Jadi
Sasapian memiliki arti kata replika dari bentuk sapi tanpa ke empat kakinya yang
dimainkan oleh manusia sebagai ciri khas utamanya. Sedangkan secara organology
sasapian ialah kerangka boneka sapi yang terbuat dari bilah bambu yang dibuat
masyarakat Desa Cihideung sejak 1938 silam, informasi ini diperoleh dari sebuah
makalah penelitian yang ditulis oleh Rizki Rinaldi seorang mahasiswa Universitas
tersebut dari salah seorang sesepuh Desa Cihideung yaitu Abah Endi. Sedangkan
pada sebuah video dokumenter karya Mahasiswa Universitas Budi Luhur tentang
kesenian Sasapian ini merupakan warisan budaya nenek moyang dari Desa
Cihideung sejak tahun antara 1930-1932, ada juga yang mengatakan beberapa
versi kesenian ini lahir pada tahun 1920, ada juga dari tahun 1942, informasi ini
didapat dari sebuah wawancara dengan Pak Agus Hendriana selaku Pengurus Sapi
Pada tahun 1942, kesenian ini pernah dipanggil oleh Ratu Belanda Wilhemina
yang senang dengan kesenian ini, mulailah banyak bermunculan yang menciptakan-
3
menciptakan kesenian ini. Kesenian “Sasapian” merupakan hasil dari kreativitas
seorang seniman yang bernama abah Mahdi pada tahun 1942 di Desa Cihideung,
informasi ini didapat dari makalah penelitian Rizki Rinaldi mahasiswa Universitas
kesenian Sasapian ini dibuat sekitar pada tahun antara 1930-1932 oleh Bapak Atang,
Bapak Ondo, Bapak Masdiah, Bapak Damin, dan masih banyak lagi.
Pada zaman dahulu kesenian Sapi Buhun ini dilaksanakan pada acara-acara
tertentu, contohnya pada acara Selametan, selametan dari mata air yaitu irung-irung.
Maka dari itu kebudayaan Selametan Irung-Irungan ini bertujuan atas rasa syukur
Cihideung adalah petani, dan peternak. Kesenian ini dimainkan rutin setiap satu
Sasapian ini terbuat dari bambu yang dibentuk menyerupai sapi. Kemudian di
berwarna putih. Karena minimnya pabrik pembuat kain, maka di bagian badan asal
tertutup oleh kain saja. Dulu waktu jaman penjajahan Belanda, untuk di bagian
telah diganti menggunakan kain kasa putih lalu kemudian dibentuk menyerupai
4
Setelah selesai membuat boneka sapi, maka pada malam harinya diadakan
ritual sebelum esok pementasan. Ritual ini meliputi doa-doa, sesajen, dan mantra-
mantra. Sesajen ini ada 19 macam, diantaranya pisang ambon, kelapa dawegan
hijau, gula merah, kemenyan, dan lain-lain. Ritual ini dilakukan agar roh-roh
berdatangan dan menyantap sesajen yang telah disediakan. Selain itu, ritual ini
bertujuan untuk meminta tolong agar pementasan berjalan lancar dengan maksud
yang baik yaitu sebagai hiburan. Setelah dibacakan doa-doa dan mantra-mantra,
boneka sapi tersebut didiamkan selama satu malam. Lalu, keesokan harinya
ritual yang pertama, ritual yang kedua ini dilaksanakan di tempat pementasan
dengan kemenyan, sesajen dawegan kelapa hijau, dengan diatasnya ada gula merah
dan di dalam boneka sapi tersebut ada seseorang yang akan kerasukan seperti sapi.
Ritual kedua ini dilakukan dengan maksud supaya lebih afdol, jadi roh yang datang
itu roh yang biasanya mengisi, baik pentas dimanapun roh yang datang itu juga.
Dalam kesenian Sasapian ini tidak ada aturan untuk iringan musiknya.
Kesenian ini tidak mengenal diatonis dan pentatonis. Kesenian ini memainkan
ketukan secara monoton, karena memang dari dahulu tetap begitu tidak ada yang
dirubah. Untuk iringan musiknya menggunakan bonang dua, gong, bedug, dan
kendang. Kemudian untuk tariannya, tidak ada pola tarian. Tarian sasapian ini
5
Bentuk pertunjukan dari kesenian Sasapian yaitu teatrikal kolosal. Kesenian
irama yang dimainkan oleh pemain musik (Nayaga). Kemudian pada waktu
tertentu sapi tersebut disergap oleh salah seorang paninggaran, kemudian langsung
disembelih. Nilai-nilai teatrikal dan kolosalnya yaitu terletak pada tarian dan pada
saat penyergapan sapi untuk disembelih, kemudian personil yang berperan pada
kesenian itu termasuk banyak. Personil pada pertunjukan Sasapian ini, diantaranya:
Kuda Lumping, adalah orang yang menari layaknya kuda sedang menari.
Pupuhu, adalah orang yang akan membantu para pemain yang kerasukan
akan tetapi dengan warna yang berbeda setiap orangnya tergantung dengan
warna cream, Pupuhu menggunakan baju warna merah marun. Pada sisi musik
iringannya, kesenian ini tidak ada pola tabuhan. Kesenian ini diiringi oleh kendang,
gong, bonang dua, bedug. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman, untuk
6
Kesenian ini memiliki makna yang sangat luas. Salah satunya, dengan
memburu dan menyembelih sapi ini memiliki simbol untuk membunuh sifat hewani
yang ada pada dalam diri manusia setelah mendapatkan hasil panen. Lalu sapi ini