DISUSUN OLEH :
2018.A.09.0769
PALANGKA RAYA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatus” ini dengan lancar.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSAKA................................................................................6
2.1 Kondisi Neonatal yang Beresiko Kegawatdaruratan.........................................6
2.1.1 Kegawatdaruratan neonatal dengan asfiksia..........................................6
2.1.2 BBLR ...................................................................................................7
2.1.3 Hipotermia...........................................................................................10\
2.2 Asuhan Kebidanan Penanganan Kegawatdaruratan marternal dan neonatal....10
2.2.1 Sepsi Neonatal..............................................................................................
2.2.2 Asuhan Bayi Baru Lahir Bermasalah...........................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
5. Bagaimana cara mengatasi kegawatdaruratan?
5
BAB II
TINJAUAN PUSAKA
6
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah
llahir
Asfiksia merupakan : kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada
saatlahir
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan
PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia Pa CO2 meningkat
dan asidosis
7
1. Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat,
dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada
asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak
lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang
post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
8
Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1 helai kain / handuk.
2 Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3 Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4 Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5 Kotak alat resusitasi.
6 Jam atau pencatat waktu.
Penataksanaan Pascaresusitasi yang Berhasil
1. Hindari kehilangan panas
Lakukan kontak kulit di dada ibu (metode Kanguru), dan selimuti
bayi
Letakkan dibawah radiant heater, jika tersedia
2. Periksa bayi dan hitung napas dalam semenit Jika bayi sianosis
(biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 X/menit,
tarikan dinding dada ke dalam atau merintih)
Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih
Beri oksigen 0,5 l/menit lewat kateter hidung atau nasal prong.
Rujuk ke kamar bayi atau ketempat pelayanan yang dituju.
INGAT : pemberian oksigen secara sembarangan pada bayi
prematur dapat menimbulkan kebutaan
3. Ukur suhu aksiler :
Jika suhu 36o C atau lebih, teruskan metode kanguru dan mulai
pemberian ASI
Jika suhu < 36oC, lakukan penanganan hipothermia
4. Mendorong ibu mulai menyusui : bayi yang mendapat resusitasi
cenderung hipoglikemia.
9
Jika kekuatan mengisap baik, proses penyembuhan optimal
Jika mengisap kurang baik, rujuk ke kamar bayi atau ketempat
pelayanan yang dituju
5. Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika
sukar bernafas kambuh, rujuk ke kamar bayi atau ke tempat
pelayanan yang dituju
2.1.2 BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. BBLR termasuk faktor
utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus,
bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan.
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan.
10
f. Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tcgak
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit
kurang, otot hipotonik- lemah.
h. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi gagal nafas,
pernafasan sekitar 40- 50 kali per menit.
i. Kepala tidak mampu tegak
j. Frekuensi nadi 100-140 kali per menit.
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting.Hal-hal yang dapat dilakukan:
Penatalaksanaan
11
Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermi karena pusat pengaturan panas belum
berfungsi dengan baik, metabolisme rendah dan permukaan
badan relatif luas. Oleh karena itu bayi prematuritas harus
dirawat dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati
dalam rahim , apabila tidak ada inkubator bayi dapat dibungkus
dengan kain dan disampingnya ditaruh botol berisi air panas
sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
3. Ikterus
4. Pernapasan
12
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda-tanda gawat pernafasan selalu ada dalam 4 jam.
Bayi haras dirawat terlentang atau tengkurap dalam incubator, dada
abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usalia pernapasan.
5. Hipoglikemi
6. Menghindari Infeksi
2.1.3 Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh <360C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan
termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping
sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir
dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia),
terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan
menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori
tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan
meningkatkan intake kalori. Etiologi dan faktor predisposisi dari hipotermia
antara lain: prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis
dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan
eksposure suhu lingkungan yang dingin. Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1. Mencegah hipotermia
2. Mengenal bayi dengan hipotermia
3. Mengenal resiko hipotermia
4. Tindakan pada hipotermia.
13
a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - < 360C), tanda-tandanya antara
lain: kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah
dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C), tanda-tandanya antara lain:
sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat
tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan
asidosis metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain: muka, ujung
kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat,
kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki
dan tangan (sklerema).
14
kepada ibu dan bayi agar senang tiasa tida terjadi hal yang tidak-tidak
kepada ibu dan bayi.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah
bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir.
Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan
disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Neonatus sangat rentan karena respon imun yang belum sempurna. Angka
mortalitas telah berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain,
prematuritas, prosedur invasif, penggunaan steroid untuk masalah paru
kronis, dan pajanan nosokomial terhadap patogen. Antibodi dalam
kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gram negatif, oleh sebab itu,
menyusui ASI memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi.
15
1. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam
kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu
disebabkan oleh bakteri.
Bakteri escherichia koli
Streptococus group B
Stophylococus aureus
Enterococus
Listeria monocytogenes
Klepsiella
Entererobacter sp
Pseudemonas aeruginosa
Proteus sp
Organisme anaerobik
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika,
paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima
wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi
prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem
imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-
prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan
bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang
normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke
dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis.
Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi
tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia
16
tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia
ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas – dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial
di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar
85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3
tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal
dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
Kurangnya perawatan prenatal.
Ketuban pecah dini (KPD)
Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang
bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin
melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga.
Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit
Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali
pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
17
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan
antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara, yaitu :
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman
penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain
virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
18
Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi.
Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan
traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit
bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini
adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
19
muntah
diare
perut kembung
Faktor Risiko
1. Sepsis Dini
Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
2. Sepsis Nosokomial
2. Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas
non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya
fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya
imunoglobulin A dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya
kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui
plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti
atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi
dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran
gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling
sering menginfeksi adalah streptokokus group B (GBS) dan escherichia
coli, yang terdapat di vagina. GBS muncul sebagai mikroorganisme yang
sangat virulen pada neonatus, dengan angka kematian tinggi (50%) pada
20
bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki koagulasi
negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, dan
organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki,
dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan
sebagai penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi
bakterial dapat terjadi melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit,
membran mukosa mata, hidung, faring, dan telinga, dan sistem internal
seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain,
personel, atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan
dalam sumber air, alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap,
kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter vena dan arteri terpasang yang
digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah, pemantauan tanda
vital. (Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi
sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi
mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang
tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan banyak kematian
dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskular
coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk
mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal
pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor
nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal
anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen
dinding sel bakteri dilepaskan dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan
21
selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis lebih lanjut.Baik
sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin
proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu
(invader) mikroba. FNT dan mediator radang lain meningkatkan
permeabilitas vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler,
dan terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan
metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5
menurut umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian
kembali kapiler yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator
yang dapat dipercaya pada penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler
perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok yang
lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen jaringan
melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh
vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi
miokardium, hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat
racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat
besar. Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia.
Penyebab yang paling umum dari septisemia adalah organisme gram
negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol invasi
mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang
dikarakteristikkan
dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan
kegagalan
sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh
darah air kemih, jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan
fungsi lumbal.
22
2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal,
analisis dan kultur urin.
Leukositosis (>34.000×109/L)
Leukopenia (< 4.000x 109/L)
Netrofil muda 10%
Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total
(stb+segmen)atau I/T ratio >0,2
Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
Factor-faktor pada masalah hematology:
Peningkatan kerentaan kapiler
Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma
rendah)
Perlambatan perkembangansel-sel darah merah
Peningkatan hemolisis
Kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan
4. Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200
mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari,
untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin
(Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2
dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang
lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ?
sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah
lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan
serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan
analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram),
foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
23
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin,
gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-
lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan
infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif
maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium
menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim
100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-
40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg
BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika
diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika
minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif meliputi :
5. Komplikasi
Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya
Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi\
Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
Perdarahan
Demam yang terjadi pada ibu
Infeksi pada uterus atau plasenta
Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
Proses kelahiran yang lama dan sulit
24
6. Pencegahan
1. Pada masa Antenatal :
25
Kondisi malformasi atau masalah lain yang tidak perlu
tindakan segera (oleh tenaga di kamar bersalin):
- Lakukan asuhan segera bayi baru lahir dalam jam pertama
setelah kelahiran bayi
- Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang sesuai
3. Rujukan Bayi
Jelaskan kondisi atau masalah bayi kepada ibu
Jaga bayi tetap hangat, bungkus bayi dengan kain lunak dan
kering, selimuti dan pakai topi
Rujuk dengan digendong petugas, jika memungkinkan gunakan
inkubator atau basinet jika perlu tindakan khusus, misalnya
pemberian O2
Mulai menyusui dini
Ajari memeras payudara dan ASI yang akan diberikan kepada
bayi jika menyusui dini tidak memungkinkan oleh kondisi ibu
atau bayi
Pastikan kamar bayi NICU (Neonatal Intensive Care Unit) atau
tempat pelayanan yang dituju menerima formulir riwayat
persalinan, kelahiran dan tindakan yang diberikan kepada bayi
4. Penanganan Segera
Tiga keadaan yang perlu tindakan segera ialah:
26
Peralatan Resusitasi
Selalu harus di cek dalam keadaan baik dan siap pakai
Sungkup no 1 untuk bayi cukup bulan dan no 0 untuk
bayi kurang bulan
Cek fungsi balon dengan cengkreman sungkup di
telapak tangan
- Tangan lain meremas balon, jika terasa tekanan
di telapak maka ventilasi cukup
- Remasan dilepas dan balon inflasi kembali,
maka balon berfugsi baik
27
- Remas balon dengan dua jari atau seluruh
tangan tergantung besarnya balon
- Cek pelekatan dengan dua kali ventilasi dan
amati pengembangan dada.
Ventilasi bayi jika pelekatan baik dan terjadi
pengembangan dada. Pertahankan frekuensi (sekitar
40x/menit) dan tekanan (amati dada mudah naik dan
turun):
- Jika dada naik maka kemungkinan tekanan
adekuat
- Jika dada tidak naik, cek kembali dan koreksi
posisi bayi
Reposisi sungkup untuk pelekatan lebih baik
Remas balon lebih kuat untuk meningkatkan tekanan
Isap ulang mulut dan hidung untuk mukus, darah, atau
mekonium
Pertimbangkan pemberian nalokson (setelah tanda vital
baik) jika ibu mendapat pnelitian atau morfin sebelum
melahirkan
Lakukan ventilasi selama 1 menit, berhenti dan nilai
apakah terjadi napas spontan:
- Jika pernapasan normal 9frekuensi 30-
60x/menit), tidak ada tarikan dinding dada dan
suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi
baru lahir
- Jika bayi belum bernapas atau napas lemah,
lanjutkan ventilasi sampai napas spontan terjadi
Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi dan amati
napas selama 5 menit setelah tangis berhenti:
- Jika pernapasan normal (frekuensi 30-60
x/menit), tidak ada tarikan dinding dada dan
28
suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi
baru lahir
- Jika frekuensi <30x/menit lanjutkan ventilasi
- Jika terjadi tarikan dinding dada yang kuat,
ventilasi dengan oksigen jika tersedia. Rujuk ke
kamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju.
Jika napas belum teratur setelah 20 menit ventilasi
- Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan
yang dituju
- Selama dirujuk jaga bayi tetap hangat dan
berikan ventilasi jika diperlukan
Jika tidak ada usaha bernapas, megap-megap atau tidak
ada napas setelah 20 menit ventilasi, hentikan ventilasi;
bayi lahir mati. Berikan dukungan psikologis kepada
keluarga
29
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Infertilitas (mandul) adalah ketidakmampuan untuk hamil,
ketidakmampuan mempertahankan kehamilan, ketidakmampuan untuk
membawa kehamilan kepada kelahiran hidup. Infertilitas dibagi menjadi 2
yaitu infertilitas primer dan sekunder. Faktor- faktor penyebab infertilisasi
adalah umur, lama infertilitas, stres, lingkungan, hubungan seksual, dan
kondisi reproduksi wanita. Infertilitas dapat ditangani dengan berbagai
macam cara.
3.2 SARAN
Sebaiknya bagi keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
terkait dengan infertilitas, maka perlu dilakukannya pemeriksaan kedokter
untuk dilakukan uji lanjut (uji Laboratorium). Dan bagi para pembaca agar
lebih berhati-hati menjaga pola hidup untuk menghindari terjadinya
infertilitas.
30
DAFTAR PUSTAKA
Indarwati Ika , Retno Uki B.H , Lanti Retno, D. Analysis Of Factors Influencing
Female Infertility. 2017
31