Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING SEMINAR

PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR


Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

IMPLEMENTASI SK. BAPETEN NOMOR : 01/KA-BAPETEN/V 1999,


TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP
RADIASI DI INSTALASI NUKLIR.

Budi Prayitno
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong,Tangerang
E-mail:bpok@batan.go.id

ABSTRAK
IMPLEMENTASI SK. BAPETEN NOMOR : 01/KA-BAPETEN/V-1999, TENTANG
KETENTUAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI DI INSTALASI
NUKLIR. Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1997
tentang Ketenaganukliran, Pasal 16 ayat 1 berbunyi : Setiap kegiatan yang berkaitan
dengan pemanfaatan tenaga nuklir wajib memperhatikan keselamatan, keamanan
dan ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan
terhadap lingkungan hidup. Selanjutnya dari Undang-Undang ini diturunkan lebih
lanjut ke SK. BAPETEN Nomor : 01/KA-BAPETEN/V-1999, yaitu tentang : Ketentuan
Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. Dalam Surat keputusan tersebut hanya
berisikan aturan secara umum tentang keselamatan kerja yang berhubungan dengan
pengelolaan radiasi, khususnya di Instalasi Nuklir. Tujuan dari Implementasi SK.
BAPETEN Nomor : 01/KA-BAPETEN/V-1999 untuk memberikan gambaran secara
lebih jelas, terutama kepada Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) yaitu : Tentang
penanganan yang harus dilakukan dalam mengendalikan bahaya radiasi dan
kontaminasi di Instalasi Nuklir tersebut serta pelayanan kesehatan yang harus
diberikan kepada Pekerja Radiasi. Metoda yang dilakukan dengan .mempelajari
Undang-Undang Ketenaganukliran dan SK. BAPETEN Nomor : 01/KA-BAPETEN/V-
1999 serta pelaksanaannya di Instalasi Nuklir. Kesimpulan menunjukkan keselamatan
radiasi dan kesehatan pekerja radiasi harus menjadi prioritas pertama.
Kata Kunci : Keselamatan, kontaminasi, radiasi, udara buang, paparan.

ABSTRACT
THE IMPLEMENTATION OF SK. BAPETEN NUMBER: 01/KA-BAPETEN/V-1999,
ON THE SAFETY OF RADIATION AT NUCLEAR INSTALLATIONS. Under the Act
of the Republic of Indonesia Number 10 year 1997 about Nucleur Power, Article 16
paragraph 1 says: Any activities related to the use of nuclear energy must concern the
safety, security and tranquility, workers and public health, as well as environmental
protection. Furthermore, the Act is clarified further to the Decree of BAPETEN
Number: 01/KA-BAPETEN/V-1999, about the Regulation of Working Safety to the
Radiation. This Decree only contains general rules about safety relating to the
management of radiation, particularly in the nuclear installation. The purpose of
implementation of this decree of BAPETEN Number: 01/KA-BAPETEN/V-1999 is to
provide more detailed guidance, especially to the Master of Nuclear Installation (PIN),
i.e.: Radioactive handling should be done in controlling the hazards of radiation and
contamination in Nuclear Installation and health services to be provided to Radiation
Workers. The method is done by learning Nucleur Power Act and SK. BAPETEN
Number: 01/KA-BAPETEN/V-1999 and their implementation in a nuclear installation.
The conclusion shows the radiation safety and health of radiation workers should be
first priority.
Keywords : Safety, contamination, radiation, air exhaust, exposure.

Buku II hal 104 ISSN 1410 – 8178 Budi Prayitno


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

batas, penyinaran diusahakan serendah-rendahnya,


PENDAHULUAN
dan manfaat penggunaan radiasi tersebut.

U ndang-undang Republik Indonesia nomor 10


tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Pasal
16 ayat 1 berbunyi : Setiap kegiatan yang berkaitan
Walaupun disadari sepenuhnya bahwa proteksi
radiasi mutlak tidak akan dapat dicapai. Dibuatnya
ketentuan keselamatan kerja ini dimaksudkan
dengan pemanfaatan tenaga nuklir wajib sebagai persyaratan bagi mereka yang bekerja
memperhatikan keselamatan, keamanan dan dengan sumber radiasi pengion di bidang
ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota kesehatan, industri, pendidikan, penelitian dan
masyarakat, serta perlindungan terhadap lain-lain. Ketentuan ini merupakan persyaratan
lingkungan hidup[1]. Penjelasan lebih lanjut dari minimum yang harus dipenuhi. Secara keseluruhan
pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah memuat ketentuan tentang organisasi proteksi
dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga radiasi dan nilai batas dosis antara lain mengatur
Nuklir. Salah satu hal yang perlu diperhatikan tentang sistem pembatasan dosis, pembatasan dosis
dalam pemanfaatan tenaga nuklir yaitu untuk pekerja, keadaan khusus yang direncanakan,
keselamatan pekerja dan lingkungannya dari masyarakat umum dan nilai batas turunan untuk
bahaya radiologi. Bahaya radiologi dapat dicegah pekerja radiasi. Selain itu Ketentuan Keselamatan
sedini mungkin dengan cara selalu memonitor zat ini memuat pula Ketentuan umum proteksi radiasi
radioaktif yang dipergunakan. Dari undang-undang bagi pekerja radiasi [2]. Pengusaha Instalasi Nuklir
ketenaganukliran ini diturunkan surat Keputusan (PIN) mempunyai tanggung-jawab tertinggi
Kepala BAPETEN diantaranya tentang SK. terhadap keselamatan personel dan anggota
BAPETEN Nomor : 01/KA-BAPETEN/V-1999, masyarakat lain yang mungkin berada di dekat
yaitu : Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap instalasi di bawah pengawasannya. Mengingat
Radiasi [2] dan Keputusan Kepala BAPETEN ketentuan mengenai keselamatan radiasi ini masih
Nomor : 02/Ka-BAPETEN/V-99, Tentang Baku bersifat umum dan pada bab penjelasannyapun
Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan [3]. Selain sulit untuk dipahami, maka sangat diperlukan
itu juga Keputusan Kepala BAPETEN Nomor : adanya pemahaman bagi PIN apa yang harus
03/Ka-BAPETEN/V-99, Tentang Ketentuan dilakukan dalam penanganan keselamatan radiasi
Keselamatan Untuk Pengelolaan Limbah di instalasi nuklirnya.
Radioaktif [4]. Peraturan Kepala BAPETEN Nomor Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
11 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Keselamatan untuk memberi gambaran kepada PIN apa yang
Instalasi Nuklir Non Reaktor, Pasal 1 berbunyi : minimal harus dilakukan untuk melindungi Pekerja
Instalasi Nuklir Non Reaktor yang selanjutnya Radiasi dan masyarakat agar terhindar dari bahaya
disingkat INNR adalah instalasi yang digunakan radiasi dan kontaminasi akibat dari kegiatan
untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan Instalasi Nuklirnya. Metoda yang dilakukan ialah
nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau dengan cara mempelajarai dan memahami surat
pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas, keputusan Kepala BAPETEN tentang ketentuan
dan/atau penyimpanan sementara bahan bakar mengenai keselamatan kerja terhadap radiasi dan
nuklir dan bahan bakar nuklir bekas, instalasi undang-undang ketenaganukliran serta peraturan
penyimpanan lestari serta instalasi lain yang lainnya dari BAPETEN yang berhubungan dengan
memanfaatkan bahan nuklir[5] . Selanjutnya keselamatan radiasi. Kemudian dari pemahaman
Instalasi Nuklir di makalah ini adalah kegiatan ini diimplementasikan kewajiban yang harus
yang dilakukan di Instalasi Nuklir seperti : Pabrik dilakukan oleh PIN dalam pengelolaan
Elemen Bakar Nuklir, Produksi Radioisotop, keselamatan radiasi di Instalasi Nuklirnya.
Reaktor Nuklir, Instalasi Pengolahan Limbah
Radioaktif dan Penambangan Uranium, perlu TATA KERJA
selalu dipantau kegiatannya dari bahaya
Bahan : Bahan yang digunakan dalam penulisan
kontaminasi zat radioaktif, bahaya paparan radiasi,
makalah ini ialah berupa dokumen dokumen yang
pemantauan kontaminasi permukaan, pemantauan
tertulis di daftar pustaka.
udara buang dan pemantauan limbah radioaktif.
Peralatan : Peralaratan yang digunakan berupa
Disamping itu pekerja radiasi yang bekerja di
computer.
instalasi nuklir tersebut harus diperhatikan dengan
Cara Kerja : Guna memberikan gambaran yang
masalah kesehatannya [1,2]. Berdasarkan Ketentuan
jelas bagi PIN dipelajarilah ketentuan mengenai
keselamatan kerja ini merupakan ketentuan yang
keselamatan kerja terhadap radiasi berdasarkan
berlaku di Indonesia dalam bidang keselamatan
SK. BAPETEN Nomor : 01/KA-BAPETEN/V-
nuklir. Dasar filosofi ketentuan keselamatan kerja
1999. Selain itu juga mengacu kepada kegiatan
ini adalah pengendalian terhadap risiko akibat
yang dilakukan oleh Instalasi Nuklir, seperti :
radiasi pada seseorang melalui penetapan nilai
Pabrik Elemen Bakar Nuklir, Produksi

Budi Prayitno ISSN 1410 – 8178 Buku II hal 105


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

Radioisotop, Reaktor Nuklir, Instalasi Pengolahan B. Pemantauan Kontaminasi Permukaan.


Limbah Radioaktif dan Penambangan Uranium. Pemantauan kontaminasi permukaan
Penanganan keselamatan radiasi tersebut meliputi dimaksudkan untuk mengetahui secara dini apakah
: pemantauan paparan radiasi, pemantauan permukaan pada daerah kerja misalnya : Lantai,
kontaminasi permukaan, kontaminasi udara, meja kerja, peralatan yang dipergunakan tidak
penanganan limbah radioaktif, pemantauan udara terkontaminasi oleh zat radioaktif. Pemantauan
buang dan penanganan kesehatan bagi Pekerja tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
Radiasi. Mengingat luasnya persoalan keselamatan dengan cara pengukuran langsung atau dengan
radiasi di Instalasi Nuklir, maka gambaran cara pengukuran tidak langsung. Pengukuran
penjelasan ini masih bersifat umum. Teknis secara langsung sangat praktis karena hasil
pelaksanaannya secara rinci tidak dijelaskan di kontaminasi langsung diketahui. Namun demikian
makalah ini. Namun demikian gambaran ini adakalanya tidak dapat dilakukan pengukuran
tentunya akan memberikan secara jelas apa yang secara langsung. Pengukuran tak langsung
harus dilakukan oleh PIN di Instalasi Nuklirnya biasanya dilakukan karena benda/lantai yang
dalam pengendalian bahaya radiasi dan terkontaminasi tersebut tidak memungkinkan
kontaminasi. untuk diukur kontaminasinya secara langsung,
sebab lokasinya sulit dijangkau atau latar
HASIL DAN PEMBAHASAN radiasinya tinggi sehingga mempengaruhi hasil
Pemahaman dari Implementasi Sk. pengukuran. Pengukuran kontaminasi permukaan
BAPETEN Nomor : 01/Ka-Bapeten/V-1999, secara tidak langsung atau biasa disebut juga
Terhadap Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap dengan smear test sering dilakukan di Instalasi
Radiasi di Instalasi Nuklir, PIN sebagai Nuklir dengan alasan hasil dari tes usap tersebut
pengemban tugas harus melakukan : selain dapat diketahui besarnya kontaminasi
permukaannya juga dapat diketahui jenis
A. Pemantauan Paparan Radiasi. radionuklida kontaminan dengan bantuan Multy
Suatu Instalasi Nuklir harus selalu Channel Analyzer (analisis kualitatif). Kelemahan
melaksanakan pemantauan paparan radiasi γ yang dalam pelaksanaan tes usap diantaranya hasil dari
terdapat di Instalasi Nuklirnya, hal ini dapat pengukurannya tidak begitu akurat karena fraksi
dilakukan secara langsung menggunakan detektor yang terangkat dalam tes usap sangat dipengaruhi
paparan radiasi. Pemantauan dapat dilakukan banyak faktor. Faktor yang paling dominan adalah
pada permukaan sumber radiasi atau jarak cara petugas yang melaksanakan tes usap, jenis
tertentu dari sumber radiasi sesuai dengan kontaminan dan jenis kertas usap yang dipakai. Di
keperluannya. Banyak jenis dan tipe detektor samping itu pengambilan tes usap sifatnya tidak
untuk mengukur paparan radiasi. Namun yang bisa diulang (Reproductsible). Berdasarkan
perlu diperhatikan adalah masa kalibrasi dari literatur[4] untuk jenis permukaan licin nilai
detektor tersebut. Pemilihan dari alat ukur fraksi/prosentasi kontaminan yang terangkat
paparan radiasi ini biasanya disesuaikan dengan besarnya sekitar 10 %. Faktor-faktor yang
perkiraan besarnya paparan dan energi radiasi mempengaruhi harga prosentasi kontaminan yang
yang akan diukur. Biasanya dalam bacaan alat terangkat ini diantaranya cara pengambilan, jenis
ukur tersebut terdapat untuk beberapa skala kontaminan padat/cair, jenis kertas usap, diameter
pengukuran, misalnya untuk skala pengukuran kontaminan dan faktor kelembaban ruangan
orde ηSv/jam, μSv/jam dan mSv/jam. Untuk tersebut [6].
skala bacaan yang dipergunakan harus Pengukuran tak langsung
terkalibrasi. Manfaat dari pemantauan ini agar kontaminasi zat radioaktif dipermukaan
dapat diketahui berapa besar paparan radiasi yang
dihitung dengan menggunakan Persamaan
terdapat di Instalasi tersebut, sehingga secara dini
apabila melebihi batasan yang diperbolehkan (1) [6] :
dapat dilakukan pengamanan terhadap sumber 1 1 1
radiasi tersebut. Ak = N × × × (1)
A E P
Nilai Batas Dosis (NBD) tahunan dari
SK. BAPETEN Nomor : 01/Ka-Bapeten/V-1999 dengan :
adalah sebesar 50 mSv/tahun [2] yang kemudian Ak = aktivitas kontaminasi radioaktif, Bq/Cm2
di implementasikan di Instalasi Nuklir sebesar 25 N = cacah netto cuplikan, Cps
µSv/jam dengan anggapan Pekerja Radiasi A = luas permukaan yang di usap,100 Cm2
bekerja dalam satu hari 8 jam, per minggu 5 hari E = efisiensi alat cacah, %
kerja, dalam 1 tahun 50 minggu. P = fraksi yang diambil dalam tes usap (10%)

Buku II hal 106 ISSN 1410 – 8178 Budi Prayitno


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

Perhitungan nilai fraksi yang terambil (P) Penggunaan batasan pantauan kontaminasi
dalam pelaksanaan tes usap, diambil besarnya 10 radionuklida di udara harus diperhatikan beberapa
%. Nilai inilah yang selalu menjadi bahan diskusi persyaratan yang ada, diantaranya [2] :
apakah nilai sebesar 10 % ini cukup meyakinkan. 1. Jika komposisi radionuklida campuran tidak
Mengingat bahaya radiasi interna lebih disebabkan diketahui, tetapi radionuklida tertentu diketahui
oleh radiasi α, maka umumnya detektor yang jelas tidak ada, digunakan batas dosis terendah
dipakai adalah detektor α. untuk radionuklida yang mungkin ada;
Dalam aturan SK. BAPETEN Nomor : 2. Jika komposisi radionuklida campuran tidak
01/Ka-BAPETEN/V-1999, batasan untuk diketahui secara pasti tetapi jenis radionuklida
kontaminasi permukaan lantai, daerah kerja dan yang terdapat di dalamnya diketahui,
peralatan terbagi atas daerah kontaminasi rendah, digunakan batas dosis terendah radionuklida
sedang dan tinggi. Batasan kontaminasi yang ada;
permukaan lantai, daerah kerja dan peralatan 3. Jika kadar dan toksisitas salah satu
tersebut ialah[2] : radionuklida dalam campuran lebih dominan
1. Daerah kontaminasi rendah, lebih kecil dari dari pada yang lain digunakan batas masukan
0,37 Bq/cm2 untuk pemancar α (untuk β lebih tahunan radionuklida yang lebih dominan
kecil dari 3,7 Bq/cm2 ). tersebut.
2. Daerah kontaminasi sedang, untuk pemancar α 4. Jika campuran radionuklida diketahui
≥ 0,37 Bq/cm2 tetapi < 3,7 Bq/cm2, untuk komposisinya, maka untuk menentukan nilai
pemancar β > 3,7 Bq/cm2 tetapi < 37 Bq/cm2 batasan pantauan yang diizinkan dapat
3. Daerah kontaminasi tinggi, batasan untuk α≥ digunakan salah satu persamaan (3) atau (4) ini
3,7 Bq/cm2 dan untuk β > 37 Bq/cm2 . untuk campuran radionuklida :
Ij
C. Pemantauan Kontaminasi Udara. Batasan pantauan = ∑ Ij, L untuk batas
Pemantauan radioaktivitas yang terdapat pantauan ≤ 1 i
(3)
di udara dilakukan berdasarkan keperluannya. Di Cj
Instalasi Nuklir umumnya pengukuran awal Batasan pantauan = ∑ Cj, L untuk batas
pantauan ≥ 1
i
dilakukan secara gross α, dengan pertimbangan (4)
radiasi α ini penyebab bahaya radiasi interna. Hasil
pengambilan cuplikan partikulat yang tertangkap dengan :
oleh kertas filter di udara, dapat langsung Ij = pemasukan tahunan radionuklida j
dilakukan pencacahan atau dengan penundaan Ij,L = batas masukan tahunan radionuklida j
tergantung keperluannya. Pencacahan langsung Cj = kadar rata-rata tahunan di udara
akan lebih baik, karena radioaktivitas berumur radionuklida j
pendek yang tertangkap oleh kertas filter belum Cj,L = nilai batas turunan kadar radioaktivitas
sempat meluruh dan dapat dicacah. Kerugiannya di udara radionuklida
hasil cacahan akan relatif lebih besar, sementara Adanya persyaratan ini, pemakaian nilai
umumnya radioaktivitas yang berumur pendek ini batasan pantauan secara cepat boleh diambil
relatif tidak berdampak kepada bahaya radiasi persyaratan yang nomor 2, namun apabila
interna. Untuk mengatasi keadaan tersebut, akan komposisi radionuklidanya diketahui maka batasan
lebih sempurna jika pencacahan dilakukan segera pantauan dihitung dengan persamaan (3) atau (4).
dan diulangi setelah 3,5 jam kemudian. Hal ini Batasan untuk keberadaan radioaktivitas
mengingat laju pertumbuhan Radon-222 yang di udara ini mengacu kepada SK. BAPETEN
berasal dari Radium-226 setimbang setelah 3,5 jam Nomor : 01/Ka-BAPETEN/V-1999. Untuk
partikulat ditangkap dengan kertas filter[7]. Adapun Instalasi Nuklir yang bahan baku utamanya berasal
untuk menghitung besarnya kontaminasi udara dari uranium-235 atau uranium-238 (Contoh : IRM
tersebut menggunakan persamaan [6] : dan IEBE) dapat dipakai batasan radioaktif α yang
terdapat di udara sebesar 20 Bq/m3. Namun
1 1
Ak = N × × (2) demikian apabila jenis radionuklidanya diketahui
V E acuan yang dipakai adalah berdasarkan batasan
dengan : untuk radionuklida tersebut.[2].
Ak = aktivitas kontaminasi radioaktif alpha,
Bq/m3 D. Penanganan Limbah Radioaktif.
N = cacah netto cuplikan, Cps Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
V = volume udara yang dihisap, m3 Nomor 27 Tahun 2002, Tentang Pengelolaan
E = efisiensi alat cacah, % Limbah Radioaktif pada Bab I mengenai
Ketentuan Umum Pasal 1 dan Bab III mengenai

Budi Prayitno ISSN 1410 – 8178 Buku II hal 107


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

Klasifikasi Limbah Radioaktif Pasal 5 yang 2002 baru lahir pada tanggal 13 Mei tahun 2002.
berbunyi : Adanya aturan ini secara jelas PIN harus
Bab I. Ketentuan Umum Pasal 1 [4] : melakukan pengelolaan limbah radioaktif yang
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang ditimbulkan akibat dari kegiatan yang
dimaksud dengan : dilakukannya.
1. Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan
E. Pemantauan Udara Buang.
atau bahan serta peralatan yang telah terkena
zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena Keputusan Kepala BAPETEN Nomor :
pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi 02/Ka-BAPETEN/V-99, Tentang Baku Tingkat
yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak Radioaktivitas Di Lingkungan Pasal 3 ayat 1
dapat digunakan lagi. berbunyi : Setiap Pengusaha Instalasi harus
2. Limbah radioaktif tingkat rendah adalah limbah menjamin agar kadar radioaktivitas yang terlepas
radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat aman dari instalasinya tidak mengakibatkan
(clearance level) tetapi di bawah tingkat radioaktivitas lingkungan melampaui Baku
sedang, yang tidak memerlukan penahan Tingkat Radioaktivitas sebagaimana tersebut
radiasi selama penanganan dalam keadaan dalam Lampiran Keputusan ini [3]. Adanya aturan
normal dan pengangkutan. ini secara jelas menunjukkan pemantauan udara
3. Limbah radioaktif tingkat sedang adalah buang dari cerobong instalasi nuklir harus
limbah radioaktif dengan aktivitas di atas dilakukan.
tingkat rendah tetapi di bawah tingkat tinggi Pemantauan udara buang yang melalui
yang tidak memerlukan pendingin, dan cerobong buang Instalasi Nuklir dilakukan dengan
memerlukan penahan radiasi selama menggunakan air sampler yang bekerja secara
penanganan dalam keadaan normal dan terus menerus dan dihubungkan langsung dengan
pengangkutan. alat cacah radiasi. Hasil pantauan langsung terbaca
4. Limbah radioaktif tingkat tinggi adalah limbah di alat monitor ini. Alat monitor udara buang ini
radioaktif dengan tingkat aktivitas di atas dapat berupa αβ aerosol, αγ aerosol atau
tingkat sedang, yang memerlukan pendingin tergantung keperluan di Instalasi Nuklir tersebut.
dan penahan radiasi dalam penanganan pada Data ukur yang terbaca di instrumen tersebut
keadaan normal dan pengangkutan, termasuk dalam satuan aktivitas radiasi persatuan volume
bahan bakar nuklir bekas. (misal : Curie/m3, Bq/m3). Pada alat monitor udara
buang ini dilengkapi batasan peringatan dini (pre
Bab III mengenai Klasifikasi Limbah alarm) dan batasan peringatan utama (main
Radioaktif Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 berbunyi : alarm). Pengaturan (setting) batasan pre alarm dan
1. Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis main alarm disesuaikan dengan keperluan Instalasi
limbah radioaktif tingkat rendah, tingkat Nuklir, namum pada dasarnya untuk batasan
sedang, dan tingkat tinggi. radionuklidanya harus mengacu kepada aturan
2. Pengklasifikasian limbah radioaktif Keputusan Kepala BAPETEN Nomor : 02/Ka-
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur BAPETEN/V-99, Tentang Baku Tingkat
lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Radioaktivitas Di Lingkungan[3]. Misal untuk
Pengawas. Instalasi Nuklir yang bahan baku utamanya adalah
Selanjutnya pada Pasal 6 mengatakan : uranium-238 dan uranium-235 baku mutu yang
Limbah radioaktif yang telah diklasifikasikan dipakai adalah sebesar 0,2 Bq/m3 . Dari nilai baku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mutu sebesar 0,2 Bq/m3 ini diturunkan besarnya
dikelompokkan berdasarkan kuantitas dan radioaktif yang diizinkan atau Batas Pelepasan
karakteristik limbah radioaktif yang meliputi : Maksimum (BPM) yang dapat dibuang melalui
a. Aktivitas; cerobong buang Instalasi Nuklir. Untuk penentuan
b. Waktu paro; BPM digunakan model distribusi pencemaran
c. Jenis radiasi; udara dengan Persamaan Gauss yang dikenal
d. Bentuk fisik dan kimia; dengan Persamaan Pasquill, disesuaikan dengan
e. Sifat racun; dan tinggi cerobong buang, katagori udara, kecepatan
f. Asal limbah radioaktif. angin dan baku mutu zat radioaktif
Perlu diketahui Keputusan Kepala dipermukaan[8,9]. Dalam makalah ini tidak dibahas
BAPETEN Nomor : 03/Ka-BAPETEN/V-99, bagaimana cara menentukan BPM, hal ini
Tentang Ketentuan Keselamatan Untuk mengingat perlu pembahasan secara khusus.
Pengelolaan Limbah Radioaktif ini lahir terlebih Secara umum batasan untuk radionuklida
dahulu yaitu tahun 1999, sedangkan Peraturan yang keluar dari stack monitor dan sampai
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun diterima masyarakat yaitu batas masukan tahunan

Buku II hal 108 ISSN 1410 – 8178 Budi Prayitno


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

melalui pernapasan dapat mengacu pada Tabel 1. kandungan [2] . Sebagai contoh untuk Instalasi
Namun apabila diperlukan lebih akurat batasan Nuklir milik BATAN yang berada di Serpong,
yang dipakai mengacu kepada tiap jenis pemeriksaan kesehatanan bagi Pekerja Radiasinya
radionuklidanya [3]. dilakukan setiap tahun dan apabila diperlukan.
Pemeriksaan kesehatan tersebut meliputi :
Tabel 1. Kadar tertinggi campuran radionuklida
Pemeriksaan darah, urine, rontgen, Ultrasonografi
yang diizinkan dalam udara campuran [3]
(USG), Elektrokardiogram (EKG), gigi dan fisik.
CAMPURAN Guna mendukung pemeriksaan apakah Pekerja
CAMPURAN Batas Masukan Radiasi tersebut terkena bahaya radiasi interna
Tahunan dilakukan pemeriksaan Whole Body Counter
Melalui Pernafasan (WBC) dan radionuklida yang terdapat di urine
(Bq/Th) Pekerja Radiasi tersebut. Selanjutnya setiap
pekerja radiasi harus memiliki kartu kesehatan dan
Tidak terdapat sumber radiasi alfa 4 x 10-3 selalu dimutahirkan sepanjang ia masih sebagai
dan sumber radiasi 90 Sr, 129 I, pekerja radiasi. Kartu tersebut harus disimpan
210 Pb, 227 Ac, 228 Ra, 230 Pa, dalam arsip untuk jangka waktu sekurang
241 Pu, 249 Bk
kurangnya 30 tahun sejak berhenti bekerja dengan
Tidak terdapat sumber radiasi alfa 4 x 10-4 radiasi [2].
dan sumber radiasi 210 Pb, 227 Ac, Setelah dipelajari isi daripada surat
228 Ra, 241 Pu keputusan BAPETEN nomor : 01/ka-
Tidak terdapat sumber radiasi alfa 4 x 10-5 BAPETEN/V-1999 ini masih bersifat sangat
dan sumber radiasi 227 Ac umum. Namun demikian dari hal yang sangat
umum tersebut dapat diuraikan apa yang harus
Tidak terdapat sumber radiasi alfa 4 x 10-6 dilakukan oleh PIN, yaitu meliputi : pemantauan
dan sumber radiasi 227 Ac, 230 Th, paparan radiasi, pemantauan kontaminasi
231 Pa, 238 Pu, 239 Pu, 240 Pu,
permukaan, kontaminasi udara, penanganan
242 Pu, 249 Cf
limbah radioaktif, pemantauan udara buang dan
Tidak terdapat sumber radiasi alfa 3 x 10-6 penanganan kesehatan bagi Pekerja Radiasi (A
dan sumber radiasi 239 Pu, 231 Pa, sampai dengan F). Kewajiban PIN dalam
240 Pu, 242 Pu, 249 Cf pengelolaan keselamatan radiasi ini harus
Komposisi tidak diketahui 2 x 10-6 membentuk organisasi Proteksi Radiasi. Tugas dari
anggota organisai proteksi radiasi ini ialah
berkewajiban membantu PIN dalam melaksanakan
F. Penanganan Kesehatan Bagi Pekerja tanggung-jawabnya di bidang proteksi radiasi. Dari
Radiasi. gambaran mengenai implementasi surat keputusan
Sesuai dengan Undang-Undang BAPETEN nomor : 01/ka-BAPETEN/V-1999,
Ketenaganukliran, Pasal 16 ayat 1, kesehatan tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap
seorang Pekerja Radiasi harus diperhatikan. Radiasi Di Instalasi Nuklir ini akan lebih mudah
Penjabaran dari aturan ini diatur dalam SK. dipahami apa yang seharusnya dilaksanakan oleh
BAPETEN Nomor : 01/Ka-Bapeten/V-1999, yaitu seorang PIN dalam pengelolaan Instalasi Nuklir
: Pengawasan kesehatan terhadap pekerja radiasi yang menjadi tanggung-jawabnya. Walaupun
harus didasarkan pada prinsip-prinsip pemeriksaan uraian dalam bahasan ini masih bersifat hal-hal
kesehatan pada umumnya. Pengawasan kesehatan yang pokok dalam penanganan radiasi di Instalasi
ini meliputi pemeriksaan kesehatan sebelum Nuklir, namun diharapkan dapat menjadi pegangan
bekerja, pemeriksaan berkala selama masa kerja bagi PIN dalam pengelolaan Instalasi Nuklir yang
dan pemeriksaan kesehatan pada waktu pemutusan menjadi tanggung-jawabnya. Hal ini mengingat
hubungan kerja.Pemeriksaan kesehatan yang bahwa keselamataan radiasi dan kesehatan Pekerja
dimaksud adalah pemeriksaan khusus, disamping Radiasi harus menjadi prioritas pertama.
pemeriksaan umum yang disyaratkan untuk
pengangkatan pegawai negeri atau tenaga kerja KESIMPULAN
pada umumnya [2]. Untuk menentukan keadaan Implementasi surat keputusan BAPETEN
umum kesehatannya, harus dilakukan juga nomor : 01/ka-BAPETEN/V-1999, tentang
pemeriksaan khusus pada organ yang dianggap Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi Di
peka terhadap radiasi dipandang dari jenis Instalasi Nuklir telah diuraikan secara garis besar
pekerjaan yang akan dilakukan oleh calon pekerja pada makalah ini. Peran seorang PIN sangat
misalnya pemeriksaan haematologi, dermatologi, menentukan keselamatan radiasi di Instalasi Nuklir
ophtalmologi, paru-paru, neurology dan atau yang dipimpinnya. Selain peran dari PIN, masalah

Budi Prayitno ISSN 1410 – 8178 Buku II hal 109


PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

keselamatan radiasi merupakan prioritas pertama 5. BAPETEN, Peraturan Kepala BAPETEN


dan juga merupakan tanggung-jawab bersama Nomor 11 Tahun 2007, Tentang Ketentuan
pegawai yang bekerja di Instalasi Nuklir tesebut. Keselamatan Instalasi Nuklir Non Reaktor,
Adanya kerja sama yang baik antara PIN dengan Tahun 2007.
pegawainya dalam pelaksanaan penanganan 6. ALAN MARTIN AND SAMUEL A.
keselamatan radiasi akan mendukung keselamatan HABIRSON, “An introduction to radiation
radiasi di Instalasi Nuklir tersebut. protection”, London, 1986.
7. SOEDOJO, PETER, 1983, “Mekanisme
DAFTAR PUSTAKA Transport Dan Distribusi Gas Radon Alam”,
Disertasi, Universitas Gajah Mada,
1. BAPETEN, “Undang-undang no. 10 tahun
Yogyakarta, Tahun 1983.
1997 Tentang Ketenaganukliran”, Badan
8. TAKEISHI, MINORU., 1996, “Determination
Pengawas Tenaga Nuklir, Jakarta, Tahun 1997.
of Derived Emission Limits for Airborne and
2. BAPETEN, ”Ketentuan Keselamatan Kerja
Liquid”, PNC,JAERI, Japan, 1996.
Terhadap Radiasi nomor : 01/Ka-
9. BUDI PRAYITNO, ”Perhitungan Radioaktif
BAPETEN/V-1999”, Badan Pengawas Tenaga
Alpha Yang Terdeposisi Di Permukaan Tanah
Nuklir, Jakarta, . Tahun 1999.
Dari Udara Buang Instalasi Elemen Bakar
3. BAPETEN, “Baku Tingkat Radioaktivitas Di
Eksperimental”, Prosiding Seminar Nasional
Lingkungan Nomor : 02/Ka- BAPETEN/V-
IV SDM Teknologi Nuklir , ISSN 1978-0176,
1999”, Jakarta, Tahun 1999.
Tahun 2008.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2002, Tentang Pengelolaan
Limbah Radioaktif, Tahun 2002.

Buku II hal 110 ISSN 1410 – 8178 Budi Prayitno

Anda mungkin juga menyukai