DEPARTEMEN AKUNTANSI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
FINANCIAL STATEMENT FRAUD: TAXONOMY OF SCHEMES
A. Pendahuluan
Bab ini menyajikan kecurangan-kecurangan keuangan termasuk manajemen
pendapatan tidak sah dalam melakukan fraud. Taksonomi dari fraud laporan keuangan
dikembangkan untuk mengidentifikasi skema fraud umum dan tanda-tanda lainnya.
Keefektifan pendekatan tanda-tanda (red flags) dan model proses whistle-blowing dalam
menyerang dan mendeteksi fraud laporan keuangan juga diuji dalam bab ini.
B. Kecurangan Keuangan
Kecurangan keuangan oleh Schilit (1993) didefinisikan sebagai tindakan atau
kelalaian yang ditujukan untuk menyembunyikan atau memutarbalikan kinerja keuangan
sebenarnya atau kondisi keuangan sebenarnya dari sebuah entitas. Contoh tindakan ini
adalah pengakuan pendapatan terlalu dini, pembuatan pendapatan palsu, tidak mengakui
utang, dan penangguhan beban. Manajemen sering menggunakan tipuan akuntansi untuk
mengatur pendapatan. Oleh sebab itu, auditor harus waspada terhadap hal-hal sebagai
berikut:
1. Kemerosotan kualitas dan kuantitas pendapatan secara terus menerus,
Hal ini dapat diketahui oleh auditor dengan cara membandingkan laporan keuangan
minimal 3 tahun buku
2. Kekurangan Arus Kas
Manajemen sering menggunakan teknik manajemen pendapatan untuk
meningkatkan arus kas masuk ketika arus kas tidak cukup untuk mendukung
peningkatan laba yang ditampilkan. Auditor harus menyadari bahwa kas
perusahaan yang besar dapat diverifikasi dengan laporan arus kas untuk
mengetahui kuantitas, kualitas, dan keandalan, serta kesahan pendapatan yang
dilaporkan.
3. Persediaan Overstatement
Fraud persediaan dan piutang umumnya menggunakan skema oleh manajemen
untuk mengatur pendapatan dan meningkatkan posisi keuangan perusahaan.
4. Penggunaan Akuntansi Agresif
Pengunaan praktik prinsip akuntansi yang agresif adalah sebagai peringatan bahwa
manajemen dapat melakukan fraud dengan maksud mengupayakan peningkatkan
hasil operasional, posisi keuangan, dan arus kas.
2
C. Taksonomi Fraud Laporan Keuangan
Laporan COSO menyatakan bahwa dua teknik umum yang paling sering digunakan
perusahaan untuk melakukan aktivitas fraud adalah teknik pengakuan pendapatan yang
tidak tepat dan teknik overstatement aset. Laporan COSO 1999 mendaftar teknik fraud
dalam laporan keuangan ke dalam kategori berikut:
1. Pengakuan Pendapatan Tidak Tepat
Skema yang digunakan adalah penjualan palsu, pendapatan premature,
penjualan kondisional, cutoff penjualan yang tidak tepat, penggunaan
presentasi metode penyelesaian yang tidak tepat, pengiriman tidak terotorisasi,
dan penjualan konsinyasi.
2. Overstatement Aset
Dilakukan dengan cara mencatat aset fiktif atau aset yang tidak dimiliki,
mengkapitalisasi aset yang seharusnya tidak, meningkatkan nilai aset dengan
cara penggunaan nilai pasar yang lebih tinggi, dan undertstating cadangan
piutang.
3. Understatement Beban/Utang
4. Salah Saji Aset
5. Pendekatan Tidak Tepat
6. Skema Fraud Lain
3
D. Skema Fraud Umum
Fraud laporan keuangan terdiri dari variasi skema yang luas, mulai dari
overstatement pendapatan dan aset sampai informasi material keuangan yang dipalsukan
maupun understatement beban dan utang. Berikut merupakan skema fraud laporan
keuangan umum:
1. Kesalahan klasifikasi keuntungan
2. Transaksi palsu
3. Pemilihan waktu pengakuan pendapatan
4. Tagihan dan tahan transaksi penjualan
5. Pengaturan sisi
6. Transaksi penjualan tidak sah
7. Pengakuan pendapatan yang tidak tepat
8. Transaksi dengan pihak berhubungan yang tidak tepat
9. Penilaian aset yang tidak tepat
10. Beban dan biaya tangguhan yang tidak tepat
11. Pendekatan yang kurang memadai atau informasi material laporan keuangan
yang dipalsukan
12. Cutoff yang tidak tepat dari transaksi dari akhir periode pelaporan
E. Earnings Management
Banyak fraud laporan keuangan yang parah telah dikaitkan dengan praktik
manajemen. Praktik-praktik telah meningkat serius terlebih mengenai kualitas pelaporan
pendapatan dan telah mengambil perhatian SEC. Perusahan memiliki tekanan yang
berkaitan dengan insentif keuangan, dapat memotivasi manajemen untuk menggunakan
praktik akuntansi agresif dan intepretasi laporan keuangan yang tidak benar, dan kemudian
mengarah pada fraud laporan keuangan.
1. Definisi
Manajemen laba atau earnings management didefinisikan secara berbeda oleh
akademisi, peneliti, praktisi, dan badan otoritatif. Definisi yang paling umum
diterima adalah sebagai berikut:
a. Schipper (1989, 92)
“...intervensi yang disengaja dalam proses pelaporan keuangan eksternal,
dengan maksud untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi”
b. Healy and Wahlen (1993)
4
Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam
laporan keuangan dan menyusun transaksi untuk mengubah laporan
keuangan untuk menyesatkan beberapa pemangku kepentingan tentang
kinerja dasar yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan.
c. Merchant (1987)
Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai tindakan apapun dari pihak
manajemen yang mempengaruhi pendapatan yang dilaporkan dan yang
tidak memberikan keuntungan ekonomi yang sesungguhnya bagi organisasi
dan pada kenyataannya dalam jangka panjang merugikan.
5
a. Biaya “big bath”, seringkali melibatkan one-time overstating biaya
restrukturisasi dengan menciptakan cadangan yang dapat digunakan
untuk mengimbangi biaya operasi masa depan.
b. Akuntansi Akuisisi Kreatif, umumnya terkait dengan strategi
kombinasi bisnis dengan menggunakan “merger magic” untuk
menghindari biaya pendapatan dimasa depan melalui one-time charges
yang berlebihan untuk penelitian dan pengembangan dalam proses dan
penciptaan cadangan akuntansi pembelian yang berlebihan.
c. Cadangan “Cookie Jar” Lain-lain, biasanya melibatkan asumsi yang
tidak realistis untuk memperkirakan kewajiban untuk pengembalian
penjualan, kerugian pinjaman, atau biaya garansi dengan menetapkan
cadangan in “good times” dan menggunakannya di “bad times”.
d. Penyalahgunaan konsep materialitas, sengaja mengabaikan kesalahan
dalam laporan keuangan dengan asumsi bahwa dampaknya pada laba
tidak terlalu signifikan untuk mengubah keputusan investasi investor
dan kreditor.
e. Revenue Recognation, melibatkan pencatatan pendapatan sebelum
diperoleh yaitu sebelum penjualan selesai, sebelum produk telah
dikirim, atau sementara pelanggan masih dapat membatalkan atau
menunda penjualan.
6
untuk mengelola pendapatan secara tidak sah yang dapat mengakibatkan
penipuan laporan keuangan.
SEC telah menetapkan dalam tindakan penegakannya bahwa transaksi yang
memenuhi kriteria berikut dapat diakui sebagai pendapatan:
a. Perusahaan harus memiliki komitmen tetap untuk membeli dari
pelanggan,
b. Risiko kepemilikan harus diberikan kepada pembeli,
c. Pembeli harus meminta transaksi dan harus memiliki tujuan bisnis yang
sah dari kesepakatan bill and hold,
d. Perusahaan tidak boleh mempertahankan kewajiban kinerja khusus yang
signifikan,
e. Harus ada tanggal pengiriman yang tetap dan masuk akal dan konsisten,
f. Barang harus siap dan lengkap untuk pengiriman.
7
4. Penjualan Bersyarat (Conditional Sales)
Skema ini adalah transaksi yang dicatat sebagai pendapatan meskipun
penjualan sebagai bagian dari transaksi melibatkan kontinjensi substansial yang
belum terselesaikan atau perjanjian berikutnya yang menghilangkan kewajiban
pelanggan untuk mempertahankan barang dagangan.
8
Terdapat garis tipis antara manajemen laba yang sah dan manajemen laba yang
curang untuk mencapai target pendapatan ketika manajemen terlalu tertarik pada
penggambaran, daripada kenyataan, dari hasil keuangan. Area abu-abu antara legitimasi
dan penipuan langsung ketika laporan pendapatan menggambarkan keinginan manajemen
daripada kenyataan.
9
Sedangkan, manajemen laba yang curang tidak dibuat dalam kerangka GAAP
mengenai metode akuntansi yang dapat diterima, oleh karena itu, merupakan bentuk ilegal
manajemen laba. Contoh skema manajemen laba yang curang seperti pemalsuan,
perubahan, dan manipulasi pendapatan yang disengaja melalui tindakan ilegal. DeAngelo
menunjukan bahwa manajemen memiliki insentif yang kuat untuk menyembunyikan
manajemen laba yang disengaja karena imbalan yang lebih besar jelas bertambah bagi para
manajer yang mana manipulasi keuangan perhitungan tidak terdeteksi oleh pihak-pihak
yang akan terpengaruh secara negatif oleh mereka. Kinney dan McDaniel (1989)
menyatakan bahwa manajer perusahaan dalam kondisi keuangan yang lemah lebih
cenderung melakukan window dressing dalam upaya menyamarkan apa yang menjadi
kesulitan sementara waktu. Beasley (1996) juga menemukan bahwa perusahaan yang
terlibat dalam penipuan laporan keuangan memiliki kepemilikan manajemen yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan nonpenipuan. Dechow (1996) menemukn bahwa
perusahaan yang terlibat dalam manajemen laba tidak sah (1) Lebih cenderung memiliki
dewan direksi yang didominasi oleh manajemen (2) Lebih mungkin untuk memiliki CEO
sebagai ketua dewan direksi, (3) Lebih mungkin memiliki CEO yang juga pendiri
perusahaan, (4) Kecil kemungkinannya untuk memiliki komite audit, (5) Kecil
kemungkinannya untuk memiliki blockholder luar, dan (6) Lebih mungkin untuk
meningkatkan biaya modal secara signifikan ketika pelanggaran diumumkan ke publik.
Daftar redflag yang tersaji merupakan hasil adaptasi dari SAS No. 53, No. 82, Loebbecke
et al., dan masih banyak lagi. Redflag pada penelitian dan laporan ini didefinisikan sebagai
10
ciri ciri potensial yang bisa menandakan terjadinya dan resiko fraud laporan keuangan.
Penelitian dan laporan ini mengidentifikasi banyak redflag dan examine hubungan redflag
dengan kejadian ataupun bukan kejadian dari fraud laporan keuangan, tetapi itu masih sulit
diprediksi karena tidak adanya hubungan sebab akibat antara redflag dan fraud tersebut.
11
d. Penekanan utang dengan fleksibilitas yang kecil
e. Sedang diberlakukan investigasi oleh badan regulasi (e.g., sec, irs)
f. Percobaan yang agresif untuk menjaga tren dan mencapai prediksi
g. Pelaporan dan respon yang tidak tepat waktu
h. Pernyataan pada perubahan teknologi
i. Penurunan industri
j. Tingkat bunga yang tinggi
Etc.
4. Efektivitas Red Flags
Standar Fraud laporan keuangan untuk eksternal auditor dan internal auditor
mengisyaratkan bahwa auditor untuk menggunakan pendekatan redflag dalam
mendeteksi salah saji material karena kesalahan dan fraud. Albrecht et,al
memberikan shortcoming yang berpotensi dari pendekatan redflag:
a. Kesulitan dalam mengumpulkan bukti yang cukup mengenai fraud laporan
keuangan yang terjadi
b. Kurangnya konsistensi dan keseragaman bukti fraud laporan keuangan yang
membuat hal tersebut menjadi sulit untuk memberikan gambaran umum mengenai
fraud
c. Dokumentasi mengenai fraud laporan keuangan yang terdeteksi melalui
pendekatan redflag yang jarang ditemukan
d. Ketiadaan teknologi yang mumpuni untuk menganalisis database yang besar untuk
mencari ciri ciri fraud
12
K. Whistle-Blowing
Adalah pengungkapan oleh anggota organisasi mengenai praktik yang illegal, tidak
bermoral atas kehendak atasan kepada seseorang atau organisasi yang dapat memengaruhi
tindakan, bisa berasal dari pihak internal atau pihak eksternal. Dan intinya bisa juga berarti
individu, yang memiliki pengetahuan mengenai hal hal berkaitan dengan kecurangan
termasuk fraud, yang melaporka kepada pihak dengan otoritas untuk memperbaiki situasi
yang rusak. Pihak dengan otoritas tersebut yaitu:
a. Manajemen yang tidak terlibat
b. Dewan komisaris
c. Komite audit
d. Internal auditor
Etc.
13
Berdasarkan peraga diatas, terdapat 3 kondisi yang memengaruhi
keputusan whistle-blower.
1. Ethical sensitivity
2. Ethical competence
3. Perseverance
Ketiga hal ini dipengaruhi oleh ethical reasoning, cognitivie process,
dan ethical framing seorang whistle blower. Tiga kondisi yang sudah
disebutkan harus dipenuhi agar dapat menggunakan whistle-blowing
sebagai sebuah mekanisme kontrol dalam lingkungan organisasi.
14
Hooks et al. (1994) menyarankan model proses whistle-blowing dalam
konteks fungsi audit internal dan eksternal yang dimaksudkan untuk mencegah
dan mendeteksi penipuan laporan keuangan. Model ini dikembangkan
berdasarkan asumsi berikut:
a. Iklim yang lebih baik untuk melaporkan kesalahan, termasuk penipuan laporan
keuangan, akan menipiskan kemungkinan kesalahan yang terjadi.
b. Potensi pelaku penipuan laporan keuangan kemungkinan besar tidak akan
berlanjut jika prospek dilaporkan meningkat.
c. Kontrol internal sebagai mekanisme pendeteksian kecurangan adalah elemen
penting dari proses model yang dapat terjadi hanya di dalam organisasi.
d. Fungsi audit eksternal sebagai mekanisme untuk deteksi kecurangan dipandang
sebagai elemen penting dari proses model yang mungkin melibatkan auditor
eksternal.
e. Banyak variabel yang mempengaruhi kemungkinan kecurangan laporan
keuangan, seperti sikap manajemen dan gaya operasi, keberadaan kode etik
perusahaan, pembalasan terancam, imbalan uang tunai untuk pelaporan, dan
status pelaku.
f. Anggapan bahwa pelapor akan maju dari kiri ke kanan dalam melaporkan
kesalahan memerlukan keputusan positif pada setiap langkah.
15
tindakan dan reaksi sebelumnya yang terbukti dalam lingkungan organisasi, baik
dari tanggapan sesama karyawan dan manajemen. Model peniup peluit yang
paling relevan dengan penipuan laporan keuangan dan, dengan demikian,
digunakan dalam buku ini, adalah Miceli dan Near (1992) seperti yang
digambarkan dalam artikel oleh Hooks et al. (1994). Tingkat whistle-blowing
yang tinggi dapat mencerminkan frustrasi karyawan yang jujur dengan
keengganan manajemen untuk melakukan kontrol yang memadai terhadap
kegiatan penipuan atau efektivitas kebijakan dan prosedur manajerial dalam
menegakkan perilaku etis di perusahaan. Namun, rendahnya tingkat whistle-
blowing, dapat mengindikasikan efektivitas kontrol internal untuk mendeteksi
aktivitas penipuan atau ketakutan karyawan terhadap konsekuensi dari whistle-
blowing atau karyawan mungkin telah mempercayai kontrol internal untuk
mencegah dan mendeteksi penipuan.
16
L. Karakteristik Umum Perusahaan yang Terlibat dalam Penipuan (Generic
Characteristics of Companies Engaged in Fraud)
1. Pertumbuhan (Growth)
Penelitian sebelumnya (Beasley, 1994) menemukan bahwa pertumbuhan
suatu perusahaan dapat dikaitkan dengan kemungkinan penipuan laporan
keuangan. Sebagai contoh, Bell, Szykowny, dan Willingham (1991) berpendapat
bahwa ketika perusahaan berada dalam kecepatan pertumbuhan yang cepat,
manajemen mungkin termotivasi untuk terlibat dalam penipuan laporan
keuangan selama penurunan untuk memberikan kesan pertumbuhan yang stabil.
Ekspansi yang cepat melalui merger dan akuisisi dapat membuat struktur kontrol
internal menjadi kurang efektif, yang pada gilirannya mengurangi kemungkinan
bahwa penipuan laporan keuangan dapat dicegah dan dideteksi.
17
4. Blockholders
Literatur tata kelola perusahaan (Beasley, 1994) menunjukkan bahwa
pemegang blok besar (mis., Investor institusi) dapat berfungsi sebagai
mekanisme tata kelola perusahaan dengan memantau keputusan dan tindakan
manajemen. Dengan demikian, pemegang blockholder besar dapat mengurangi
kemungkinan penipuan laporan keuangan dengan meneliti kegiatan operasional,
investasi, pendanaan, dan pelaporan keuangan perusahaan dan memegang dewan
direksi yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan.
18
Dengan demikian, keberadaan transaksi pihak terkait dapat menjadi indikator
penting yang penting bagi penipuan laporan keuangan.
M. Kesimpulan
Bab ini mengidentifikasi dan membahas taksonomi dan skema penipuan keadaan
keuangan. Perkembangan taksonomi penipuan membantu menjelaskan teknik penipuan
laporan keuangan umum dan motivasi manajemen untuk terlibat dalam penipuan laporan
keuangan. Manajemen laba, faktor penyumbang utama bagi komisi penipuan laporan
keuangan, juga diperiksa dalam bab ini. Kondisi tekanan pada manajemen, adanya peluang
untuk melakukan, dan rasionalisasi baik yang tidak terdeteksi atau persepsi deteksi
berbiaya rendah merupakan faktor utama penyebab kecurangan laporan keuangan. Gejala
penipuan laporan keuangan, yang terdiri dari red flags struktur organisasi, red flags
kondisi keuangan, dan red flags lingkungan bisnis dan industri diperiksa dengan cermat
untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang gejala yang menandakan
19
kemungkinan penipuan laporan keuangan. Penggunaan model whistle-blowing sebagai
mekanisme kontrol internal yang efektif untuk mengkomunikasikan kecurangan laporan
keuangan dibahas pada bagian terakhir bab ini.
20