Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan, terjadi peningkatan
baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan pemberian nitrat,
yang dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu yang disertai Infark Miokard
Akut dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari
ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Pusponegoro, 2015). Menurut American
Heart Association (AHA) infark miokard tetap menjadi penyebab utama kematian
dan kecacatan di seluruh dunia, Setiap tahun diperkirakan 785 ribu orang Amerika
Serikat mengalami infark miokard dan sekitar 470 ribu orang akan mengalami
kekambuhan berulang, setiap 25 detik diperkirakan terdapat 1 orang Amerika yang
mati dikarenakan Infark Miokard (AHA, 2012). Di Indonesia menurut Kemenkes
(2013) prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,5 %, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5
persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi
Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing
0,7 persen. Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang
didiagnosis dokter atau gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 % dan 3,6 % menurun sedikit
pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit jantung koroner yang
didiagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada
perempuan (0,5% dan 1,5%).
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang dengan
istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin pucat,
berkeringat dan dingin saat disentuh; pada gejala awal tekanan darah dan nadi dapat
naik, tetapi juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat dari penurunan curah
jantung, jika keadaan semakin buruk hal ini dapat mengakibatkan perfusi ginjal dan
pengeluaran urin menurun. Jika keadaan ini bertahan beberapa jam sampai beberapa
hari, dapat menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. Pasien juga terkadang ada yang
mengalami mual muntah dan demam (Lewis, 2011). Adapun komplikasi penyakit

1
STEMI. Gangguan kebutuhan dasar pada pasien STEMI akan menimbulkan masalah
keperawatan, seperti gangguan kebutuhan aktivitas dan juga sesak napas yang
diakibatkan penurunan curah jantung, serta gangguan kenyamanan pasien. Sehingga
perlu dilakukan penatalaksanaan pasien yang lebih baik seperti terapi modalitas
mencakup medikasi, penatalaksanaan cairan, perubahan diet, modifikasi gaya hidup
dan pemantauan tindak lanjut yang intensif. Pendidikan pasien dan kepatuhan
merupakan aspek penting untuk hasil yang lebih baik (Marreli, 2007). Peran perawat
terhadap pasien dengan STEMI yaitu meliputi peran preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama peran promotif melalui edukasi dapat
merubah klien dalam mengubah gaya hidup dan mengontrol kebiasaan pribadi untuk
menghindari faktor risiko. Dengan edukasi semakin banyak klien yang mengerti
bagaimana harus mengubah perilaku sehingga mereka mampu melakukan
pengobatan dan perawatan mandirinya. Perawatan yang baik hanya dapat tercapai
apabila ada kerjasama antara perawat dan klien untuk mengatasi masalah tersebut
(Perry & Potter, 2009).

1.2 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Dapat diketahuinya asuhan keperawatan teori, asuhan keperawatan kasus pada
pasien stemi
b. Tujuan Khusus
1) Penulis mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien
stemi
2) Penulis mampu melakukan perumusan diagnosa asuhan keperawatan pada
pasien stemi
3) Penulis mampu membuat intervensi keperawatan asuhan keperawatan pada
pasien stemi
4) Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien stemi
5) Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien stemi Penulis
mampu menganalisa hasil asuhan keperawatan pada pasien stemi

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Defenisi
STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard
khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan
diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard. STEMI adalah fase akut dari nyeri
dada yang ditampilkan terjadi peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak
dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat maupun
sewaktu-waktu yang disertai infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI) yang
terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil
(Pusponegoro, 2015). Dari pengertian dapat disimpulkan bahwa STEMI adalah
keadaan yang mengancam kehidupan dengan tanda nyeri dada yang khas dikaitkan
dengan gambaran EKG berupa elevasi ST dan terjadi pembentukan jaringan
nekrosis otot yang permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen yang
disebabkan oleh adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak
stabil.

Gambaran EKG pada STEMI


Selama terjadi STEMI, dapat diamati karakteristik perubahan morfologi EKG yang
berbeda-beda dalam jangka waktu tertentu, di antaranya adalah [ CITATION Myr11 \l
1033 ] :

ST-Elevation Myocardial Infraction

3
2.2 Etiologi
Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable)
yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol darah tinggi, dan pola
tingkah laku:
a. Merokok, dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya karbondioksida
yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat hemoglobin dari
pada oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung menjadi berkurang.
Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang
menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan
menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan
dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
b. Tekanan darah tinggi, merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan
penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan
gradien tekanan yang harus dilawan ileoh ventrikel kiri saat memompa darah.
Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen
jantung meningkat.
c. Kolesterol darah tinggi, dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein
yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system
peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total,
lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas
tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density lipoprotein
(LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat
proses arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein
(HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri
koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi.
d. Hiperglikemia, pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi

4
aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
e. Pola perilaku Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga
ikut berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan
Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola
tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk
dalam kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang
kuat, ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan
katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat
aterogenik atau hanya mempercepat serangan.

2.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis [ CITATION LeM16 \l 1033 ]
a. Nyeri dada: substernal atau prekordial (melintasi seluruh dinding dada); dapat
menjalar ke leher, rahang, bahu, atau lengan kiri.
b. Takikardia, takipnea.
c. Dispnea, napas pendek.
d. Mual dan muntah
e. Kecemasan, rasa menjelang ajal.
f. Diaforesis.
g. Kulit dingin bercak-bercak; penurunan nadi perifer.
h. Hipotensi atau hipertensi.
i. Palpitasi, disritmia.
j. Tanda gagal jantung kiri.

5
2.4 PATHWAY

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Nekrosis
Penurunan aliran darah kejantung

Iskemik pada jaringan miokard

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Resiko
Seluler hipoksia penurunan curah
Metabolism anaerob
jantung

Ga Integritas membrane sel berubah


Timbunan asam
ng Nyeri
laktat meningkat
gu
an Kontraktilitas turun
per Kelemahan
tuk n
Kecemasan
ara
n Intoleransi COP turun Kegagalann pompa
gas aktifitas jantung

Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

6
2.5 Komplikasi
Resiko kelebihan volume
1. Disfungsi Ventrikular
cairan ekstravaskuler
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok
kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona
iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien

7
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia
sebelumnya dalam 24 jam pertama.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan
di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10
menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus
diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark
ventrikel kanan.
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I
dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).

8
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diruangan Emergensi
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark
inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil
dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena
dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan

9
cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mgIV
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi
tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12
jam.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memeperpendek  lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi  kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

2.8 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru.

2. Ketidakefektifan perkusi jaringan perifer b.d jaringan iskemik kerusakan otot


jantung, penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.

10
3. Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri di tandai
dengan penurunan curah jantung.

4. Penurunan curah jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunan


karakteristik miokard.

5. Intoleransi b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan,


adanya iskemia atau nekrosis jaringan miokard.

Intervensi
No
Dx NOC NIC
.
1. Gangguan Kriteria hasil : Airway Management :
pertukaran gas • Mendemonstrasikan • Buka jalan nafas gunakan
penigkatan fentilasi chin lift atau jaw thrust
Batasan dan oksigenasi yang bila perlu
karakteristik : adekuat • Posisikan pasien untuk
- pH darah arteri • Memelihara memaksimalkan fentilasi
abnormal kebersihan paru-paru • Identifikasi pasien
- pH arteri dan bebas dari tanda- perlunya pemasangan
abnormal tanda distres jalan nafas buatan
- Pernapasan • Mendemonstrasikan • Lakukan pisioterapi jika
abnormal batuk efektif yang perlu
- warna kulit bersih, tidak ada • Keluarkan sekret dengan
abnormal sianosis dan dyspneu batuk
(mampu mengeluarkan • Respiratory monitoring
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah)
• TTV dalam rentang
normal
2. Ketidakefektifa Kriteria evaluasi: Periperal sensational
n perkusi mendemonstrasikan maangement (management
jaringan perifer ststus sirkulasi yang sensasi perifer) :
ditandai dengan : • Monitor adanya daerah
Batasan • Tekanan sistol dan tertentu yang hanya peka
karakteristinya diastol dalam rentang terhadap panas/ dingin/
• tidak ada nadi yang diharapkan tajam/ tumpul.
• Perubahan • Tidak ada orto statik • Monitor adanya paratese
fungsi motorik hipertensi • Instruksikan kelurga
• Perubahan • Tidak ada tanda-tanda untuk mengobservasi

11
karakteristik peningkatan intra kulit jika ada isi atau
kulit (warna, kranial (tidak lebihdari leserasi.
elastisitas, 15 mmHg • Gunakan sarung tangan
rambut, • Mendemonstrasikan untuk proteksi
kelembapan, kemampuan konggnitif: • Batasi gerakan pada
kuku, sensasi • Berkomunikasi kepala leher dan
dan suhu) denganjelas dan sesuai punggung
• Perubahan dengan kemampuan • Memonitor kemampuan
tekanan darah • Menujukan perhatian BAB
di ektermitas. • Memproses informasi
3. Nyeri akut Kriteria hasil : Pain Management :
• Mampu mengontrol • Lakukan pengkajian
Batas nyeri (tahu penyebab secara komperhensiv
karakteristik : nyeri, mampu termasuk lokasi,
• Perubahan menggunakan teknik karakteristik, durasi,
selera makan non farmakologi untuk frekuensi, kualitas dan
• Perubahan mengunyari nyeri, faktor presifitasi
tekanan darah mencari bantuan tutup) • Obsevasi reaksi
• Perubahan • Melaporkan bahwa nonverbal dari
frekuensi nyeri berkurang dengan ketidaknyamanan
jantung menggunakan • Gunakan teknik
• Perubahan management nyeri komunikasi trapeutik
frekuensi • Mampu mengenal nyeri untuk mengetahui
pernafasan (skala, intensitas, pengalaman nyeri
• Laporan frekuensi dan tanda • Kaji kultur yang
isyarat nyeri) mempengaruhi respon
• Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah nyeri • Analgesik administration
berkurang • Tentukan lokasi,
karakteristik, kulatias,
dan drajat nyeri sebelum
pemberian obat
• Check instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi

• Kolaborasi analgesik
yang diperlukan
4. Penurunan curah Kriteria hasil : Cardiac Care :
jantung • Tanda vital dalam • Evaluasi adanya nyeri
rentang normal dada (itensitas, lokasi,
Batasan (tekanan darah, nadi durasi)

12
karakteristik : respirasi) • Catat adanya distritmia
• Perubahan • Dapat mentoleransi jantung
frekuensi / aktivitas, tidak ada • Catat adanya tanda dan
irama jantung kelelahan gejala penurunan
• Aritmia • Tidak ada edema paru, kardiaoutput
• Bradikardi, perifer, dan tidak ada • Monitor status
takikardi, asites kardiovaskuler
• Perubahan • Tidak ada penurunan • Monitor status
EKG kesadaran pernafasan yang
• Palpitasi menandakan gagal
• Perubahan jantung
preload • Monitor abdomen
• Penurunan sebagai indikator
tekanan vena penurunan perfusi
central • Monitor TTV.
• Penurunan • Monitor tekanan darah,
tekanan arteri nadi suhu dan respirasi,
paru catat adanya fluktuasi
• Edema, tekanan darah
keletihan • Monitor TTV saat pasien
• Perubahan berbaring, duduk, atau
kontraktilitas berdiri
• Batuk, crackle • Auskultasi td pada kedua
• Penurunan lengan dan bandingkan
indeks jantung • Monitor td, nadi respirai
sebelum, selama dan
setelah aktivitas.
5. Intoleransi Kriteria hasil : Activity Terapi :
aktivitas • Berpartisipasi dalam • Kolaborasikan dengan
aktivitas fisik tanpa tenanga rehabilitais
Batasan disertai peningkatan medik dalam
karakteristik : tekanan darah, nadi dan merencanakan program
• Respon respirasi terapi yang tepat
tekanan darah • Mampu melakukan • Bantu klien untuk
abnormal aktivitas sehari-hari mengidentivikasi
terhadap (secara mandiri) aktivitas yang mampu
aktivitas • Tanda tanda vital dilakukan
• Respon normal • Bantu untuk memilih
frekuensi • Energi psikomotor aktivitas konsisten yang
jantung • Level kelemahan sesuai dengan
abnormal • Mampu berpindah : kemampuan fisik,
terhadap dengan atau tanpa psikologi, dan sosial

13
aktivitas batuan alat • Bantu klien untuk
• Perubahan membuat jadwal latihan
EKG yang di waktu luang
mencerminkan
aritmia
• Perubahan
EKG yang
mencerminkan
iskemia

14
BAB III
KASUS

A. Identitas klien
Tanggal Pengkajian : 27 maret 2020
Nama Lengkap : Tn. R
Umur : 68 tahun
Tanggal lahir : 30 Juni 1952
Jenis kelamin : laki-laki
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 27 maret 2020
Hari rawat ke :1
Penanggung jawab biaya: BPJS
Diagnosa Medik : STEMI

B. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluhkan sesak nafas dan nyeri dada sejak 1 hari yang lalu, dan timbul
lagi pagi tadi sesak nafas dan nyeri dadanya. Pasien rwayat hipertensi 6 tahunyang
lalu

PENGKAJIAN PRIMER
- Airway: tidak ada sumbatan jalan nafas di hidung atau mulut
- Breathing : nafas spontan, terlihat retraksi dinding dada, RR 29 x/menit,
takipnea, pernafasan cuping hidung
- Circulation : pasien tampak gelisah, nadi teraba lemah dan tidak simestris,
TD : 180/113 mmHg, nadi 55 x/menit, suu 36.50C, CRT >2 detik.
- Disability : GCS : 15 E:4 M:5 V:6, Kesadaran : Compos mentis, Kekuatan
otot : 5, pupil isokor. Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri, nyeri yang

15
dirasakan seperti tertimpa barang berat dan tidak menjalar, skala nyeri 4.
- Exposure: tidak ada fraktur atau deformitas
- Foley cateter : terpasang kateter no 16
- Gastric tube : tidak terpasang
- Heart monitor : TD: 180/113 mmHg, nadi 55x/menit, RR 29 x/menit, suhu
36,50C

SECONDARY SURVEY
- Alergi : pasien tidak ada riwayat alergi
- Medikasi : pasien mengatakan biasa mengonsumsi obat hipertensi
- Post illness : pasien mengatakan belumpernah dirawat
- Last meal : pasien mengatakan terakhir makan nasi dengan lauk pauk sup
daging
- Event/ environtment : pasien datang dengan sesak nafas dan nyeri dada.

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK

Hasil EKG
- Irama bradikardi
- HR : 300/6 : 50 x/menit
- Gel P : L: 0.8, T: 1 mm
- PR interval : 0.8 detik
- Komplek QRS : 0.4 detik
- Segmen ST : elevasi (L: 0.12 detik) V1 dan V4
- Gel T : defleksi positif
- Axis : - 30 normal

MEDIKASI
NO. Nama obat Dosis Rute Waktu pemberian
1. Ranitidine 2 ml IV Jam 10.30
2. Amlodipine 4 x 10 mg Oral Jam 10.30
3. Nitrogliserin 0.5 mg Oral sub Jam 10.30

16
ANALISA DATA

No Data Etologi Masalah


1 Ds : pasien penurunan aliran darah Pola nafas tidak
mengatakan sesak efektif
nafas suplai O2 berkurang
Do :
- Retraksi retraki dinding dada
dinding
dada pola nafas tidak efektif
- RR 29
x/menit
- Sinus
bradikardi
- ST elevasi
2 Ds: pasien penurunan aliran darah ke Penurunan curah
mengatakaan sesak jantung jantung
nafas sebelah kiri
Do: infark
- Bradikardi
- TD: 180/113 penurunan curah jantung
mmHg,
- N: 55 x/m
- Akral dingin
- CRT > 3
detik

DIAGNOSA KEPEWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan aliran darah


2. Penuruan curah jantung b.d perubahan irama jantung

17
INTERVENSI

No Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention


Keperawatan Classification (NOC) Classification (NIC)
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor frekuensi dan
efektif b.d tindakan keperawatan kedalaman pernafasan
penurunan aliran diharapkan kriteria 2. Monitor pola nafas
darah hasil: 3. Palpasi kesimestrisan
- Penggunaan otot ekspansi paru
pernafasan 3-5 4. Auskultassi bunyi
- Dyspnea 4-5 nafas
- Kedalaman nafas 3- 5. Atur posisi pasien
5 6. Kolaborasi untuk
- Frekuensi nafas 3-5 pemberian obat oral
- Gelisah 2-5
- Pola nafas 3-5

2 Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan


jantung b.d tindakan keperawatan umum
perubahan irama diharapkan kriteria 2. Monitor ttv pasien
jantung hasil: 3. Monitor pernafasan
- Dyspnea 3-5 pasien
- Bradikardi 3-5 4. Atur posisi pasien
- Gelisah 3-4 5. Berikan terapi o2
- Lelah 3-5 6. Kolaborasi untuk
pemberian
vasodilatator

18
IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal Dx Implementasi Evaluasi
28 Maret 2020 1 - Memonitor frekuensi nafas S: pasien mengatakan sesak
nafas
- Memonitor pola nafas
O:
- Auskultasi bunti nafas - Keadaaan cm
- Retraksi dinding
- Palpasi kesimestrisan dada
dada
- Mengatur posisi pasien - RR 29 x/menit
- Posisi semi flower
- Kolaborasi untuk pemberian
- Nasal kanul 3 L
obat oral - Bunyi nafas
vesikuler
- Amlodipine 4x10
mg
A : masalah pola nafas tidak
efektif
P : intervensi untuk
memonitor pola nafas belum
efektif
28 Maret 2020 2 - Mengobservasi keadaan S: pasien mengatakan sesak
nafas dan nyeri dada
umum
O:
- Memonitor ttv pasien - Keadaaan cm
- TD : 180/113
- Memonitor RR pasien
mmHg, nadi 55 x/m
- Memberikan terapi O2 - RR 29 x/menit
- Posisi semi flower
- Mengatur posisi pasien
- Nitrogliserin 0,5
- Kolaborasi untuk pemberian mg
- Amlodipine 4x10
vasodilator
mg
- Menganjurkan pasien untuk A : masalah peurunan curah
jantung belum teratasi
mengonsumsi daun seledri
P : intervensi untuk
dan mentimun (EBN) meningatkan curah jantung

19
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Kesenjangan askep teori dan kasus


Pada bab ini saya ingin menguraikan kesenjangan antara kasus Tn. P dan teori yang
dihubungkan berdasarkan manifestasi klinis yang didapatkan oleh kasus yaitu pasien
mengeluhkan sesak nafas dengan nyeri dada yang tidak menjalar, TTV : TD: 180/113
mmHg, nadi 55 x/menit, RR 29 x/menit. Pemeriksaan EKG yang didapatkan yaitu dengan
hasil sinus bradikardi, ST elevasi terletak di anterior (V1 dan V4), axis normal (-30).
Diagnosa keperawatan menurut teori:
1. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d jaringan iskemik kerusakan otot jantung,
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
3. Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri di tandai dengan
penurunan curah jantung.
4. Penurunan curah jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik
miokard.
Diagnosa berdasarkan kasus Tn. P adalah:
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan aliran darah
2. Penuruan curah jantung b.d perubahan irama jantung

4. Intervensi keperawatan
Intervensi yang telah diberikan kepada Tn. P sesuai dengan konsep keperawatan

BAB V
PENUTUP

20
4.1 Kesimpulan
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2
dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006).

4.2 Penutup
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan
penulis masih dalam tahap belajar. maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA

Marreli. Dkk. 2007. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem


Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika

Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Pusponegoro. 2015. Ilmu Penyakir Dalam. Jakarta:BP FKUI

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2010.

22

Anda mungkin juga menyukai