PENDAHULUAN
1
STEMI. Gangguan kebutuhan dasar pada pasien STEMI akan menimbulkan masalah
keperawatan, seperti gangguan kebutuhan aktivitas dan juga sesak napas yang
diakibatkan penurunan curah jantung, serta gangguan kenyamanan pasien. Sehingga
perlu dilakukan penatalaksanaan pasien yang lebih baik seperti terapi modalitas
mencakup medikasi, penatalaksanaan cairan, perubahan diet, modifikasi gaya hidup
dan pemantauan tindak lanjut yang intensif. Pendidikan pasien dan kepatuhan
merupakan aspek penting untuk hasil yang lebih baik (Marreli, 2007). Peran perawat
terhadap pasien dengan STEMI yaitu meliputi peran preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama peran promotif melalui edukasi dapat
merubah klien dalam mengubah gaya hidup dan mengontrol kebiasaan pribadi untuk
menghindari faktor risiko. Dengan edukasi semakin banyak klien yang mengerti
bagaimana harus mengubah perilaku sehingga mereka mampu melakukan
pengobatan dan perawatan mandirinya. Perawatan yang baik hanya dapat tercapai
apabila ada kerjasama antara perawat dan klien untuk mengatasi masalah tersebut
(Perry & Potter, 2009).
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi
STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard
khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan
diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard. STEMI adalah fase akut dari nyeri
dada yang ditampilkan terjadi peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak
dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat maupun
sewaktu-waktu yang disertai infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI) yang
terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil
(Pusponegoro, 2015). Dari pengertian dapat disimpulkan bahwa STEMI adalah
keadaan yang mengancam kehidupan dengan tanda nyeri dada yang khas dikaitkan
dengan gambaran EKG berupa elevasi ST dan terjadi pembentukan jaringan
nekrosis otot yang permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen yang
disebabkan oleh adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak
stabil.
3
2.2 Etiologi
Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable)
yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol darah tinggi, dan pola
tingkah laku:
a. Merokok, dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya karbondioksida
yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat hemoglobin dari
pada oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung menjadi berkurang.
Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang
menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan
menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan
dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
b. Tekanan darah tinggi, merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan
penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan
gradien tekanan yang harus dilawan ileoh ventrikel kiri saat memompa darah.
Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen
jantung meningkat.
c. Kolesterol darah tinggi, dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein
yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system
peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total,
lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas
tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density lipoprotein
(LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat
proses arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein
(HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri
koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi.
d. Hiperglikemia, pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
4
aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
e. Pola perilaku Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga
ikut berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan
Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola
tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk
dalam kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang
kuat, ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan
katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat
aterogenik atau hanya mempercepat serangan.
5
2.4 PATHWAY
Nekrosis
Penurunan aliran darah kejantung
Resiko
Seluler hipoksia penurunan curah
Metabolism anaerob
jantung
Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung
6
2.5 Komplikasi
Resiko kelebihan volume
1. Disfungsi Ventrikular
cairan ekstravaskuler
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok
kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona
iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien
7
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia
sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diruangan Emergensi
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark
inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil
dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena
dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
9
cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mgIV
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi
tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12
jam.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memeperpendek lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
10
3. Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri di tandai
dengan penurunan curah jantung.
Intervensi
No
Dx NOC NIC
.
1. Gangguan Kriteria hasil : Airway Management :
pertukaran gas • Mendemonstrasikan • Buka jalan nafas gunakan
penigkatan fentilasi chin lift atau jaw thrust
Batasan dan oksigenasi yang bila perlu
karakteristik : adekuat • Posisikan pasien untuk
- pH darah arteri • Memelihara memaksimalkan fentilasi
abnormal kebersihan paru-paru • Identifikasi pasien
- pH arteri dan bebas dari tanda- perlunya pemasangan
abnormal tanda distres jalan nafas buatan
- Pernapasan • Mendemonstrasikan • Lakukan pisioterapi jika
abnormal batuk efektif yang perlu
- warna kulit bersih, tidak ada • Keluarkan sekret dengan
abnormal sianosis dan dyspneu batuk
(mampu mengeluarkan • Respiratory monitoring
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah)
• TTV dalam rentang
normal
2. Ketidakefektifa Kriteria evaluasi: Periperal sensational
n perkusi mendemonstrasikan maangement (management
jaringan perifer ststus sirkulasi yang sensasi perifer) :
ditandai dengan : • Monitor adanya daerah
Batasan • Tekanan sistol dan tertentu yang hanya peka
karakteristinya diastol dalam rentang terhadap panas/ dingin/
• tidak ada nadi yang diharapkan tajam/ tumpul.
• Perubahan • Tidak ada orto statik • Monitor adanya paratese
fungsi motorik hipertensi • Instruksikan kelurga
• Perubahan • Tidak ada tanda-tanda untuk mengobservasi
11
karakteristik peningkatan intra kulit jika ada isi atau
kulit (warna, kranial (tidak lebihdari leserasi.
elastisitas, 15 mmHg • Gunakan sarung tangan
rambut, • Mendemonstrasikan untuk proteksi
kelembapan, kemampuan konggnitif: • Batasi gerakan pada
kuku, sensasi • Berkomunikasi kepala leher dan
dan suhu) denganjelas dan sesuai punggung
• Perubahan dengan kemampuan • Memonitor kemampuan
tekanan darah • Menujukan perhatian BAB
di ektermitas. • Memproses informasi
3. Nyeri akut Kriteria hasil : Pain Management :
• Mampu mengontrol • Lakukan pengkajian
Batas nyeri (tahu penyebab secara komperhensiv
karakteristik : nyeri, mampu termasuk lokasi,
• Perubahan menggunakan teknik karakteristik, durasi,
selera makan non farmakologi untuk frekuensi, kualitas dan
• Perubahan mengunyari nyeri, faktor presifitasi
tekanan darah mencari bantuan tutup) • Obsevasi reaksi
• Perubahan • Melaporkan bahwa nonverbal dari
frekuensi nyeri berkurang dengan ketidaknyamanan
jantung menggunakan • Gunakan teknik
• Perubahan management nyeri komunikasi trapeutik
frekuensi • Mampu mengenal nyeri untuk mengetahui
pernafasan (skala, intensitas, pengalaman nyeri
• Laporan frekuensi dan tanda • Kaji kultur yang
isyarat nyeri) mempengaruhi respon
• Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah nyeri • Analgesik administration
berkurang • Tentukan lokasi,
karakteristik, kulatias,
dan drajat nyeri sebelum
pemberian obat
• Check instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
• Kolaborasi analgesik
yang diperlukan
4. Penurunan curah Kriteria hasil : Cardiac Care :
jantung • Tanda vital dalam • Evaluasi adanya nyeri
rentang normal dada (itensitas, lokasi,
Batasan (tekanan darah, nadi durasi)
12
karakteristik : respirasi) • Catat adanya distritmia
• Perubahan • Dapat mentoleransi jantung
frekuensi / aktivitas, tidak ada • Catat adanya tanda dan
irama jantung kelelahan gejala penurunan
• Aritmia • Tidak ada edema paru, kardiaoutput
• Bradikardi, perifer, dan tidak ada • Monitor status
takikardi, asites kardiovaskuler
• Perubahan • Tidak ada penurunan • Monitor status
EKG kesadaran pernafasan yang
• Palpitasi menandakan gagal
• Perubahan jantung
preload • Monitor abdomen
• Penurunan sebagai indikator
tekanan vena penurunan perfusi
central • Monitor TTV.
• Penurunan • Monitor tekanan darah,
tekanan arteri nadi suhu dan respirasi,
paru catat adanya fluktuasi
• Edema, tekanan darah
keletihan • Monitor TTV saat pasien
• Perubahan berbaring, duduk, atau
kontraktilitas berdiri
• Batuk, crackle • Auskultasi td pada kedua
• Penurunan lengan dan bandingkan
indeks jantung • Monitor td, nadi respirai
sebelum, selama dan
setelah aktivitas.
5. Intoleransi Kriteria hasil : Activity Terapi :
aktivitas • Berpartisipasi dalam • Kolaborasikan dengan
aktivitas fisik tanpa tenanga rehabilitais
Batasan disertai peningkatan medik dalam
karakteristik : tekanan darah, nadi dan merencanakan program
• Respon respirasi terapi yang tepat
tekanan darah • Mampu melakukan • Bantu klien untuk
abnormal aktivitas sehari-hari mengidentivikasi
terhadap (secara mandiri) aktivitas yang mampu
aktivitas • Tanda tanda vital dilakukan
• Respon normal • Bantu untuk memilih
frekuensi • Energi psikomotor aktivitas konsisten yang
jantung • Level kelemahan sesuai dengan
abnormal • Mampu berpindah : kemampuan fisik,
terhadap dengan atau tanpa psikologi, dan sosial
13
aktivitas batuan alat • Bantu klien untuk
• Perubahan membuat jadwal latihan
EKG yang di waktu luang
mencerminkan
aritmia
• Perubahan
EKG yang
mencerminkan
iskemia
14
BAB III
KASUS
A. Identitas klien
Tanggal Pengkajian : 27 maret 2020
Nama Lengkap : Tn. R
Umur : 68 tahun
Tanggal lahir : 30 Juni 1952
Jenis kelamin : laki-laki
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 27 maret 2020
Hari rawat ke :1
Penanggung jawab biaya: BPJS
Diagnosa Medik : STEMI
B. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluhkan sesak nafas dan nyeri dada sejak 1 hari yang lalu, dan timbul
lagi pagi tadi sesak nafas dan nyeri dadanya. Pasien rwayat hipertensi 6 tahunyang
lalu
PENGKAJIAN PRIMER
- Airway: tidak ada sumbatan jalan nafas di hidung atau mulut
- Breathing : nafas spontan, terlihat retraksi dinding dada, RR 29 x/menit,
takipnea, pernafasan cuping hidung
- Circulation : pasien tampak gelisah, nadi teraba lemah dan tidak simestris,
TD : 180/113 mmHg, nadi 55 x/menit, suu 36.50C, CRT >2 detik.
- Disability : GCS : 15 E:4 M:5 V:6, Kesadaran : Compos mentis, Kekuatan
otot : 5, pupil isokor. Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri, nyeri yang
15
dirasakan seperti tertimpa barang berat dan tidak menjalar, skala nyeri 4.
- Exposure: tidak ada fraktur atau deformitas
- Foley cateter : terpasang kateter no 16
- Gastric tube : tidak terpasang
- Heart monitor : TD: 180/113 mmHg, nadi 55x/menit, RR 29 x/menit, suhu
36,50C
SECONDARY SURVEY
- Alergi : pasien tidak ada riwayat alergi
- Medikasi : pasien mengatakan biasa mengonsumsi obat hipertensi
- Post illness : pasien mengatakan belumpernah dirawat
- Last meal : pasien mengatakan terakhir makan nasi dengan lauk pauk sup
daging
- Event/ environtment : pasien datang dengan sesak nafas dan nyeri dada.
Hasil EKG
- Irama bradikardi
- HR : 300/6 : 50 x/menit
- Gel P : L: 0.8, T: 1 mm
- PR interval : 0.8 detik
- Komplek QRS : 0.4 detik
- Segmen ST : elevasi (L: 0.12 detik) V1 dan V4
- Gel T : defleksi positif
- Axis : - 30 normal
MEDIKASI
NO. Nama obat Dosis Rute Waktu pemberian
1. Ranitidine 2 ml IV Jam 10.30
2. Amlodipine 4 x 10 mg Oral Jam 10.30
3. Nitrogliserin 0.5 mg Oral sub Jam 10.30
16
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPEWATAN
17
INTERVENSI
18
IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal Dx Implementasi Evaluasi
28 Maret 2020 1 - Memonitor frekuensi nafas S: pasien mengatakan sesak
nafas
- Memonitor pola nafas
O:
- Auskultasi bunti nafas - Keadaaan cm
- Retraksi dinding
- Palpasi kesimestrisan dada
dada
- Mengatur posisi pasien - RR 29 x/menit
- Posisi semi flower
- Kolaborasi untuk pemberian
- Nasal kanul 3 L
obat oral - Bunyi nafas
vesikuler
- Amlodipine 4x10
mg
A : masalah pola nafas tidak
efektif
P : intervensi untuk
memonitor pola nafas belum
efektif
28 Maret 2020 2 - Mengobservasi keadaan S: pasien mengatakan sesak
nafas dan nyeri dada
umum
O:
- Memonitor ttv pasien - Keadaaan cm
- TD : 180/113
- Memonitor RR pasien
mmHg, nadi 55 x/m
- Memberikan terapi O2 - RR 29 x/menit
- Posisi semi flower
- Mengatur posisi pasien
- Nitrogliserin 0,5
- Kolaborasi untuk pemberian mg
- Amlodipine 4x10
vasodilator
mg
- Menganjurkan pasien untuk A : masalah peurunan curah
jantung belum teratasi
mengonsumsi daun seledri
P : intervensi untuk
dan mentimun (EBN) meningatkan curah jantung
19
BAB IV
PEMBAHASAN
4. Intervensi keperawatan
Intervensi yang telah diberikan kepada Tn. P sesuai dengan konsep keperawatan
BAB V
PENUTUP
20
4.1 Kesimpulan
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2
dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006).
4.2 Penutup
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan
penulis masih dalam tahap belajar. maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca.
21
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2010.
22