Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN MATERNITAS II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER SERVIK

Dosen Pengampu :

Ns. Desi Ari Madi Yanti, M.Kep. Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh :
Kelompok 1

1. Aziz Muhamad Yusuf (142012018006)


2. Ellsa Yulicka Pratiwi (142012018012)
3. Harun Alfatoni (142012018015)
4. Marliana Aulia Sari (142012018020)
5. Titin Triyanti (142012018040)
6. Tri Yesi Fransiska (142012018041)
7. Wahyu Eko Apriyanto (142012018043)

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
anugerah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Kanker serviks” tepat pada waktu yang telah ditentukan, sebagai
tugas kelompok untuk mata ajar Keperawatan Maternitas II.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada


pembaca agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang
mengalami kanker serviks. Dalam penyelesaian makalah ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih.

Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan asuhan keperawatan ini menjadi lebih baik lagi. Demikianlah
makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
menambah pengetahuan terutama bagi kelompok kami dan mahasiswa Fakultas
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung.

Pringsewu , 20 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Ca Serviks........................................................................................3
B. Etiologi Ca Serviks .......................................................................................3
C. Patofisiologi Ca Serviks................................................................................4
D. Pathway Ca Serviks.......................................................................................6
E. Tanda Dan Gejala Ca Serviks ......................................................................7
F. Klasifikasi Ca Serviks...................................................................................8
G. Pemeriksaan Penunjang Ca Serviks............................................................11
H. Komplikasi Ca Serviks ...............................................................................13
I. Penatalaksanaaan Ca Serviks......................................................................13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. Pengkajian...................................................................................................18
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................23
C. Intervensi.....................................................................................................23

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................27
B. Saran............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan suatu penyakit keganasan pada leher rahim
atau serviks uteri. Sekitar 90% atau 270.000 kematian akibat kanker serviks pada
tahun 2015 terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
World Health Organization (WHO) (dalam Agustin, 2015), menyebutkan
bahwa setiap tahun lebih dari 270.000 perempuan meninggal akibat kanker
serviks bahkan terdapat sekitar 20.928 kasus baru kanker serviks didiagnosa
setiap tahun di Indonesia dan biasanya menyerang perempuan berusia 15-64
tahun.
Tingkat kematian yang tinggi dari kanker serviks secara global dapat
dikurangi melalui pendekatan komprehensif yang mencakup pencegahan,
diagnosis dini, screening yang efektif dan program pengobatan (WHO, 2016).
Daerah dengan angka kematian kurang dari 2 per 100.000 di Asia Barat, Eropa
Barat dan Australia/Selandia Baru sedangkan negara dengan angka kematian
lebih dari 20 per 100.000 yaitu Melanesia (20,6), Afrika Tengah (22,2) dan Afrika
Timur (27,6) (Globocan, 2012).
Berdasarkan data WHO, di Indonesia kanker serviks menempati urutan
kedua setelah kanker payudara. Didapatkan kasus baru kanker serviks sekitar
20.928 dan kematian akibat kanker serviks dengan persentase 10,3% (WHO,
2014). Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian RI (2015) menyatakan,
secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di
Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang.
Penyakit kanker serviks merupakan penyakit dengan 2 prevalensi tertinggi di
Indonesia yakni 0,8%, sementara untuk kanker payudara memiliki prevalensi
sebesar 0,5%.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ca. Serrviks?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya Ca. Serviks?
3. Bagaimana terjadinya Ca. Serviks?
4. Apa tanda dan gejala Ca. Serviks?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada penderita Ca. Serviks?
6. Apa komplikasi dari Ca. Serviks?
7. Bagaimana penatalaksanaan Ca. Serviks?
8. Bagaimana asuhan keperawatan Ca Serviks?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa maksud dengan Ca. Serviks
2. Mengetahui penyebabkan terjadinya Ca. Serviks
3. Mengetahui terjadinya Ca. Serviks
4. Mengetahui tanda dan gejala Ca. Serviks
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penderita Ca. Serviks
6. Mengetahui komplikasi dari Ca. Serviks
7. Mengetahui penatalaksanaan Ca. Serviks
8. Mengetahui asuhan keperawatan Ca Serviks

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Ca. Serviks
Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang area serviks atau leher
rahim, yaitu area bawah pada rahim yang menghubungkan rahim dan vagina
(Rozi, 2013). Kanker leher rahim atau kanker serviks (cervical cancer) merupakan
kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi
wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim
(uterus) dengan liang senggama (vagina) (Purwoastuti, 2015).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal disekitasnya. (FKUI NANDA NICNOC, 2015)
Kanker ini biasanya paling sering terjadi pada wanita yang berumur 35
tahun, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga
menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Ariani, 2015),
sedangkan menurut Mitayani (2011) Kanker Serviks adalah perubahan sel-sel
serviks dengan karakteristik histologi. Proses perubahan pertama menjadi tumor
ini mulai terjadi pada sel-sel squamocolummar junction. Kanker serviks ini terjadi
paling sering pada usia 30 tahun sampai 45 tahun,tetapi dapat terjadi pada usia
dini yaitu 18 tahun.

B. Etiologi Ca. Serviks


Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara
pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya
kanker serviks yaitu:
1. HPV (Human papilloma virus)
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis (Kandiloma akuminata)
yang ditularkan melalui hubungan seksual.

3
HPV adalah kumpulan lebih dari 150 virus yang berhubungan, yang
dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit dan dapat ditularkan melalui
kontak kulit seperti vagina, anal, atau oral seks. Virus HPV berisiko rendah
dapat menimbulkan penyakit kutil kelamin (genital ward) yang dapat sembuh
dengan sendirinya dengan kekebalan tubuh. Namun pada virus HPV berisiko
tinggi, seperti tipe 16, 18, 31, 33 dan 45 dan 56 dapat mengubah permukaan
sel-14 sel vagina menjadi tidak normal. Bila tidak segera diobati, infeksi
virus HPV ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan terbentuknya
sel-sel pra-kanker serviks (WHO, 2013)
2. Merokok
Bahwa paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terjadinya lesi
prakanker leher rahim sebesar 4,8 kali dibandingkan tidak terkena paparan
asap rokok.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tembakau yang mengandung
bahan karsinogen, baik yang diisap sebagai rokok atau dikunyah. Pada wanita
perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibanding
dalam serum. Efek langsung bahan tersebut pada leher rahim akan
menurunkan status imun lokal, sehingga dapat menjadi ko-karsinogen. Dalam
penelitian ini paparan asap rokok didapat di rumah dan tempat kerja dimana
terkena paparan asap rokok dengan rata-rata 5,5 jam/hari.
Kandungan nikotin dalam asap rokok masuk dalam lendir yang
menutupi leher rahim sehingga menurunkan ketahanan alami sel leher rahim
terhadap perubahan abnormal. Bahan kimia tersebut dapat merusak DNA
pada sel-sel leher rahim dan berkontribusi terhadap berkembangnya kanker
leher rahim. Selain itu merokok secara aktif ataupun pasif menurunkan sistem
kekebalan tubuh. Imun yang menurun akan mempercepat tumbuhnya HPV
sebagai penyebab lesi prakanker leher rahim. Namun belum diketahui secara
pasti hubungan lama terkena asap rokok dengan kandungan jumlah nikotin
yang dihirup, dan berapa jumlah nikotin dihirup yang dapat menyebabkan
kanker leher rahim. (IGAAN Dewi, 2013)

4
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
Menurut teori Aminati (2013) semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar resikonya untuk terkena kanker
serviks. Perempuan yang melakukan hubungans seks pada usia kurang dari 20
tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia
yang lebih dari 20 tahun. Berdasarkan teori di atas bahwa usia pertama kali
berhubungan seksual mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Wanita yang
melakukan hubungan seksual saat alat reproduksinya belum matang hanya
akan mendorong virus HPV sampai pada serviks. Hal ini berbeda jika wanita
yang telah memiliki kematangan alat reproduksinya. Tubuhnya akan
membentuk kekebalan tubuh yang dapat menangkal virus HPV sehingga
hubungan antar pasangan yang dilakukan pada wanita usia >20 tahun tidak
beresiko kanker serviks.
4. Berganti-ganti pasangan seksual.
Pada wanita yang memiliki 6 pasangan seks atau lebih akan lebih
berisiko 1 pasangan seks. Risiko terkena kanker serviks akan meningkat pula
wanita mempunyai 1 pasangan seks tetapi pria tersebut memiliki banyak
pasangan seks atau yang mengidap kondiloma akuminatum. Hal ini bisa saja
terjadi apabila pasangan yang berganti pasangan melakukan hubungan seksual
dengan cara yang aman. Misalnya dengan menggunakan kondom sehingga
tidak terjadi penularan HPV pada pasangannya. (Damayanti, 2010)
Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama
pada usia di bawah 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah
menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
5. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol)
DES adalah hormon estrogen sintetik yang bermanfaat sebagai terapi
sulih hormon, namun ternyata DES juga dapat memicu pertumbuhan sel
abnormal pada epitel serviks yang akan berkembang menjadi kanker serviks
(Hidayat, 2013).
6. Gangguan sistem kekebalan

5
Imunosupresi adalah suatu kondisi di mana sistem imun melemah
karena berbagai faktor. Kondisi ini biasanya menyerang orang-orang dengan
kondisi khusus. Mereka yang berpotensi mengalami imunosupresi adalah
orang yang melakukan pengobatan dengan steroid dosis tinggi, orang dengan
HIV/AIDS, orang yang menjalani transplantasi organ, dan orang dengan
kelainan darah. (Kemenkes RI, 2015)
Imunosupresi dapat menyebabkan kanker serviks karena daya tahan
tubuh tidak cukup kuat untuk meredam pertumbuhan sel kanker. Guna
menangkal hal ini, orang dengan imunosupresi harus mendapat penanganan
yang tepat sehingga semua risiko dapat diminimalisir (Kemenkes RI, 2015).
7. Pemakaian Pil KB.
Menurut Irianto (2012), bahwa Penggunaan kontrasepsi hormonal
yang mengandung hormon salah satunya yaitu progesteron, hormon ini
berfungsi untuk mengentalkan lendir serviks dan mengurangi kemampuan
rahim untuk menerima sel yang telah dibuahi. Namun, hormon ini juga
mempermudah perubahan karbohidrat menjadi lemak, sehingga sering kali
efek samping penggunaan kontrasepsi hormonal yaitu penumpukan lemak
yang menyebabkan berat badan naik. Sedangkan, salah satu sifat lemak adalah
sulit bereaksi atau berkaitan dengan air, sehingga organ yang mengandung
banyak lemak cenderung mempunyai kandungan air yang sedikit/ kering,
kondisi ini juga dapat terjadi pada daerah vagina, sehingga vagina menjadi
kering, dan menyebabkan rasa sakit (dispareuni) saat melakukan hubungan
seksual, dan jika kondisi ini berlangsung lama maka akan menimbulkan
penurunan gairah serta disfungsi seksual pada wanita, serta keadaan ini dapat
memicu terpaparnya oleh virus HPV akibat adanya iritasi pada daerah vagina.
Adapun efek samping penggunaan suntik adalah gangguan haid,
gangguan haid yang sering ditemukan berupa siklus haid yang memendek
atau memanjang, perdarahan banyak atau sedikit, perdarahan yang tidak
teratur atau perdarahan bercak (spotting), tidak haid sama sekali (amenore).

6
Hal ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan hormon
sehingga endometrium mengalami perubahan histologi (Irianto, 2012).
8. Paritas
Banyaknya anak yang dilahirkan berpengaruh dalam timbulnya penyakit
kanker serviks. Paritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinnya kanker serviks
dengan besar risiko 4,55 kali untuk terkena kanker serviks pada wanita dengan
paritas >3 dibandingkan wanita dengan paritas 3. Hal tersebut berhubungan dengan
terjadinya eversi epitel kolumner serviks selama kehamilan yang menyebabkan
dinamika baru epitel metaplastik imatur yang dapat meningkatkan risiko transformasi
sel serta trauma pada serviks sehingga memudahkan terjadi infeksi HPV (Hidayat,
2013).
9. Pembalut
Frekuensi mengganti pembalut saat menstruasi ≤2 kali sehari sangat
berpengaruh terhadap flora vagina. Jumlah darah menstruasi yang keluar
kemungkinan tidak terserap dengan baik dalam waktu lebih dari 4 jam.
Adanya darah yang tidak terserap pembalut mengakibatkan permukaan
pembalut basah, ditambah lagi aktifitas wanita seperti duduk menbuat
pembalut akan tertekan dan darah yang dalam pembalut tertekan keluar
sehingga organ wanita lembab pada waktu yang lama. Selain itu terkait
dengan higiene diri khususnya wanita yang selalu menggunakan pembalut
baik pentiliner atau pembalut saat menstruasi, disamping dari frekuensi
mengganti, adanya berbagai merk pembalut dipasaran kemungkinan juga
berdampak. (IGAAN Dewi, 2013)
10. Penggunaan Sabun
Kebiasaan mencuci vagina dengan antiseptik berupaobat cuci vagina
dan deodoran untuk menjaga kebersihan dan kesehatan vagina atau alasan lain
dapat meningkatkan risiko kanker serviks. Menurut hasil penelitian Dianti
tahun 2016 didapatkan bahwa 48% responden menggunakan sabun biasa
dengan kadar pH>4. Pemilihan cairan pembersih juga harus diperhatikan
dengan memilih pembersih khusus area kewanitaan. Berdasarkan Departemen

7
Kesehatan kadar PH dalam sabun pencuci vagina yang diizinka yaitu dengan
kadar pH 3-4.
Penggunaan pembersih dengan dengan kadar pH yang terlalu tinggi
tidak dianjurkan karena akan mengakibatkan kulit kelamin menjadi keriput
dan mematikan bakteri yang berada di vagina. Iritasi yang berlebihan dan
terlalu sering dapat merangsang perubahan sel yang berakhir dengan kejadian
kanker. Cara cebok yang benar yaitu dari depan ke belakang juga berpengaruh
terhadap status kebersihan wanita, karena cara cebok yang salah dapat
menyebabkan kuman masuk liang vagina dan memicu infeksi sehingga HPV
sebagai penyebab kanker tumbuh dengan baik. Penggunaan toilet duduk lebih
berisiko untuk terpapar kuman daripada toilet jongkok termasuk HPV.
Pendapat dimana penggunaan sabun yang mengandung antiseptik memang
sebaiknya diperlukan untuk area dubur namun untuk area genitalia tidak
diperlukan (IGAAN Dewi, 2013).
Penggunaan sabun apalagi rutin akan mengiritasi dan mengeringkan
mukus di sekitar vulva sehingga adanya iritasi menjadi tempat tumbuh HPV
sedangkan sabun antiseptik akan membunuh semua bakteri, bukan hanya yang
berbahaya. Pemakaian pembalut yang bersentuhan dengan kulit, jika diganti 2
kali atau kurang sehingga menyebabkan kelembaban berlebih yang
memudahkan pertumbuhan jamur atau bakteri termasuk HPV (IGAAN Dewi,
2013).
11. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
Virus Herpes Simpleks tipe 2 di duga sebagai faktor pemicu kanker.
atau di anggap sama dengan karsinogen kimia atau fisik.Infeksi herpes
genitalis atau infeksi klamidia menahun. Infeksi virus herpes simplek (HSV-
2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata di duga sebagai faktor
penyebab kanker serviks (Padila,2012).
12. Golongan ekonomi lemah
Karena tidak mampu melakukan pap smear secara rutin). (Nurarif,
2016). Banyak wanita yang tidak mampu dan tidak mempunya akses ke

8
layanan-layanan medis yang memadai. Kanker serviks sering di jumpai pada
golongan sosio ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitanya
dengan gizi, imunitas, dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial
ekonomi rendah umumnya kualitas dan kuantitas makanan kurang, hal ini
mempengaruhi imunitas tubuh (Padila,2012).
13. Diet Rendah Buah dan Sayuran
Wanita yang diet buah-buahan dan sayuran kemungkinan mengalami
peningkatan risiko untuk kanker serviks. Vitamin yang terkandung pada buah
dan sayuran sangat dibutuhkan untuk menjaga kestabilan dan kesehatan
tubuh.

C. Patofisiologi Ca. Serviks


Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30 tahun.
Faktor resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human Paipilloma Virus
(HPV) yang ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain perkembangan kanker
serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan
seksual yang meningkat, status sosial ekonomi yang rendah dan merokok (Price,
2012).
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan
epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau zona
tranformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel
progresif yang berakhir sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan
karsinoma in situ atau High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)
mendahului karsinoma invasif. Karsinoma serviks terjadi bila tumor menginvasi
epitelium masuk ke dalam stroma serviks. Kanker servikal menyebar luas secara
langsung kedalam jaringan para servikal. Pertumbuhan yang berlangsung
mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan
servikal. Karsinoma servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding
vagina, ligamentum kardinale dan rongga endometrium. Invasi ke kelenjar getah

9
bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh
(Price, 2012).
Pada pengobatan kanker serviks sendiri akan mengalami beberapa efek
samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi
diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa
terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan
masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek
dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan
timbul masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi
akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan
sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul. Tidak
sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker serviks ini merasa cemas akan
penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bias dikarenakan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos
dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan
kematian (Aspiani, 2017).

10
D. Patway/ WOC Ca. Serviks (Price & Wilson, 2012; Smeltzer,2015; Ariani,2015)

MK: Nyeri akut Penekan pada Kanker Serviks


sel saraf

Penatalaksanaan

Pembedahan Radiasi Kemoterapi

Sistem Hematologi dan imun Sistem Integumen Sistem


Sistem Pencernaan
Reproduksi
Penurunan Ggn Sum-sum Pe dan Pe Rusaknya folikel
Pe Asam Kejang otot Hb tulang Leukosit rambut Terjadi kekeringan
lambung perut cairan vagina
Anemia Penurunan Pe Kerontokan
Mual Nyeri di trombosit Kekebalan Rambut
MK: Disfungsi Perubahan
muntah perut Lemas dan tubuh
Seksual fungsi tubuh
mudah lelah
Terganggu proses MK:
Anoreksia Diare penggumpalan Mudah terkena
Gangguan
MK: infeksi MK: Ansietas
darah Citra Tubuh
Dehidrasi Hambatan
berat Mobilitas MK: Resiko
Perdaarahan,
Fisik infeksi
ruam, dan bercak
MK: pada kulit
Ketidakseimbangan Infeksi
MK:
nutrisi kurang dari
Kekurangan MK: Resiko
keb. tubuh
volume cairan Perdarahan Pe suhu tubuh MK: Hipertermi

11
E. Tanda dan Gejala Ca. Serviks
Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim adalah sebagai
berikut:
1. Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
2. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan
abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan hubungan
seksual.
3. Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.
4. Nyeri tulang panggul dan tulang belakang.
5. Nyeri disekitar vagina
6. Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah
7. Nyeri pada anggota gerak (kaki).
8. Terjadi pembengkakan pada area kaki.
9. Sakit waktu hubungan seks.
10. Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau dan
bercampur dengan darah.
11. Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.
12. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus
haid.
13. Sering pusing dan sinkope.
14. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.

12
F. Klasifikasi klinis Ca. Serviks
Stadium klinis menurut FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvic, jaringan
serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk
stadium kliniknya), foto paru-paru, pielografi, intravena, (dapat digantikan
dengan foto CT-scan). Untuk kasus stadium lanjut diperlukan pemeriksaan
sistoskopi, protoskopi dan barium enema (Prawirohardjo, 2011).
Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000 (Prawirohardjo, 2011)
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intrapitel
Stadium I Karsinoma masih terbatas pada daerah servikas (penyebaran ke
korpus uteri diabaikan)
Staium I A Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik.
Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi
yang superficial dikelompokkan pada stadium IB
Stadium I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3 mm dan lebar
horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan
perluasan horizontal tidak lebih 7 mm.
Stadium I B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik
lesi lebih dari stadium I A2
Stadium I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.
Stadium I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar
Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai
dinding panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina
Stadium II A Tanpa invasi ke parametrium
Stadium II B Sudah menginvasi ke parametrium
Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau mengenai
sepertiga bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau
tidak berfungsinya ginjal
Stadium III A Tumor telah meluas ke sepertiga bagian bawah vagina dan tidak
menginvasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul
Stadium III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal

13
Stadium IV Tumor telah meluas ke luar organ reproduksi
Stadium IV A Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/
atau keluar rongga panggul minor
Stadium IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa
invasi ke rongga pembuluh darah/ limfe atau melekat dengan lesi
kanker serviks.

Menurut padila (2015) Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks sebagai


berikut :
1. Mikroskopis
a. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis.
Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermis hampir tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma insitu.
b. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh
lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu
yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan
sel cadangan endoserviks.
c. Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat
pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis
dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis,
biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining
kanker.
d. Stadium karsinoma invasive
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel
menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul
diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu

14
jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus
uteri.
e. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik: berbentuk bunga kol, tumbuh ke arah
vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi ke dalam
vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik: biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh
progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan
parametrium.
Pertumbuhan nodul: biasanya dijumpai pada endoserviks yang
lambat laun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.

2. Markroskopis
a. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
b. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
c. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio.
d. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

G. Pemeriksaan Diagnostik Ca. Serviks


Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita
selama ±10-15 tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama prosedur
skrining, namun sebagian besar perempuan memiliki kesadaran yang rendah

15
untuk melakukan pemeriksaan baik melalui test paps smear maupun inspeksi
visual dengan asam asetat (IVA). Hasil penelitian, bahwa dari 171 perempuan
yang mengetahui tentang kanker serviks, hanya 24,5 % (42 perempuan) yang
melakukan prosedur skrining (Wuriningsih, 2016).
1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara
melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher
rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi perubahan
warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada
kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010).
Proses skrining dengan IVA merupakan pemeriksaan yang paling
disarankan oleh Departemen Kesehatan. Salah satu pertimbangannya karena
biayanya yang sangat murah. Namun perlu diingat, pemeriksaan ini dilakukan
hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode
deteksi lainnya yang lebih lanjut harus segera dilakukan (Wijaya, 2010).
Secara umum, berbagai penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas
IVA sejajar dengan pemeriksaan secara sitologi, akan tetapi spesifitasnya
lebih rendah. Keunggulan secara skrinning ini ialah cukup sederhana, murah,
cepat, hasil segera diketahui, dan pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih
mudah dilakukan. (Wijaya, 2010).

2. Tes Pap Smear


Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak
dini munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif terjangkau serta hasil yang
akurat (Wijaya, 2010).
Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa
menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari

16
setelah hari pertama masa menstruasi. Selama kirakira dua hari sebelum
pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya menghindari douching atau
penggunaan pembersih vagina, karena 15 bahan-bahan ini dapat
menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal (Wijaya, 2010).
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan di atas kursi periksa kandungan
oleh dokter atau bidan yang sudah ahli dengan menggunakan alat untuk
membantu membuka kelamin wanita. Ujung leher rahim diusap dengan
spatula untuk mengambil cairan yang mengandung sel-sel dinding leher
rahim. Usapan ini kemudian diperiksa jenis sel-selnya di bawah mikroskop
(Wijaya, 2010).
Hasil pemeriksaan Pap smear biasanya akan keluar setelah dua atau
tiga minggu. Pada akhir pemeriksaan Pap smear, setiap wanita hendaknya
menanyakan kapan dia bisa menerima hasil pemeriksaan pap smear-nya dan
apa yang harus dipelajari darinya (Wijaya, 2010).
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jadi, apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti terdapat sel-sel
abnormal, maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan
oleh dokter ahli kandungan. Pemeriksaan tersebut berupa kalposkopi, yaitu
pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang
abnormal. Dengan kalposkopi, akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaan
serviks. Setelah itu, dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut (Wijaya, 2010).

H. Komplikasi Ca. Serviks


a. Menopause dini

17
Menopause dini dapat terjadi jika rahim dan ovarium diangkat
melalui operasi, atau bisa juga karena rahim dan ovarium rusak saat
menjalani perawatan dengan radioterapi.
b. Penyempitan vagina
Pengobatan dengan radioterapi pada kanker serviks kerap kali
menimbulkan komplikasi berupa penyempitan vagina. Kondisi ini dapat
membuat hubungan seks sulit, bahkan terasa sangat menyakitkan.
c. Munculnya limfedema
Linfedema adalah pembengkakan yang umumnya muncul pada
tangan atau kaki karena sistem limfatik yang terhalang. Sistem limfatik
adalah bagian penting dari sistem kekebalan dan sistem sirkulasi tubuh.
Jika nodus limfa diangkat dari panggul, sistem limfatik mungkin tidak
berfungsi dengan normal. Padahal, salah satu fungsi sistem limfatik
adalah membuang cairan berlebih dari dalam jaringan tubuh. gangguan
pada proses ini dapat menyebabkan penumpukan cairan di jaringan
tubuh, yang menyebabkan timbulnya pembengkakan.

I. Penatalaksanaan Ca. Serviks


1. Penatalaksanaan Medis

18
Penatalaksanaan Medis Menurut Tanto (2014) penatalaksanaan medis
secara umum berdasarkan stadium kanker serviks:
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
IA Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
I B, II A Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
II B, III, IV Histerektomi transvaginal
IV A, IV B Radioterapi
Radiasi paliatif Kemoterapi

Menurut Ariani (2015) dan Diananda (2008) pilihan pengobatan yang


bisa dilakukan adalah pembedahan, terapi radiasi (radioterapi), kemoterapi, atau
kombinasi metode-metode tersebut.
1. Operasi atau pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan untuk perempuan dengan kanker
serviks stadium I dan II.
a. Trakelektomi radikal (Radical Trachelectomy)
Mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah
bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk perempuan dengan
tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari.
b. Histerektomi total
Mengangakat leher rahim dan rahim.
c. Histerektomi radikal
Mengangkat leher rahim, beberapa jaringan di sekitar leher rahim,
rahim, dan bagian dari vagina.
d. Saluran telur dan ovarium
Mengangkat kedua saluran tuba dan ovarium. Pembedahan ini
disebut salpingo-ooforektomi.

19
e. Kelenjar getah bening
Mengambil kelenjar getah bening dekat tumor untuk melihat
apakah mengandung leher rahim. Jika sel kanker telah histerektomy
total dan radikal mencapai kelenjar getah bening, itu berarti penyakit
ini mungkin telah menyebar ke bagian lain dari tubuh.

2. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker serviks. Radioterapi dalam tatalaksana kanker serviks dapat
diberikan sebagai terapi kuratif definitif, ajuvan post-operasi, dan paliatif
(Kemenkes RI, 2015)
Terapi radiasi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh
sel-sel kanker. Terapi ini mempengaruhi sel-sel di daerah yang diobati. Ada
dua jenis terapi ini :
a. Terapi radiasi eksternal
Sebuah mesin besar akan mengarahkan radiasi pada panggul atau
jaringan lain di mana kanker telah menyebar. Pengobatan biasanya di
berikan di rumah sakit. Penderita mungkin menerima radiasi eksternal 5
hari seminggu selama beberapa minggu. Setiap pengobatan hanya
memakan waktu beberapa menit.
b. Terapi radiasi internal
Sebuah tabung tipis yang ditempatkan di dalam vagina. Suatu zat
radioaktif di masukkan ke dalam tagung tersebut. Penderita mungkin
harus tinggal di rumah sakit sementara sumber radioaktif masih
beradadi tempatnya (samapai 3 hari).
Efek samping tergantung terutama pada seberapa banyak
radiasi diberikan dan tubuh bagian mana yang di terapi.radiasi pada
perut dan panggul dapat menyebabkan mual, muntah, diare, atau
masalah eliminasi. Penderita mungkin kehilangan rambut di daerah
genital. Selain itu, kulit penderita di daerah yang dirawat menjadi
merah, kering, dan tender.

20
3. Kemoterapi
Kemoterapi telah digunakan untuk pengobatan kanker sejak tahun
1950-an dan diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker
yang akan di operasi atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa-sisa sel
kanker, kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi tapi kadang juga
tidak. Kemoterapi ini biasanya diberikan dalam tablet/pil, suntikan, atau
infus. Jadwal pemberian ada yang setiap hari, sekali seminggu atau bahkan
sekali sebulan.
Kemoterapi yaitu pengobatan dengan menggunakan obat-obatan
yang dapat menghambat atau membunuh sel-sel kanker(Remesh, 2012).
Kemoterapi menyebabkan beberapa efek samping. Efek samping
kemoterapi bervariasi tergantung regimen kemoterapi yang diberikan.
Berdasarkan National Cancer Institute, efek samping yang dapat terjadi
akibat kemoterapi antara lain mual, muntah, diare, alopesia,
trombositopenia, neuropati, myalgia. Selain itu dapat berupa toksisitas
hematologi seperti anemia, neutropenia, dan trombositopenia. Toksisitas
gastrointestinal seperti anoreksia, nausea, dan vomiting. Toksisitas oral
seperti stomatitis, disfagia, diare, ulserasi mulut, oesofagitis, dan proctitis
dengan nyeri serta pendarahan. Toksisitas folikel rambut berupa alopesia
serta toksisitas sistem syaraf berupa neurotoksisitas (Remesh, 2012)
Efek samping yang terjadi terutama tergantung pada jenis obat-
obatan yang diberikan dan seberapa banyak.kemoterapi membunuh sel-sel
kanker yang tumbuh cepat, terapi juga dapat membahayakan sel-sel normal
yang membelah dengan cepat, yaitu:
a. Sel darah
Bila kemoterapi menurunkan kadar sel darah merah yang sehat,
penderita akan lebih mudah terkena infeksi, mudah memar atau
berdarah, dan merasa sangat lemah dan lelah.
b. Sel-sel pada akar rambut

21
Kemoterapi dapat menyebabkan rambut rontok. Rambut penderita
yang hilang akan tumbuh lagi, tetapi kemungkinan mengalami
perubahan warna dan tekstur.
c. Sel yang melapisi saluran pencernaan
Kemoterapi menurunkan nafsu makan, mual-mual dan muntah,
diare, atau infeksi pada mulut dan bibir. Efek samping lainnya termasuk
ruam kulit, kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki, masalah
pendengaran, kehilangan keseimbangan, nyeri sendi, atau kaki
bengkak.
4. Prinsip Radioterapi
Menurut Kemenkes RI 2015 prinsip radioterapi, sebagai berikut:
1) Radioterapi Definitif/Radikal
a. Stadium I-IIA pasca operasi
Radioterapi pasca bedah diberikan sebagai terapi ajuvan bila
memenuhi kriteria tersebut dibawah ini:
Indikasi Radiasi :
1. Batas sayatan positif atau close margin
2. Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang-buruk
3. Karsinoma adenoskuamosa
4. Adenokarsinoma
5. Invasi limfovaskuler positif
6. Invasi kelenjar getah bening
Bentuk dan dosis radiasi:

Pada keadaan dimana batas sayatan tidak bebas tumor atau


pada close margin, diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna
whole pelvis dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi 5 fraksi per
minggu, diikuti dengan brakiterapi ovoid 3x7 Gy (post RE 50 Gy) atau
4x7 Gy (post RE 45 Gy), preskripsi pada permukaan ovoid.

b. Stadium I-IIA tanpa pembedahan


Indikasi radiasi

22
Stadium Ib2, IIA ukuran tumor > 4cm
Indeks obesitas > 70 %
Usia > 65 tahun
Kontra indikasi anestesi
Pasien menolak pembedahan

Bentuk dan dosis radiasi :


1. Diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole pelvis
sebagai terapi primer dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi,
5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7
Gy (post RE 50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 50 Gy).
2. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi sebagai
radiosensitiser (kemoradiasi)
c. Stadium IIB-IIIA, IIIB
Sebagai terapi primer pada stadium IIB-IIIB Bentuk dan dosis
radiasi :
1. Diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole pelvis
sebagai terapi primer dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi,
5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7
Gy (post RE 50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 45 Gy).
2. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi sebagai
radiosensitiser (kemoradiasi)
3. Apabila masih terdapat residu parametrium setelah 50 Gy, dapat
diberikan tambahan booster radiasi eksterna di daerah
parametrium dengan dosis 15-20 Gy, atau brakiterapi interstitial,
atau kombinasi intrakaviter dan interstitial
d. Stadium IVA dengan respon baik
Indikasi radiasi :
Stadium IVA yang menunjukkan respon baik dari tumor
yang menginfiltrasi kandung kemih atau rektum setelah radiasi
eksterna dosis 40 Gy

23
Bentuk dan dosis radiasi :

1. Bila respon baik, radioterapi dilanjutkan sampai dengan dosis


45-50 Gy, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy atau
4x7 Gy.
2. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi sebagai
radiosensitiser (kemoradiasi)
3. Bila tidak berespon atau respon tumor < 50 % radiasi dihentikan
dan dianjurkan untuk pemberian kemoterapi dosis penuh
2) Radiasi paliatif

Indikasi radiasi :

Stadium IVA dengan respon buruk setelah 40 Gy

Stadium IVB paliatif pada tumor primer atau lokasi


metastasis

Bentuk dan dosis radiasi :

1. Radioterapi paliatif bertujan untuk mengurangi gejala dengan dosis


40 Gy pada tumor primer bila terdapat perdarahan, atau pada tempat
metastasis dengan dosis ekivalen 40 Gy untuk memperbaiki kualitas
hidup.
2. Radiasi dapat diberikan bersamaan dengan kemoterapi
3) Jadwal radiasi/ kemoradiasi
Radiasi

RE: 25x200 cGy ............................................BT: 3x700 cGy

24
Atau 25x180 cGy………………………………….BT: 4x700 cGy

Bila tidak ada fasilitas brakiterapi, agar dirujuk atau dilanjutkan


dengan radiasi eskterna tanpa kemoterapi sensitizer dengan dosis 20 Gy
dengan lapangan kecil atau 3D conformal RT. Pengobatan kemoterapi
dengan platinum based mingguan akan diberikan intravena selama satu
kali seminggu dengan dosis 30 mg/m2 yang diberikan 3-6 jam sebelum
diberikan jadwal radiasi eksterna.

Indikasi radiasi :

Pasca pembedahan dengan rekurensi lokal/metastasis jauh


Pasca radioterapi dengan rekurensi lokal/metastasis jauh
Pasca radioterapi dengan rekurensi lokal/metastasis jauh

Bentuk dan dosis radiasi :

1. Radioterapi pada tumor rekuren pasca operasi tanpa riwayat radiasi


pelvis sebelumnya diberikan dengan target volume lokoregional, total
dosis 50 Gy diikuti dengan brakiterapi
2. Radioterapi pada tumor rekuren dengan riwayat radiasi pelvis
sebelumnya, diberikan pada area terbatas dengan mempertimbangkan
dosis kumulatif pada organ kritis. Dosis total diberikan 40-50 Gy per
fraksi seminggu atau 2-3 kali brakiterapi intrakaviter atau interstitial
hingga total dosis 50-60 Gy,kemoterapi diberikan secara konkomitan.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh tim
paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan
bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi
pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi

25
dini, penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan masalah-masalah
lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO, 2002) dan pelayanan
masa dukacita bagi keluarga (WHO, 2005) dalam Pedoman teknis pelayanan
paliatif kanker, 2013).
Langkah-langkah dalam pelayanan paliatif (Kemenkes, 2013),adalah:
1. Menentukan tujuan perawatan dan harapan pasien
2. Memahami pasien dalam membuat wasiat atau keinginan terakhir
3. Pengobatan penyakit penyerta dan aspek social
4. Tatalaksana gejala
5. Informasi dan edukasi
6. Dukungan psikologis, cultural dan social
7. Respon fase terminal
8. Pelayanan pasien fase terminal
Aktifitas perawatan paliatif pada penderita:
1. Membantu penderita mendapat kekuatan dan rasa damai dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.
2. Membantu kemampuan penderita untuk mentolerir penatalaksanaan
medis. 3. Membantu penderita untuk lebih memahami perawatan yang
dipilih.
Aktifitas perawatan paliatif pada keluarga:
1. Membantu keluarga memahami pilihan perawatan yang tersedia.
2. Meningkatkan kehidupan sehari-hari penderita, mengurangi kekhawatiran
dari orang yang dicintai (asuhan keperawatan keluarga).
3. Memberi kesempatan sistem pendukung yang berharga.
Pelayanan asuhan keperawatan penderita meliputi pemenuhan
kebersihan diri (mandi, berhias, kebersihan mulut, perawatan kuku),
kebutuhan nutrisi, kebutuhan tidur dan kenyamanan tempat tidur dan
memfasilitasi lingkungan ruang rawat yang kondusif. Kebutuhan saat-saat
terminal adalah memberi dukungan pada keluarga (memberikan kesempatan
bertanya, memberikan informasi, memberikan saran cara memberikan

26
dukungan pada penderita, menyediakan barang-barang yang memberi rasa
nyaman, menyediakan dukungan interdisiplin).
Selain mengurangi gejala-gejala yang muncul, perawatan paliatif juga
memberikan dukungan dalam hal spiritual dan psikososial. Perawatan paliatif
setelah penderita meninggal dilakukan dengan memberikan dukungan moral
kepada keluarga yang berduka. Bagi tenaga kesehatan dibutuhkan empati
yang besar dan kemampuan khusus dalam melakukan perawatan paliatif
(Kemenkes,2013).
Asuhan keperawatan meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk
meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi kecemasan serta ketakutan
pasien. Perawat mendukung kemampuan pasien dalam perawatan diri untuk
meningkatkan kesetahan dan mencegah komlipakai. Perawat perlu
mengidentifikasi bagaimana pasien dan pasangannya memandang
kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang berhubungan
dengan kemampuan reproduksinya. Bagi sebagian wanita, masalah harga diri
dan citra tubuh yang berat dapat muncul saat mereka tidak dapat lagi
mempunyai anak. Pasangan mereka sering sekali menunjukkan sikap yang
sama, yang merendahkan wanita yang tidak dapat memberikan keturunan.
Intervensi berfokus pada upaya membantu pasien dan pasangannya
untuk menerima berbagai perubahan fisik dan psikologis akibat masalah
tersebut serta menemukan kualitas lain dalam diri wanita sehingga ia dapat di
hargai. Bahkan, sekalipun kehilangan uterus dan kemampuan reproduksi tidak
terlalu mempengaruhiharga diri dan cintra tubuhnya, wanita tetap memerlukan
penguatan atas peran lainnya yang berharga sebagai seorang manusia. Wanita
yang mengalami nyeri hebat ketika menstruasi dan sangat mengganggu
aktivitas rutinnya menganggap penanggulanagn seperti histerektomi, sebagai
pemecahan masalah. Apabila terdiagnosis menderita kanker, banyak wanita
merasa hidupnya lebih terancam dan perasan ini jauh lebih penting
dibandingkan kehilangan kemampuan reprpduksi. Intervensi keperawatan
kemudian difokuskan untuk membantu pasien mengekspresikan rasa takut,

27
membuat parameter harapan yang realistis, memperjelas nilai dan dukungan
spiritual, meningkatkan kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan
menemukan kekuatan diri untuk menghadapi masalah (Reeder, dkk, 2013).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
KANKER SERVIKS

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status
perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor
rekam medik, nama orangtua dan pekerjaan orang tua.

2. Identitas penanggung jawab


Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.

3. Riwayat kesehatan

28
a. Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air
dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak
nafsu makan, dan anemia.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Menurut (Diananda, 2008) biasanya pasien pada stadium awal
tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir
yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau
busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan 23 seksual, rasa nyeri
disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post
kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual muntah berlebihan,
tidak nafsu makan, dan anemia.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat
kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit
HIV/AIDS (Ariani, 2015).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika.
Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya lebih
berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluarga yang tidak ada
riwayat di dalam keluarganya (Diananda, 2008).

4. Keadaan psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan
suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien
meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah

29
pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak
berguna atau menyusahkan orang lain (Reeder, 2013).

5. Data khusus

a. Riwayat Obstetri dan Ginekologi


Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker
serviks yang perlu diketahui adalah:

1) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atropi pada masa menopose. Siklus menstruasi yang
tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid adalah
salah satu tanda gejala kanker serviks.

2) Riwayat kehamilan dan persalinan


Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker
serviks terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering
partus semakin besar resiko mendapatkan karsinoma serviks
(Aspiani, 2017).

b. Aktivitas dan Istirahat


Gejala :
1) Kelemahan atau keletihan akibat anemia.
2) Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam
hari.
3) Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas dan keringat malam.
4) Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan
dan tingkat stress yang tinggi
(Mitayani, 2009).

30
c. Integritas ego
Gejala: faktor stress, menolak diri atau menunda mencari pengobatan,
keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat,
pembedahan, menyangkal atau tidak mempercayai diagnosis dan
perasaan putus asa (Mitayani, 2009).

d. Eliminasi
Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi, urinalis,
misalnya nyeri (Mitayani, 2009).

e. Makan dan minum


Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat, tinggi
lemak, adiktif, bahan pengawet (Mitayani, 2009).

f. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope (Mitayani, 2009).

g. Nyeri dan kenyamanan


Gejala : adanya nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan proses
penyakit (Mitayani, 2009).

h. Keamanan
Gejala : pemajanan zat kimia toksik, karsinogen. Tanda : demam,
ruam kulit, ulserasi. (Mitayani, 2009).

i. Seksualitas
Perubahan pola seksual, keputihan(jumlah, karakteristik, bau),
perdarahan sehabis senggama (Mitayani, 2009).

j. Integritas sosial

31
Ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu dengan
lingkungan, perasaan acuh (Mitayani, 2009).

k. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear, koloskopi,
servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi (Padila, 2015).
Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan hematologi karna biasanya
pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami anemia karna
penurunan hemaglobin. Nilai normalnya hemoglobin wanita 12-16
gr/dl (Brunner, 2013).

1. Pemeriksaan fisik

a. Kepala
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok dan mudah tercabut
1) Mata : Konjungtiva anemis akibat perdarahan
2) Wajah : tidak ada oedema
3) Hidung : simetris, tidak ada sputum
4) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
5) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir
lembab, tidak terdapat lesi
6) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening

b. Dada
1) Inspeksi : simetris
2) Perkusi : sonor seluruh lap paru
3) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
4) Auskultasi : vesikuler

c. Cardiac
1) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

32
2) Palpasi : ictus cordis teraba
3) Perkusi : pekak
4) Auskultasi : tidak ada bising

d. Leher
Adanya pembesaran kelenjar getah bening pada
stadium lanjut.

e. Abdomen
Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung
bawah akibat tumor menekan saraf lumbosakralis (Padila,
2015).

f. Ekstermitas
Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak
(kaki).

g. Genitalia
Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi
(Brunner, 2013). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami perdarahan pervaginam.

B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan infiltrasi saraf akibat infiltrasi metastase
neoplasma.
2. Gangguan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia pasca tindakan kemoterapi.
3. Ketakutan/cemas berhubungan dengan ancaman perubahan status
kesehatan serta ancaman kematian.

33
4. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
sekunder terhadap kemoterapi
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan
kemoterapi. (NANDA, 2015)

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri. 1. Untuk mengkaji


infiltrasi saraf tindakan 2. Berikan rasa nyaman data dasar.
akibat infiltrasi keperawatan pasien pada pasien dengan 2. Mengalihkan
metastase akan mampu pengaturan posisi fokus perhatian
neoplasma. mengurangi rasa (semif fowler) dan 3. Meningkatkan
nyeri dengan aktivitas hiburan relaksasi untuk
kriteria hasil: (musik). mengurangi nyeri.
1. Pasien merasa 3. Ajarkan teknik Memungkinkan
nyaman. manajemen nyeri pasien
2. Nyeri berkuran (relaksasi,visualisasi, berpartisipasi
3. Mampu distraksi). aktif dalam
mendemonstrasi 4. Kolaborasi kontrol nyeri.
kan pemberian 4. Kontrol nyeri
keterampilam analgetik. maksimum.
relaksasi, 5. Teknik relaksasi 5. Menurunkan nyeri
guided imagery
dengan aromaterapi
lavender

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Pantau intake dan 1. Identifikasi


perubahan tindakan output makanan defisiensi nutrisi.
nutrisi kurang keperawatan tiap hari 2. Memantau

34
dari kebutuhan diharapkan 2. Ukur BB tiap hari. peningkatan BB.
b.d anoreksia kebutuhan nutrisi 3. Dorong pasien 3. Kebutuhan
pasca tindakan dapat tercukupi untuk diet tinggi jaringan
kemoterapi. dengan kriteria protein. metabolik
hasil: adekuat oleh
nutrisi.
1. Pasien
mengungkapkan
pentingnya
nutrisi.
2. Peningkatan BB
progresif.

3 Ketakutan/ Setelah dilakukan 1. Dorong pasien 1. Memberikan


cemas tindakan untuk kesempatan
berhubungan keperawatan mengungkapkan untuk
dengan ketakutan/ pikiran dan mengungkapkan
ancaman kecemasan perasaan. ketakutanny
perubahan berkurang sampai 2. Berikan lingkungan 2. Membantu
status kesehatan menghilang dengan yang aman dan mengurangi
serta ancaman kriteria hasil: nyaman. kecemasan.
kematian 1. Pasien 3. Komunikasi 3. Meningkatkan
mendemonstrasi terapeutik dan kepercayaan
kan koping kontak sering pasien.
efektif dalam dengan pasien. 4. Meningkatkan
pengobatan. 4. Bantu kemampuan
2. Pasien tampak mengembang-kan kontrol cemas.
rileks dan koping menghadapi
melaporkan rasa takutnya.
cemas

35
berkurang.

4 Ganguan citra - Setelah dilakukan 1. Diskusikan dengan 1. Membantu


tubuh tindakan pasien bagaimana mengidentifikasi
berhubungan keperawatan pengobatan masalah untuk
dengan diharapkan mempengaruhi menemukan
perubahan gangguan body kehidupan pasien. pemecahannya.
struktur tubuh image dapat teratasi
2. Jelaskan bahwa tidak 2. Membantu pasien
sekunder dengan kriteria
samping terjadi pada untuk menyiapkan
terhadap hasil:
pasien. diri beradaptasi.
kemoterapi
- Pasien mampu
3. Membantu klien
mengembangkan
untuk percaya diri.
mekanisme koping. 3. Berikan dukungan
emosi. 4. Meningkatkan
- Pasien mampu
kepercayaan diri
memahami tentang 4. Gunakan sentuhan
pasien.
perubahan struktur selama interaksi dan
tubuh. pertahankan kontak
mata.

5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji kulit terhadap 1. Efek kemerahan


integritas kulit tindakan efek samping terapi dapat terjadi pada
berhubungan keperawatan kanker, observasi terapi radiasi.
dengan efek diharapkan adanya
2. Mempertahankan
radiasi dan integritas kulit kerusakan/perlamba
kebersihan kulit
kemoterapi dapat terjaga tan penyembuhan
tanpa mengiritasi
dengan kriteria luka.
kulit.
hasil: 2. Mandikan dengan
air hangat dan 3. Membantu
1. Pasien
sabun ringan. menghindari
berpartisipasi
3. Dorong pasien trauma kulit.
dalam

36
mencegah untuk menghindari 4. Meningkatkan
komplikasi. menggaruk kulit. sirkulasi dan
2. Tidak terjadi mencegah tekanan
kerusakan kulit. 4. Ubah posisi tubuh pada kulit.
dengan sering.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker serviks adalah penyakit berbahaya yang timbul tanpa gejala
yang terlihat, disebabkan oleh Human Papilloma Virus yang dapat membuat
pertumbuhan sel-sel dalam serviks menjadi abnormal. Selain dari HPV kanker

37
serviks juga dapat disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok, seks bebas, dll. Kanker serviks ditandai dengan keluarnya darah
disertai dengan rasa sakit setelah melakukan hubungan seksual, keputihan
yang abnormal dan timbulnya rasa sakit di daerah pinggul.
Di Indonesia masih banyak kasus kematian yang disebabkan oleh
kanker serviks karena masih banyak pula wanita yang belum sadar akan
bahayanya kanker serviks. Kanker serviks sebenarnya dapat dicegah dengan
melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin atau yang biasa disebut tes
Pap Smear.

B. Saran
1. Bagi perawat
Memotivasi wanita untuk melakukan deteksi dini kanker serviks berupa
Pap Smear. Hal ini bertujuan untuk mencegah angka kematian yang
disebabkan oleh kanker serviks lebih banyak lagi.
2. Bagi mahasiswa
Menambah pengetahuan dan keterampilan mencegah dan meningkatkan
asuhan keperawatan kepada klien dengan kanker servik.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho T, Bobby. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita.


Yogyakarta: Nuha Medika.

38
Brunner &suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC.

Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Supriyanto, W. 2014. Kanker:Deteksi Dini, Pengobatan & Penyembuhannya.


Yogyakarta: Parama Ilmu.

Nurafif, Kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis & NANDA


NIC NOC. Yogyakarta: Media Action.

Amin Huda Nurarif, and H. K. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Edisi revisi jilid 1. Yogyakarta:
MediAction.

Brunner, and S. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8


Volume 2. Jakarta: EGC.

Wijaya, D. 2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Serviks. Yogyakarta:


Sinar Kejora.

Agung Gusti, Sagung Agung, dkk. 2013. Paparan asap rokok dan higiene
diri merupakan faktor risiko lesi prakanker leher rahim. Denpasar; Public Health and
Preventive Medicine Archive. (https://media.neliti.com)

Iting . 2019. Induksi Dietilstilbestrol (DES) Terhadap Cervical Intraepithelial


Neoplacia (CIN). Aceh; STIKes Nurul Hasanah Kutacane Aceh Tenggara dan
University Singaperbangsa Karawang

(https://pdfs.semanticscholar.org/91ea/cb686cf5c2e38823d66c19528b38a82bfe7b.pdf
)

39

Anda mungkin juga menyukai