saat ini, dan Rp 100 milliar maksimal
31 Desember 2014

Dewa Komisioner OJK sudah memasukan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dalam pengawasan
khusus untuk memantau proses penyehatan. Serta, kementerian Keuangan telah melakukan
langkah-langkah pengenaan sanksi administratif melalui Surat Saksi Peringatan Pertama, Kedua,
Ketiga. Namun, meskipun sudah diberikan sanksi-sanksi tersebut, PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya
tetap tidak mampu untuk memenuhi tingkat solvabilitas dan ekuitas yang diwajibkan.

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan pailit Dewan Komisaris OJK terhadap PT. Asuransi
Jiwa Bumi Asih Jaya pada tingkat kasasi dan mengangkat Raymond Bonggard Pardede, S.H. sebagai
curator. Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali yang diajukan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih
Jaya, sehingga keputusan sudah mengikat secara hukum (inkrah).

Hingga 1 Januari 2018, Tim Kurator PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih telah memverifikasi tagihan
29.000 kreditur, dengan total tagihan mencapai Rp. 1,2 triliun, yang mayoritas terdiri dari Rp. 37
miliar dari pemegang polis dan tagihan pajak, Rp. 400 miliar dari Askrinda dan beberapa bank seperti
BTN dan Bank Mandiri.
KASUS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG BAKRIE TELECOM TBK

Tingkat Proses Pemohon Termohon Nomor Putusan Amar


Pertama NETWAVE BAKRIE 59/Pdt.Sus- Menyatakan sah dan mengikat
MULTI MEDIA TELECOM Tbk PKPU/2014/PN.Niaga secara hukum, Perjanjian
JKT.PST Perdamaian tertanggal 8
Desember 2014 yang telah
ditandatangani antara Direktur
Utama dan Direktur PT. Bakrie
Telecom Tbk. (dalam PKPU)
dengan Para Kreditornya
Peninjauan MENTERI 1.BAKRIE 83 PK/Pdt.Sus- Menolak permohonan
Kembali KOMUNIKASI TELEKOM Pailit/2015 pemeriksaan peninjauan kembali
DAN Tbk dari Pemohon Peninjauan Kembali
INFORMATIKA 2.NETWAVE MENTERI KOMUNIKASI DAN
REPUBLIK MULTI INFORMATIKA REPUBLIK
INDONESIA MEDIA INDONESIA tersebut.

URAIAN KASUS :

PT. NETWAVE MULTI MEDIA (NMM), yang diwakili oleh Deni Permana, selaku Direktur
mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT. Bakrie Telecom Tbk (BTEL)
pada 23 Oktober 2014. Langkah ini diambil agar terdapat kepastian pembayaran bagi NMM
mengingat adanya sekelompok kreditur asing yang tidak dapat divalidasi keabsahannya, yang
dikabarkan melakukan proses gugatan terhadap BTEL di Pengadilan New York.

NMM mengajukan permohonan PKPU terhadap BTEL, lantaran BTEL tidak dapat memenuhi
kewajibannya untuk membayar biaya perangkat infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp. 54 juta per
bulan terhitung sejak masa sewa tahun 2012 jatuh tempo pada Mei 2014. NMM menyatakan bahwa
BTEL telah 2 tahun menunggak tagihan utang sebesar 4,7 miliar.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
Putusan 59/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga JKT.PST tanggal 10 November 2014 BTEL telah dinyatakan
berada dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara selama 30 hari. Dalam
masa PKPU sementara itu telah ditunjuk Hakim Pengawas dan Tim Pengurus Perseroan telah
diadakan penunjukkan koran, batas akhir pengajuan tagihan, rapat kreditur pertama, rapat
pencocokan piutang dan rapat pembahasan rencana perdamaian dan voting atas rencana
perdamaian.

Pada tanggal 8 Desember 2014 telah dilakukan voting dan dicapai kesepakatan antara BTEL
dan para kreditur (375 kreditur) yang tertuang pada perjanjian perdamaian. Perjanjian Perdamaian
yang dibuat mengatur tentang skema rencana pembayaran utang BTEL. Menimbang, bahwa oleh
karena Pengadilan tidak menemukan adanya alasan-alasan guna menolak untuk mengesahkan
perdamaian sebagaimana dan Rencana Perdamaian telah berubah menjadi Perjanjian Perdamaian,
maka sesuai dengan ketentuan pasal 159, pasal 285 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Majelis Hakim wajib memberikan putusan
tentang pengesahan Perjanjian Perdamaian tersebut. Dengan adanya putusan pengesahan
perjanjian perdamaian, maka secara hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
menjadi berakhir.
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA (MENKOMINFO)
mengajukan Peninjauan Kembali putusan tersebut dengan melayangkan Surat Permohonan
Peninjauan Kembali pada 5 Juni 2015. Permohonan diajukan karena BTEL memiliki hutang PNBP BHP
sebesar Rp. 1.203.762.208.203. PNPB merupakan penghasilan yang masuk ke dalam kas negara yang
bersifat memiliki hak istimewa/didahulukan (Preferen). Permohonan Peninjauan Kembali ditolak
oleh Mahkamah Agung dengan pertimbangan bahwa dengan tercapainya voting suara, maka semua
pihak harus tunduk pada isi perdamaian, dimana MENKOMINFO termasuk didalam pihak kreditur.

Anda mungkin juga menyukai