Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEGAWAT DARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

Disusun untuk memenuhi tugas Kegawat Daruratan Martenal dan Neonatus

DOSEN: dr.Andar Sitanggang,Sp.A

DISUSUN OLEH :

Ni Ketut Putri Anggreni Permata Bunda

2018.A.09.0769

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

PALANGKA RAYA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatus” ini dengan lancar.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah


Kegawat daruratan martenal dan neonates atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikannya makalah ini dengan baik.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah
yang  jauh  lebih baik.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Asuhan
Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatus, khususnya bagi penulis.

Palangka Raya , Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSAKA................................................................................6
2.1 Kondisi Neonatal yang Beresiko Kegawatdaruratan.........................................6
2.1.1 Kegawatdaruratan neonatal dengan asfiksia..........................................6
2.1.2 BBLR ...................................................................................................7
2.1.3 Hipotermia...........................................................................................10\
2.2 Asuhan Kebidanan Penanganan Kegawatdaruratan marternal dan neonatal....10
2.2.1 Sepsi Neonatal..............................................................................................
2.2.2 Asuhan Bayi Baru Lahir Bermasalah...........................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


. .Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam
dunia kedokteran. Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil
menolong ± 50% pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di
masyarakat kadang infertilitas di salah artikan sebagai ketidakmampuan
mutlak untuk memiliki anak atau ”kemandulan” pada kenyataannya
dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai kekurang mampuan
pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah ketidakmampuan
mutlak untuk memiliki keturunan. Menurut catatan WHO, diketahui
penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya,adalah: faktor tuba
fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%,dan
hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagian besar
masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ
reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi.Di Indonesia terdapat
sekitar tiga juta pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak dan
dikatakan sebagai pasangan yang mengalami kemandulan atau infertilitas.
Sebagian besar pasangan suami istri berpikir bahwa mereka akan mudah
memperoleh anak. Sebetulnya 1diantara 10 pasang akan mengalami
hambatan untuk mempunyai anak. Sekitar 40 % kasus infertilitas
disebabkan oleh kemandulan wanita, 30 % disebabkan oleh kemandulan
pria dan 30% oleh keduanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kegawat daruratan dan asuhan kebidana
marternal dan neonatus?
2. Apa saja macam-macam kegawatdaruratan?
3. Apa saja faktor penyebab kegawatdaruratan?
4. Bagaimana cara pencegahan kegawatdaruratan?

4
5. Bagaimana cara mengatasi kegawatdaruratan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui macam-macam infertilitas
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor penyebab infertilitas
3. Untuk mengetahui cara pencegahan infertilitas
4. Untuk mengetahui cara mengatasi infertilitas

5
BAB II
TINJAUAN PUSAKA

2.1 Kondisi Neonatal Yang Beresiko Kegawat daruratan


Masa neonatal merupakan masa kritis untuk bayi karena bayi dalam masa
transisi dari kehidupan intra uteri ke ekstra uteri. Awalnya semua
kebutuhan bayi dalam kandungan sudah terpenuhi dari ibunya melalui
placenta. Namun saat bayi dilahirkan dan berada diluar Rahim terpapar
dengan udara bebas, secara otomatis semua fungsi organ bayi harus mampu
bekerja sendiri baik jantung, pernafasan, ginjal dan lain-lain harus
menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan. Saat itu bayi harus beradaptasi
dengan lingkungannya. Kondisi demikian, memungkinkan ancaman
baik dari individu dan lingkungan yang dapat memunculkan permasalahan
terkait dengan kehidupan bayi sehingga menjadi permasalahan
kegawatdaruratan neonatal. Permasalahan kegawatdaruratan neonatal bisa
berdampak meningkatnya Angka Kematian Bayi (AKB) yang sangat
membutuhkan ketrampilan menyelamatkan nasib anak bangsa. Upaya yang
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan agar dapat
memberikan layanan tepat dan tepat

2.1.1 Kegawatdaruratan Neonatal dengan Asfiksia


Bayi yang dilahirkan seorang ibu tidak selamanya dapat lahir secara baik,
namun dimungkinkan dapat lahir dengan masalah diantaranya adalah lahir
dengan megap-megap atau bayi mengalami asfiksia hal ini dapat dilakukan
penilaian pada menit pertama kehidupannya. Selanjutnya, bila bayi
mengalami masalah harus segera mendapatkan pertolongan yang akan
dilakukan evaluasi dalam 5 menit berikutnya dan tetap mendapatkan
pemantauan ketat. Hal ini terkait dengan batang otak yang akan mati bila
tidak terjadi oksigenasi dalam 10 menit. Dengan demikian tindakan
penilaian awal sampai penatalaksanaan sangat membutuhkan tidakan tepat
dan benar. Untuk itu tenaga dari penolong harus terampil guna membantu
bayi asfiksia lepas dari ancaman kematian. Asfiksia Neonatal Merupakan

6
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah
llahir
Asfiksia merupakan : kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada
saatlahir
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan
PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia Pa CO2 meningkat
dan asidosis

PATOFISIOLOGI Penyebab GEJALA KLINIK Bayi tidak


asfiksia dapat berasal dari bernapas atau napas
faktor ibu, janin dan megap-megap, denyut
plasenta. Adanya hipoksia jantung kurang dari 100
dan iskemia jaringan x/menit, kulit sianosis,
menyebabkan perubahan pucat, tonus otot
fungsional dan biokimia pada menurun, tidak ada
janin. Faktor ini yang respon terhadap refleks
berperan pada kejadian rangsanga
asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia
akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi:

7
1. Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat,
dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2.  Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada
asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak
lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang
post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat

Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu
diganjal 2-3 cm.
b)  Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk
memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa
ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan
infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b.  Kompresi dada.
c. Pengobatan

8
Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1 helai kain / handuk.
2 Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3  Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4 Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5 Kotak alat resusitasi.
6 Jam atau pencatat waktu.
Penataksanaan Pascaresusitasi yang Berhasil
1. Hindari kehilangan panas
 Lakukan kontak kulit di dada ibu (metode Kanguru), dan selimuti
bayi
 Letakkan dibawah radiant heater, jika tersedia
2. Periksa bayi dan hitung napas dalam semenit Jika bayi sianosis
(biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 X/menit,
tarikan dinding dada ke dalam atau merintih)
 Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih
 Beri oksigen 0,5 l/menit lewat kateter hidung atau nasal prong.
 Rujuk ke kamar bayi atau ketempat pelayanan yang dituju.
INGAT : pemberian oksigen secara sembarangan pada bayi
prematur dapat menimbulkan kebutaan
3. Ukur suhu aksiler :
 Jika suhu 36o C atau lebih, teruskan metode kanguru dan mulai
pemberian ASI
 Jika suhu < 36oC, lakukan penanganan hipothermia
4. Mendorong ibu mulai menyusui : bayi yang mendapat resusitasi
cenderung hipoglikemia.

9
 Jika kekuatan mengisap baik, proses penyembuhan optimal
 Jika mengisap kurang baik, rujuk ke kamar bayi atau ketempat
pelayanan yang dituju
5. Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika
sukar bernafas kambuh, rujuk ke kamar bayi atau ke tempat
pelayanan yang dituju

2.1.2 BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. BBLR termasuk faktor
utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus,
bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan.
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan.

Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan


kematian yang paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi,
karena saluran pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya
masih rendah.

Menurut Manuaba (1998), karakteristik Bayi Berat Badan Lahir Rendah


(BBLR) adalah sebagai berikut:

a. Berat kurang dari 2.500 gram


b. Panjang badan kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e.  Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

10
f. Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tcgak
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit
kurang, otot hipotonik- lemah.
h. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi gagal nafas,
pernafasan sekitar 40- 50 kali per menit.
i. Kepala tidak mampu tegak
j. Frekuensi nadi 100-140 kali per menit.

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting.Hal-hal yang dapat dilakukan:

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4


kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan
muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang
mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau
dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan
perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga
kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun
umur reproduksi sehat (20-34 tahun).
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan
antenatal dan status gizi ibu selama hamil.

Penatalaksanaan

Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinanan


yang dapat terjadi pada bayi prematuritas maka perawatan dan
pengawasan ditujukan pada pengaturan suhu, pemberian makanan bayi,
Ikterus, pernapasan, hipoglikemi dan menghindari infeksi

1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas /BBLR.

11
Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermi karena pusat pengaturan panas belum
berfungsi dengan baik, metabolisme rendah dan permukaan
badan relatif luas. Oleh karena itu bayi prematuritas harus
dirawat dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati
dalam rahim , apabila tidak ada inkubator bayi dapat dibungkus
dengan kain dan disampingnya ditaruh botol berisi air panas
sehingga panas badannya dapat dipertahankan.

2. Makanan bayi prematur.

Alat pencernaan bayi belum sempurna, lambung kecil enzim


peneernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg
BB dan kalori 110 kal;/kgBB sehingga pertumbuhan dapat
meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan
didahului derngan menghisap cairan lambung , reflek masih lemah
sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit dengan
frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yasng
paling utama sehingga ASI-lah yang paling dahulu diberikan, bila
faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diberikan
dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde.
Permulaan cairan yang diberikan 50- 60 cc/kgBB/hari terus
dinaikan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.

3. Ikterus

Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya


belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat
oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena
hperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka wama
bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus
muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.

4. Pernapasan

12
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda-tanda gawat pernafasan selalu ada dalam 4 jam.
Bayi haras dirawat terlentang atau tengkurap dalam incubator, dada
abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usalia pernapasan.

5. Hipoglikemi

Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi


berberat badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala
timbul dengan pemeriksaan gula darah secara teratur.

6. Menghindari Infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali mengalami infeksi karena daya


tahan tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh karena itu tindakan
prefentif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi
persalinan dengan prematuritas (BBLR)

2.1.3 Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh <360C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan
termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping
sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir
dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia),
terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan
menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori
tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan
meningkatkan intake kalori. Etiologi dan faktor predisposisi dari hipotermia
antara lain: prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis
dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan
eksposure suhu lingkungan yang dingin. Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1. Mencegah hipotermia
2. Mengenal bayi dengan hipotermia
3. Mengenal resiko hipotermia
4. Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia :

13
a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - < 360C), tanda-tandanya antara
lain: kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah
dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C), tanda-tandanya antara lain:
sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat
tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan
asidosis metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain: muka, ujung
kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat,
kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki
dan tangan (sklerema).

Sebelum anda melakukan rujukan, anda harus melakukan upaya stabilisasi


terlebih dahulu untuk meningkatkan keberhasilan rujukan. Beberapa tindakan
tersebut dalam anda lakukan sebelum anda melakukan rujukan.
1. Menghangatkan tubuh bayi
2. Cegah penurunan gula darah (berikan ASI bila bayi masih bisa
menyusu dan beri ASI perah atau air gula menggunakan pipet bila
bayi tidak bisa menyusu) dapat menyebabkan kerusakan otak
3. Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan
rujukan
4. Rujuk segera

2.2 Asuhan Kebidanan Penanganan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara
tiba-tiba,seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan, 2011).
Kegawatdaruratan dapat juga didefinisikan sebagai situasi serius dan
kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tibadan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan
jiwa/nyawa(Campbell, 2000).
Sedangkan kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang
mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan
dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibudan bayinya
(Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999). Kasus gawat darurat
obstetriadalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kematian ibu dan bayi maka bidan wajib memberikan asuhan

14
kepada ibu dan bayi agar senang tiasa tida terjadi hal yang tidak-tidak
kepada ibu dan bayi.

2.2.1 Sepsi Neonatal

Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui


darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir
tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir.
Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat
badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-
laki.

Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah
bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir.

Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan
disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).

Sepsis adalah sindrome yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan


gejala- gejala infeksi yang parah, yang dapat berkembang ke arah
septisemia dan syok septik. (Marilynn E. Doenges, 1999).

 Sepsis adalah bakteri umum pada aliran darah. (Donna L. Wong,


2003).
 Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai
infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu
pertama kehidupan. (Bobak, 2004).
 Sepsis adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi
pada bulan pertama kehidupan. (Mary E. Muscari, 2005).

Neonatus sangat rentan karena respon imun yang belum sempurna. Angka
mortalitas telah berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain,
prematuritas, prosedur invasif, penggunaan steroid untuk masalah paru
kronis, dan pajanan nosokomial terhadap patogen. Antibodi dalam
kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gram negatif, oleh sebab itu,
menyusui ASI memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi.

15
1. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam
kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu
disebabkan oleh bakteri.
 Bakteri escherichia koli
 Streptococus group B
 Stophylococus aureus
 Enterococus
 Listeria monocytogenes
 Klepsiella
 Entererobacter sp
 Pseudemonas aeruginosa
 Proteus sp
 Organisme anaerobik
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika,
paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima
wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi
prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem
imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-
prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan
bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang
normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke
dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis.
Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi
tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia

16
tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia
ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas – dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial
di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar
85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3
tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal
dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
 Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
 Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
 Kurangnya perawatan prenatal.
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
 Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang
bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin
melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga.
Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit
 Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali
pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap

17
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan
antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
 Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan
 ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
 Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
 Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
 Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
E.colli.
        Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara, yaitu :

1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman
penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain
virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.

18
Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.

2. Pada masa intranatal atau saat persalinan

 Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi.
Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan
traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit
bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini
adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.

3. Infeksi paska atau sesudah persalinan.

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi


nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat :
penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat
terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)

 Tanda dan Gejala


Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:

 Bayi tampak lesu


 tidak kuat menghisap
 denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
 gangguan pernafasan
 kejang
 jaundice (sakit kuning)

19
 muntah
 diare
 perut kembung

 Faktor Risiko
1.   Sepsis Dini
 Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal

 Malnutrisi pada ibu


 Prematuritas, BBLR

2. Sepsis Nosokomial

 BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun


 Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang

3. Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten

2. Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas
non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya
fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya
imunoglobulin A dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya
kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui
plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti
atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi
dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran
gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling
sering menginfeksi adalah streptokokus group B (GBS) dan escherichia
coli, yang terdapat di vagina. GBS muncul sebagai mikroorganisme yang
sangat virulen pada neonatus, dengan angka kematian tinggi (50%) pada

20
bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki koagulasi
negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, dan
organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki,
dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan
sebagai penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi
bakterial dapat terjadi melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit,
membran mukosa mata, hidung, faring, dan telinga, dan sistem internal
seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain,
personel, atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan
dalam sumber air, alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap,
kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter vena dan arteri terpasang yang
digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah, pemantauan tanda
vital. (Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi
sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi
mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang
tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan banyak kematian
dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskular
coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk
mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal
pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor
nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal
anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen
dinding sel bakteri dilepaskan dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan

21
selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis lebih lanjut.Baik
sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin
proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu
(invader) mikroba. FNT dan mediator radang lain meningkatkan
permeabilitas vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler,
dan terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan
metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5
menurut umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian
kembali kapiler yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator
yang dapat dipercaya pada penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler
perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok yang
lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen jaringan
melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh
vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi
miokardium, hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat
racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat
besar. Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia.
Penyebab yang paling umum dari septisemia adalah organisme gram
negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol invasi
mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang
dikarakteristikkan
dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan
kegagalan
sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh
darah air kemih, jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan
fungsi lumbal.

22
2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal,
analisis dan kultur urin.
 Leukositosis (>34.000×109/L)
 Leukopenia (< 4.000x 109/L)
 Netrofil muda 10%
 Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total
(stb+segmen)atau I/T ratio >0,2
 Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
 CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
Factor-faktor pada masalah hematology:
 Peningkatan kerentaan kapiler
 Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma
rendah)
 Perlambatan perkembangansel-sel darah merah
 Peningkatan hemolisis
 Kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan

4. Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200
mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari,
untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin
(Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2
dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang
lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ?
sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah
lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan
serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan
analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram),
foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).

23
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin,
gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-
lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan
infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif
maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium
menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim
100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-
40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg
BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika
diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika
minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif meliputi :

Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi


syok, koreksi metabolik asidosis, terapi
hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma,
trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.

5. Komplikasi
 Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya
 Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
 Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi\
 Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
 Perdarahan
 Demam yang terjadi pada ibu
 Infeksi pada uterus atau plasenta
 Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
 Proses kelahiran yang lama dan sulit

24
6. Pencegahan
1. Pada masa Antenatal :

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara


berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang
diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke
pusat kesehatan bila diperlukan.

2. Pada masa Persalinan :


Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
3. Pada masa pasca Persalinan :
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga
lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus
secara steril.
2.2.2 Asuhan Bayi Baru Lahir Bermasalah
1. Prinsip-Prinsip Asuhan Bayi Baru Lahir
 Jika bayi dilahirkan oleh seorang ibu yang mengalami
komplikasi dalam persalinan penanganan bayi tersebut
bergantung pada:
- Apakah bayi mempunyai kondisi atau masalah yang perlu
tindakan segera.
- Apakah kondisi ibu memungkinkan merawat bayi scara
penuh, sebagian atau tidak sama sekali.

2. Bayi Baru Lahir Dengan Masalah


 Masalah atau kondisi akut perlu tindakan segera dalam 1 jam
kelahiran (oleh tenaga di kamar bersalin):
- Tidak bernafas
- Sesak napas
- Sianosis sentral (kulit biru)
- Bayi berat lahir rendah (BBLR)<2500 gr
- Letargis
- Hipotermia/stres dingin (suhu aksila <36,5°C)
- Kejang

 Kondisi perlu tindakan awal


- Potensial infeksi bakteri (pada ketuban pecah dini atau
pecah lama)
- Potensial sifilis (ibu dengan gejala atau serologis positif)

25
 Kondisi malformasi atau masalah lain yang tidak perlu
tindakan segera (oleh tenaga di kamar bersalin):
- Lakukan asuhan segera bayi baru lahir dalam jam pertama
setelah kelahiran bayi
- Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang sesuai

3. Rujukan Bayi
 Jelaskan kondisi atau masalah bayi kepada ibu
 Jaga bayi tetap hangat, bungkus bayi dengan kain lunak dan
kering, selimuti dan pakai topi
 Rujuk dengan digendong petugas, jika memungkinkan gunakan
inkubator atau basinet jika perlu tindakan khusus, misalnya
pemberian O2
 Mulai menyusui dini
 Ajari memeras payudara dan ASI yang akan diberikan kepada
bayi jika menyusui dini tidak memungkinkan oleh kondisi ibu
atau bayi
 Pastikan kamar bayi NICU (Neonatal Intensive Care Unit) atau
tempat pelayanan yang dituju menerima formulir riwayat
persalinan, kelahiran dan tindakan yang diberikan kepada bayi

4. Penanganan Segera
Tiga keadaan yang perlu tindakan segera ialah:

 Tidak bernafas atau megap-megap


 Penanganan umum:
 Keringkan bayi, ganti kain yang basah dan bungkus
dengan pakaian hangat kering
 Jika belum dilakukan, segera klem dan potong tali pusat
 Letakkan bayi di tmpat yang keras dan hangat ( di
bawah radiant heater) untuk resusitasi
 Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam
melakukan tindakan perawatan dan resusitasi
 Resusitasi
Perlunya resusitasi harus ditentukan sebelum akhir menit
pertama kehidupan indikator terpenting bahwa diperlukan
resusitasi ialah kegagalan napas setelah bayi lahir.

26
 Peralatan Resusitasi
 Selalu harus di cek dalam keadaan baik dan siap pakai
 Sungkup no 1 untuk bayi cukup bulan dan no 0 untuk
bayi kurang bulan
 Cek fungsi balon dengan cengkreman sungkup di
telapak tangan
- Tangan lain meremas balon, jika terasa tekanan
di telapak maka ventilasi cukup
- Remasan dilepas dan balon inflasi kembali,
maka balon berfugsi baik

 Membuka jalan napas


 Posisi bayi telentang
- Kepala lurus dan sedikit tengadah atau ekstensi
(posisi mencium bau)
- Bayi diselimuti, kecuali muka dan dada
 Bersihkan jalan napas dengan mengisap mulut lalu
hidung. Jika terdapat darah atau mekonium di mulut
atau hidung, isap segera untuk menghindari aspirasi
 Tetap jaga kehangatan tubuh bayi
 Nilai kembali keadaan bayi:
- Jika bayi mulai menangis atau bernapas lanjutka
dengan asuhan awal bayi baru lahir
- Jika bayi tetap tidak bernapas lanjutkan dengan
ventilasi
 Ventilasi bayi baru lahir
 Cek kembali posisi bayi
 Posisi sungkup dan cek pelekatnya
- Pasang sungkup di wajah menutupi pipi, mulut,
dan hidung
- Rapatkan pelekatan sungkup dengan wajah

27
- Remas balon dengan dua jari atau seluruh
tangan tergantung besarnya balon
- Cek pelekatan dengan dua kali ventilasi dan
amati pengembangan dada.
 Ventilasi bayi jika pelekatan baik dan terjadi
pengembangan dada. Pertahankan frekuensi (sekitar
40x/menit) dan tekanan (amati dada mudah naik dan
turun):
- Jika dada naik maka kemungkinan tekanan
adekuat
- Jika dada tidak naik, cek kembali dan koreksi
posisi bayi
 Reposisi sungkup untuk pelekatan lebih baik
 Remas balon lebih kuat untuk meningkatkan tekanan
 Isap ulang mulut dan hidung untuk mukus, darah, atau
mekonium
 Pertimbangkan pemberian nalokson (setelah tanda vital
baik) jika ibu mendapat pnelitian atau morfin sebelum
melahirkan
 Lakukan ventilasi selama 1 menit, berhenti dan nilai
apakah terjadi napas spontan:
- Jika pernapasan normal 9frekuensi 30-
60x/menit), tidak ada tarikan dinding dada dan
suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi
baru lahir
- Jika bayi belum bernapas atau napas lemah,
lanjutkan ventilasi sampai napas spontan terjadi
 Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi dan amati
napas selama 5 menit setelah tangis berhenti:
- Jika pernapasan normal (frekuensi 30-60
x/menit), tidak ada tarikan dinding dada dan

28
suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi
baru lahir
- Jika frekuensi <30x/menit lanjutkan ventilasi
- Jika terjadi tarikan dinding dada yang kuat,
ventilasi dengan oksigen jika tersedia. Rujuk ke
kamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju.
 Jika napas belum teratur setelah 20 menit ventilasi
- Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan
yang dituju
- Selama dirujuk jaga bayi tetap hangat dan
berikan ventilasi jika diperlukan
 Jika tidak ada usaha bernapas, megap-megap atau tidak
ada napas setelah 20 menit ventilasi, hentikan ventilasi;
bayi lahir mati. Berikan dukungan psikologis kepada
keluarga

29
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Infertilitas (mandul) adalah ketidakmampuan untuk hamil,
ketidakmampuan mempertahankan kehamilan, ketidakmampuan untuk
membawa kehamilan kepada kelahiran hidup. Infertilitas dibagi menjadi 2
yaitu infertilitas primer dan sekunder. Faktor- faktor penyebab infertilisasi
adalah umur, lama infertilitas, stres, lingkungan, hubungan seksual, dan
kondisi reproduksi wanita. Infertilitas dapat ditangani dengan berbagai
macam cara.

3.2 SARAN
Sebaiknya bagi keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
terkait dengan infertilitas, maka perlu dilakukannya pemeriksaan kedokter
untuk dilakukan uji lanjut (uji Laboratorium). Dan bagi para pembaca agar
lebih berhati-hati menjaga pola hidup untuk menghindari terjadinya
infertilitas.

30
DAFTAR PUSTAKA

Indarwati Ika , Retno Uki B.H , Lanti Retno, D. Analysis Of Factors Influencing
Female Infertility. 2017

Muslimin Yusriani, Arif Wahyuni, Ryadinency Resty , Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Infertilitas Pada Wanita Usia Subur Di Rsu
Sawerigading Palopo, 2016

Novrika Bri. Hubungan Budaya Masyarakat Dengan Tingkat Kecemasan Pada


Pasangan Infertil Di Rsia Annisa Jambi 2015

Saraswati Andini, Infertility. Faculty Of Medicine. Universitas Lampung, 2015

Reeder, dkk. Keperawatan Maternitas. 2012. Jakarta : EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai