Anda di halaman 1dari 5

3.

Hari dalam Minggu


Dalam kebanyakan budaya, orang pada umumnya memiliki suasana hati terbaiknya
pada akhir pekan. Misalnya, yang terjadi pada orang-orang di AS, Jerman, dan Cina yang
rata-rata memiliki afeksi positif tertinggi pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu sementara
terendah pada hari Senin. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada semua budaya, seperti yang
terjadi di Jepang, afeksi positif lebih tinggi pada hari Senin daripada hari Jumat dan Sabtu.
4. Cuaca
Banyak orang percaya bahwa suasana hati mereka berhubungan dengan cuaca. Tetapi
bukti menunjukkan bahwa cuaca memiliki sedikit pengaruh terhadap suasana hati. Korelasi
ilusif menjelaskan mengapa orang-orang cenderung berpikir bahwa cuaca yang
menyenangkan meningkatkan suasana hati mereka. Korelasi ilusif merupakan kecenderungan
orang-orang untuk mengasosiasikan dua kejadian yang pada kenyataannya tidak memiliki
sebuah korelasi.
5. Stress
Stress memengaruhi emosi dan suasana hati. Di tempat kerja, kejadian sehari-hari yang
menimbulkan stress, juga pengaruh dari stress yang tertumpuk dari waktu ke waktu, secara
negatif memengaruhi suasana hati karyawan. Tingkat stress dan ketegangan yang menumpuk
di tempat kerja dapat memperburuk suasana hati karyawan, sehingga menyebabkan mereka
mengalami lebih banyak emosi negatif. Walaupun kadang kita mencoba mengatasi stress,
namun sebenarnya stress mulai memengaruhi suasana hati kita.
6. Aktivitas Sosial
Bagi sebagian besar orang, aktivitas sosial meningkatkan suasana hati positif dan
memiliki pengaruh sedikit terhadap suasana hati negatif. Penelitian mengungkapkan bahwa
aktivitas sosial yang bersifat fisik, informal, atau kuliner seperti makan bersama orang lain
lebih diasosiasikan secara kuat dengan peningkatan suasana yang positif dibandingkan
kejadian-kejadian formal.
7. Tidur Orang Dewasa
Kualitas tidur mempengaruhi suasana hati. Satu dari alasan mengapa tidur yang lebih
sedikit, atau kualitas tidur yang buruk, menempatkan orang dalam suasana hati yang buruk
karena hal tersebut memperburuk pengambilan keputusan dan membuatnya sulit untuk
mengontrol emosi.
8. Olahraga
Anda mungkin sering mendengar bahwa orang harus berolahraga untuk meningkatkan
suasana hati mereka. Penelitian secara konsisten menunjukan bahwa olahraga dapat
meningkatkan suasana hati yang positif. Tampaknya, terapi olahraga berpengaruh paling kuat
terhadap mereka yang mengalami depresi. Walaupun olahraga berpengaruh secara konsisten
terhadap suasana hati, tetapi hal ini tidak terlalu kuat juga. Intinya, olahraga akan membantu
Anda berada dalam situasi atau suasana hati yang lebih baik.
9. Umur
Suatu penelitian menyebutkan bahwa orang-orang yang berusia18 hingga 94 tahun
memiliki emosi yang negatif yang lebih sedikit, seiring dengan bertambahnya usia seseorang.
Bagi seseorang yang lebih tua suasana hati positif yang tinggi bertahan lebih lama dan
suasana hati yang buruk menghilang dengan lebih cepat. Penelitian tersebut
mengimplikasikan bahwa pengalaman emosional cenderung lebih membaik bersamaan
dengan bertambahnya usia.
10. Jenis Kelamin
Sudah menjadi keyakinan umum bahwa wanita lebih menggunakan perasaan hati
mereka dari pada pria. Bahwa wanita lebih bereaksi secara emosional dan mampu membaca
emosi orang lain dengan lebih baik. Dalam perbandingan gender wanita lebih menunjukan
ekspresi emosional yang lebih besar dibanding pria. Sebagai contoh, wanita diharapkan
untuk lebih banyak mengekspresikan emosi positif pada pekerjaannya (ditunjukan dengan
senyuman) dibandingan dengan pria.

D. Emosi Pekerja
Emosi pekerja adalah ekspresi seorang karyawan dari emosi-emosi yang diinginkan
secara organisasional selama transaksi interpersonal di tempat kerja. Konsep emosi pekerja
muncul dari studi atas pekerjaan jasa. Tetapi memang benar, kerja emosional adalah relevan
untuk hampir semua perkerjaan. Sebagai contoh, manajer Anda mengharapkan Anda untuk
bersikap sopan, tidak bersikap bermusuhan, dalam berinteraksi dengan rekan-rekan kerja.
Tantangan sebenarnya adalah ketika para karyawan harus menunjukkan satu emosi
sementara pada saat yang bersamaan mengalami emosi yang lain. Disparasi atau perbedaan
ini disebut disonansi emosional (emotional dissinance), dan hal ini dapat barakibat sangat
buruk pada karyawan. Menumpuknya perasaan frustasi, amarah, dan perasaan tidak suka
pada akhirnya akan berujung pada keletihan emosional serta keletihan yang luar biasa.
Kerja emosional menimbulkan dilema bagi karyawan. Ada orang-orang yang benar-
benar tidak Anda suka, tetapi Anda bekerja dengannya dan pekerjaan anda mengharuskan
anda untuk berinteraksi dengan orang-orang ini secara rutin, dan andapun terpaksa berpura-
pura ramah. Dalam hal pekerjaan akan sangat membantu apabila Anda dapat memisahkan
antara emosi yang dirasakan dengan emosi yang ditampilkan. Emosi yang dirasakan adalah
emosi sebenarnya dari seorang individu, sebaliknya emosi yang ditampilkan adalah emosi
yang diharuskan organisasi untuk ditampilkan oleh pekerja dan dipandang sesuai dalam
pekerjaan tertentu. Emosi ini bukan pembawaan namun sesuatu yang dipelajari.
Menampilkan emosi-emosi palsu dibutuhkan untuk meredam emosi yang sebenarnya.
Akting permukaan (surface acting) adalah menyembunyikan perasaan di dalam dan
menyembunyikan ekspresi emosional sebagai respons atas peraturan. Sedangkan akting
mendalam (deep acting) adalah mencoba untuk memodifikasi perasaan didalam diri yang
sebenarnya berdasarkan aturan. Akting permukaan berhadapan dengan akting yang
ditampilkan, dan emosi yang mendalam berhadapan dengan emosi yang dirasakan.

E. Teori Peristiwa Afektif


Teori Peristiwa Afektif (Affective event theory [AET]) merupakan sebuah model yang
menyatakan bahwa pekerja bereaksi secara emosional pada hal-hal yang terjadi di tempat
kerja, yang dapat memengaruhi kinerja dan kepuasan mereka. Lingkungan kerja mencakup
semua yang mengelilingi pekerjaan itu baik ragam tugas dan tingkat ekonomi, tuntutan
pekerjaan, serta tuntutan untuk mengekspresikan emosi pekerja. Lingkungan ini dapat
menciptakan peristiwa kerja yang mungkin menjengkelkan, menyenangkan, atau keduanya.
Contoh dari yang menjengkelkan adalah kolega yang menolak melakukan bagian
pekerjaannya, bentroknya arahan dari manajer yang berbeda, dan tekanan waktu yang
berlebihan. Peristiwa yang menyenangkan termasuk mencapai sasaran, dukungan dari kolega,
dan menerima pengakuan atas suatu pencapaian. Peristiwa kerja tersebut mendorong reaksi
emosional positif atau negatif yang diterima oleh kepribadian dan suasana hati pekerja.
Ujian teori peristiwa afektif menyatakan hal-hal berikut:
1. Suatu episode emosional sebenarnya adalah serangkaian pengalaman emosional yang
ditimbulkan oleh satu peristiwa tunggal serta mengandung elemen-elemen emosi dan
siklus suasana hati,
2. Emosi saat ini memengaruhi kepuasan kerja pada saat berlangsung, bersamaan dengan
riwayat emosi yang mengelilingi peristiwa itu,
3. Suasanan hati dan emosi berfluktuasi dari waktu ke waktu, sehingga kinerja juga
berfluktuasi,
4. Perilaku yang digerakkan emosi pada umumnya pendek durasinya dan memiliki
variabilitas yang tinggi,
5. Karena emosi bahkan yang positif cenderung tidak cocok dengan perilaku yang
diisyaratkan untuk melakukan pekerjaan, emosi biasanya memiliki pengaruh negatif
terhadap kinerja.

Jadi kesimpulannya AET memberikan dua pesan penting. Pertama, emosi memberikan
pandangan yang berharga tentang bagaimana peristiwa yang menjengkelkan dan
menyenangkan di tempat kerja memengaruhi kinerja pekerja serta kepuasannya. Kedua,
pekerja dan manajer seharusnya tidak mengabaikan emosi atau peristiwa yang
menyebabkannya, walaupun mereka tampaknya sepele, tetapi mereka akan terakumulasi.

F. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk
menilai emosi dalam diri dan orang lain, memahami makna emosi-emosi tersebut, dan
mengatur emosi seseorang secara teratur dalam sebuah model alur, seperti yang ditunjukkan
dalam tampilan berikut:

Menilai Emosi dalam Diri


Kehati-hatian
Sendiri dan Orang Lain

Memahami Makna
Kognitif
Emosi

Stabilitas
Mengatur Emosi
Emosional

Kecerdasan emosional telah menjadi sebuah konsep yang kontroversial dalam perilaku
organisasi, dengan argumen-argumen yang mendukung dan menentang viabilitasnya.
Argumen yang mendukung kecerdasan emosional, antara lain:
 Kasus untuk Kecerdasan Emosional
1. Daya Tarik Intuitif
Intuisi menyatakan orang yang dapat mendeteksi emosi orang lain, mengendalikan
emosinya sendiri, dan mengendalikan interaksi sosial dengan baik, memiliki posisi
yang kuat dalam dunia bisnis.
2. Kecerdasan Emosional Memprediksi Kriteria yang Berarti
Semakin tinggi level kecerdasan emosional berarti seseorang akan berkinerja baik
dalam pekerjaan. Sebuah tinjauan atas studi mengindikasikan bahwa, secara
keseluruhan, kecerdasan emosional secara lemah tetapi secara konsisten positif
berkorelasi dengan kinerja, bahkan setelah para peneliti memperhitungkan kemampuan
kognitif, kehati-hatian, dan rasionalitas.
3. ...

Anda mungkin juga menyukai