Anda di halaman 1dari 45

TUGAS PRA PROFESI

FITRIANI ZAINUDDIN
20190305025

DOSEN PENANGGUNG JAWAB


ANTIA, S. Kp., M. KeP

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA BARAT
2020
DOSIS PEMBERIAN OBAT
1. Rumus Dasar Untuk Dewasa
Rumus dasar mudah untuk diingat dan lebih sering dipakai dalam penghitungan
dosis obat adalah
D/H x V=A
Dimana :
D: adalah dosis yang diinginkan atau dosis yang diperintahkan dokter
H: adalah dosis ditangan : dosis obat pada label tempat obat (botol atau vial)
V: adalah bentuk : bentuk obat yang tersedia (tablet, kapsul, cair)
A: adalah jumlah hasil hitungan yang diberikan kepada pasien
Contoh Soal
Perintah : Ampicillin 0,5 g peroral 2 kali sehari. Obat yang tersedia ampicilln 250
mg/capsul. Jawab
Langkah 1 : Konversi g menjadi mg 5 g = 500 mg
Langkah 2 :

x V =A 500/ 250 X 1 capsul = 500/250 = 2


Jadi pasien mendapat 2 caps

Penghitungan Obat Anak-Anak


Tujuan mempelajari bagaimana menghitung dosis anak adalah untuk
memastikan bahwa anak-anak mendapat dosis yang tepat dalam batas terapetik yang
disetujui. Dua metode yang dianggap aman dalam pemberian obat untuk anak-anak
adalah metode berdasarkan berat badan dan luas permukaan tubuh.
Contoh Soal
Perintah Cefaklor 50 mg 4 kali sehari. Berat anak 6,8 kg. Dosis obat anak-anak
20-40 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiga. Tersedia Cefaklor 125 mg/5 mL.
Apakah dosis yang diresepkan aman ?
Jawab :
Parameter obat: 20 mg X 6,8 = 136 mg/hr
40 mg X 6,8 = 272 mg/hr
Perintah dosis 50 mg X 4 = 200 mg /hr ( Dosis dalam parameter
x V=A 50/125 X 5 aman)
Atau
H : V = D : X
125 mL : 5 mL = 50 mg : x mL
125 x = 250
X = 2 mL

Dosis Anak-anak per Luas Permukaan Tubuh


Untuk menghitung dosis anak-anak dengan luas permukaan tubuh diperlukan tinggi
dan berat badan anak.
2. Dosis Pemberian Obat Secara IV
a. Dosis Untuk Dewasa
Contoh
Ibu X, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak 0,25 mg per
intra vena (IV). Pada vial/kemasan obat tersebut tertulis 0,125 mg = 1cc. Berapa cc
digoksin yang harus diberikan untuk ibu X ?
Jawab :
Digoksin yang harus ibu X terima = Y cc
0,125 mg = 0,25 mg
1 cc Y
b. Dosis Untuk Anak Anak
Berdasarkan berat badan
Metode berat badan dalam penghitungan memberikan hasil yang individual dalam
dosis obat.
Rumus :
Dosis /hari = dosis obat x berat
bad
an
Contoh : Fluorourasil (5-FU), 12 mg/kg/hari intravena, tidak melebihi 800 mg/hari.
Berat dewasa adalah 132 lb (pound).
Maka :
Konversi pound menjadi kilogram (132 : 2,2 = 60 kg)
Dosis = 12 mg x 60 kg = 720 mg/kg/hari

3. Dosis Pemberian Obat IM


Otot mempunyai lebih banyak pembuluh darah daripada jaringan lemak,
sehingga obat-obatan yang diberikan secara intra muskuler lebih cepat diabsorbsi
dari pada injeksi subkutan. Volume larutan obat untuk injeksi IM adalah 0,5 sampai
3,0 mL. Volume larutan yang lebih banyak dari 3 mL, menyebabkan perpindahan
jaringan otot yang lebih banyak dan kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan.
Contoh Soal :
Seorang pasien mendapat terapi oksasillin. Instruksi pada label obat
terbaca: “tambahkan 5,7 mL air steril.” Bubuk obat setara dengan 0,3 mL. Setiap
1,5 mL = 250 mg (larutan obat setara dengan 6 mL). Selesaikan soal dengan
menggunakan 250 mg = 1,5 mL atau 1000 mg (1 g) = 6 mL.
a) D/H xV = 3
b) H : V :: D : x
1000 mg : 6 mL :: 500 mg : x
1000 x = 300 mL
x = 3 ml
Jawab: oksasilin (Prostaphlin) 500 mg = 3 ml

4. Dosis Pemberian Obat Subcutan (SC)


Setelah memahami tentang perangkat yang digunakan untuk memberikan
obat, kini akan kita lanjutkan dengan menghitung dosisnya. Kita mulai dengan
menghitung dosis injeksi subcutan. Pada pembahasan dosis sub cutan, kita akan juga
membahas tentang dosis pemberian insulin, karena meskipun pemberiannya sama
secara sub cutan, akan tetapi insulin memiliki kharakteristik tersendiri, baik satuan
obatnya maupun spuit yang digunakan untuk memasukkan obat.
Penghitungan dosis injeksi sub cutan
Disini akan kita berikan contoh , beberapa kasus terkait kebutuhan terapi secara
sub cutan.
Contoh :
Perintah Heparin 250 U SC, Tersedia Heparin 1.000 U/mL dalam vial.
Rumus dasar :
x V= 250 X 1 mL = 25 = 0,25 mL
1.000 100
Metode Rasio dan Proporsi
H ; V = D ; X
10.000 : 1 mL = 25000 : x ml
X = 25 = 0,25 mL
100
SOP PEMBERIAN OBAT SECARA ORAL
Pengertian : Memberikan obat melalui oral/ mulut
Tujuan Me mberikan obat tertentu yang pemberiannya dengan cara oral
Kebijakan Kebijakan
1. Dilakukan oleh Perawat
2. Indikasi: Pada pasien yang memerlukan
pemberian obat melalui oral
Prosedur A. Persiapan
1. Persiapan Alat:
1.1. Obat sesuai intruksi
1.2. Cairan / makanan yang di gunakan klien minum obat
1.3. Formulir pencatatan
2. Persiapan klien
2.1 Jelaskan prosedur dan tujuan
2.2 Tanya klien makanan / minuman yang
sering di gunakan
untuk
minum
obat
3. Persiapan Perawat
Cuci
tanga
n

B. Prosedur kerja
1. Memberi salam,sapa,senyum pada klien
2. Baca basmallah sebelum melakukan tindakan
3. Cek gelang identifikasi sesuai dengan spo pemasangan gelang
identifikasi pasien
4. Pastikan obat yang di berikan sesuai dengan instruksi :
jenis, dosis, waktu, cara pemberian dengan klien yang
diberi obat.
5. Kaji adanya kontra indikasi waktu pemberian obat, sukar
menelan, peristaltik turun, operasi gastro intestinal,alergi,
instruksi puasa dan lain-lain.
6. Bantu klien posis duduk / berbaring
7. Berikan obat dengan tepat dan makanan / minuman
yang memudahkan untuk menelan obat mungkin lebih mudah
pasien memegang obat sendiri.
8. Jika pasien tidak mampu memegang sendiri obatnya bantu
dengan meletakan obat dibibir / ujung lidah kemudian minta
pasien menelan
9. Tetap bersama pasien sampai obat tertelan atau minta
keluarga pastikan obat tertelan
10. Bereskan alat-alat
11. Ucapkan hamdallah setelah selesai tindakan
12. Ucapkan salam saat meninggalkan kamar klien
13. Dokumentasikan (Nama dan tanda tangan perawat, tanggal
dan jam pelaksanaan
LINK VIDIO PEMBERIAN IV DAN MEMBUAT ANALISA VIDIO TERSEBUT
DIKAITKAN TEORI

1. Link Vidio : https://youtu.be/VAsZxVpy1cI


Secara teori pemberian obat secara Intra Vena adalah sebagai berikut
Persiapan alat :
a. buku catatan pemberian obat atau kartu obat
b. kapas alcohol
c. sarung tangan
d. obat yang sesuai
e. spuit 2ml – 5 ml
f. bak spuit
g. baki obat
h. plester
i. perlak pengalas
j. karet pembendung ( tourniquet )
k. kasa steril ( bila perlu )
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan
b. Siapkan obat dengan prinsip enam benar
c. Indentifikasi klien
d. Beri tahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e. Atur klien pada posisi yang nyaman
f. Pasang perlak pengalas
g. Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
h. Letakkan karet pembendung ( torniquet )
i. Pilih area penususkan yang bebas dari tangda kekakuan, peradangan atau rasa
gatal. Menghindari  gangguan absorpsi obat atau cidera dan nyeri yang
berlebihan
j. Pakai sarung tangan
k. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol , dengan gerakan
sirkuler dari arah darah keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai
kering. Metodr oni dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang
mengandung mikroorganisme
l. Pegang kapas alkohol dengan jari - jari tengah pada tangan non dominan
m. Buka tutup jarum
n. Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan dengan tangan
non dominan. Membuat kulit lebih kencang dan vena tidak bergeser,
memudahkan penusukan
o. Pegang jarum pada posisi 300 sejajar vena yang akn ditusuk perlahan pasti
p. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum kedalam vena
q. Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan
tangan dominan menarik plunger
r. Observasi adanya darah dalam spuit
s. Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan – lahan
t. Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkkan (300) ,
sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area
penusukan
u. Tutup area penusukkan dengan menggunakan kassa steril yang diberi betadin
v. Kembalikan posisi klien
w. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
x. Buka sarung tangan
y. Cuci tangan
z. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
Pemberian Obat Melalui Infus ( Secara Tidak Langsung )
Pemberian Obat  Melalui infus ( secara tidak langsung ) ada dua cara, yaitu :
A. Pemberian obat melalui wadah intravena.
Memberikan obat intravena melalui wadah merupakan pemberian obat dengan
menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena. Tujuannya :
untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
Persiapan Alat dan Bahan :
1.         Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
2.        Obat dalam tempatnya
3.        Wadah cairan ( kantong atau botol )
4.        Kapas alcohol.
Prosedur Kerja :
1.         Cuci tangan
2.        Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3.        Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4.        Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong.
5.        Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
6.        Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hingga menembus bagian
tengah dan masukkan obat berlahan – lahan ke dalam kantong atau wadah cairan.
7.        Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikan kantong cairan
secara perlahan – lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8.        Perikasa kecepatan infus
9.        Cuci tangan
10.      catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
B. Pemberian obat melalui selang intravena.
Persiapan Alat dan Bahan :
1.         Spuit dan jarum yang sesui dengan ukuran
2.        Obat dalam tempatnya
3.        Selang intra vena
4.        Kapas alkohol
Prosedur Kerja :
1.         Cuci tangan
2.        Jelaskan pada pasien mengenai yang akan dilakukan.
3.        Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukan ke dalam spuit.
4.        Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena.
5.        Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan setop aliran.
6.        Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hingga menembus bagian
tengah dan masukan obat secara perlahan – lahan ke dalam selang intravena.
7.        Setelah selesai, tarik spuit.
8.        Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat
9.        Cuci tangan
10.     Catat obat yang telah di berikan dan dosisnya.
Sumber :
1. Priharjo, Robert. 1995 . Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat . Jakarta :
EGC
2. Bouwhuizen, M. 1991 . Ilmu Keperawatan . Jakarta : EGC
3. Hidayat, A.Aziz Alimul. Uliyah, Musrifatul. 2008 . Keterampilan Dasar Praktik
Klinik . Jakarta : Salemba Medika
Analisa Vidio terkait teori didalam persiapan alat tidak dilampirkan buku catatan
pemberian obat plester, kasa dan kapas alcohol, Kemudian dalam proses kerja tidak
diberitahukan tentang prinsip-prinsip yang benar.
2. Link Vidio Pemberian obat IM : https://youtu.be/tFvj8oss308
Secara teori prosedur pemberian obat secara IM adalah sebagai berikut :
Alat yang harus di persiapkan
a. Sarung tangan 1 pasang
b. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
c. Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5  inci untuk dewasa; 25-27 G dan
panjang 1 inci untuk anak-anak)
d. Bak spuit
e. 1 Kapas
f. alkohol dalam kom (secukupnya)
g. Perlak dan pengalas
h. Obat sesuai program terapi
i. Bengkok
j. 1 Buku injeksi/daftar obat
Dan pemberian obat melaului injeksi intra muskuler ini harus tepat dengan 6 B
a. Benar obat
b. Benar dosisbenar waktu
c. Benar pasien
d. Benar cara
e. Benar rute
f. Benar dokumentasi
Cara
a. Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan
b. Memasang perlak dan alasnya
c. Membebaskan daerah yang akan di injeksi.
d. Memakai sarung tangan.
e. Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area injeksi terhadap
adanya edema, massa, nyeri tekan. Hindari area jaringan parut, memar, abrasi
atau infeksi)
f. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam ke luar
diameter ±5cm)
g. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit
h. Memasukkan  spuit dengan sudut 90 derajat, jarum masuk 2/3
i. Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit
j. Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)
k. Mencabut jarum dari tempat penusukan
l. Menekan daerah tusukan dengan kapas  desinfektan
m. Membuang spuit ke dalam bengkok.
Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Berpamitan dengan klien
d. Membereskan alat-alat
e. Mencuci tangan
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Pilihan Tempat Injeksi Intra Muskuler
a. Paha (vastus lateralis) : posisi klien terlentang dengan lutut agak fleksi.
b. Ventrogluteal : posisi klien berbaring miring, telentang, atau telentang dengan
lutut atau panggulmiring dengan tempat yang diinjeksi fleksi.
c. Lengan atas (deltoid) : posisi klien duduk atau berbaring datar dengan lengan
bawah fleksi tetapi rileks menyilangi abdomen atau pangkuan.
Daftar Pustaka
http://nursingbegin.com/prosedur-pemberian-obat-im/
http://yosefw.wordpress.com/2009/03/19/farmakokinetik-pada-geriatri/
secara video dan teori sudah tepat namun tidak terdapat daftar obat atau buku injeksi
dalam persiapan alat.
3. Link Vidio pemberian obat secara Subkutan (SC)
https://youtu.be/3cWisg8aqPM
Secara teori pemberian obat secara Subkutan (SC) sebagai berikut :
Alat dan Bahan
a. Catatan pemberian obat
b. bat dalam tempatnya
c. Spuit insulin
d. Kapas alkohol dalam tempatnya
e. Cairan pelarut bak injeksi
f. Bengkok
Prosedur
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Bebaskan daerah yang akan disuntikan.bebaskan daerah suntikan bila pasien
memakai pakaian berlengan
d. .Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan diberikan
.kemudian tempatkan pada bak injeksi
e. Desinfeksi dengan kapas alkohol
f. Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan
(angkat kulit)
g. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap keatas membentuk sudut
45º terhadap permukaan kulit
h. Lakukan aspirasi. Bila tidak ada darah , semprotkan obat perlahan hingga habis
i. Tarik spuit dengan kapas alkohol. Spuit bekas suntikan dimasukan kedalam
bengkok
j. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
k. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Teknis Injeksi
Injeksi subkutan dilakukan dengan menyuntikan jarum menyudut 45 derajat dari
permukaan kulit. Kulit sebaiknya sedikit dicubit untuk menjauhkan jaringan
subkutisdari jaringan otot.
Sumber :
Alimul, Aziz.H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika
Priharjo, Robert. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat. Jakarta: EGC
Kusmiyati Yuni. 2004. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Yogyakarta:
Fitramaya
Analisa Konsep Pemberian Obat Menggunakan Suppositoria, Intra Cutan (IC)
dan Transdermal
1. Suppositoria
a. Definisi
Untuk Suppositoria adalah suatu bentuk pengobatan yang di desain untuk
administrasi via rektal (Galbraith et al 2007 dalam pregram at al 2008).
Supositoria adalah tehnik pemberian obat berbentuk solid melalui insersi
pada rektum yang mulai popular di abad 19 (radshaw at al,2009).
b. Tujuan
Pemberian obat via rektum akan diabsorbsi melalui mukosa rektum dan
dapat menghindari absorbsi saluran cerna atas. Medikasi secara rektal dapat
memberikan efek secara lokal maupun sistemik seperti mengatasi konstipasi dan
wasir.
c. Indikasi
- Kontraindikasi pengobatan lewat jalan oral yang disebabkan oleh obstruksi
saluran cerna atas atau ketidakmampuan menelan
- saat bahan obat yang diberikan dapat mengiritasi mukosa saluran cerna
- klien yang mengalami mual, muntah, dan ketidakmampuan untuk makan dan
minum
- klien yang puasa atau yang terpasangan alat in situ
- klien dengan tingkat kesadaran rendah
- klien dengan konstipasi
d. Kontra Indikasi
Klien dengan nyeri di rektum, perdarahan, riwayat oprasi anorektal atau
anal stenosis, Klien yang mengalami masalah dengan curah jantung.
Daftar Pustaka
Bradshaw, E., Collins, B., & Williams, J. (2009). Administering rectal
suppositories: preparation, assessment and insertion. Gastrointestinal Nursing,
7(9), 24-28. Retrieved from EBSCOhost.
Pegram A et al (2008) Safe use of rectal suppositories and enemas with adult
patients. Nursing Standard. 22, 38, 38-40. Date of acceptance: April 3 2008.

Delaune, Sue C, at al.2002. Fundamental of nursing : standart and practice 2nd


edition. United state: Dalmar

Perry, Anne Griffin. At al.2004.Clinical Nursing skill techniques.United state:


Elsevier Mosby
2. Intra Cutan (IC)
Pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukan obat kedalam
jaringan kulit yang di lakukan untuk tes alergi terhadap obat yang akan diberikan
.pada umumnya diberikan pada pasien yang akan diberikan obat antibiotic.
Pemberian intrakutan pada dasarnya dibawah kulit atau dapat dibawah dermis atau
epidermis. Secara umum pada daerah lengan tangan dan daerah ventral.
3. Transdermal
Cara pemakaian melalui ppermukaan kulit, berupa plester. Obat menyerap
secara berlahan dan kontinyu masuk ke dalam darah dan langsung kejantung.
Misalkan untuk pegobatan jantung, angina pectoris, Contoh : Nitroderm TTS
(Theraupetic Transdermal system).
TEORI TENTANG KULIT
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang essential dan vital, serta
merupakan cerminan kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis dan sensitif. Bervariasi pada keadaan iklim, umur, sex, ras, dan juga bergantung
pada lokasi tubuh.
Warna kulit berbeda-beda. Dari yang berwarna terang, pirang dan hitam,
warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam
kecoklatan pada genitalia dewasa.
Demikian pula kulit juga bervariasi mengenai lembut, tipis, dan
tebalnya.Kulit yang elastis dan longgar misalnya seperti terdapat pada bibir.
Kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan orang dewasa.
Sedangkan kulit yang tipis terdapat pada wajah, yang lembut pada leher dan
badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.
Kulit berfungsi untuk menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan fisik, kimiawi,
infeksi luar dari bakteri atau jamur, serta gangguan yang bersifat panas. Hal tersebut
dikarenakan pada kulit terdapatnya lapisan lemak subkutan, dermis, dan epidermis.
Selain itu, tebalnya lapisan kulit dan jaringan penunjangnya juga berperan sebagai
pelindung dari gangguan fisik.
A. Anatomi Kulit

Kulit manusia terdiri dari:

1. Lapisan epidermis

Tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan lapisan Malpighi. Lapisan
korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan digantikan
oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan
germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan
germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri, mengantikan lapisan
sel- sel pada lapisan korneum.Lapisan Malpighi mengandung pigmen melanin
yang memberi warna pada kulit.Lapisan Malpighi juga berfungsi sebagai pelindung
dari bahaya sinar matahari terutama sinar ultraviolet.
2. Lapisan dermis
Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf,
kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan keringat.
Banyaknya keringat yang dikeluarkan dapat mencapai 2.000 ml setiap hari, tergantung
pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu. Keringat mengandung air, garam, dan
urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebagai organ penerima
rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit penyakit, serta
untuk pengaturan suhu tubuh.
Pada suhu lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan
pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan
memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar
keringat mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara
penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun sehingga kita
tidak merasakan panas lagi. Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah, kelenjar
keringat tidak aktif dan pembuluh kapiler di kulit menyempit. Pada keadaan ini darah
tidak membuang sisa metabolisme dan air, akibatnya penguapan sangat berkurang,
sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami kendinginan. Keluarnya
keringat dikontrol oleh hipotalamus. Hipotalamus adalah bagian dari otak yang
terdiri dari sejumlah nukleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap steroid
dan glukokortikoid, glukosa dan suhu.
3. Lapisan hipodermis

Lapisan ini terletak di bawah dermis. Lapisan ini banyak mengandung lemak.
Lemak berfungsi sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh terhadap benturan, dan
menahan panas tubuh.
Kulit memiliki beberapa fungsi:

• Sebagai alat pengeluaran berupa kelenjar keringat.

• Sebagai alat peraba.

• Sebagai pelindung organ dibawahnya.

• Tempat dibuatnya Vit D dengan bantuan sinar matahari.

• Pengatur dan penyeimbang suhu tubuh.


- Tempat menimbun lemak.
4. Faktor yang berperan penting dalam fungsi proteksi kulit adalah keratin, lipid,
sebum, pH asam, pigmen melanin, dan sel Langerhans serta makrofag yang
berada di lapisan dermis. Berikut adalah beberapa mekanisme proteksi pada kulit:
1. Keratin
Lapisan keratin bersifat kedap udara, cukup kedap air, dan tidak dapat
ditembus oleh sebagian besar bahan. Oleh karena itu, lapisan ini dapat
menahan segala sesuatu yang melewatinya dalam dua arah antara tubuh dan
lingkungan eksternal. Sebagai contoh, lapisan ini dapat memperkecil hilangnya
air tubuh dan protein plasma pada penderita luka bakar, serta mencegah benda
asing masuk ke dalam tubuh. Selain itu, proses keratinisasi juga berperan
sebagi barrier mekanis karena sel-sel mati akan melepaskan dirinya secara teratur.
2. Lipid
Lipid yang dihasilkan oleh granula lamellar berfungsi untuk mengurangi
evaporasi air dari permukaan kulit. Oleh karena itu, kulit akan terhindar dari
dehidrasi. Selain itu, lipid juga akan mencegah masuknya air ke dalam kulit.
3. Sebum
Sebum yang dihasilkan kelenjar sebasea berperan untuk menjaga kulit dan
rambut agar tidak menjadi kering. Selain itu, sebum mengandung bahan kimia
anti bacteria yang dapat membunuh bakteri. Peran lain dari sebum adalah
pada masa fetus, yakni kelenjar lemak fetus yang dipengaruhi oleh hormone
androgen ibunya akan memproduksi sebum yang berfungsi untuk melindungi
kulit fetus dari cairan amnion, disebut sebagai vernix caseosa.
4. pH asam
Keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, sehingga
menyebabkan pH kulit berkisar 5-6,5. Hal tersebutlah yang menjadi
perlindungan kimiawi kulit terhadap infeksi bakteri maupun jamur.
5. Pigmen Meanin
6. Melanosit yang menghasilkan melanin berfungsi untuk
proteksi terhadap pajanan sinar UV dari matahari. Hal tersebut
dilakukan dengan cara menyerap radiasi UV agar mencegah
kerusakan DNA di epidermis dan menetralisir radikal bebas yang
terbentuk akibat UV.
7. Sel Langerhans
8. Sel Langerhans berfungsi sebagai sel penyaji antigen ke sel T. Hilangnya sel
Langerhans akibat paparan UV dapat menyebabkan kulit lebih rentan
terhadap invasi mikroba dan kanker.
FISIOLOGIS ENYEMBUHAN LUKA

Proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi kedalam 4 fase utama yaitu :
1. Respon infllamasi akut terhadap cedera ; mencakup hemostasis, pelepasan
histamin dan mediator laindari sel-sel yang rusak dan migrasi sel darah putih
( leukosit polimorfonuklear dan makrofag ) ke tempat yang rusak tersebut
2. Fase destruktif ; pembersihan jaringan yang mati dan yang  mengalami
devitalisasi oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag
3. Fase proliferatif ; yaitu pada saat pembuluh darah baru, yang diperkuat oleh
jaringan ikat menginfiltrasi luka
4. Fase maturasi ; mencakup re-epitalisasi, kontraksi luka dan re-organisasi
jaringan ikat
Fase dan ringkasan proses Implikasi untuk
No Durasi fase
fisiologis penatalaksanaan luka
1 RESPON INFLAMASI AKUT 0-3 hari Fase ini merupakan bagian yang
TERHADAP CEDERA esensial dari proses
Hemostasis : vasokonstriksi penyembuhan dan tidak ada
sementara dari pembuluh darah upya yang dapat menghentikan
yang rusak terjadi pada saat proses ini kecuali jika proses ini
sumbatan trombosit dibentuk dan terjadi pada kompartemen
diperkuat juga oleh serabut fibrin tertutup dimana struktur-struktur
untuk membentuk sebuah bekuan penting mungkin tertekan ( mis ;
Respon jaringan yang rusak : luka bakar pada leher ) meski
jaringan yang rusak dan sel mast demikian jika hal tersebut
melepaskan histamin dan mediator diperpanjang oleh adanay
lain sehingga menyebabkan jaringan yang mengalami
vasodilatasi dari pembuluh darah devitalisasi secara terus-
sekeliling yang masih utuh serta menerus, adanya benda asin,
meningkatnya penyediaan darah pengelupasan jaringan yang
ke daerah tersebut, sehingga luas, trauma kambuhan, atau
menjadi merah dan hangat. 0oleh penggunaan yang tidak
Permeabilitas kapiler-kapiler bijaksana preparat topikal untuk
darah meningkat dan cairan yang luka, seperti antiseptik,
kaya akan protein mengalir antibiotik atau krim asam,
kedalam spasium interstisial sehingga penyembuhan
menyebabkan edema lokal dan diperlambat dan kekuatan
mungkin hilangnya fungsi di atas regangan luka menjadi tetap
sendi tersebut. Leukosit rendah. Sejumlah besar sel
polimorfonuklear ( polimorf ) dan tertarik ke tempat tersebut untuk
makrofag mengadakan migrasi bersaing mendapatkan gizi yang
keluar dari kapiler dan masuk tersedia.inflamasi yang terlalu
kedalam daerah yang rusak banyak dapat menyebabkan
sebagai reaksi terhadap agens granulasi yang berlebihan pada
kemotaktik yang dipacu oleh fase III dan dapat menyebabkan
adanya cedera jaringan parut hipertropik.
Ketidaknyamanan karena edema
dan denyutan pada tempat luka
juga menjadi berkepanjangan
2 FASE DESTRUKTIF 1-6 hari Polimorf dan makrofag mudah
Pembersihan terhadap jaringan dipengaruhi oleh turunnya suhu
mati atau yang mengalami pada tempat luka sebagaimana
devitalisasi dan bakteri oleh yang dapat terjadi bilamana
polimorf dan makrofag. Polimorf sebuah luka yang basah
menelan dan menghancurkan dibiarkan tetap terbuka, pada
bakteri. Tingkat aktivitas polimorf saat aktivitas mereka dapat turun
yang tinggi hidupnya singkat saja sampai nol. Aktivitas mereka
dan penyembuhan dapat berjalan dapat juga dihambat oleh agens
terus tanpa keberadaan sel kimia, hipoksia dan juga
tersebut. Meski demikian perluasan limbah metabolik
penyembuhan berhaenti bila yang disebabkan karena
makrofag mengalami deaktivasi. buruknya perfusi jaringan.
Sel-sel tersebut tidak hanya
mampu menghancurkan bakteri
dan mengeluarkan jaringan yang
mengalami devitalisasi serta fibrin
yang berlebihan tetapi juga
mampu merangsang pembentukan
fibroblas yang melakukan sintesa
struktur protein kolagen dan
menghasilkan sebuah faktor yang
dapat merangsang angiogenesis
( fase III )
3 FASE PROLIFERASI 3-24 hari Gelung kapiler baru jumlahnya
Fibroblast meletakkan substansi sangat banyak dan rapuh serta
dasar dari serabut-serabut kolagen mudah sekali rusak karena
serta pembuluh darah baru mulai penanganan yang kasar misal
menginfiltrasi luka. Begitu menarik balutan yang melekat.
kolagen diletakkan, maka terjadi Vitamin C penting untuk sintesis
peningkatan yang cepat pada kolagen. Tanpa vitamin C
kekuatan regangan luka. Kapiler- sintesis kolagen berhenti, kapiler
kapiler dibentuk oleh tunas darah baru rusak dan mengalami
endotelial, suatu proses yang perdarahan serta penyembuhan
disebut angiogenesis. Bekuan luka terhenti. Faktor sistemik
fibrin yang dihasilkan pada fase I lain yang dapat memperlambat
dikeluarkan begitu kapiler baru penyembuhan pada stadium ini
menyediakan enzim yang termasuk defisiensi besi,
diperlukan. Tanda-tanda inflamasi hipoproteinemia serta hipoksia.
mulai berkurang. Jaringan yang Fase proliferatif terus
dibentuk dari gelung kapiler baru berlangsung secara lebih
yang menopang kolagen dan nlambat seiring dengan
substansi dasar disebut jaringan bertambahnya usia.
granulasi karena penampakannya
yang granuler.warnanya merah
terang.
4 FASE MATURASI 24-365 hari Luka masih sangat rentan
Epitelisasi, kontraksi terhadap trauma mekanis
danreorganisasi jaringan ikat : ( hanya 50 % kekuatan regangan
dalam setiap cedera yang normal dari kulit diperoleh
mengakibatkan hilangnya kulit, kembali dalam 3 bulan
sel epitel pada pinggir luka dan pertama )  epitelisasi terjadi
dari sisa-sisa folikel rambut, serta sampai tiga kali lebih cepat
glandula sebasea dan glandula dilingkungan yang lembab
sudorifera, membelah dan mulai ( dibawah balutan oklusif atau
bermigrasi diatas jaringan granula balutan semipermiabel )
yang baru. Karena jaringan daripada lingkunag yang kering.
tersebut hanya dapat bergerak Kontraksi luka biasanya
diatas jaringan yang hidup, maka merupakan suatu fenomena yang
mereka lewat dibawah eskar atau sangat membantu yakni
dermis yang mengering. Apabila menurunkan daerah permukaan
jaringan tersebut bertemu dengan luka dan meninggalkan jaringan
sel-sel epitel lain yang juga parut yang relatif kecil tetapi
mengalami migrasi maka mitosis kontraksi berlanjut dengan
berhenti akibat inhibi isi kontak. buruk pada daerah tertentu
Kontraksi luka disebabkan karena seperti diatas tibia dan dapt
miofibroblas kontraktil yang menyebabkan distorsi
membantu menyatukan tepi-tepi penampilan pada cedera wajah.
luka. Terdapat suatu penurunan Kadang jaringan fibrosa pada
progresif dalam vaskularitas dermis menjadi sangat
jaringan parut yang berubah dalam hipertrofi, kemerahan dan
penampilannya dari merah menonjol yang pada kasus
kehitaman menjadi putih. Serabut- ekstrim menyebabkan jaringan
serabut kolagen mengadakna parut keloid tidak sedap
reorganisasi dan kekuatan dipandang
regangan luka meningkat
PROSEDUR PERAWATAN LUKA
Pengertian
Tindakan perawatan luka dan kompres yang membutuhkan balutah basah atau
lembap
Tujuan
1.  Mencegah, membatasi, atau mengontrol infeksi
2.  Mengangkat jaringan nekrotik untuk meningkatkan penyembuhan luka
3.  Menyerap drainase (eksudat)
4.  Mempertahankan lingkungan luka yang lembap
5.  Mengompres mata
Indikasi
1. Luka kronis dan banyak drainase/ pus
2.  Luka yang banyak kehilangan jaringan kulit
Persiapan alat
1.  Satu set steril sesuai kebutuhan
2.  Plester
3.  Kasa steril dalam tempatnya, perban bila perlu
4.  Sarung tangan bersih
5.  Sarung tangan steril
6.  Larutan normal saline steril (NaCl 0,9%)
7.  Kantong sampah infeksius
8.  Perlak dan alasnya
9.  Tempat penyimpanan barang steril, seperti bengkok (piala ginjal) dan mangkuk
steril (kopyes) diatas troli
Prosedur
1.  Cek instruksi dokter dan rencana perawatan
2.  Siapkan alat-alat, termasuk peralatan steril di meja/troli
3.  Identifikasi pasien, jelaskan tujuan dan prosedur
4.  Berikan privasi
5. Tinggikan tempat tidur dan turunkan penghalang tempat tidur untuk bekerja di
samping pasien
6.              Tempatkan kantong untuk meletakkan balutan yang kotor di dekat
pasien
7.              Cuci tangan
8.              Bentangkan perlak di bawah daerah yang akan diganti balutan
9.              Pakai sarung tangan bersih (tidak steril)
10.          Lepaskan plester ke arah luka atau buka ikatan balutan
11.          Tuang larutan normal saline pada balutan
12.          Lepaskan kasa satu per satu, lalu buang ke kantong plastik
13.          Lepaskan sarung tangan
14.          Buka set steril dengan tetap mempertahankan kesterilan alat
15.         Tuang larutan normal saline ke dalam kopyes dan letakkan beberapa potong kasa
di daerah steril tersebut
16.          Pakai sarung tangan steril
17.         Bersihkan area luka menggunakan kasa, tekan kasa pada daerah depresi atau
lubang
18.          Kaji luka, ukur, identifikasi tipe dan tentukan apakah ada tanda-tanda
infeksi
19.         Bentangkan kasa lembap dan basa dalam lapisan tunggal dan tempatkan di bagian
atas menutupi seluruh area
20.          Kemudian tutup dengan kasa kering pada balutan untuk menahannya
21.          Lepaskan sarung  tangan dan masukkan ke dalam kantong sampah
infeksius
22.         Plester hanya  pada bagian ujung-ujung balutan, plester montgomeri dapat
digunakan untuk mencegah iritasi kulit yang berlebihan dan kerusakan yang
disebabkan oleh ganti balutan yang sering. Untuk daerah tertentu, dapat ditambah
gulungan perban untuk memperkuat fiksasi
23.         Kembalikan pasien ke posisi semula. Turunkan tempat tidur dan kembali naikkan
penghalang tempat tidur
24.          Buang materi yang kotor ke dalam wadah yang tepat (sampah infeksius)
25.          Cuci tangan
26.          Bereskan alat-alat
27.          Catat dalam rekam medik
B. PERAWATAN LUKA DENGAN BALUTAN KERING
Pengertian
Tindakan pembersihan luka dan penggantian balutan kering
Tujuan
1.             Mencegah infeksi sekunder
2.             Luka bersih dan kering
3.             Meminimalkan mikroorganisme

Indikasi
Untuk luka atau insisi pembedahan yang mempunyai drainase minimal dan tidak ada
jaringan yang hilang

Persiapan alat
1.             Satu alat steril sesuai kebutuhan
2.             Plester
3.             Kasa steril dalam tempatnya, perban bila perlu
4.             Sarung tangan bersih
5.             Sarung tangan steril
6.             Larutan normal saline steril (NaCl 0,9 %)
7.             Kantong sampah infeksius
8.             Perlak dan alasnya
9.             Tempat penyimpanan barang steril, seperti bengkok (Piala ginjal) dan mangkuk
steril (Kopyes) diatas troli

Prosedur
1.             Cek instruksi dokter dan rencana perawatan
2.             Siapkan alat-alat, termasuk peralatan steril di meja/troli
3.             Identifikasi pasien, jelaskan tujuan dan prosedur
4.             Berikan privasi
5.             Tinggikan tempat tidur dan turunkan penghalang tempat tidur untuk bekerja di
samping pasien
6.             Tempatkan kantong untuk meletakkan balutan yang kotor di dekat pasien
7.             Cuci tangan
8.             Bentangkan perlak di bawah daerah yang akan diganti balutan
9.             Pakai sarung tangan bersih (tidak steril)
10.         Lepaskan plester ke arah luka atau buka ikatan balutan
11.         Tuang larutan normal saline pada balutan
12.         Lepaskan kasa satu per satu, lalu buang ke kantong plastik
13.         Lepaskan sarung tangan
14.         Buka set steril dengan tetap mempertahankan kesterilan alat
15.         Tuang larutan normal saline ke dalam kopyes dan letakkan beberapa potong kasa
di daerah steril tersebut
16.         Pakai sarung tangan steril
17.         Bersihkan area luka menggunakan kasa, tekan kasa pada daerah depresi atau
lubang
18.         Kaji luka, ukur, identifikasi tipe dan tentukan apakah ada tanda-tanda infeksi
19.         Jika ada selang drain, bersihkan area drain dan sekitar area dengan gerakan
sirkulasi (memutar kearah luar). Jangan menggunakan zat kimia sitotoksik  atau yang
berbahaya
20.         Pasang beberapa kasa pada drain
21.         Tutup daerah luka dengan kasa steril
22.         Lepaskan sarung  tangan dan masukkan ke dalam kantong sampah infeksius
23.         Plester hanya  pada bagian ujung-ujung balutan, plester montgomeri dapat
digunakan untuk mencegah iritasi kulit yang berlebihan dan kerusakan yang
disebabkan oleh ganti balutan yang sering. Untuk daerah tertentu, dapat ditambah
gulungan perban untuk memperkuat fiksasi
24.         Kembalikan pasien ke posisi semula. Turunkan tempat tidur dan kembali naikkan
penghalang tempat tidur
25.         Buang materi yang kotor ke dalam wadah yang tepat (sampah infeksius)
26.         Cuci tangan
27.         Bereskan alat-alat

ANALISA KONSEP DIKAITKAN DEGAN JURNAL PERAWATAN LUKA


Proses Penyembuhan dan Perawatan Luka : Review Sistematik

Handi Purnama, Sriwidodo Sriwidodo, Soraya Ratnawulan Mita


Abstrak
Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan oleh
kontak fisika (dengan sumber panas), hasil dari tindakan medis, maupun perubahan
kondisi fisiologis. Ketika terjadi luka, tubuh secara alami melakukan proses
penyembuhan luka melalui kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam lima tahap, meliputi
tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan maturasi. Akhirnya, pada
tahap proliferasi akan terjadi perbaikkan jaringan yang luka oleh kolagen, dan pada
tahap maturasi akan terjadi pematangan dan penguatan jaringan. Penyembuhan luka
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam tubuh, yaitu IL-6, FGF-1, FGF-2,
kolagenase, H2O2, serta BM-MSCs. Perawatan luka dapat dilakukan dengan
menggunakan selulosa mikrobial, balutan luka, maupun modifikasi sistem vakum.
Terapi gen juga mulai dikembangkan untuk penyembuhan luka, diantaranya aFGF
cDNA, KGF DNA, serta rekombinan eritropoietin manusia. Pengembangan formula
dari sistem dan basis yang digunakan juga dilakukan untuk membantu proses
penyembuhan luka. Zat aktif dari bahan alam pun akhir-akhir ini gencar
dikembangkan sebagai alternatif pengobatan.
Kata kunci : Luka, penyembuhan luka, perawatan luka.
REVIEW SISTEMATIK: PROSES PENYEMBUHAN DAN
PERAWATAN LUKA

Handi Purnama*, Sriwidodo,


Soraya Ratnawulan
Fakultas Farmasi,
Universitas Padjadjaran,
Jl. Raya Bandung-Sumedang
Km 21 Jatinangor
45363 Telp. / Fax.
(022) 779 6200 e-
mail*:
handipuma@gmai
l.com
Abstrak

Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan
oleh kontak fisika (dengan sumber panas), hasil dari tindakan medis,
maupun perubahan kondisi fisiologis. Ketika terjadi luka, tubuh secara
alami melakukan proses penyembuhan luka melalui kegiatan bioseluler dan
biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Proses penyembuhan luka
dibagi ke dalam lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflamasi,
migrasi, proliferasi, dan maturasi. Akhirnya, pada tahap proliferasi akan
terjadi perbaikkan jaringan yang luka oleh kolagen, dan pada tahap
maturasi akan terjadi pematangan dan penguatan jaringan. Penyembuhan
luka juga dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam tubuh, yaitu IL-6, FGF-1,
FGF-2, kolagenase, H2O2, serta BM-MSCs. Perawatan luka dapat
dilakukan dengan menggunakan selulosa mikrobial, balutan luka, maupun
modifikasi sistem vakum. Terapi gen juga mulai dikembangkan untuk
penyembuhan luka, diantaranya aFGF cDNA, KGF DNA, serta rekombinan
eritropoietin manusia. Pengembangan formula dari sistem dan basis yang
digunakan juga dilakukan untuk membantu proses penyembuhan luka. Zat
aktif dari bahan alam pun akhir-akhir ini gencar dikembangkan sebagai
alternatif pengobatan.

Kata kunci : Luka, penyembuhan luka,


perawatan luka.

P a
e h
n u
d l
u kulit dengan permukaan yang keras
a atau tajam, luka tembak, dan luka
n pasca operasi. Penyebab lain luka
akut adalah luka bakar dan cedera
Luka merupakan suatu kimiawi, seperti terpapar sinar
bentuk kerusakan jaringan pada radiasi, tersengat listrik, terkena
kulit yang disebabkan kontak cairan kimia yang besifat korosif,
dengan sumber panas (seperti
serta terkena sumber panas.2
bahan kimia, air panas, api, radiasi,
Sementara luka kronik
dan listrik), hasil tindakan medis,
merupakan
maupun perubahan kondisi
fisiologis. Luka menyebabkan
luka dengan proses pemulihan
gangguan pada fungsi dan struktur
yang lambat, dengan waktu
anatomi tubuh.1 Berdasarkan penyembuhan lebih dari 12 minggu
waktu dan proses dan terkadang dapat menyebabkan
penyembuhannya, luka dapat kecacatan. Ketika terjadi luka
diklasifikasikan menjadi luka yang bersifat kronik, neutrofil
akut dan kronik. dilepaskan dan secara signifikan
Luka akut merupakan meningkatkan ezim kolagenase
cedera jaringan yang dapat pulih yang bertnggung jawab terhadap
kembali seperti keadaan normal destruksi dari matriks penghubung
dengan bekas luka yang minimal
jaringan.3 Salah satu penyebab
dalam rentang waktu 8-12
terjadinya luka kronik adalah
minggu. Penyebab utama dari luka
kegagalan pemulihan karena
akut adalah cedera mekanikal
kondisi
karena faktor eksternal, dimana
terjadi kontak antara
fisiologis (seperti diabetes melitus (DM) menginisiasi komponen eksudat,
dan kanker), infeksi terus-menerus, dan seperti faktor pembekuan darah.
rendahnya tindakan pengobatan yang Fibrinogen di dalam eksudat memiliki
mekanisme pembekuan darah
diberikan.2
dengan cara koagulasi
Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan


suatu proses yang kompleks karena adanya
kegiatan bioseluler dan biokimia yang
terjadi secara berkesinambungan.
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas
seluler, dan terbentuknya senyawa kimia
sebagai substansi mediator di daerah luka
merupakan komponen yang saling terkait
pada proses penyembuhan luka. Ketika
terjadi luka, tubuh memiliki mekanisme
untuk mengembalikan komponen-
komponen jaringan yang rusak dengan

membentuk struktur baru dan fungsional.4


Proses penyembuhan luka tidak hanya

terbatas pada proses regenerasi yang


bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor endogen, seperti umur, nutrisi,
imunologi, pemakaian obat-obatan, dan
kondisi metabolik. Proses penyembuhan
luka dibagi ke dalam lima tahap, meliputi
tahap homeostasis, inflamasi, migrasi,

proliferasi, dan maturasi.5


Pendarahan biasanya terjadi ketika

kulit mengalami luka dan menyebabkan


bakteri maupun antigen keluar dari daerah
yang mengalami luka. Pendarahan juga
mengaktifkan sistem homeostasis yang
terhadap eksudat (darah tanpa sel dan platelet) Inflamasi terjadi karena adanya mediasi
dan pembentukan jaringan fibrin, kemudian
memproduksi agen pembekuan darah dan

menyebabkan pendarahan terhenti.6


Keratinosit dan fibroblas memiliki peran
penting dalam proses penyembuhan luka.
Keratinosit akan menstimulasi fibroblas untuk
mensintesis faktor pertumbuhan, lalu akan
terjadi stimulasi proliferasi keratinosit.
Selanjutnya, fibroblas mendapatkan fenotipe
miofibroblas di bawah kontrol dari keratinosit.
Hal ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara
proinflamator atau pembentukan faktor

pertumbuhan (TGF)- β-dominated.7


Homeostasis memiliki peran

protektif yang membantu dalam penyembuhan


luka. Pelepasan protein yang mengandung
eksudat ke dalam luka menyebabkan
vasodilatasi dan pelepasan histamin maupun
serotonin. Hal ini memungkinkan fagosit
memasuki daerah yang mengalami luka dan
memakan sel-sel mati (jaringan yang

mengalami nekrosis).5
Eksudat adalah cairan yang diproduksi dari

luka kronik atau luka akut, serta merupakan


komponen kunci dalam penyembuhan luka,
mengaliri luka secara berkesinambungan dan
menjaga keadaan tetap lembab. Eksudat juga
memberikan luka suatu nutrisi dan menyediakan

kondisi untuk mitosis dari sel-sel epitel.4


Pada tahap inflamasi akan terjadi

udema, ekimosis, kemerahan, dan nyeri.8


oleh sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan,
dan efek terhadap reseptor. Lin et al.12 terhadap tikus putih, IL-
Selanjutnya adalah tahap migrasi, 6 berperan dalam proses penyembuhan
yang merupakan pergerakan sel epitel dan luka. IL-6 memiliki peran penting
fibroblas pada daerah yang mengalami di dalam
cedera untuk menggantikan jaringan yang
rusak atau hilang. Sel ini meregenerasi dari
tepi, dan secara cepat bertumbuh di daerah
luka pada bagian yang telah tertutup darah
beku bersamaan dengan pengerasan

epitel.9
Tahap proliferasi terjadi secara

simultan dengan tahap migrasi dan


proliferasi sel basal, yang terjadi selama 2-
3 hari. Tahap proliferasi terdiri dari
neoangiogenesis, pembentukan jaringan
yang tergranulasi, dan epitelisasi

kembali.10 Jaringan yang tergranulasi


terbentuk oleh pembuluh darah kapiler dan
limfatik ke dalam luka dan kolagen yang
disintesis oleh fibroblas dan memberikan
kekuatan pada kulit. Sel epitel kemudian
mengeras dan memberikan waktu untuk
kolagen memperbaiki jaringan yang luka.
Proliferasi dari fibroblas dan sintesis
kolagen berlangsung selama dua minggu.
Tahap maturasi berkembang dengan
pembentukkan jaringan penghubung
selular dan penguatan epitel baru yang
ditentukan oleh besarnya luka. Jaringan
granular selular berubah menjadi massa
aselular dalam waktu beberapa bulan

sampai 2 tahun.11
Dari penelitian yang dilakukan oleh
proses regulasi terhadap infiltrasi leukosit,
angiogenesis, dan akumulasi kolagen.
Angiogenesis memiliki faktor seperti FGF-
1 dan FGF-2 ketika terjadi hipoksia jaringan.
FGF-2 bekerja dengan menstimulasi sel
endotelial untuk melepaskan aktivator
plasminogen dan prokolagenase. Aktivator
plasminogen akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin dan prokolagenase untuk
mengaktifkan kolagenase, lalu akan terjadi

digesti konstituen membran dasar.13


Ekspresi kolagenase menghasilkan proses

perbaikkan jaringan pada matriks ekstraselular


dan juga memiliki peran penting dalam
menginisiasi migrasi keratinosit dalam proses

penyembuhan luka.14
H2O2 juga dilaporkan memiliki

aktivitas yang baik dalam proses penyembuhan


luka, melalui penelitian yang dilakukan oleh

Roy et al.15 Dalam konsentrasi yang rendah,


H2O2 memfasilitasi terjadinya angiogenesis
luka secara in vivo. H2O2 menginduksi
fosforilasi FAK dalam jaringan yang luka secara
in vivo dan di dalam lapisan dermal
mikrovaskuler sel endotelial. H2O2
menginduksi daerah fosforilasi spesifik (Tyr-
925 dan Tyr-861) dari FAK. Daerah lain yang
sensitif terhadap H2O2 adalah daerah
autofosforilasi Tyr-397. Faktor parakrin dari
stem sel mesenkimal juga berpengaruh terhadap
makrofag dan sel endotelial, terutama dalam
meningkatkan proses pemulihan luka. Bone
marrow
derived mesenchymal stem cells (BM- membran.18 Metode perawatan
MSCs) berperan dalam proses pemulihan luka
luka yang dilepaskan dari jaringan dermal
fibroblas. BM-MSCs menghasilkan sitokin
dan kemokin yang berbeda, termasuk
VEGF-α, IGF-1, EGF, faktor pertumbuhan
keratinosit, angiopoietin-1, faktor turunan
stromal-1, makrofag inflamator protein-1 α
dan β, serta eritropoietin. BM-MSCs dalam
medium yang telah dikondisikan, secara
signifikan dapat meningkatkan migrasi dari
makrofag, keratinosit, dan sel endotelial,
serta proliferasi dari keratinosit dan sel
endotelial, dibandingkan terhadap fibroblas
dalam medium yang telah dikondisikan.
Jadi melalui penelitian yang telah
dilakukan, faktor yang dihasilkan oleh
BM-MSCs dari makrofag dan sel
endotelial ke dalam luka, meningkatkan

proses penyembuhan luka.16


Perawatan Luka

Perawatan luka dapat dilakukan


dengan menggunakan terapi pengobatan.
Salah satunya adalah menggunakan
selulosa mikrobial yang dapat digunakan
untuk luka maupun ulser kronik. Selulosa
mikrobial dapat membantu proses
penyembuhan, melindungi luka dari cedera
lebih lanjut, dan mempercepat proses

penyembuhan.17 Selulosa mikrobial yang


diperoleh dari bakteri Acetobacter xylinum
menunjukkan potensi yang baik dalam
sistem penyembuhan luka. Kekuatan
mekanik yang tinggi dan sifat fisik yang
luar biasa dihasilkan dari struktur nano
lainnya dengan balutan madu untuk pasien
trauma dengan luka terbuka, dimana pasien
tidak merasakan nyeri dibandingkan dengan
penggunaan balutan normal salin- povidon

iodin.19 Selain itu dapat juga dilakukan


modifikasi sistem vakum dalam perawatan luka.
Pemberian tekanan negatif dapat meningkatkan
pengeluaran cairan dari luka, sehingga dapat
mengurangi populasi bakteri dan udema, serta
meningkatkan aliran darah dan pembentukkan
jaringan yang tergranulasi. Melalui metode ini,
kondisi pasien dapat ditingkatkan karena
memberikan rasa nyaman yang lebih baik

sebelum prosedur operasi.20


Terapi Gen

Pengembangan dalam dunia farmasi


telah mengarah pada proses terapi gen untuk
proses penyembuhan luka. Transfeksi dengan
aFGF cDNA dapat meningkatkan penyembuhan
luka. Percobaan dilakukan terhadap tikus putih
dengan gangguan pemulihan luka diabetes yang
diinduksi dengan aFGF dan plasmid yang
mengkode aFGF. Transfer gen aFGF
menghasilkan ekspresi gen dan peningkatan

fungsional dalam penyembuhan luka.21


Pemulihan luka juga dapat dilakukan dengan
transfeksi elektroporatif dengan KGF-1 DNA.
KGF merupakan faktor pertumbuhan keratinosit
yang menginduksi proliferasi dan diferensiasi
sel epitelial. KGF dihantarkan ke dalam luka
melalui injeksi DNA telanjang dengan
elektroporasi. Injeksi
tunggal KGF DNA mengkode digunakan dalam membantu proses
penggabungan plasmid dengan pemulihan luka. Basis hidrogel
meningkatkan elektroporasi dan memiliki kemampuan yang baik untuk
menyerap eksudat luka, memiliki
meningkatkan proses pemulihan luka.22
stabilitas yang baik
Selain itu, rekombinan eritropoietin

manusia dapat menstimulasi angiogenesis


dan penyembuhan luka. Percobaan ini
dilakukan terhadap tikus yang diinduksi
diabetes. Faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah ekspresi vascular
endothelial growth factor (VEGF) mRNA
dan sintesis protein, untuk melakukan
pemantauan angiogenesis terhadap
ekspresi CD31, serta perubahan evaluasi
histologis. Eritropoietin memiliki potensi
terhadap penyembuhan luka pada penderita

diabetes.23
Pengembangan Formula

Beberapa formula telah


dikembangkan untuk dijadikan suatu
sistem penghantar bagi obat-obat luka.
Triamsinolon asetat yang merupakan
golongan kortikosteroid yang biasa dipakai
sebagai analgesik antipiretik,
dikombinasikan dengan oklusi film
polietilen. Oklusi ini diharapkan dapat
meningkatkan migrasi dari sel epidermal
sehingga menjaga permukaan daerah yang
terluka tetap lembab dan memungkinkan
proses perbaikkan jaringan tanpa merusak

fibrin.24
Basis hidrogel juga dapat
pada pH asam sehingga baik digunakan untuk
pengobatan luka bakar. Basis hidrogel ini
dikombinasikan dengan madu dan
menghasilkan suatu matriks hidrogel yang
baik, karena terjadi inkorporasi dari madu ke
dalam basis hidrogel. Basis hidrogel-madu ini
digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Zohdi, et. al25 sebagai basis sediaan


topikal dari bahan alam untuk tanaman gelam
(Melaleuca spp.). Selain itu dilakukan
pengembangan formulasi dari bahan alam
lainnya untuk penyembuhan luka bakar, yaitu
ekstrak dari tanaman Sylibum marianum yang

diteliti oleh Feher et. al.26


Dalam penelitian yang dilakukan, Sylibum

marianum digunakan sebagai produk


biokosmetik dalam proses perlindungan kulit
terhadap sinar matahari untuk mencegah
kerusakan kulit akibat radiasi UV dari sinar
matahari.
Selain itu, ada beberapa tanaman
potensial lain yang memiliki efek untuk
mengobati luka bakar. Tanaman Pistacia

lentiscus yang diteliti oleh Djerrou et al,27


Anredera cordifolia atau binahong yang diteliti

oleh Kaur et al.,28 dan Morinda citrifolia atau

mengkudu yang diteliti oleh Nayak et al.29


juga memiliki aktivitas untuk digunakan
dalam proses penyembuhan luka.
Simpulan

Luka merupakan bentuk kerusakan yang


terjadi jaringan tubuh. Proses penyembuhan
luka dapat terjadi secara alamiah melalui
mekanisme penyembuhan
luka. Proses penyembuhan luka dapat of Intrabony Defects Treated with
dipercepat dengan melakukan perawatan Platelet-Rich Fibrin or Autogenous
pada luka. Selain itu telah dikembangkan Bone Graft: A Comparative Analysis.
teknik terapi gen dengan menggunakan gen European Journal of Dentistry. 2015;
yang spesifik untuk proses penyembuhan 9(1):100-8.
luka. Pengembangan juga dilakukan
terhadap formula untuk membantu proses 7. Werner, S., Krieg, T., Smola H.
penyembuhan luka, dari pengembangan
basis dan juga pengembangan zat aktif dari Keratinocyte-Fibroblast Inter-actions
herbal. Oleh karena itu melalui ulasan in Wound Healing. Journal of
jurnal ini dapat dikembangkan dan Investigative Dermatology. 2007; 127:
ditelusuri formula basis yang sesuai untuk 998-1008.
zat aktif sehingga dapat meningkatkan
efektivitas dari proses penyembuhan luka. 8. Alvarenga, M.B., Francisco, A.A.,
Daftar Pustaka Oliveira, S. M. J. V., Silva, F. M. B.;
1. Morris, P. J., Malt, R. A. Oxford Shimoda, G. T., Damiani, L. P.
Textbook of Surgery. Oxford Episotomy healing assesment:
University Press. New York. 1990. Redness, Oedema, Ecchymosis,
2. Baxter, C. The Normal Healing Discharge, Approximation (REEDA)
Process. In: New Directions in Wound Scale Reliability. Rev. Latino-Am.
Healing. NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc. Enfermagem. 2015; 23(1):162-8.
Princeton. 1990. 9. Bigliardi, P. L., Neumann, C., Teo, Y.
3. Kaplan, N. E., Hentz, V. R.
L., Pant, A., Bigliardi-Qi, M. Activation of
Emergency Management of Skin and the δ-opioid Receptor Promotes Cutaneous
Wound Healing by Affecting Keratinocyte
Soft Tissue Wounds. Little Brown. Intercellular Adhesion and Migration.
Boston. 172:501-4.
British Journal of Pharmacology.
2015;
F. Kamamoto, F. Complex Wounds. Landthaler, M., Babilas, P. Wound
Clinics. 2006; 61: 571-578. Healing in the 21st Century. J Am

Wound Healing: An Overview of 11. Zhang, J., et. al. Exosomes Released

Frontiers in Bioscience. 2004; 9:283- Cells-derived MSCs Facilitate

6. Mathur, A., Bains, V. K., Gupta, V., Promoting Collagen Synthesis and
Translational Medicine. 2015; 13:49. 16. Chen, L., Tredget, E. E., Wu, P.
Y. G., Wu, Y. Paracrine Factors
12. Lin, Z., Kondo, T., Ishida Y., of Mesenchymal Stem Cells
Takayasu T., Mukaida, N. Essential Recruit Macrophages and
Involvement of IL-6 in The Skin Endothelial Lineage Cells and
Wound-healing Process as Evidence Enhance Wound Healing. Plos
by Delayed Wound Healing in IL-6 One. 2008; 3(4): 1-12.
Deficient Mice. Journal of Leukocyte 17. Djaprie, S. M., Wardhana, A.
Dressing for Partial
Biology. 2003; 73: 713-721. Thickness Burn Using
Microbial Cellulose and
13. Tonnesen, M. G., Feng X., Clark R. A. Transparent Film Dressing : A
Comparative Study.
F. Angiogenesis in Wound Healing.

JID Symposium Proceedings. 2000;

5(1): 40-46.

14. Inoue, M., Kratz, G., Haegerstrand,


A., Stahle-Backdahl, M. Collagenase
Expression is Rapidly Induced in
Wound-Edge After Keratinocytes
After Acute Injury in Human Skin,
Persists During Healing, and Stops at
Re-Epithelialization. The Journal of
Investigative Dermatology. 1995;
104(4): 479-483.

15. Roy S., Khanna S., Nallu K., Hunt, T.

K., Sen, C. K. Dermal Wound Healing


is Subject to Redox Control.
Molecular Therapy. 2006; 13(1): 211-
220.
Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013; Acetonide and Polyethelene Film
Occlusion. The
2(2):89-95.

18. Czaja, W., Krystynowicz, A., Bielecki, S.,


Brown, R. M. Microbial Cellulose - The
Natural Power to Heal Wounds.
Biomaterials. 2006; 27: 145-151.
19. Zulfa, Nurachmah, E., Gayatri, D.

Perbandingan Penyembuhan Luka Terbuka


Menggunakan Balutan Madu atau Balutan
Normal-Salin-Povidone Iodine. Jurnal
Keperawatan Indonesia. 2008; 12(1):34-39.
20. Mahandaru, D., Seswhandana, R. The
Simplest Modified Vacuum Assisted
Closure to Treat Chronic Wound : Serial
Case Report. Jurnal Plastik Rekonstruksi.
2012; 1(2):117-122.
21. Sun, L, et al. Transfection with aFGF
cDNA Improves Wound Healing. The
Journal of Investigative Dermatology.
1997; 108(3): 313-318.

22. Marti, G., et al. Electroporative


Transfection with KGF-1 DNA Improves
Wound Healing in A Diabetic Mouse
Model. Gene Therapy. 2004; 11: 1780-
1785.
23. Galeano, M., et al. Recombinant
Human Erythropoietin Stimulates
Angiogenesis and Wound Healing in The
Genetically Diabetic Mouse.
Diabetes. 2004; 53: 2509-17.
24. Eaglstein, W. H., Mertz, P. M. New
Method for Assessing Epidermal Wound
Healing: The Effects of Triamcinolone
Journal of Investigative Dermatology.

1978; 71(6):382-4.

25. Zohdi, R. M., Zakaria, Z. A. B., Yusof, N., Mustapha N. M., Abdullah, M. N. H.
Gelam (Melaleuca spp.) Honey-Based Hydrogel as Burn Wound Dressing.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2012; 1-7.
26. Feher, P., et. al. Topical Application of Silybum Marianum Extract. Jurnal Medical
Aradean. 2011; 14(2):5-8.
27. Djerrou, Z., et al. Effect of Virgin Fatty Oil of Pistacia Lentiscus on Experimental
Burn Wound’s Healing
in Rabbits. Afr. J. Trad. CAM. 2010;

7(3): 258-263.

28. Kaur, G., Utama, N. V., Usman, H. A.

Effect of Topical Application of Binahong [Anredera cordifolia (Ten.) Steenis] Leaf Paste
in Wound Healing Process in Mice. Althea Medical Journal. 2014; 1(1): 6-11.
29. Nayak B. S., Sandiford, S., Maxwell, A. Evaluation of the Wound-healing Activity of
Ethanolic Extract of Morinda citrifolia L. Leaf. eCAM.
2009; 6(3): 351-356.

Referensi
Morris, P. J., Malt, R. A. Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press. New York.
1990.
Baxter, C. The Normal Healing Process. In: New Directions in Wound Healing. NJ: E.R. Squlbb
& Sons, Inc. Princeton. 1990.
Kaplan, N. E., Hentz, V. R. Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds. Little
Brown. Boston.
Ferreira, M.C., Tuma, P., Carvalho, V. F. Kamamoto, F. Complex Wounds. Clinics. 2006; 61:
571-578.
Diegelmann, R. F., Evans, M. C. Wound Healing: An Overview of Acute, Fibrotic and Delayed
Healing. Frontiers in Bioscience. 2004; 9:283-289.
Mathur, A., Bains, V. K., Gupta, V., Jhingran, R., Singh, G. P. Evaluation of Intrabony Defects
Treated with Platelet-Rich Fibrin or Autogenous Bone Graft: A Comparative Analysis. European
Journal of Dentistry. 2015; 9(1):100-8.
Werner, S., Krieg, T., Smola H. Keratinocyte-Fibroblast Inter-actions in Wound Healing. Journal
of Investigative Dermatology. 2007; 127: 998-1008.
Alvarenga, M.B., Francisco, A.A., Oliveira, S. M. J. V., Silva, F. M. B.; Shimoda, G. T.,
Damiani, L. P. Episotomy healing assesment: Redness, Oedema, Ecchymosis, Discharge,
Approximation (REEDA) Scale Reliability. Rev. Latino-Am. Enfermagem. 2015; 23(1):162-8.
Bigliardi, P. L., Neumann, C., Teo, Y. L., Pant, A., Bigliardi-Qi, M. Activation of the δ-opioid
Receptor Promotes Cutaneous Wound Healing by Affecting Keratinocyte Intercellular Adhesion
and Migration. British Journal of Pharmacology. 2015; 172:501-4.

Anda mungkin juga menyukai