FITRIANI ZAINUDDIN
20190305025
B. Prosedur kerja
1. Memberi salam,sapa,senyum pada klien
2. Baca basmallah sebelum melakukan tindakan
3. Cek gelang identifikasi sesuai dengan spo pemasangan gelang
identifikasi pasien
4. Pastikan obat yang di berikan sesuai dengan instruksi :
jenis, dosis, waktu, cara pemberian dengan klien yang
diberi obat.
5. Kaji adanya kontra indikasi waktu pemberian obat, sukar
menelan, peristaltik turun, operasi gastro intestinal,alergi,
instruksi puasa dan lain-lain.
6. Bantu klien posis duduk / berbaring
7. Berikan obat dengan tepat dan makanan / minuman
yang memudahkan untuk menelan obat mungkin lebih mudah
pasien memegang obat sendiri.
8. Jika pasien tidak mampu memegang sendiri obatnya bantu
dengan meletakan obat dibibir / ujung lidah kemudian minta
pasien menelan
9. Tetap bersama pasien sampai obat tertelan atau minta
keluarga pastikan obat tertelan
10. Bereskan alat-alat
11. Ucapkan hamdallah setelah selesai tindakan
12. Ucapkan salam saat meninggalkan kamar klien
13. Dokumentasikan (Nama dan tanda tangan perawat, tanggal
dan jam pelaksanaan
LINK VIDIO PEMBERIAN IV DAN MEMBUAT ANALISA VIDIO TERSEBUT
DIKAITKAN TEORI
Teknis Injeksi
Injeksi subkutan dilakukan dengan menyuntikan jarum menyudut 45 derajat dari
permukaan kulit. Kulit sebaiknya sedikit dicubit untuk menjauhkan jaringan
subkutisdari jaringan otot.
Sumber :
Alimul, Aziz.H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika
Priharjo, Robert. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat. Jakarta: EGC
Kusmiyati Yuni. 2004. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Yogyakarta:
Fitramaya
Analisa Konsep Pemberian Obat Menggunakan Suppositoria, Intra Cutan (IC)
dan Transdermal
1. Suppositoria
a. Definisi
Untuk Suppositoria adalah suatu bentuk pengobatan yang di desain untuk
administrasi via rektal (Galbraith et al 2007 dalam pregram at al 2008).
Supositoria adalah tehnik pemberian obat berbentuk solid melalui insersi
pada rektum yang mulai popular di abad 19 (radshaw at al,2009).
b. Tujuan
Pemberian obat via rektum akan diabsorbsi melalui mukosa rektum dan
dapat menghindari absorbsi saluran cerna atas. Medikasi secara rektal dapat
memberikan efek secara lokal maupun sistemik seperti mengatasi konstipasi dan
wasir.
c. Indikasi
- Kontraindikasi pengobatan lewat jalan oral yang disebabkan oleh obstruksi
saluran cerna atas atau ketidakmampuan menelan
- saat bahan obat yang diberikan dapat mengiritasi mukosa saluran cerna
- klien yang mengalami mual, muntah, dan ketidakmampuan untuk makan dan
minum
- klien yang puasa atau yang terpasangan alat in situ
- klien dengan tingkat kesadaran rendah
- klien dengan konstipasi
d. Kontra Indikasi
Klien dengan nyeri di rektum, perdarahan, riwayat oprasi anorektal atau
anal stenosis, Klien yang mengalami masalah dengan curah jantung.
Daftar Pustaka
Bradshaw, E., Collins, B., & Williams, J. (2009). Administering rectal
suppositories: preparation, assessment and insertion. Gastrointestinal Nursing,
7(9), 24-28. Retrieved from EBSCOhost.
Pegram A et al (2008) Safe use of rectal suppositories and enemas with adult
patients. Nursing Standard. 22, 38, 38-40. Date of acceptance: April 3 2008.
1. Lapisan epidermis
Tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan lapisan Malpighi. Lapisan
korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan digantikan
oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan
germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan
germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri, mengantikan lapisan
sel- sel pada lapisan korneum.Lapisan Malpighi mengandung pigmen melanin
yang memberi warna pada kulit.Lapisan Malpighi juga berfungsi sebagai pelindung
dari bahaya sinar matahari terutama sinar ultraviolet.
2. Lapisan dermis
Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf,
kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan keringat.
Banyaknya keringat yang dikeluarkan dapat mencapai 2.000 ml setiap hari, tergantung
pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu. Keringat mengandung air, garam, dan
urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebagai organ penerima
rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit penyakit, serta
untuk pengaturan suhu tubuh.
Pada suhu lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan
pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan
memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar
keringat mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara
penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun sehingga kita
tidak merasakan panas lagi. Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah, kelenjar
keringat tidak aktif dan pembuluh kapiler di kulit menyempit. Pada keadaan ini darah
tidak membuang sisa metabolisme dan air, akibatnya penguapan sangat berkurang,
sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami kendinginan. Keluarnya
keringat dikontrol oleh hipotalamus. Hipotalamus adalah bagian dari otak yang
terdiri dari sejumlah nukleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap steroid
dan glukokortikoid, glukosa dan suhu.
3. Lapisan hipodermis
Lapisan ini terletak di bawah dermis. Lapisan ini banyak mengandung lemak.
Lemak berfungsi sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh terhadap benturan, dan
menahan panas tubuh.
Kulit memiliki beberapa fungsi:
Proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi kedalam 4 fase utama yaitu :
1. Respon infllamasi akut terhadap cedera ; mencakup hemostasis, pelepasan
histamin dan mediator laindari sel-sel yang rusak dan migrasi sel darah putih
( leukosit polimorfonuklear dan makrofag ) ke tempat yang rusak tersebut
2. Fase destruktif ; pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami
devitalisasi oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag
3. Fase proliferatif ; yaitu pada saat pembuluh darah baru, yang diperkuat oleh
jaringan ikat menginfiltrasi luka
4. Fase maturasi ; mencakup re-epitalisasi, kontraksi luka dan re-organisasi
jaringan ikat
Fase dan ringkasan proses Implikasi untuk
No Durasi fase
fisiologis penatalaksanaan luka
1 RESPON INFLAMASI AKUT 0-3 hari Fase ini merupakan bagian yang
TERHADAP CEDERA esensial dari proses
Hemostasis : vasokonstriksi penyembuhan dan tidak ada
sementara dari pembuluh darah upya yang dapat menghentikan
yang rusak terjadi pada saat proses ini kecuali jika proses ini
sumbatan trombosit dibentuk dan terjadi pada kompartemen
diperkuat juga oleh serabut fibrin tertutup dimana struktur-struktur
untuk membentuk sebuah bekuan penting mungkin tertekan ( mis ;
Respon jaringan yang rusak : luka bakar pada leher ) meski
jaringan yang rusak dan sel mast demikian jika hal tersebut
melepaskan histamin dan mediator diperpanjang oleh adanay
lain sehingga menyebabkan jaringan yang mengalami
vasodilatasi dari pembuluh darah devitalisasi secara terus-
sekeliling yang masih utuh serta menerus, adanya benda asin,
meningkatnya penyediaan darah pengelupasan jaringan yang
ke daerah tersebut, sehingga luas, trauma kambuhan, atau
menjadi merah dan hangat. 0oleh penggunaan yang tidak
Permeabilitas kapiler-kapiler bijaksana preparat topikal untuk
darah meningkat dan cairan yang luka, seperti antiseptik,
kaya akan protein mengalir antibiotik atau krim asam,
kedalam spasium interstisial sehingga penyembuhan
menyebabkan edema lokal dan diperlambat dan kekuatan
mungkin hilangnya fungsi di atas regangan luka menjadi tetap
sendi tersebut. Leukosit rendah. Sejumlah besar sel
polimorfonuklear ( polimorf ) dan tertarik ke tempat tersebut untuk
makrofag mengadakan migrasi bersaing mendapatkan gizi yang
keluar dari kapiler dan masuk tersedia.inflamasi yang terlalu
kedalam daerah yang rusak banyak dapat menyebabkan
sebagai reaksi terhadap agens granulasi yang berlebihan pada
kemotaktik yang dipacu oleh fase III dan dapat menyebabkan
adanya cedera jaringan parut hipertropik.
Ketidaknyamanan karena edema
dan denyutan pada tempat luka
juga menjadi berkepanjangan
2 FASE DESTRUKTIF 1-6 hari Polimorf dan makrofag mudah
Pembersihan terhadap jaringan dipengaruhi oleh turunnya suhu
mati atau yang mengalami pada tempat luka sebagaimana
devitalisasi dan bakteri oleh yang dapat terjadi bilamana
polimorf dan makrofag. Polimorf sebuah luka yang basah
menelan dan menghancurkan dibiarkan tetap terbuka, pada
bakteri. Tingkat aktivitas polimorf saat aktivitas mereka dapat turun
yang tinggi hidupnya singkat saja sampai nol. Aktivitas mereka
dan penyembuhan dapat berjalan dapat juga dihambat oleh agens
terus tanpa keberadaan sel kimia, hipoksia dan juga
tersebut. Meski demikian perluasan limbah metabolik
penyembuhan berhaenti bila yang disebabkan karena
makrofag mengalami deaktivasi. buruknya perfusi jaringan.
Sel-sel tersebut tidak hanya
mampu menghancurkan bakteri
dan mengeluarkan jaringan yang
mengalami devitalisasi serta fibrin
yang berlebihan tetapi juga
mampu merangsang pembentukan
fibroblas yang melakukan sintesa
struktur protein kolagen dan
menghasilkan sebuah faktor yang
dapat merangsang angiogenesis
( fase III )
3 FASE PROLIFERASI 3-24 hari Gelung kapiler baru jumlahnya
Fibroblast meletakkan substansi sangat banyak dan rapuh serta
dasar dari serabut-serabut kolagen mudah sekali rusak karena
serta pembuluh darah baru mulai penanganan yang kasar misal
menginfiltrasi luka. Begitu menarik balutan yang melekat.
kolagen diletakkan, maka terjadi Vitamin C penting untuk sintesis
peningkatan yang cepat pada kolagen. Tanpa vitamin C
kekuatan regangan luka. Kapiler- sintesis kolagen berhenti, kapiler
kapiler dibentuk oleh tunas darah baru rusak dan mengalami
endotelial, suatu proses yang perdarahan serta penyembuhan
disebut angiogenesis. Bekuan luka terhenti. Faktor sistemik
fibrin yang dihasilkan pada fase I lain yang dapat memperlambat
dikeluarkan begitu kapiler baru penyembuhan pada stadium ini
menyediakan enzim yang termasuk defisiensi besi,
diperlukan. Tanda-tanda inflamasi hipoproteinemia serta hipoksia.
mulai berkurang. Jaringan yang Fase proliferatif terus
dibentuk dari gelung kapiler baru berlangsung secara lebih
yang menopang kolagen dan nlambat seiring dengan
substansi dasar disebut jaringan bertambahnya usia.
granulasi karena penampakannya
yang granuler.warnanya merah
terang.
4 FASE MATURASI 24-365 hari Luka masih sangat rentan
Epitelisasi, kontraksi terhadap trauma mekanis
danreorganisasi jaringan ikat : ( hanya 50 % kekuatan regangan
dalam setiap cedera yang normal dari kulit diperoleh
mengakibatkan hilangnya kulit, kembali dalam 3 bulan
sel epitel pada pinggir luka dan pertama ) epitelisasi terjadi
dari sisa-sisa folikel rambut, serta sampai tiga kali lebih cepat
glandula sebasea dan glandula dilingkungan yang lembab
sudorifera, membelah dan mulai ( dibawah balutan oklusif atau
bermigrasi diatas jaringan granula balutan semipermiabel )
yang baru. Karena jaringan daripada lingkunag yang kering.
tersebut hanya dapat bergerak Kontraksi luka biasanya
diatas jaringan yang hidup, maka merupakan suatu fenomena yang
mereka lewat dibawah eskar atau sangat membantu yakni
dermis yang mengering. Apabila menurunkan daerah permukaan
jaringan tersebut bertemu dengan luka dan meninggalkan jaringan
sel-sel epitel lain yang juga parut yang relatif kecil tetapi
mengalami migrasi maka mitosis kontraksi berlanjut dengan
berhenti akibat inhibi isi kontak. buruk pada daerah tertentu
Kontraksi luka disebabkan karena seperti diatas tibia dan dapt
miofibroblas kontraktil yang menyebabkan distorsi
membantu menyatukan tepi-tepi penampilan pada cedera wajah.
luka. Terdapat suatu penurunan Kadang jaringan fibrosa pada
progresif dalam vaskularitas dermis menjadi sangat
jaringan parut yang berubah dalam hipertrofi, kemerahan dan
penampilannya dari merah menonjol yang pada kasus
kehitaman menjadi putih. Serabut- ekstrim menyebabkan jaringan
serabut kolagen mengadakna parut keloid tidak sedap
reorganisasi dan kekuatan dipandang
regangan luka meningkat
PROSEDUR PERAWATAN LUKA
Pengertian
Tindakan perawatan luka dan kompres yang membutuhkan balutah basah atau
lembap
Tujuan
1. Mencegah, membatasi, atau mengontrol infeksi
2. Mengangkat jaringan nekrotik untuk meningkatkan penyembuhan luka
3. Menyerap drainase (eksudat)
4. Mempertahankan lingkungan luka yang lembap
5. Mengompres mata
Indikasi
1. Luka kronis dan banyak drainase/ pus
2. Luka yang banyak kehilangan jaringan kulit
Persiapan alat
1. Satu set steril sesuai kebutuhan
2. Plester
3. Kasa steril dalam tempatnya, perban bila perlu
4. Sarung tangan bersih
5. Sarung tangan steril
6. Larutan normal saline steril (NaCl 0,9%)
7. Kantong sampah infeksius
8. Perlak dan alasnya
9. Tempat penyimpanan barang steril, seperti bengkok (piala ginjal) dan mangkuk
steril (kopyes) diatas troli
Prosedur
1. Cek instruksi dokter dan rencana perawatan
2. Siapkan alat-alat, termasuk peralatan steril di meja/troli
3. Identifikasi pasien, jelaskan tujuan dan prosedur
4. Berikan privasi
5. Tinggikan tempat tidur dan turunkan penghalang tempat tidur untuk bekerja di
samping pasien
6. Tempatkan kantong untuk meletakkan balutan yang kotor di dekat
pasien
7. Cuci tangan
8. Bentangkan perlak di bawah daerah yang akan diganti balutan
9. Pakai sarung tangan bersih (tidak steril)
10. Lepaskan plester ke arah luka atau buka ikatan balutan
11. Tuang larutan normal saline pada balutan
12. Lepaskan kasa satu per satu, lalu buang ke kantong plastik
13. Lepaskan sarung tangan
14. Buka set steril dengan tetap mempertahankan kesterilan alat
15. Tuang larutan normal saline ke dalam kopyes dan letakkan beberapa potong kasa
di daerah steril tersebut
16. Pakai sarung tangan steril
17. Bersihkan area luka menggunakan kasa, tekan kasa pada daerah depresi atau
lubang
18. Kaji luka, ukur, identifikasi tipe dan tentukan apakah ada tanda-tanda
infeksi
19. Bentangkan kasa lembap dan basa dalam lapisan tunggal dan tempatkan di bagian
atas menutupi seluruh area
20. Kemudian tutup dengan kasa kering pada balutan untuk menahannya
21. Lepaskan sarung tangan dan masukkan ke dalam kantong sampah
infeksius
22. Plester hanya pada bagian ujung-ujung balutan, plester montgomeri dapat
digunakan untuk mencegah iritasi kulit yang berlebihan dan kerusakan yang
disebabkan oleh ganti balutan yang sering. Untuk daerah tertentu, dapat ditambah
gulungan perban untuk memperkuat fiksasi
23. Kembalikan pasien ke posisi semula. Turunkan tempat tidur dan kembali naikkan
penghalang tempat tidur
24. Buang materi yang kotor ke dalam wadah yang tepat (sampah infeksius)
25. Cuci tangan
26. Bereskan alat-alat
27. Catat dalam rekam medik
B. PERAWATAN LUKA DENGAN BALUTAN KERING
Pengertian
Tindakan pembersihan luka dan penggantian balutan kering
Tujuan
1. Mencegah infeksi sekunder
2. Luka bersih dan kering
3. Meminimalkan mikroorganisme
Indikasi
Untuk luka atau insisi pembedahan yang mempunyai drainase minimal dan tidak ada
jaringan yang hilang
Persiapan alat
1. Satu alat steril sesuai kebutuhan
2. Plester
3. Kasa steril dalam tempatnya, perban bila perlu
4. Sarung tangan bersih
5. Sarung tangan steril
6. Larutan normal saline steril (NaCl 0,9 %)
7. Kantong sampah infeksius
8. Perlak dan alasnya
9. Tempat penyimpanan barang steril, seperti bengkok (Piala ginjal) dan mangkuk
steril (Kopyes) diatas troli
Prosedur
1. Cek instruksi dokter dan rencana perawatan
2. Siapkan alat-alat, termasuk peralatan steril di meja/troli
3. Identifikasi pasien, jelaskan tujuan dan prosedur
4. Berikan privasi
5. Tinggikan tempat tidur dan turunkan penghalang tempat tidur untuk bekerja di
samping pasien
6. Tempatkan kantong untuk meletakkan balutan yang kotor di dekat pasien
7. Cuci tangan
8. Bentangkan perlak di bawah daerah yang akan diganti balutan
9. Pakai sarung tangan bersih (tidak steril)
10. Lepaskan plester ke arah luka atau buka ikatan balutan
11. Tuang larutan normal saline pada balutan
12. Lepaskan kasa satu per satu, lalu buang ke kantong plastik
13. Lepaskan sarung tangan
14. Buka set steril dengan tetap mempertahankan kesterilan alat
15. Tuang larutan normal saline ke dalam kopyes dan letakkan beberapa potong kasa
di daerah steril tersebut
16. Pakai sarung tangan steril
17. Bersihkan area luka menggunakan kasa, tekan kasa pada daerah depresi atau
lubang
18. Kaji luka, ukur, identifikasi tipe dan tentukan apakah ada tanda-tanda infeksi
19. Jika ada selang drain, bersihkan area drain dan sekitar area dengan gerakan
sirkulasi (memutar kearah luar). Jangan menggunakan zat kimia sitotoksik atau yang
berbahaya
20. Pasang beberapa kasa pada drain
21. Tutup daerah luka dengan kasa steril
22. Lepaskan sarung tangan dan masukkan ke dalam kantong sampah infeksius
23. Plester hanya pada bagian ujung-ujung balutan, plester montgomeri dapat
digunakan untuk mencegah iritasi kulit yang berlebihan dan kerusakan yang
disebabkan oleh ganti balutan yang sering. Untuk daerah tertentu, dapat ditambah
gulungan perban untuk memperkuat fiksasi
24. Kembalikan pasien ke posisi semula. Turunkan tempat tidur dan kembali naikkan
penghalang tempat tidur
25. Buang materi yang kotor ke dalam wadah yang tepat (sampah infeksius)
26. Cuci tangan
27. Bereskan alat-alat
Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan
oleh kontak fisika (dengan sumber panas), hasil dari tindakan medis,
maupun perubahan kondisi fisiologis. Ketika terjadi luka, tubuh secara
alami melakukan proses penyembuhan luka melalui kegiatan bioseluler dan
biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Proses penyembuhan luka
dibagi ke dalam lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflamasi,
migrasi, proliferasi, dan maturasi. Akhirnya, pada tahap proliferasi akan
terjadi perbaikkan jaringan yang luka oleh kolagen, dan pada tahap
maturasi akan terjadi pematangan dan penguatan jaringan. Penyembuhan
luka juga dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam tubuh, yaitu IL-6, FGF-1,
FGF-2, kolagenase, H2O2, serta BM-MSCs. Perawatan luka dapat
dilakukan dengan menggunakan selulosa mikrobial, balutan luka, maupun
modifikasi sistem vakum. Terapi gen juga mulai dikembangkan untuk
penyembuhan luka, diantaranya aFGF cDNA, KGF DNA, serta rekombinan
eritropoietin manusia. Pengembangan formula dari sistem dan basis yang
digunakan juga dilakukan untuk membantu proses penyembuhan luka. Zat
aktif dari bahan alam pun akhir-akhir ini gencar dikembangkan sebagai
alternatif pengobatan.
P a
e h
n u
d l
u kulit dengan permukaan yang keras
a atau tajam, luka tembak, dan luka
n pasca operasi. Penyebab lain luka
akut adalah luka bakar dan cedera
Luka merupakan suatu kimiawi, seperti terpapar sinar
bentuk kerusakan jaringan pada radiasi, tersengat listrik, terkena
kulit yang disebabkan kontak cairan kimia yang besifat korosif,
dengan sumber panas (seperti
serta terkena sumber panas.2
bahan kimia, air panas, api, radiasi,
Sementara luka kronik
dan listrik), hasil tindakan medis,
merupakan
maupun perubahan kondisi
fisiologis. Luka menyebabkan
luka dengan proses pemulihan
gangguan pada fungsi dan struktur
yang lambat, dengan waktu
anatomi tubuh.1 Berdasarkan penyembuhan lebih dari 12 minggu
waktu dan proses dan terkadang dapat menyebabkan
penyembuhannya, luka dapat kecacatan. Ketika terjadi luka
diklasifikasikan menjadi luka yang bersifat kronik, neutrofil
akut dan kronik. dilepaskan dan secara signifikan
Luka akut merupakan meningkatkan ezim kolagenase
cedera jaringan yang dapat pulih yang bertnggung jawab terhadap
kembali seperti keadaan normal destruksi dari matriks penghubung
dengan bekas luka yang minimal
jaringan.3 Salah satu penyebab
dalam rentang waktu 8-12
terjadinya luka kronik adalah
minggu. Penyebab utama dari luka
kegagalan pemulihan karena
akut adalah cedera mekanikal
kondisi
karena faktor eksternal, dimana
terjadi kontak antara
fisiologis (seperti diabetes melitus (DM) menginisiasi komponen eksudat,
dan kanker), infeksi terus-menerus, dan seperti faktor pembekuan darah.
rendahnya tindakan pengobatan yang Fibrinogen di dalam eksudat memiliki
mekanisme pembekuan darah
diberikan.2
dengan cara koagulasi
Penyembuhan Luka
mengalami nekrosis).5
Eksudat adalah cairan yang diproduksi dari
epitel.9
Tahap proliferasi terjadi secara
sampai 2 tahun.11
Dari penelitian yang dilakukan oleh
proses regulasi terhadap infiltrasi leukosit,
angiogenesis, dan akumulasi kolagen.
Angiogenesis memiliki faktor seperti FGF-
1 dan FGF-2 ketika terjadi hipoksia jaringan.
FGF-2 bekerja dengan menstimulasi sel
endotelial untuk melepaskan aktivator
plasminogen dan prokolagenase. Aktivator
plasminogen akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin dan prokolagenase untuk
mengaktifkan kolagenase, lalu akan terjadi
penyembuhan luka.14
H2O2 juga dilaporkan memiliki
diabetes.23
Pengembangan Formula
fibrin.24
Basis hidrogel juga dapat
pada pH asam sehingga baik digunakan untuk
pengobatan luka bakar. Basis hidrogel ini
dikombinasikan dengan madu dan
menghasilkan suatu matriks hidrogel yang
baik, karena terjadi inkorporasi dari madu ke
dalam basis hidrogel. Basis hidrogel-madu ini
digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Wound Healing: An Overview of 11. Zhang, J., et. al. Exosomes Released
6. Mathur, A., Bains, V. K., Gupta, V., Promoting Collagen Synthesis and
Translational Medicine. 2015; 13:49. 16. Chen, L., Tredget, E. E., Wu, P.
Y. G., Wu, Y. Paracrine Factors
12. Lin, Z., Kondo, T., Ishida Y., of Mesenchymal Stem Cells
Takayasu T., Mukaida, N. Essential Recruit Macrophages and
Involvement of IL-6 in The Skin Endothelial Lineage Cells and
Wound-healing Process as Evidence Enhance Wound Healing. Plos
by Delayed Wound Healing in IL-6 One. 2008; 3(4): 1-12.
Deficient Mice. Journal of Leukocyte 17. Djaprie, S. M., Wardhana, A.
Dressing for Partial
Biology. 2003; 73: 713-721. Thickness Burn Using
Microbial Cellulose and
13. Tonnesen, M. G., Feng X., Clark R. A. Transparent Film Dressing : A
Comparative Study.
F. Angiogenesis in Wound Healing.
5(1): 40-46.
1978; 71(6):382-4.
25. Zohdi, R. M., Zakaria, Z. A. B., Yusof, N., Mustapha N. M., Abdullah, M. N. H.
Gelam (Melaleuca spp.) Honey-Based Hydrogel as Burn Wound Dressing.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2012; 1-7.
26. Feher, P., et. al. Topical Application of Silybum Marianum Extract. Jurnal Medical
Aradean. 2011; 14(2):5-8.
27. Djerrou, Z., et al. Effect of Virgin Fatty Oil of Pistacia Lentiscus on Experimental
Burn Wound’s Healing
in Rabbits. Afr. J. Trad. CAM. 2010;
7(3): 258-263.
Effect of Topical Application of Binahong [Anredera cordifolia (Ten.) Steenis] Leaf Paste
in Wound Healing Process in Mice. Althea Medical Journal. 2014; 1(1): 6-11.
29. Nayak B. S., Sandiford, S., Maxwell, A. Evaluation of the Wound-healing Activity of
Ethanolic Extract of Morinda citrifolia L. Leaf. eCAM.
2009; 6(3): 351-356.
Referensi
Morris, P. J., Malt, R. A. Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press. New York.
1990.
Baxter, C. The Normal Healing Process. In: New Directions in Wound Healing. NJ: E.R. Squlbb
& Sons, Inc. Princeton. 1990.
Kaplan, N. E., Hentz, V. R. Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds. Little
Brown. Boston.
Ferreira, M.C., Tuma, P., Carvalho, V. F. Kamamoto, F. Complex Wounds. Clinics. 2006; 61:
571-578.
Diegelmann, R. F., Evans, M. C. Wound Healing: An Overview of Acute, Fibrotic and Delayed
Healing. Frontiers in Bioscience. 2004; 9:283-289.
Mathur, A., Bains, V. K., Gupta, V., Jhingran, R., Singh, G. P. Evaluation of Intrabony Defects
Treated with Platelet-Rich Fibrin or Autogenous Bone Graft: A Comparative Analysis. European
Journal of Dentistry. 2015; 9(1):100-8.
Werner, S., Krieg, T., Smola H. Keratinocyte-Fibroblast Inter-actions in Wound Healing. Journal
of Investigative Dermatology. 2007; 127: 998-1008.
Alvarenga, M.B., Francisco, A.A., Oliveira, S. M. J. V., Silva, F. M. B.; Shimoda, G. T.,
Damiani, L. P. Episotomy healing assesment: Redness, Oedema, Ecchymosis, Discharge,
Approximation (REEDA) Scale Reliability. Rev. Latino-Am. Enfermagem. 2015; 23(1):162-8.
Bigliardi, P. L., Neumann, C., Teo, Y. L., Pant, A., Bigliardi-Qi, M. Activation of the δ-opioid
Receptor Promotes Cutaneous Wound Healing by Affecting Keratinocyte Intercellular Adhesion
and Migration. British Journal of Pharmacology. 2015; 172:501-4.