Anda di halaman 1dari 9

TANTANGAN KEPALA RUANGAN DALAM MENJALANKAN

KEBIJAKAN SISTEM RUJUKAN DI RUMAH SAKIT


Armi Mawaddah

Armi_mawaddah21@yahoo.co.id

ABSTRAK
Sistem rujukan adalah penyelenggara pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal. rujukan dilakukan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut. Tujuan untuk mengetahui
tantangan kepala ruangan dalam melakukan system rujukan antara rumah sakit
menggunakan system informasi rumah sakit. Metode diambil dari berbagai jurnal penelitian
yang telah di akui. Penulis mengambil kurang lebih 14 jurnal dalam menyusun kajian ini.
Hasil penelitian tentang kebijakan pemerintah dalam meningkatkan system rujukan
kesehatan daerah kepulauan di kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan
bahwa sudah ada upaya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Lingga dalam meningkatkan
sistem rujukan. Rekomendasi dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi kesehatan
yang terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar jenjang), dan di
luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi rumah sakit pemberi rujukan
maupun rumah sakit rujukan.

Kata Kunci : kebijakan, Sistem rujukan


1. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan kesehatan adalah menyediakan pelayanan


kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau. Saat ini telah dilakukan
pengembangan sarana kesehatan termasuk rumah sakit antara lain
pengembangan kelas Rumah sakit, akreditasi rumah sakit, peningkatan
kemampuan SDM, peningkatan sarana dan prasarana penunjang pelayanan.
Dengan strategi pelaksanaan yaitu antara lain mewujudkan pengembangan
pelayanan terpadu dan unggulan (Noersyahdu, 2014).
Salah satu upaya pelayanan kesehatan perseorangan adalah rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas masalah
kesehatan masyarakat dan kasus-kasus penyakit yang dilakukan secara timbal
balik baik secara vertical maupun horizontal meliputi sarana, rujukan teknologi,
rujukan tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu
pengetahuan dan rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (Permenkes RI no.
922 Tahun 2008).
Sistem rujukan adalah penyelenggara pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang
dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara
atau menetap. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang
lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya (Permenkes
RI No. 001 Tahun 2012).
Sistem rujukan dilakukan secara berjenjang dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yang
terdiri atas pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik) dan pelayanan
kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik) (Faulina, 2016). Berdasarkan
DirjenYanMed (2001), banyak hal yang diduga menjadi penyebab kurang
berhasilnya sistem rujukan, diantaranya terputusnya komunikasi dan kebijakan
antara pemberi pelayanan medik dasar dan pelayanan medik spesialistik. Oleh
karena itu perlunya komunikasi antara fasilitas pelayanan kesehatan yang
merujuk dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang dirujuk. Media komunikasi
dalam sistem rujukan adalah surat rujukan (Ardiyanti,2016).
Tujuan penyelenggaraan sistem rujukan adalah agar dapat tercapainya
pelayanan kesehatan yang lebih baik, mempermudah dan memberikan
perlindungan terhadap keselamatan pasiennya ketika mendapatkan pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan rumah sakit, sebagai media kerjasama antar
instansi, menjalin komunikasi yang baik antara pasien dengan tenaga kesahatan
(Palindo, 2019).
Sistem rujukan merupakan permasalahan yang belum terselesaikan dalam
sistem kesehatan kita. Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah
pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Masih banyak dijumpai
menumpuknya pasien pada Rumah Sakit rujukan tingkat ketiga dengan kasus-
kasus yang sebenarnya bisa diselesaikan di Rumah Sakit dibawahnya. Hal ini
merupakan permasalahan yang tidak saja merugikan secara finansial tetapi juga
akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan serta akan berpengaruh
terhadap pencapaian kinerja dibidang kesehatan serta keseluruhan
(Puspitaningtiyas, 2014).
Ketersediaan informasi sumber daya fasilitas kesehatan diduga dapat
meningkatkan kualitas pelayanan rujukan. Rujukan elektif kasus-kasus penyakit
kronis dapat dilakukan di fasilitas yang tepat, informasi ketersediaan tempat
tidur memudahkan dokter layanan primer untuk merujuk pasien, serta
memungkinkan distribusi beban pelayanan kesehatan. Hal ini juga didukung
dengan banyaknya fasilitas kesehatan yang telah menggunakan sistem
informasi. Sebanyak 80% rumah sakit di DI Yogyakarta sudah memiliki Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), walaupun sebagian besar
pemanfaatannya digunakan untuk laporan rutin (Sanjaya, 2016).
Kesulitan yang dialami perawat dalam merujuk pasien yaitu menunggu
respon dari rumah sakit yang akan dirujuk yang terllau lama dan perawat belum
semua tahau tentang system rujukan menggunakan online. Oleh karena itu
kepala ruang harus mampu melaksanakan peran dan fungsi manajemen sesuai
dengan tingkat hirarkinya seperti memecahkan konflik di tingkat ruang,
memotifasi staf ditingkat ruang dan sebagainya.

2. Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui tantangan kepala ruangan
dalam melakukan sistem rujukan antara rumah sakit menggunakan Sistem
Informasi rumah sakit.

3. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kajian ini diambil dari berbagai
jurnal penelitian yang telah di akui. Penulis mengambil kurang lebih 14 jurnal
dalam menyusun kajian ini.

4. Hasil
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspitaningtiyas 2014 tentang
pelaksaan system rujukan di RSUD. Bayudono yaitu berdasasarkan analisa
univariat menunjukkan bahwa sebanyak 31 responden (52,5%) melakukan
rujukan sesuai prosedur system rujukan, sebanyak 40 responden (67,8%)
melakukan rujukan sesuai mekanisme system rujukan dan sebayak 34 responden
(57,6%) melakukan persiapan rujukan sesuai dengan pelaksanaan system
rujukan, dan sebanyak 36 responden (61,0%) tidak menjumpai kendala selama
pelaksanaan rujukan.
Hasil penelitian tentang pelaksanaan rujukan pasien peserta jaminan
kesehatan nasional puskesmas Galang Tahun 2017 menunjukkan bahwa
Puskesmas Galang dalam memberikan pelayanan kesehatan seperti pelaksanaan
rujukan dalam era JKN masih belum sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan sehingga mempengaruhi peningkatan rujukan. Jumlah sumber daya
manusia sudah sesuai dengan standar puskesmas, Fasilitas alat kesehatan di
Puskesmas Galang belum lengkap sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan,
jenis dan jumlah obat di puskesmas masih belum sesuai dengan kebutuhan dan
standar obat dalam Formularium Nasional, dan menunjukan bahwa alur
pelaksanaan pelayanan rujukan di Puskesmas Galang belum menyesuaikan
dengan petunjuk teknis yang telah ada (Singarimbun, 2017).
Hasil penelitian tentang kebijakan pemerintah dalam meningkatkan system
rujukan kesehatan daerah kepulauan di kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan
Riau menunjukkan bahwa sudah ada upaya kebijakan dari Pemerintah
Kabupaten Lingga dalam meningkatkan sistem rujukan. Kebijakan pembiayaan
yang ada telah mencakup dua aspek baik dari sisi demand (biaya pengobatan)
dan dari sisi supply (sistem yang mendukung pelayanan kesehatan). Proses
rujukan dari pelayanan kesehatan primer ke pelayanan tingkat lanjut telah
berjalan baik walaupun masih ada kekurangan seperti belum memperhatikan
aspek ketersediaan dan kelengkapan jenis pelayanan. Sebagian besar tenaga
kesehatan telah mendapat pelatihan, tenaga dokter spesialis juga ada (hasil
kerjasama dengan fakultas kedokteran), namun networking dalam proses
rujukan masih dilakukan secara parsial dan belum terintegrasi (Luti, 2012).

5. Pembahasan
Merujuk pasien menjadi salah satu pelayanan penting yang harus diberikan
oleh tenaga kesehatan kepada pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut.
Tatacara melakukan rujukan meliputi mendiagnosa pasien, inform consent,
komunikasi dengan tempat rujukan, membuat surat pengantar rujukan,
menyiapkan transpotasi, merujuk pasien dengan mendampinginya, menyerahkan
tanggung jawab ke pihak rumah sakit dan penerima rujukan wajib memberitahu
perkembangan pasien setelah memberikan pelayanan kesehtan, hal ini diatur
pemerintah melalui Permenkes No 001 tahun 2012 (Indrawati dan Wahyuni,
2014).
Karakteristik rujukan medis menurut WHO yaitu adanya kerjasama antara
fasilitas pelayanan kesehatan, kepatuhan terhadap SOP rujukan, kelengkapan
sumber daya pendukung termasuk transportasi dan komunikasi, kelengkapan
formulir rujukan, komunikasi pra rujukan dengan fasilitas tujuan rujukan dan
ketentuan rujuk balik (Primasari, 2015).
Penelitian yang dilakukan Maghdalena tahun 2017 tentang Analisis Faktor –
Faktor Pendukung Pengambilan Keputusan Memilih Rumah Sakit Rujukan Di
Bangka Belitung Dengan Analitycal Hierarchy Process menunjukkan bahwa
kriteria yang paling penting bagi pasien saat memilih rumah sakit rujukan
adalah attribut layanan kesehatan dengan bobot 19,2% dan pasien yang dirujuk
sebagian besar adalah pasien rujukan poli rawat inap bangsal dengan bobot
mencapai 24,2%. Ada banyak alasan pasien dirujuk, baik itu untuk rawat jalan
maupun untuk rawat inap. Seorang pasien atau keluarga pasien memilih rumah
sakit rujukan berdasarkan rekomendasi dari fasilitas kesehatan yang lebih
rendah, atau berdasarkan lokasi, berdasarkan kelengkapan sarana kesehatan,
berdasarkan biaya layanan, atau berdasarkan tingkat kegawatan pasien
(Magdalena, 2017).
System rujukan dilakukan secara berjenjang dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yang
terdiri atas pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik) dan pelayanan
kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik) (Faulina, 2016). Hal ini menyebabkan
sulitnya rumah sakit tipe C merujuk pasien yaitu mencari rumah sakit tipe B
yang dapat menangani kondisi pasien. Diharapkan kepala ruangan dapat
berperan dalam mencari rumah sakit rujukan.
Sistem informasi rumah sakit sangat penting untuk pertukaran data
elektronik antar penyedia layanan kesehatan (dokter praktik, fasilitas primer dan
rumah sakit) sehingga dapat menjamin ketersediaan informasi pasien secara
komprehensif dan efisiensi pelayanan (Kaelber & Frisse dalam Hariana, 2013).
6. Penutup
Jaringan sistem pelayanan kesehatan tersebut memerlukan sistem informasi
yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan dan program
kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui,
difahami, diantisipasi dan di kelola dengan sebaikbaiknya. Dengan demikian
sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi kesehatan yang
terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar jenjang),
dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi rumah sakit
pemberi rujukan maupun rumah sakit rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardyanti. (2016). Pelaksanaan Sistem Rujukan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Aisyiyah Ponorogo. Http://Etd.Repository.Ugm.Ac.Id/Index.Php?
Act=View&Buku_Id=97040&Mod=Penelitian_Detail&Sub=Penelitiandetail&Typ=
Html.
Hariana. (2013). Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (Simrs) Di DIY.
Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia. SESINDO.
Indarwati & Wahyuni. 2014. Pelaksanaan Rujukan Persalinan dan Kendala yang
Dihadapi. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan, Vol 4, No 1.
Faulina. (2016). Kajian Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Dalam Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) Di Upt. Pelayanan Kesehatan Universitas Jember .
Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 2 September 2016.
Luti.(2012). Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Sistem Rujukan
Kesehatan Daerah Kepulauan Di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012.
Magdalena. (2017). Analisis Faktor – Faktor Pendukung Pengambilan Keputusan Memilih
Rumah Sakit Rujukan Di Bangka Belitung Dengan Analitycal Hierarchy Process.
Fountain of Informatics Journal. DOI: http://dx.doi.org/10.21111/fij.v2i2.1196.
Noersyahdu. (2014). Kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Dan Pelayanan Rujukan
Rumah Sakit Saiful Anwar 2014-2019.
Permenkes RI. Nomor 922 Tahun 2008. Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Bidang Kesehatan antara Pemerintah. Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta: Permenkes.
______,No. 001 Tahun 2012. Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan
Palindo. (2019). Pelaksanaan Sistem Rujukan Di Rumah Sakit Alimuddin Umar Kabupaten
Lampung Barat Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 4 Tahun 2018
Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien.
[http://digilib.unila.ac.id/57375/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHAS
AN.pdf]. diunduh Tanggal 07/01/2020.
Puspitaningtyas. (2014). Pelaksanaan Sistem Rujukan Di Rsud Banyudono. GASTER Vol.
XI No. 2 Agustus 2014.
Primasari. (2015). Analisi Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional RSUD. Dr.
Adjidarmono Kabupaten Lebak. Jurnal ARSI.
Sanjaya. (2016). Integrasi Sistem Informasi: Akses Informasi Sumber Daya Fasilitas
Kesehatan dalam Pelayanan Rujukan. Jurnal Sisfo Vol. 06 No. 01.
Singarimbun. (2017). Pelaksanaan Rujukan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional
(Jkn) Di Puskesmas Galang Tahun 2017.
Http://Repositori.Usu.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/1524/131000501.Pdf?
Sequence=1.

Anda mungkin juga menyukai