BELA NEGARA
Oleh :
20101440119065
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Bela Negara ”
dengan baik.
Salam serta salawat tak lupa kita haturkan kepada junjungan alam Nabi besar
Muhammad SAW, seorang Nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan
menuju jaman terang benerang seperti yang kita rasakan seperti saat-saat sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan utama untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Kewarganegaraan dan tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari
beberapa pihak yang telah menyediakan sumber informasi dan memberikan masukan.
Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Dyah selaku Dosen pengampu pada mata
kuliah tersebut.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih terdapat kesalahan
dan kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki makalah yang akan kami susun selanjutnya.
Akhir kata kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat baik kepada
kami sendiri maupun pembaca
Salam
Penyusun
A. PENGERTIAN BELA NEGARA
Berdasarkan pasal 1 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1998 , bela negara adalah
tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan
berkelanjutan yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa
dan bernegara Indonesia, serta keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai
Ideologi Negara, dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman,
baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan
kemerdekaan dan kedaulatan Negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan
wilayah, dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
1. Lingkungan Keluarga
Menciptakan suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga.
Membentuk keluarga yang sadar hukum
Menjaga kebersihan dan kesehatan keluarga Saling mengingatkan kepada
sesama anggota keluarga apabila ada yang akan berbuat kejahatan,
misalnya : minum minuman keras di rumah dan lain sebagainya.
Memberikan pengertian kepada anak supaya cinta kepada tanah air dan
mencintai produk-produk dalam negeri
2. Lingkungan Sekolah
Mengembangkan kepedulian sosial di sekolah, misalnya dengan
keihklasan mengumplkan dana sosial, infak, zakat, shodaqoh, untuk
menolong warga sekolah yang membutuhkan.
Kesadaran untuk menaati tata tertib sekolah
Menjaga nama baik sekolah dengan tidak melaksanakan perbuatan yang
berakibat negatif untuk sekolah dan sebagainya
Belajar dengan giat terutama pada materi Pendidikan Kewarganegaraan
Belajar dengan giat supaya mendapatan prestasi baik
3. Lingkungan Negara
Mematuhi peraturan hukum yang berlaku
Mengamalkan nilai-nila yang terkandung dalam Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara
Membayar pajak tepat pada waktunya
Mendukung program GDN, GNOTA, dan wajib belajar 9 tahun
Memperkokoh semangat persatuan dan kesatuan bangsa
Hidayat Nur Wahid Ajak Mahasiswa Bela Negara
Secara Benar
m.detik.com
Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengatakan membela negara
memang harus waspada dengan terhadap kelompok yang akan/sudah terbukti
melemahkan negara. Bela negara juga hanya akan berhasil bila tidak ada perilaku
diskriminatif dan tak adil.
Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara yang baru disahkan.
Lebih lanjut, dalam dialog dengan peserta Program Kaderisasi Ulama dari Universitas
Darussalam, Gontor, Jawa Timur, Hidayat mengatakan masih banyak warga
masyarakat belum mengetahui bahwa tanggal 19 Desember telah ditetapkan sebagai
Hari Bela Negara berdasarkan Keppres Nomor 28 tahun 2006.
Ini momen penting ketika eksistensi Republik Indonesia yang baru diproklamasikan
tanggal 17 Agustus 1945 terancam. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Mohammad Hatta ditangkap oleh penjajah Belanda, pemerintahan RI lumpuh.
"Maka, Mr. Sjafruddin Prawiranegara beserta tokoh-tokoh nasional segera
membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tanggal 19
Desember 1948. Sehingga seluruh bangsa di dunia tahu bahwa Republik Indonesia
masih eksis dan berdaulat, meski harus berkantor sementara di Sumatera Barat,"
ungkapnya.
Dirinya berpesan, jangan sampai kita melupakan jasa Mr. Sjafruddin sebagai Ketua
PDRI, yakni Presiden RI kedua di masa darurat. Ia juga mengajak menguatkan
kembali memori sejarah agar pemahaman generasi muda terhadap eksistensi nasional
menjadi lebih lengkap.
"Sikap kenegarawanan Mr. Sjafruddin sangat jelas, sehingga tokoh nasional dari
Partai Masyumi itu memakai istilah Ketua PDRI untuk jabatan yang setara dengan
Presiden RI. Padahal, otoritas resmi sebenarnya sudah diserahkan Presiden Soekarno
lewat telegram yang menyatakan: 'Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan
bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah mulai
serangannya atas Ibu Kota Yogyakarta. Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat
menjalankan kewajibannya lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin
Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di
Sumatra," ungkapnya.
"Namun, Mr. Sjafruddin saat itu tidak bisa menerima telegram tersebut karena seluruh
jaringan komunikasi telah dirusak tentara penjajah Belanda. Kepada salah satu media
nasional di tahun 1978 Mr. Sjafruddin pernah mengungkapkan: 'Mengapa saya tidak
menamakan diri Presiden Republik Indonesia, tetapi Ketua Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia? Yang demikian itu disebabkan karena saya belum mengetahui
adanya mandat Presiden Soekarno, dan karena didorong rasa keprihatinan dan
kerendahan hati..." imbuhnya.
Dengan istilah Ketua PDRI, kata HNW, sebenarnya Mr. Sjafruddin telah bertindak
sebagai Presiden RI dengan segala kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh UUD
1945 dan diperkuat oleh mandat Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta, yang
waktu itu tidak dapat bertindak sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Di masa
kemerdekaan para tokoh berjuang tanpa pamrih dan tidak ada ambisi kekuasaan.
"Hal itu terbukti, karena setelah situasi darurat bisa dikendalikan Mr. Sjafruddin
langsung terbang ke Yogyakarta ditemani Dr. Halim, M. Natsir dan Mr. Lukman
Hakim untuk menyerahkan kekuasaan kepada Presiden Soekarno. Itu bukti loyalitas
kepada negara Republik Indonesia dan kepemimpinan nasional," papar Hidayat yang
juga menjabat Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ia melanjutkan, tak ada rebutan kekuasaan, dan tak ada sikap arogansi di antara para
tokoh pendiri bangsa. Suatu sikap yang patut diteladani karena semakin langka di
masa kini. Semua pihak berjibaku bela negara, dengan mengabaikan kepentingan
pribadi dan kelompok, termasuk laskar-laskar rakyat seperti Hizbullah, Sabilillah dan
Tentara Pelajar.
Mereka mengorbankan tenaga, harta, jiwa dan raga. Wujud bela negara yang benar
melibatkan segenap pihak yang cinta kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia.
"Semua pihak harus dirangkul untuk bela negara, dengan segala potensi dan
kompetensinya. Jangan sampai saat memperingati Hari Bela Negara, umat Islam
malah ditimpa dengan isu yang melemahkan bangsa dan tak memperkuat negara,
seperti dicurigai dan dikaitkan dengan radikalisme atau stigma lain," pungkasnya
ISI KASUS
Kasus diatas membahas tentang “ Hidayat Nur Wahid mengajak Mahasiswa Bela
Negara secara benar “, isinya adalah membela negara memang harus waspada dengan
terhadap kelompok yang akan/sudah terbukti melemahkan negara. Bela negara juga
hanya akan berhasil bila tidak ada perilaku diskriminatif dan tak adil.
Semua pihak harus dirangkul untuk bela negara, dengan segala potensi dan
kompetensinya. Jangan sampai saat memperingati Hari Bela Negara, umat Islam
malah ditimpa dengan isu yang melemahkan bangsa dan tak memperkuat negara,
seperti dicurigai dan dikaitkan dengan radikalisme atau stigma lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/32016893/MAKALAH_BELA_NEGARA
https://m.detik.com/news/berita/d-4828198/hidayat-nur-wahid-ajak-mahasiswa-bela-
negara-secara-benar