Anda di halaman 1dari 24

Makalah

EKOSISTEM SUNGAI

OLEH:

Winarsi Maspeke (1111419034)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

BUDIDAYA PERAIRAN

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan

sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa

pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah

ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda

tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di

akhirat nanti.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Limnologi diprogram

studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan di Universitas

Negeri Gorontalo. Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Bapak Mulis, S.Pi., M.Sc. selaku dosen pembimbing mata kuliah

Limnologi dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta

arahan selama penyusunan makalah ini.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan berharap makalah ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Gorontalo, 25 Maret 2020

Winarsi Maspeke
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Perbedaan Sungai dan Danau 4
2.2 Pemanfaatan Air Sungai 5
2.3 Siklus Air 6
2.4 Karakter Sungai 7
2.5 Macam-Macam Sungai 9
2.6 Daerah Aliran Sungai (Watershed) 11
2.7 Penampang Lintang Kanal Sungai 12
2.8 Dataran Banjir (Floodplain) 13
2.9 Riffles, Pools, dan Cascades 14
2.10 Faktor-Faktor Fisik Sungai 15
2.10.1 Arus 15
2.10.2 Substrat 16
2.10.3 Suhu 17
2.10.4 Kadar Oksigen 18
2.11 Sumber Bahan Organik 18
BAB III PENUTUP 20
3.1 Kesimpulan 20
3.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sungai merupakan badan air mengalir (perairan lotic) yang membentuk

aliran di daerah daratan dari hulu menuju ke arah hilir dan akhirnya bermuara ke

laut. Air sungai sangat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan

organisme daratan seperti; tumbuhan, hewan, dan manusia di sekitarnya serta

seluruh biota air di dalamnya (Downes et al., 2002). Sungai mempunyai fungsi

utama menampung curah hujan dan mengalirkannya sampai ke laut. Ekosistem

sungai merupakan habitat bagi organisme akuatik yang keberadaannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme akuatik tersebut diantaranya

tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos, ikan, serangga air, dan lain-lain. Sungai

juga merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri,

sumber mineral, dan pemanfaatan lainnya (Soewarno, 1991).

Secara umum, alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian hulu,

bagian tengah, dan bagian hilir. Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi

karena pada umumnya alur sungai melalui daerah pegunungan atau perbukitan

yang mempunyai cukup ketinggian dari permukaan laut. Substrat permukaan pada

bagian hulu pada umumnya berupa bebatuan dan pasir. (Soewarno, 1991). Hulu

sungai merupakan zona antara ekosistem daratan dengan ekosistem perairan dan

sering kali merupakan daerah yang kaya akan biodiversitas (Louhi, dkk., 2010).

Alur sungai di bagian hulu mempunyai kecepatan aliran yang lebih besar dari
bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil erosi yang diangkut tidak saja

partikel sedimen halus tetapi juga apsir, kerikil, bahkan batu (Seowarno, 1991).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui perbedaan sungai dan danau.

2. Mengetahui pemanfaatan air sungai.

3. Mengetahui siklus air.

4. Mengetahui karakter sungai.

5. Mengetahui macam-macam sungai.

6. Mengetahui Daerah Aliran Sungai (Watershed)

7. Mengetahui penampang lintang kanal sungai.

8. Mengetahui dataran banjir (Floodplain).

9. Mengetahui Riffles, Pools, dan Cascades.

10. Mengetahui faktor-faktor fisik sungai.

11. Mengetahui sumber bahan organik.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami perbedaan sungai dan danau.

2. Memaghami pemanfaatan air sungai.

3. Memahami siklus air.

4. Memahami karakter sungai.


5. Memahami macam-macam sungai.

6. Memahami Daerah Aliran Sungai (Watershed)

7. Memahami penampang lintang kanal sungai.

8. Memahami dataran banjir (Floodplain).

9. Memahami Riffles, Pools, dan Cascades.

10. Memahami faktor-faktor fisik sungai.

11. Memahami sumber bahan organik.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Sungai dan Danau

Sungai merupakan jalan air alami, mengalir menuju samudera, danau, laut,

atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana

mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Sungai

memiliki ekosistem air mengalir (lotic system). Melalui sungai merupakan cara

yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau

tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian,

bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan

bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan

saluran dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana

sungai bertemu laut dikenal sebagai muara sungai. Manfaat terbesar sebuah sungai

adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran

pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk

dijadikan objek wisata sungai (Ahira: 2011).

Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang

umumnya curam. Danau memiliki ekosistem air tergenang (lentic system). Air

danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada

daerah pinggir saja. Berdasarkan pada peoses terjadinya danau dikenal danau
tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat

aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).

2.2 Pemanfaatan Air Sungai

Sungai memiliki peran yang penting, karena memiliki banyak manfaat

bagi makhluk hidup. Contohnya, air dan nutrien untuk pertanian, habitat bagi flora

dan fauna, jalur bagi perdagangan, tempat rekreasi, dan sumber tenaga listrik.

Sumber Daya Air merupakan suatu nilai ekonomi, sehingga

pemanfaatannya sering dilakukan secara besar-besaran oleh pemerintah daerah

maupun masyarakat sekitarnya. Akan tetapi, kenyataan di lapangan air sungai

yang merupakan salah satu SDA yang memilki nilai ekonomi bukan hanya

dipergunakan oleh PDAM saja, tetapi juga dimanfaatkan sebagian besar oleh

masyarakat yang ada di sekitar aliran sungai terutama petani untuk mengairi

sawah dan ladang. Selain itu air sungai juga dimanfaatkan oleh beberapa industri

disekitar sungai, sehingga saat terjadi musim kemarau terutama kemarau panjang

dengan volume air sungai yang rendah menjadi suatu permasalahan terutama bagi

PDAM, sehingga kesediaan SDA ini tidak selalu ada, oleh karena itu harus

dilakukan suatu konservasi dalam pengeloaan SDA ini, untuk menjadikan

kesediaannya selalu ada.

Alur sungai berfungsi untuk mengalirkan air sungai, sehingga perpaduan

antara alur sungai dan aliran airnya disebut dengan sungai. Karena di dalam air

yang mengalir terdapat sedimen serta zat-zat kimia serta unsur hara. maka fungsi
alur sungai tidak hanya mengalirkan air, tetapi juga mengalirkan sedimen, zat-zat

kimia dan unsur hara yang terkandung di dalam air. Alur sungai banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan tersebut

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain adalah karakteristik alur

sungai dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pemanfaatan air sungai telah

banyak diketahui untuk berbagai macam keperluan. Pemanfaatan air sungai besar

dan pemeliharaan alur memang banyak dilakukan oleh pemerintah dengan cara

rnernbuat bendungan untuk keperluan irigasi dan keperluan lain.

2.3 Siklus Air

Matahari memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap Bumi.

Matahari menjadi salah satu sebab terjadinya siklus air atau perputaran air. Siklus

air membawa air dalam bentuk uap air melalui atmosfer sebanyak 495.000 kubik

kilometer. Untuk mencari tahu apa yang terjadi di dalam siklus air, kita harus

mengetahui tentang penguapan dan pengembunan. Penguapan adalah proses yang

terjadi ketika air menyerap kalor dan berubah menjadi uap air. Coba perhatikan

kulit yang basah setelah berenang. Saat keluar dari kolam dan terkena cahaya

Matahari, kulit akan mengering meskipun tidak dihanduki. Air di permukaan kulit

menyerap energi kalor dari Matahari lalu berubah menjadi uap air. Pengembunan

adalah proses yang terjadi ketika uap air atau gas melepas kalor dan berubah

menjadi cairan. Contohnya proses pengembunan pada gelas yang berisi air es.

Maka akan terlihat titik-titik air terbentuk di tepi gelas, itulah pengembunan.
Siklus air dapat dijelaskan dalam 5 tahap. Tahap pertama, saat Matahari

menyinari permukaan Bumi yang berupa air. Saat mendapat cahaya Matahari

molekul-molekul air akan bergerak. Makin cepat molekul bergerak,

penguapannya semakin besar. Tahap kedua, molekul-molekul air naik menuju

atmosfer dalam bentuk uap air. Tahap ketiga, seluruh uap air naik menuju

atmosfer. Semakin tinggi uap air naik, uap air semakin dingin. Molekul-molekul

air lalu melambat dan saling menempel. Saat itulah terjadi pengembunan. Hasil

pengembunan ini berbentuk awan. Tahap keempat, titik-titik air terus bergabung

di dalam awan. Saat titik-titik air tersebut cukup besar dan berat, mereka jatuh

sebagai presipitasi. Presipitasi dapat berbentuk air hujan, salju, maupun kristal es

tergantung suhunya saat pengembunan. Tahap kelima, air yang jatuh ke

permukaan Bumi mengalir ke sungai, danau, laut, dan sebagainya. Beberapa air

yang jatuh ke permukaan Bumi terserap ke dalam tanah.

2.4 Karakter Sungai

Limpasan permukaan (overland flow) merupakan bagian kelebihan hujan

(excess rainfall) yang mengalir dipermukaan lahan pada saat terjadi hujan, apabila

hujan berhenti maka terjadi lagi limpasan permukaan. Koefisien limpasan

permukaan merupakan perbandingan antara bagian hujan yang menjadi limpasan

permukaan dengan total hujan pada suatu saat kejadian hujan. Limpasan

pernukaan inilah yang menjadi tenaga penggerus/pengelupas lapisan tanah atas,

mengangkut material tanah permukaan yang lepas atau dikenal dengan proses

erosi permukaan (sheet erosion) oleh tenaga limpasan permukaan, yang dikenal
kemudian membawanya ke dalam badan-badan air (sungai, rawa, danau, waduk

dan laut/lautan) membentuk banjir kiriman (banjir limpasan) menyumbang banjir

di sungai serta membawa lumpur yang menyebabkan pendangkalan atau dikenal

dengan proses sedimentasi.

Perkiraan besarnya limpasan permukaan dinyatakan dalam bentuk

koefisien limpasan permukaan dapat dilakukan dengan mendasarkan pada

parameter-parameter morfometri dan morfologi yang menjadi karakteristik DAS

yang diperoleh melalui interpretasi citra penginderaan jauh (satelit dan foto udara)

dan analisis peta-peta tematik. Cook (1942 dalam Chow, 1964) memberikan

contoh parameter-parameter morfometri dan morfologi yang menjadi karakteristik

DAS yang dipertimbangkan dalam melakukan perkiraan besarnya nilai koefisien

limpasan permukaan dalam suatu DAS ataupun Sub DAS. Limpasan permukaan

bergerak diatas permukaan lahan pada setiap jengkal lahan (space of land), maka

wilayah DAS ataupun Sub DAS harus dibagi-bagi lagi menjadi satuan-satuan

(unit) lahan terkecil untuk menilai besarnya nilai atau angka koefisien setiap

satuan-satuan lahan tersebut. Penjumlahan nilai ataupun angka koefisien limpasan

permukaan dari setiap satuan-satuan lahan dalam suatu DAS ataupun Sub DAS

dapat digunakan untuk menyatakan besarnya nilai atau angka koefisien aliran

permukaan DAS ataupun Sub DAS yang bersangkutan.

Parameter-parameter morfometri dan morfologi yang menjadi karakteristik

DAS yang dipertimbangkan untuk memprediksi besarnya nilai atau angka

koefisien aliran permukaan ada 4 (empat) faktor, antara lain :


1. Kondisi topografi yang menggambarkan kondisi fisiografi ataupun relief

permukaan yang dapat diwakili sebagai ukuran kemiringan lereng

permukaan lahan, menjadi faktor dominan dalam menentukan besar

kecilnya curah hujan yang jatuh kemudian menjadi limpasan permukaan

setelah dipertimbangkan besarnya kapasitas infiltrasi.

2. Kondisi tanah dan batuan yang menentukan besarnya bagian curah hujan

yang mengalami peresapan ke dalam lapisan tanah dan batuan yang

dikenal dengan infiltrasi tanah.

3. Kondisi tutupan vegetasi dan jenis tanaman semusim yang berfungsi untuk

menerima atau menangkap dan menyimpan air hujan yang jatuh di

permukaan lahan tersebut tergantung pada jenis dan kerapatan penutupan

vegetasi dan tanaman semusim lainnya.

4. Kondisi timbunan permukaan lahan (surface storage, surface detention)

yang mampu menangkap air hujan yang jatuh sehingga berfungsi untuk

menghalangi laju aliran limpasan permukaan, yang berarti pula bahwa

permukaan lahan tersebut menjadi tergenang ataupun mengalami

pengatusan cepat.

2.5 Macam-Macam Sungai

Sungai adalah bagian dari daratan yang menjadi tempat aliran air yang

berasal dari mata air atau curah hujan. Ada bermacam-macam jenis sungai.

Berdasarkan sumber airnya sungai dibedakan menjadi tiga macam yaitu:


a. Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau

sumber mata air. Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa

dan Nusa Tenggara.

b. Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es.

Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal dari pencairan es

saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada bagian hulu sungai

Gangga di India (yang berhulu di Peguungan Himalaya) dan hulu sungai

Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat dikatakan

sebagai contoh jenis sungai ini.

c. Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es

(gletser), dari hujan, dan dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini

adalah sungai Digul dan sungai Mamberamo di Papua (Irian Jaya).

Berdasarkan debit airnya menurut sungai dibedakan menjadi 4 macam yaitu:

1. Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif

tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan

Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di

Sumatera.

2. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya

banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis

ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan

sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah

Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.


3. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering

dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah

sungai Kalada di pulau Sumba.

4. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim

hujan.

2.6 Daerah Aliran Sungai (Watershed)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu

hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung

bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta

mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut

atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in

the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all

stream flow originating in the area discharged through a single outlet”.

Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a geographic

area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for

technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and

subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with

administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each

other’s interests”.

Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan

ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia

berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan


outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan

merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai

suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk

mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum

dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum

mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata

sepanjang tahun. DAS terbagi atas dua jenis, yaitu DAS terbuka dan DAS

tertutup. DAS menjadi satuan manajemen wilayah perairan.

2.7 Penampang Lintang Kanal Sungai

Kecepatan aliran tidak sama sepanjang tubuh kanal sungai hal ini

tergantung dari bentuk, kekasaran kanal sungai dan pola sungai. Kecepatan

terbesar terletak pada bagian tengah kanal dan bagian atas dari bagian terdalam

kanal yang jauh dari seretan friksional pada bagian dinding dan dasar kanal. Pada

sungai berkelok, zona kecepatan maksimum berada pada bagian luar kelokan dan

zona kecepatan minimum berada pada bagian dalam kelokan. Pola ini sebagai

penyebab penting terjadinya erosi secara lateral pada kanal sungai dan migrasi

pola sungai. Dengan adanya suatu permukaan bebas dan gesekan di sepanjang

dinding saluran, maka kecepatan dalam saluran tidak terbagi merata dalam

penampang saluran. Kecepatan maksimum dalam saluran biasanya terjadi di

bawah permukaan bebas sedalam 0,05 sampai 0,25 kali kedalamannya, makin

dekat ketepi berarti makin dalam dan mencapai maksimum (Junaidi, 2014).
Distribusi kecepatan pada penampang saluran juga tergantung pada faktor-

faktor lain, seperti bentuk penampang yang tidak lazim, kekasaran saluran dan

adanya tekukan-tekukan. Pada arus yang lebar, deras dan dangkal atau saluran

yang sangat licin kecepatan maksimum sering terjadi di permukaan bebas.

Kekasaran saluran dapat menyebabkan pertambahan kelengkungan kurva

distribusi kecepatan vertikal. Pada tikungan, kecepatan meningkat pada bagian

cembung, menimbulkan gaya sentrifugal pada aliran. Gerak melingkar pada

saluran yang melengkung merupakan gejala yang harus dipertimbangkan dalam

perencanaan (Junaidi, 2014).

2.8 Dataran Banjir (Floodplain)

Dataran banjir adalah dataran yang luas, dan berada pada kiri kanan sungai

yang terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut. Umumnya

berupa pasir, lanau, dan lumpur. Dataran banjir merupakan bagian terendah dari

floodplain. Ukuran dan bentuk dari dataran banjir ini sangat tergantung dari

sejarah perkembangan banjir, tetapi umumnya berbentuk memanjang (elongate).

Endapan dataran banjir (floodpain) biasanya terbentuk selama proses

penggenangan/inundations.

Dataran banjir saat ini sering dimanfaatkan sebagai lahan tempat tinggal

oleh penduduk, sehingga menyulitkan untuk menanggulangi permasalahan

pengaliran air pada beberapa wilayah yang merupakan aliran air alami. Pada

umumnya banjir di perkotaan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : curah

hujan tinggi, pengaruh fisiografi, erosi, dan sedimentasi pada saluran,


pendangkalan sungai, kapasitas drainase yang kurang memadai, kawasan kumuh,

sampah, alih fungsi lahan, dan perencanaan penanggulangan banjir yang tidak

tepat (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).

2.9 Riffles, Pools, dan Cascades

Ekosistem arus menyediakan habitat atau lingkungan alami bagi banyak

organisme akuatik dan beragam tanaman. Pandangan yang lebih dalam

menunjukkan setiap aliran memiliki anatomi yang berbeda (Doherty, 2011).

Riffles. Area aliran yang ditandai oleh kedalaman dangkal dengan air yang

cepat dan bergolak. Riffle adalah segmen pendek dari aliran di mana aliran air

diaduk oleh batu. Batu bawah memberikan perlindungan dari pemangsa, makanan

deposisi dan tempat tinggal. Kedalaman riffle bervariasi tergantung pada aliran

ukuran, tetapi bisa sedangkal 1 inci atau sedalam 1 meter. Turbulensi dan aliran

menghasilkan arus yang tinggi konsentrasi oksigen terlarut. Jadi, Riffle

mempunyai ciri-ciri yaitu, bag, dangkal, berbatu/kerikil, arus cepat, turbulensi

besar (Hauer, 2007).

Pools. Area aliran yang ditandai oleh kedalaman yang dalam dan arus

yang lambat. Pools biasanya dibuat oleh kekuatan vertikal air jatuh di atas kayu

atau batu-batu besar. Pergerakan air mengukir lebih dalam lekukan di dasar

aliran. Pools penting karena dapat memberikan kedalaman dan air bersih. Pools

mempunyai ciri-ciri yaitu, bag, lebih dalam dari riffle, berdasar deposit lembut,

arus lemah dan lambat (Hauer, 2007).


Cascades. Area aliran yang ditandai dengan arus moderat, permukaan

kontinu, dan kedalaman lebih besar dari riffles. Cascade membentang dari aliran

hilir kolam dan riffle di mana aliran dan arus moderat. Permukaan halus

memungkinkan cahaya untuk menembus. Cascade merupakan bagian yang

alirannya sebagai akibat adanya batu-batu berjenjang (Hauer, 2007).

2.10 Faktor-Faktor Fisik Sungai

2.10.1 Arus

Menurut Barus (2004), arus sangat dipengaruhi oleh sifat air itu

sendiri, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, dan gerakan rotasi bumi.

Sirkulasi arus pada permukaan perairan terutama disebabkan oleh adanya

wind stress. Jadi arus air yang ada dalam suatu perairan sangat dipengaruhi

oleh banyak faktor dari parameter kualitas air itu sendiri. Disamping itu arus

juga dapat berdampak pada kandungan oksigen yang ada dalam air tersebut

melalui proses difusi secara langsung dari udara. Arus air pada perairan

lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus yang bergerak ke segala arah

sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut.

Pola arus dan asal arus diperairan umum (danau, sungai, dan

resevoir) berbeda dengan di laut. Pada perairan umum yang mengalir (lotic

system) misal sungai, air berasal dari tiga sumber, yaitu mata air, hujan, dan

aliran permukaan. Aliran sungai dipengaruhi oleh adanya dua kekuatan

yaitu gravitasi dan hambatan (friksi). Oleh karena itu, kekuatan arus di
sungai tergantung pada letak daerahnya. Kecepatan arus di perairan umum

yang tergenang (lentic water bodies) misal danau dan reservoir pada

umumnya lebih rendah dari pada kecepatan arus di laut ataupun sungai.

Kecepatan arus di perairan danau atau reservoir dipengaruhi oleh angin dan

kecepatan arus di perairan lentic sangat bervariasi, dan hal ini bukan faktor-

faktor dalam pemilihan lokasi untuk budidaya kolam. Pada daerah hulu,

kecepatan arusnya tinggi, sedangkan di daerah hilir kecepatan arusnya

menurun (Barus, 2004).

Arus dapat mempengaruhi distribusi ekologi, adaptasi morfologi,

dan perilaku organisme. Misalnya, distribusi diatom, alga, dan makrofita.

Diatom, ada yang beradaptasi terhadap arus deras dan arus lambat. Algae,

semakin melimpah pada arus deras dan substrat keras. Makrofita, berakar

hidup baik pada arus lambat dengan sedimen lembut.

2.10.2 Substrat

Substrat adalah bahan yang menjadi dasar sungai yang menjadi

tempat untuk makhluk hidup. Materialnya bervariasi, sehingga menjadi


kompleks dan dinamis. Komposisi substrat menentukan organisme apa yang

dapat tinggal di situ. Namun, perlu diperhatikan juga interaksi dengan

faktor-faktor fisik lainnya. Bahan organik dari sisa-sisa tumbuhan/hewan

juga merupakan substrat.

2.10.3 Suhu

Dalam setiap penelitian ekosistem akuatik pengukuran temperatur

air merupakan hal yang mutlak. Hal ini disebabkan karena kelarutan

berbagai jenis zat di dalam air serta semua aktivitas biologi-fisiologi di

dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur

juga merupakan faktor pembatas utama pada suatu perairan karena

ekosistem akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap

perubahan temperatur. Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap

kelarutan oksigen di dalam air, dimana apabila temperatur naik, maka

kelarutan oksigen dalam air menurun. Bersamaan dengan itu peningkatan

aktivitas metabolisme organisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen

juga akan meningkat.

Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10ºC

(hanya pada kisaran yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju

metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Temperatur yang relatif

tinggi pada suatu perairan tersebut dapat meningkatkan metabolisme

organisme yang ada pada perairan tersebut, sehingga jumlah oksigen terlarut

berkurang. Akibatnya, ikan dan hewan air akan mati (Barus, 2004).
2.10.4 Kadar Oksigen

Kadar oksigen bukan faktor pembatas di perairan tak tercemar,

karena memiliki jumlah yang berlimpah. Kadar oksigen juga dapat memicu

adaptasi organisme terhadap level oksigen perairan. Misalnya, ikan aktif

berenang untuk mendapatkan oksigen via insang, Larva makroinvertebrata

bergantung pada arus untuk mendapatkan oksigen, dan kadar hemogoblin

teradaptasi terhadap kondisi sedimen miskin oksigen.

2.11 Sumber Bahan Organik Sungai

Limbah industri dan domestik diketahui mengandung bahan organik yang

tinggi (Widiarsih, 2002). Selain itu ekosistem mangrove juga merupakan salah

satu pemasok bahan organik yang terbesar di kawasan pesisir. Ekosistem

mangrove merupakan tempat yang dinamis dimana tanah lumpur dan daratan

secara terus menerus dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang kemudian secara

perlahan-lahan berubah menjadi daerah semi teresterial (semi daratan). Bahan

organik merupakan salah satu komponen penyusun substrat dasar sedimen

mangrove. Bahan organik tersebut berasal dari timbunan sisa-sisa tumbuhan

mangrove (berupa daun, batang dan ranting) dan hewan yang berasosiasi dengan

mangrove yang jatuh ke substrat, sehingga daerah tersebut menjadi subur

(Buckman dan Brady, 1982 dalam Supriyantini, 2017).

Salah satu fungsi bahan organik di perairan sebagai indikator kualitas

perairan, karena bahan organik secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri
melalui proses penguraian, pelapukan, ataupun dekomposisi tumbuh - tumbuhan,

sisa - sisa organisme mati. Selain itu bahan organik juga bermanfaat sebagai

pendukung kehidupan fitoplankton di perairan, karena aliran nutrien yang berasal

dari sungai ke laut, sehingga ketersediaan unsur hara di dalam perairan dapat

menjadi indikator kesuburan suatu perairan (Marwan et al., 2015).

Sumber bahan organik sungai ada dua, yaitu bahan organik autochthonus

dan bahan organik allochthonus. Autochthonus diproduksi dalam sungai, misalnya

oleh diatom, algae, dan makrofita. Sedangkan allochthonus dihasilkan dari luar

sungai yang masuk ke badan sungai, termasuk di dalamnya daun, sisa-sisa kayu,

senyawa organik terlarut, dan organisme mati.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sungai memiliki ekosistem air mengalir

(lotic system) sedangkan danau tergenang (lentic system). Sungai memiliki peran

yang sangat penting, karena sungai dapat menyediakan air dan nutrien untuk

pertanian, habitat bagi flora dan fauna, jalur bagi perdagangan, tempat rekreasi,

dan sumber tenaga listrik. Pada sungai juga terjadi siklus air atau peputaran air.

Sungai memiliki beberapa karakter serta berbagai macam jenis. DAS adalah

wilayah daratan yang mencegat dan mengalirkan air hasil presipitasi ke sistem

sungai. DAS ada dua jenis, yaitu DAS terbukaa dan DAS tertutup. Aliran

sepanjang sungai memiliki kecepatan yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh

penampang lintang kanal sungai. Dataran banjir adalah dataran yang luas, dan

berada pada kiri kanan sungai yang terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir

sungai tersebut. Faktor-faktor fisik sungai terdiri dari arus, substrat, suhu, dan

kaar oksigen. Sumber bahan organik sungai ada dua, yaitu bahan organik

autochrhonus dan bahan organik allochthonus.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya berikan yaitu perlu adanya penjelasan lebih

lanjut dari dosen pengajar agar mahasiswa dapat lebih memahami dan mengingat

tentang materi ekosistem sungai tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. 2011. Mengatasi Pencemaran Sungai. 26 Mei , 2011 dalam

www.anneahira.com/air-sungai.htm diakses pada tanggal 25 Maret 2020.

Doherty, J., Harris, C., and L. Hartley. 2011. Biodiversity: Diversity in a Leaf
Pack.

Downes et. al. 2002. Monitoring Ecological Impacts: Concepts and Practice in

Flowing Water. Cambridge University Press, New York, USA.

Hauer, F. R. and G. A. Lamberti. 2007. Methods in Stream Ecology. Academic


Press, San Diego ISBN 0-12-332905. 674p.

Linsley, Ray K. et.all. 1980. Applied Hydrology. New Delhi: Tata McGraw Hill
Publication. Co.

Louhui, Ma dkk. 2010. ″A Convenient One-pot Synthesis of Formamide

Derivatives Using Thiamine Hydrochloride AS A Novel Catalyst″.

Tetrahedron Letters, 51: 4186-4188.

Marwan, A.H; N. Widyorini dan M. Nitisupardjo. 2015. Hubungan Total Bakteri


dengan Kandungan Bahan Organik Total di Muara Sungai Babon,
Semarang. Diponegoro Journal Of Maquares., 4(3) : 170 - 179.

Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai

(Hidrometri). Nova. Bandung.

Supriyantini, Endang, Ria Azizah Tri Nuraini, dan Anindya Putri Fadmawati.
″Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai Di
Kawasan Ekosistem Mangrove, Di Wilayah Pesisir Pantai Utara Kota
Semarang, Jawa Tengah″. Buletin Oseanografi Marina 6.1 (2017): 29-38.

Widiarsih, W. 2002. Kajian Pencemaran Bahan Organik di Kawasan Pesisir


Semarang. [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro,
Semarang, 145 hlm.

Anda mungkin juga menyukai