Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK RESUME

“Financial Statement Fraud: Taxonomy of Schemes”

Mata kuliah Prinsip-Prinsip Akuntansi Forensik/ Kelas A

Dosen Pengampu : Prof. Anis Chariri, S.E., M.Com., Ph.D., Akt.

Disusun Oleh Kelompok 9:

1. Monica Girsang (12030117120030)


2. Mita Budi Herdiyana (12030117120055)
3. Muhammad Fajar Hidayatullah (12030117130104)
4. Monika Alfarin (12030117130121)

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
FINANCIAL STATEMENT FRAUD: TAXONOMY OF SCHEMES

A. Pendahuluan
Bab ini menyajikan kecurangan-kecurangan keuangan termasuk manajemen
pendapatan tidak sah dalam melakukan fraud. Taksonomi dari fraud laporan keuangan
dikembangkan untuk mengidentifikasi skema fraud umum dan tanda-tanda lainnya.
Keefektifan pendekatan tanda-tanda (red flags) dan model proses whistle-blowing dalam
menyerang dan mendeteksi fraud laporan keuangan juga diuji dalam bab ini.

B. Kecurangan Keuangan
Kecurangan keuangan oleh Schilit (1993) didefinisikan sebagai tindakan atau
kelalaian yang ditujukan untuk menyembunyikan atau memutarbalikan kinerja keuangan
sebenarnya atau kondisi keuangan sebenarnya dari sebuah entitas. Contoh tindakan ini
adalah pengakuan pendapatan terlalu dini, pembuatan pendapatan palsu, tidak mengakui
utang, dan penangguhan beban. Manajemen sering menggunakan tipuan akuntansi untuk
mengatur pendapatan. Oleh sebab itu, auditor harus waspada terhadap hal-hal sebagai
berikut:
1. Kemerosotan kualitas dan kuantitas pendapatan secara terus menerus,
Hal ini dapat diketahui oleh auditor dengan cara membandingkan laporan keuangan
minimal 3 tahun buku
2. Kekurangan Arus Kas
Manajemen sering menggunakan teknik manajemen pendapatan untuk
meningkatkan arus kas masuk ketika arus kas tidak cukup untuk mendukung
peningkatan laba yang ditampilkan. Auditor harus menyadari bahwa kas
perusahaan yang besar dapat diverifikasi dengan laporan arus kas untuk
mengetahui kuantitas, kualitas, dan keandalan, serta kesahan pendapatan yang
dilaporkan.
3. Persediaan Overstatement
Fraud persediaan dan piutang umumnya menggunakan skema oleh manajemen
untuk mengatur pendapatan dan meningkatkan posisi keuangan perusahaan.
4. Penggunaan Akuntansi Agresif
Pengunaan praktik prinsip akuntansi yang agresif adalah sebagai peringatan bahwa
manajemen dapat melakukan fraud dengan maksud mengupayakan peningkatkan
hasil operasional, posisi keuangan, dan arus kas.

2
C. Taksonomi Fraud Laporan Keuangan
Laporan COSO menyatakan bahwa dua teknik umum yang paling sering digunakan
perusahaan untuk melakukan aktivitas fraud adalah teknik pengakuan pendapatan yang
tidak tepat dan teknik overstatement aset. Laporan COSO 1999 mendaftar teknik fraud
dalam laporan keuangan ke dalam kategori berikut:
1. Pengakuan Pendapatan Tidak Tepat
Skema yang digunakan adalah penjualan palsu, pendapatan premature,
penjualan kondisional, cutoff penjualan yang tidak tepat, penggunaan
presentasi metode penyelesaian yang tidak tepat, pengiriman tidak terotorisasi,
dan penjualan konsinyasi.
2. Overstatement Aset
Dilakukan dengan cara mencatat aset fiktif atau aset yang tidak dimiliki,
mengkapitalisasi aset yang seharusnya tidak, meningkatkan nilai aset dengan
cara penggunaan nilai pasar yang lebih tinggi, dan undertstating cadangan
piutang.
3. Understatement Beban/Utang
4. Salah Saji Aset
5. Pendekatan Tidak Tepat
6. Skema Fraud Lain

Bonner et all (1998) menyatakan beberapa langkah dalam mengembangkan


taksonomi fraud. Pertama, identifikasi dan analisis sumber dari taksonomi fraud sekarang.
Kedua, buat beberapa iterasi taksonomi fraud dari hasil identifikasi. Ketiga, kembangkan
daftar komprehensif dari taksonomi fraud yang diklasifikasikan dalam kategori berikut:

1. Pendapatan fiktif dan/atau overstatemen serta aset berhubungan lainnya


2. Pengakuan pendapatan prematur
3. Klasifikasi yang salah untuk pendapatan dan aset
4. Aset fiktif dan/atau pengurangan beban/utang
5. Overvalued aset atau undervalued beban/utang
6. Liabilitas palsu/undervalued
7. Pendekatan palsu atau tidak tetap
8. Fraud ekuitas
9. Transaski pihak berhubungan
10. Fraud keuangan mengarah pada arah yang salah

3
D. Skema Fraud Umum
Fraud laporan keuangan terdiri dari variasi skema yang luas, mulai dari
overstatement pendapatan dan aset sampai informasi material keuangan yang dipalsukan
maupun understatement beban dan utang. Berikut merupakan skema fraud laporan
keuangan umum:
1. Kesalahan klasifikasi keuntungan
2. Transaksi palsu
3. Pemilihan waktu pengakuan pendapatan
4. Tagihan dan tahan transaksi penjualan
5. Pengaturan sisi
6. Transaksi penjualan tidak sah
7. Pengakuan pendapatan yang tidak tepat
8. Transaksi dengan pihak berhubungan yang tidak tepat
9. Penilaian aset yang tidak tepat
10. Beban dan biaya tangguhan yang tidak tepat
11. Pendekatan yang kurang memadai atau informasi material laporan keuangan
yang dipalsukan
12. Cutoff yang tidak tepat dari transaksi dari akhir periode pelaporan

E. Earnings Management
Banyak fraud laporan keuangan yang parah telah dikaitkan dengan praktik
manajemen. Praktik-praktik telah meningkat serius terlebih mengenai kualitas pelaporan
pendapatan dan telah mengambil perhatian SEC. Perusahan memiliki tekanan yang
berkaitan dengan insentif keuangan, dapat memotivasi manajemen untuk menggunakan
praktik akuntansi agresif dan intepretasi laporan keuangan yang tidak benar, dan kemudian
mengarah pada fraud laporan keuangan.
1. Definisi
Manajemen laba atau earnings management didefinisikan secara berbeda oleh
akademisi, peneliti, praktisi, dan badan otoritatif. Definisi yang paling umum
diterima adalah sebagai berikut:
a. Schipper (1989, 92)
“...intervensi yang disengaja dalam proses pelaporan keuangan eksternal,
dengan maksud untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi”
b. Healy and Wahlen (1993)

4
Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam
laporan keuangan dan menyusun transaksi untuk mengubah laporan
keuangan untuk menyesatkan beberapa pemangku kepentingan tentang
kinerja dasar yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan.
c. Merchant (1987)
Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai tindakan apapun dari pihak
manajemen yang mempengaruhi pendapatan yang dilaporkan dan yang
tidak memberikan keuntungan ekonomi yang sesungguhnya bagi organisasi
dan pada kenyataannya dalam jangka panjang merugikan.

Para praktisi dalam literaturnya mendefinisikan manajemen laba dalam


kaitannya dengan penipuan laporan keuangan dengan fokus khusus pada insentif
yang harus dikelola manajer untuk mengelola pendapatan dan konsekuensi dari
tindakan mereka. Manajemen dapat berupaya untuk mengelola pendapatan melalui
penggunaan pilihan kebijakan akuntansi, penilaian akuntansi, atau waktu atau
pilihan keputusan operasionalnya. Diakta, sebagian besar tindakan manajemen laba
adalah sah dan konsisten terhadap GAAP dan dalam hak prerogatif manajer, namun
manajemen laba tidak sah apabila melibatkan manipulasi laba secara sengaja dalam
upaya memenuhi harapan pendapatan, ini dapat berbahaya.

2. Bentuk dari Manajemen Laba atau Earnings Management


Fleksibilitas GAAP dalam menyediakan berbagai metode yang diterima
untuk mengukur, mengenali, dan melaporkan transaksi keuangan dapat digunakan
oleh manajemen sebagai alat untuk mengelola pendapatan. Dua metode manajemen
laba yang paling umum digunakan adalah “smoothing” dan “big bath” .
Metode smoothing dapat digunakan manajemen untuk memperlancar aliran
laba yang dilaporkan dengan kurang mengambil akrual diskresioner penurunan
pendapatan dan peningkatan pendapatan. Sebaliknya, metode “big bath” dari
manajemen laba dapat digunakan untuk melakukan akrual diskresioner penurunan
pendapatan (misal penghapusan, penurunan nilai aset) dalam tahun-tahun
berdasarkan asumsi bahwa laporan kinerja yang buruk untuk satu tahun tidak
sebesar efek merusaknya (misalnya reaksi pasar negatif) karena beberapa laporan
kinerja biasa-biasa saja. Berdasarkan “Accounting Hocus-Pocus” Levitt membahas
5 ilusi utama yang dapat mengancam integritas, keandalan, dan kualitas laporan
keuangan, antara lain:

5
a. Biaya “big bath”, seringkali melibatkan one-time overstating biaya
restrukturisasi dengan menciptakan cadangan yang dapat digunakan
untuk mengimbangi biaya operasi masa depan.
b. Akuntansi Akuisisi Kreatif, umumnya terkait dengan strategi
kombinasi bisnis dengan menggunakan “merger magic” untuk
menghindari biaya pendapatan dimasa depan melalui one-time charges
yang berlebihan untuk penelitian dan pengembangan dalam proses dan
penciptaan cadangan akuntansi pembelian yang berlebihan.
c. Cadangan “Cookie Jar” Lain-lain, biasanya melibatkan asumsi yang
tidak realistis untuk memperkirakan kewajiban untuk pengembalian
penjualan, kerugian pinjaman, atau biaya garansi dengan menetapkan
cadangan in “good times” dan menggunakannya di “bad times”.
d. Penyalahgunaan konsep materialitas, sengaja mengabaikan kesalahan
dalam laporan keuangan dengan asumsi bahwa dampaknya pada laba
tidak terlalu signifikan untuk mengubah keputusan investasi investor
dan kreditor.
e. Revenue Recognation, melibatkan pencatatan pendapatan sebelum
diperoleh yaitu sebelum penjualan selesai, sebelum produk telah
dikirim, atau sementara pelanggan masih dapat membatalkan atau
menunda penjualan.

F. Skema Umum Penipuan Pendapatan (Common Revenue Fraud Schemes)


1. Skema Bill and Hold
Skema ini sering digunakan oleh perusahan untuk melebih-lebihkan
pendapatan dalam upaya untuk memenuhi atau melampaui ekspektasi analis,
terutama untuk ramalan pendapatan triwulanan. Dalam kesepakatan bill and
hold, pelanggan setuju untuk membeli barang dan menandatangani kontrak,
tetapi penjual tetap memiliki kepemilikan sampai pelanggan meminta
pengiriman. Penjual dapat mengakui pendapatan yang sesuai dengan GAAP yang
ada karena transaksi memenuhi dua kondisi (1) direalisasikan atau
merealisasikan, (2) diperoleh seperti yang disyaratkan oleh GAAP. Pendapatan
biasanya diakui pada saat penjualan, yang sering pada saat pengiriman barang
atau jasa pada pelanggan dan tindakan tersebut sering digunakan perusahaan

6
untuk mengelola pendapatan secara tidak sah yang dapat mengakibatkan
penipuan laporan keuangan.
SEC telah menetapkan dalam tindakan penegakannya bahwa transaksi yang
memenuhi kriteria berikut dapat diakui sebagai pendapatan:
a. Perusahaan harus memiliki komitmen tetap untuk membeli dari
pelanggan,
b. Risiko kepemilikan harus diberikan kepada pembeli,
c. Pembeli harus meminta transaksi dan harus memiliki tujuan bisnis yang
sah dari kesepakatan bill and hold,
d. Perusahaan tidak boleh mempertahankan kewajiban kinerja khusus yang
signifikan,
e. Harus ada tanggal pengiriman yang tetap dan masuk akal dan konsisten,
f. Barang harus siap dan lengkap untuk pengiriman.

2. Transaksi Palsu Lainnya (Other Sham Transactions)


Transaksi palsu biasanya dikaitkan dengan penipuan laporan keuangan dan
nampaknya seperti penjualan yang sah tetapi sebenarnya tidak sah. Contoh dari
transaksi palsu yaitu:
a. Penjualan dengan komitmen dari penjual untuk dibeli kembali,
b. Penjualan tanpa sikap, seperti mendanai pembeli untuk memastikan
pengumpulan,
c. Penjualan dengan jaminan oleh entitas yang dibiayai oleh penjual dari apa
yang akan dianggap sebagai piutang tak tertagih,
d. Penjualan hanya dengan mengirimkan barang ke lokasi perusahaan lain
(misalnya Gudang),
e. Pendapatan prematur sebelum semua persyaratan penjualan diselesaikan
tetapi sudah dicatat.

3. Cutoff Penjualan yang Tidak Tepat


Melibatkan menjaga catatan akuntansi terbuka diluar periode pelaporan
untuk mencatat penjualan periode pelaporan berikutnya pada periode saat ini.
Skema ini lebih efektif untuk memanipulasi pendapatan kuartalan daripada
pendapatan tahunan dengan menjaga pembukuan agar pendapatan dicatat pada
kuartal itu.

7
4. Penjualan Bersyarat (Conditional Sales)
Skema ini adalah transaksi yang dicatat sebagai pendapatan meskipun
penjualan sebagai bagian dari transaksi melibatkan kontinjensi substansial yang
belum terselesaikan atau perjanjian berikutnya yang menghilangkan kewajiban
pelanggan untuk mempertahankan barang dagangan.

G. Authoritative Pronouncements pada Manajemen Laba


Laporan COSO 1999 tentang Kecurangan Pelaporan Keuangan menyatakan bahwa
setengah dari penipuan laporan keuangan melibatkan pemasukan yang berlebihan dengan
mencatat pendapatan secara prematur atau fiktif. Pendapatan palsu adalah pendapatan yang
diakui saat manajemen sengaja mencatat pendapatan fiktif yang pada akhirnya tidak akan
terjadi.
Dengan merebaknya penipuan laporan keuangan dari praktik manajemen laba,
mendorong SEC untuk mengeluarkan 2 Staff Accounting Bulletin (SAB) No.100 dan 101.
SAB No.100 membahas perubahan penataan, penurunan tunjangan penilaian inventaris,
dan ikatan kewajiban diasumsikan dengan kombinasi bisnis. SAB No.100 mengharuskan
pendaftar untuk melakukan penilaian yang tepat dalam menerapkan GAAP untuk
memastikan bahwa (1) Jumlah neraca mencerminkan penilaian terbaik manajemen dalam
proses integrasi dan kombinasi bisnis, dan (2) Investor, kreditor, dan pengguna laporan
keuangan lainnya dapat mengandalkan konsistensi, komparabilitas, dan transparansi
informasi keuangan yang diungkapkan manajemen.
SAB No.101 berkaitan dengan pengakuan pendapatan dengan memberikan garis
panduan tambahan bagi akuntan untuk diikuti dalam mematuhi GAAP dalam mencatat
transaksi pendapatan. SAB No.101 menyajikan kriteria mendasar yang harus dipenuhi
sebelum pendaftar dapat mencatat pendapatan yaitu (1) Bukti yang cukup kompeten, Bukti
persuasif bahwa pengiriman telah terjadi atau layanan telah diberikan, (3) Indikasi yang
jelas bahwa harga penjual kepada pembeli adalah tetap atau dapat ditentukan, (4)
Kolektibilitas hargaatau biaya adalah alasan yang dapat dipastikan berdasarkan perjanjian
pembelian.

H. Earnings Management dan Financial Statement Fraud


Manipulasi laba yang disengaja dengan maksud untuk menipu investor dan kreditor
adalah manajemen laba yang tidak sah dan merupakan penipuan keuangan negara.

8
Terdapat garis tipis antara manajemen laba yang sah dan manajemen laba yang
curang untuk mencapai target pendapatan ketika manajemen terlalu tertarik pada
penggambaran, daripada kenyataan, dari hasil keuangan. Area abu-abu antara legitimasi
dan penipuan langsung ketika laporan pendapatan menggambarkan keinginan manajemen
daripada kenyataan.

I. Nonfraudulent versus Fraudulent Earnings Management


Manajemen laba dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori umum yaitu
manajemen laba yang tidak menipu dan yang menipu. Nonfraudulent earnings
management terjadi ketika perusahaan memilih metode akuntansi yang diterima secara
umum yang memiliki dampak langsung dan menguntungkan pada jumlah dan waktu
penghasilan yang dilaporkan. Fleksibilitas GAAP memberikan keleluasaan manajemen
untuk menggunakannya sebagai pertimbangan profesional untuk memilih dari berbagai
standar dan pedoman yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaannya. Dengan
demikian, penerapan metode akuntansi yang berbeda dapat menghasilkan laba dan laba per
saham yang berbeda.

9
Sedangkan, manajemen laba yang curang tidak dibuat dalam kerangka GAAP
mengenai metode akuntansi yang dapat diterima, oleh karena itu, merupakan bentuk ilegal
manajemen laba. Contoh skema manajemen laba yang curang seperti pemalsuan,
perubahan, dan manipulasi pendapatan yang disengaja melalui tindakan ilegal. DeAngelo
menunjukan bahwa manajemen memiliki insentif yang kuat untuk menyembunyikan
manajemen laba yang disengaja karena imbalan yang lebih besar jelas bertambah bagi para
manajer yang mana manipulasi keuangan perhitungan tidak terdeteksi oleh pihak-pihak
yang akan terpengaruh secara negatif oleh mereka. Kinney dan McDaniel (1989)
menyatakan bahwa manajer perusahaan dalam kondisi keuangan yang lemah lebih
cenderung melakukan window dressing dalam upaya menyamarkan apa yang menjadi
kesulitan sementara waktu. Beasley (1996) juga menemukan bahwa perusahaan yang
terlibat dalam penipuan laporan keuangan memiliki kepemilikan manajemen yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan nonpenipuan. Dechow (1996) menemukn bahwa
perusahaan yang terlibat dalam manajemen laba tidak sah (1) Lebih cenderung memiliki
dewan direksi yang didominasi oleh manajemen (2) Lebih mungkin untuk memiliki CEO
sebagai ketua dewan direksi, (3) Lebih mungkin memiliki CEO yang juga pendiri
perusahaan, (4) Kecil kemungkinannya untuk memiliki komite audit, (5) Kecil
kemungkinannya untuk memiliki blockholder luar, dan (6) Lebih mungkin untuk
meningkatkan biaya modal secara signifikan ketika pelanggaran diumumkan ke publik.

J. Symtoms of Financial Statement Fraud


Ciri ciri pada akuntansi forensik atau lebih dikenal dengan redflag. Redflag adalah
ciri yang penting dalam menandakan terjadinya fraud laporan keuangan. Internal auditor
dan eksternal auditor adalah dua posisi yang terkualifikasi untuk mengidentifikasi redflag,
dan membentuk model resiko untuk mencegah dan mendeteksi fraud laporan keuangan.
Redflag kualitatif adalah bagian dari bukti yang penting untuk menandakan terjadinya
fraud laporang keuangan. Ciri ciri dari fraud laporan keuangan digabungkan dari beberapa
penelitian dan laporan, hal tersebut dikelompokan pada 3 kategori umum :
1. Organizational structure
2. Financial condition
3. Business and industry environment

Daftar redflag yang tersaji merupakan hasil adaptasi dari SAS No. 53, No. 82, Loebbecke
et al., dan masih banyak lagi. Redflag pada penelitian dan laporan ini didefinisikan sebagai

10
ciri ciri potensial yang bisa menandakan terjadinya dan resiko fraud laporan keuangan.
Penelitian dan laporan ini mengidentifikasi banyak redflag dan examine hubungan redflag
dengan kejadian ataupun bukan kejadian dari fraud laporan keuangan, tetapi itu masih sulit
diprediksi karena tidak adanya hubungan sebab akibat antara redflag dan fraud tersebut.

1. Organizational Structure Red Flags


a. Dominasi Team Manajemen
b. Predominantly Insider Or Gray Board Of Directors
c. Ketidakefektifan Dewan Direktur
d. Compensations For Top Executives Tied To Earnings Or Stock Price Targets
e. Komite Audit yang Tidak Kompeten, Tidak Efektif
f. Budaya Tone Of The Top yang Tidak Semestinya
g. Struktur Organisasi yang Terlalu Kompleks
h. Perubahan Organisasi yang Cukup Sering
i. Frequent Turnover Of Senior Management
j. Manajemen yang Tidak Berpengalaman
Etc.
2. Financial Conditions Red Flags
a. Deterioration Of Earnings Quality As Evidenced By A Sharp Decline In Sales
Volume
b. Ekspektasi Pendapatan yang Tidak Realistis
c. Target Pertumbuhan yang Tidak Realistis
d. Transaksi yang Terlalu Kompleks dan Tidak Biasa
e. Pertumbuhan yang Tidak Biasa
f. Tren dan Hasil yang Tidak Biasa
g. Investasi atau Kerugian yang Besar
h. Working Capital yang Tidak Cukup
i. Pernyataan yang Berlebihan Pada Produk, Pelanggan atau Transaksi
j. Kapasitas yang Dipaksakan
Etc.
3. Business and Industry Environment Red Flags
a. Kondisi bisnis yang memungkinkan untuk menciptakan tekanan
b. Working capital yang tidak cukup
c. Investasi utama pada industry yang fluktuatif

11
d. Penekanan utang dengan fleksibilitas yang kecil
e. Sedang diberlakukan investigasi oleh badan regulasi (e.g., sec, irs)
f. Percobaan yang agresif untuk menjaga tren dan mencapai prediksi
g. Pelaporan dan respon yang tidak tepat waktu
h. Pernyataan pada perubahan teknologi
i. Penurunan industri
j. Tingkat bunga yang tinggi
Etc.
4. Efektivitas Red Flags
Standar Fraud laporan keuangan untuk eksternal auditor dan internal auditor
mengisyaratkan bahwa auditor untuk menggunakan pendekatan redflag dalam
mendeteksi salah saji material karena kesalahan dan fraud. Albrecht et,al
memberikan shortcoming yang berpotensi dari pendekatan redflag:
a. Kesulitan dalam mengumpulkan bukti yang cukup mengenai fraud laporan
keuangan yang terjadi
b. Kurangnya konsistensi dan keseragaman bukti fraud laporan keuangan yang
membuat hal tersebut menjadi sulit untuk memberikan gambaran umum mengenai
fraud
c. Dokumentasi mengenai fraud laporan keuangan yang terdeteksi melalui
pendekatan redflag yang jarang ditemukan
d. Ketiadaan teknologi yang mumpuni untuk menganalisis database yang besar untuk
mencari ciri ciri fraud

Albrecht et al menyimpulkan bahwa bukti mengenai efektivitas red flag dalam


mendeteksi fraud laporang keuangan tidak konsisten, mereka menyarankan
beberapa metode untuk menilai ke-efektivitasan pendekatan redflag dalam
mendeteksi fraud laporan keuangan yaitu:
a. Data mining
b. Prosedur analitis untuk laporan keuangan
c. Analisis digital
d. Pendekatan hipotesis fraud empiris

12
K. Whistle-Blowing
Adalah pengungkapan oleh anggota organisasi mengenai praktik yang illegal, tidak
bermoral atas kehendak atasan kepada seseorang atau organisasi yang dapat memengaruhi
tindakan, bisa berasal dari pihak internal atau pihak eksternal. Dan intinya bisa juga berarti
individu, yang memiliki pengetahuan mengenai hal hal berkaitan dengan kecurangan
termasuk fraud, yang melaporka kepada pihak dengan otoritas untuk memperbaiki situasi
yang rusak. Pihak dengan otoritas tersebut yaitu:
a. Manajemen yang tidak terlibat
b. Dewan komisaris
c. Komite audit
d. Internal auditor
Etc.

1. Whistle Blowing Sebagai Mekanisme Internal Kontrol


Hooks, Kaplan, Schutz, berpendapat bahwa whistle-blowing bisa digunakan
sebagai mekanisme internal kontrol yang efektif dengan membuat lingkungan
yang mengizinkan individual melakukan komunikasi vertical baik ke dalam atau
keluar organisasi untuk memfasilitasi deteksi dini dan pencegahan mengenai
fraud laporan keuangan. Ada beberapa aspek untuk whistle-blower dalam
membuat keputusan pengungkapan:
a. Dasar Motivasinya
b. Proses Pengambilan Keputusan

13
Berdasarkan peraga diatas, terdapat 3 kondisi yang memengaruhi
keputusan whistle-blower.
1. Ethical sensitivity
2. Ethical competence
3. Perseverance
Ketiga hal ini dipengaruhi oleh ethical reasoning, cognitivie process,
dan ethical framing seorang whistle blower. Tiga kondisi yang sudah
disebutkan harus dipenuhi agar dapat menggunakan whistle-blowing
sebagai sebuah mekanisme kontrol dalam lingkungan organisasi.

2. Saluran untuk Mengkomunikasikan Kesalahan


Ponemon (1994) dan Hooks et al. (1994) menggambarkan saluran internal
dan eksternal untuk mengkomunikasikan isu-isu sensitif seperti penipuan laporan
keuangan. Saluran internal mengacu pada pengungkapan kesalahan kepada rekan
kerja, manajemen puncak, komite audit, dan/atau dewan direksi. Whistle-blower
biasanya menggunakan saluran internal sebagai tindakan mereka yang pertama
dan seringkali hanya untuk mengkomunikasikan isu-isu sensitif seperti penipuan
laporan keuangan, terutama karena pengungkapan eksternal dapat dipandang
sebagai pelanggaran etiket bisnis, loyalitas karyawan, perusahaan kode etik,
dan/atau standar profesional. Sebagai contoh, auditor internal diharuskan untuk
tidak mengungkapkan kesalahan kepada individu di luar organisasi mereka sesuai
dengan Pernyataan Standar Auditor Internal (IIAS) Institute of Internal Auditor
(IIA) No. 3. Namun demikian, tantangan eksternal harus digunakan sebagai upaya
terakhir untuk mengkomunikasikan kesalahan ketika komunikasi internal gagal
menyelesaikan masalah.
Auditor eksternal tidak boleh dipandang sebagai whistle-blower yang terus-
menerus melaporkan kesalahan, penyimpangan, atau penipuan kepada otoritas
pemerintah. Persepsi auditor eksternal sebagai whistle-blower cenderung
menciptakan hubungan yang bermusuhan antara klien dan auditor. Keberadaan
hubungan semacam itu akan mendorong klien yang jujur dan etis untuk
memberikan audiensi dengan pengungkapan informasi yang kurang lengkap dan
bukti audit karena takut bahwa auditor akan mencurigai tindakan ilegal atau tidak
teratur dan melaporkannya ke otoritas penegakan.
3. Suatu Model dari Proses Whistle Blowing

14
Hooks et al. (1994) menyarankan model proses whistle-blowing dalam
konteks fungsi audit internal dan eksternal yang dimaksudkan untuk mencegah
dan mendeteksi penipuan laporan keuangan. Model ini dikembangkan
berdasarkan asumsi berikut:
a. Iklim yang lebih baik untuk melaporkan kesalahan, termasuk penipuan laporan
keuangan, akan menipiskan kemungkinan kesalahan yang terjadi.
b. Potensi pelaku penipuan laporan keuangan kemungkinan besar tidak akan
berlanjut jika prospek dilaporkan meningkat.
c. Kontrol internal sebagai mekanisme pendeteksian kecurangan adalah elemen
penting dari proses model yang dapat terjadi hanya di dalam organisasi.
d. Fungsi audit eksternal sebagai mekanisme untuk deteksi kecurangan dipandang
sebagai elemen penting dari proses model yang mungkin melibatkan auditor
eksternal.
e. Banyak variabel yang mempengaruhi kemungkinan kecurangan laporan
keuangan, seperti sikap manajemen dan gaya operasi, keberadaan kode etik
perusahaan, pembalasan terancam, imbalan uang tunai untuk pelaporan, dan
status pelaku.
f. Anggapan bahwa pelapor akan maju dari kiri ke kanan dalam melaporkan
kesalahan memerlukan keputusan positif pada setiap langkah.

4. Model Whistle Blowing


Beberapa model whistle blowing yang disarankan untuk menjelaskan dan
menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh whistle blower. Rest (1979)
mengembangkan model empat komponen berikut untuk menjelaskan
kompleksitas keputusan moral:
a. Mengenali masalah moral.
b. Membuat penilaian moral.
c. Membangun niat moral.
d. Melakukan perilaku moral.
Finn (1995) model whistle-blowing, yang merupakan sintesis dari model
Rest dan Miceli and Near model perilaku etis, menunjukkan proses pengambilan
keputusan whistle-blowing dimana seorang individu berhadapan dengan situasi
whistle-blowing dengan kemungkinan tidak etis konsekuensi. Proses ini
melibatkan lima tahap yang berbeda dan, pada setiap tahap, pengamat menilai

15
tindakan dan reaksi sebelumnya yang terbukti dalam lingkungan organisasi, baik
dari tanggapan sesama karyawan dan manajemen. Model peniup peluit yang
paling relevan dengan penipuan laporan keuangan dan, dengan demikian,
digunakan dalam buku ini, adalah Miceli dan Near (1992) seperti yang
digambarkan dalam artikel oleh Hooks et al. (1994). Tingkat whistle-blowing
yang tinggi dapat mencerminkan frustrasi karyawan yang jujur dengan
keengganan manajemen untuk melakukan kontrol yang memadai terhadap
kegiatan penipuan atau efektivitas kebijakan dan prosedur manajerial dalam
menegakkan perilaku etis di perusahaan. Namun, rendahnya tingkat whistle-
blowing, dapat mengindikasikan efektivitas kontrol internal untuk mendeteksi
aktivitas penipuan atau ketakutan karyawan terhadap konsekuensi dari whistle-
blowing atau karyawan mungkin telah mempercayai kontrol internal untuk
mencegah dan mendeteksi penipuan.

5. Pendidikan Kesadaran terhadap Penipuan


Pendidikan kesadaran dapat memainkan peran penting dalam mengurangi
kasus-kasus penipuan pernyataan keuangan. Karakteristik perusahaan yang
mengalami penipuan kondisi keuangan telah ditentukan dengan mengidentifikasi
indikator bendera merah yang menunjukkan penipuan laporan keuangan.
Indikator bendera merah ini adalah struktur kontrol internal yang tidak memadai
dan tidak efektif, dan kurangnya tata kelola perusahaan yang waspada dan efektif.
Studi empiris pada penipuan laporan keuangan telah berusaha mengidentifikasi
indikator bendera merah yang membedakan perusahaan penipuan dari perusahaan
non-penipuan. Loebbecke et al. (1989) menggunakan daftar indikator bendera
merah yang secara signifikan berbeda antara perusahaan penipuan dan non-
penipuan. Mereka menyimpulkan bahwa meskipun indikator-indikator ini
signifikan pada basis yang berdiri sendiri, mereka sangat berkorelasi dan tidak
signifikan secara bertahap ketika dikombinasikan dengan faktor-faktor lain dalam
model prediksi. Dengan mengidentifikasi tanda bahaya potensial, melakukan
prosedur audit yang diperlukan, dan mendokumentasikan bukti audit yang
dikumpulkan, auditor dapat lebih baik mempertahankan diri dalam hal litigasi
setelah dugaan penipuan laporan keuangan.

16
L. Karakteristik Umum Perusahaan yang Terlibat dalam Penipuan (Generic
Characteristics of Companies Engaged in Fraud)
1. Pertumbuhan (Growth)
Penelitian sebelumnya (Beasley, 1994) menemukan bahwa pertumbuhan
suatu perusahaan dapat dikaitkan dengan kemungkinan penipuan laporan
keuangan. Sebagai contoh, Bell, Szykowny, dan Willingham (1991) berpendapat
bahwa ketika perusahaan berada dalam kecepatan pertumbuhan yang cepat,
manajemen mungkin termotivasi untuk terlibat dalam penipuan laporan
keuangan selama penurunan untuk memberikan kesan pertumbuhan yang stabil.
Ekspansi yang cepat melalui merger dan akuisisi dapat membuat struktur kontrol
internal menjadi kurang efektif, yang pada gilirannya mengurangi kemungkinan
bahwa penipuan laporan keuangan dapat dicegah dan dideteksi.

2. Kesehatan Keuangan (Financial Health)


Literature fraud (mis., Bell et al., 1991; Beasley, 1994), menunjukkan
bahwa tingkat kesehatan keuangan perusahaan dapat dikaitkan dengan
kemungkinan penipuan laporan keuangan. Bell et al. (1991) mengidentifikasi
tiga indikator red flags yang menunjukkan asosiasi kesehatan keuangan dan
kemungkinan penipuan laporan keuangan: (1) profitabilitas yang tidak memadai
relatif terhadap industri; (2) penekanan yang tidak semestinya diberikan pada
proyeksi pendapatan; dan (3) keraguan substansial tentang kemampuan entitas
untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya.

3. Lama Waktu yang Diperdagangkan untuk Umum (Length of Time Publiciy


Traded)
Literatur tata kelola perusahaan (Beasley, 1994) menunjukkan bahwa
lamanya waktu saham biasa perusahaan telah diperdagangkan di pasar modal
mungkin terkait dengan kemungkinan penipuan laporan keuangan. Komisi
Treadway (1987, 29) menyatakan bahwa perusahaan publik baru mungkin
memiliki risiko penipuan laporan keuangan yang secara proporsional lebih besar
terutama karena manajemen mungkin berada di bawah tekanan yang lebih besar
untuk mengelola pendapatan untuk memenuhi harapan pendapatan.

17
4. Blockholders
Literatur tata kelola perusahaan (Beasley, 1994) menunjukkan bahwa
pemegang blok besar (mis., Investor institusi) dapat berfungsi sebagai
mekanisme tata kelola perusahaan dengan memantau keputusan dan tindakan
manajemen. Dengan demikian, pemegang blockholder besar dapat mengurangi
kemungkinan penipuan laporan keuangan dengan meneliti kegiatan operasional,
investasi, pendanaan, dan pelaporan keuangan perusahaan dan memegang dewan
direksi yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan.

5. Industri yang Menurun (Declining Industry)


Perusahaan dalam industri yang menurun biasanya lebih cenderung terlibat
dalam penipuan laporan keuangan terutama karena mereka harus bersaing untuk
sumber daya yang langka.

6. Rasio Keuangan yang Tidak Menguntungkan (Unfavorable Financial Ratio)


Laporan keuangan yang curang mencerminkan kinerja keuangan dan rasio
yang lebih rendah dari kinerja rata-rata industri saat ini atau lebih baik dari
kinerja historis perusahaan atau memenuhi perkiraan dan target analis yang
diumumkan oleh manajemen sebelumnya.

7. Transaksi Pihak Terkait (Related Party Transactions)


Tujuan utama perusahaan yang dimiliki publik adalah untuk menciptakan
dan meningkatkan nilai pemegang saham dengan menghasilkan pendapatan di
atas tingkat pengembalian investasi yang diinginkan pemegang saham. Tujuan
ini tercapai ketika dewan direksi dan manajemen berupaya melindungi
kepentingan pemegang saham. Auditor independen memandang keberadaan
transaksi pihak terkait sebagai potensi konflik kepentingan antara perusahaan dan
personelnya, yang dapat menciptakan potensi penipuan laporan keuangan
(Loebbecke et al., 1989).
Perusahaan yang terlibat dalam berbagai transaksi pihak terkait mungkin
gagal menciptakan dan/atau meningkatkan nilai pemegang saham, dan
legitimasinya dapat dipertanyakan. Sorensen, Grove, dan Sorensen (1980) 55
menemukan bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan yang terlibat dalam
pelaporan keuangan curang biasanya memiliki banyak transaksi pihak terkait.

18
Dengan demikian, keberadaan transaksi pihak terkait dapat menjadi indikator
penting yang penting bagi penipuan laporan keuangan.

8. Earnings Management and Persistens Red Flags


Kebijakan, prosedur, dan praktik akuntansi manajerial juga dapat
membedakan perusahaan penipuan dari perusahaan non-penipuan. Praktik
akuntansi ini menentukan apakah:
a. Keuntungan dan kerugian dari item yang tidak biasa dan tidak berulang diberi
kepentingan atau pertimbangan yang sama.
b. Waktu mengenali transaksi dikelola dan untuk tujuan apa mereka dikelola.
c. Estimasi dan asumsi signifikan perusahaan adalah wajar dan dapat dibenarkan
dan didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia.
d. Ada dasar untuk ambang batas materialitas yang digunakan dalam mengukur,
mengenali, dan melaporkan transaksi keuangan dan menyiapkan laporan
keuangan terkait.
e. Praktik akuntansi yang dipilih dengan tepat menyampaikan ekonomi yang
mendasari transaksi.
f. Telah ada perubahan signifikan dalam praktik akuntansi dan dalam penerapan
praktik manajemen dan penggunaan estimasi dan penilaian.
g. Pengungkapan perusahaan dapat menghadapi GAAP.
h. Presentasi dan pengungkapan keuangan, termasuk diskusi dan analisis
manajemen (MD&A), menceritakan keseluruhan cerita.

M. Kesimpulan
Bab ini mengidentifikasi dan membahas taksonomi dan skema penipuan keadaan
keuangan. Perkembangan taksonomi penipuan membantu menjelaskan teknik penipuan
laporan keuangan umum dan motivasi manajemen untuk terlibat dalam penipuan laporan
keuangan. Manajemen laba, faktor penyumbang utama bagi komisi penipuan laporan
keuangan, juga diperiksa dalam bab ini. Kondisi tekanan pada manajemen, adanya peluang
untuk melakukan, dan rasionalisasi baik yang tidak terdeteksi atau persepsi deteksi
berbiaya rendah merupakan faktor utama penyebab kecurangan laporan keuangan. Gejala
penipuan laporan keuangan, yang terdiri dari red flags struktur organisasi, red flags
kondisi keuangan, dan red flags lingkungan bisnis dan industri diperiksa dengan cermat
untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang gejala yang menandakan

19
kemungkinan penipuan laporan keuangan. Penggunaan model whistle-blowing sebagai
mekanisme kontrol internal yang efektif untuk mengkomunikasikan kecurangan laporan
keuangan dibahas pada bagian terakhir bab ini.

20

Anda mungkin juga menyukai