Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Tindak pidana/kejahatan telah setua umur manusia; pelaku berusaha menutup
kejahatan yang telah dilakukannya sebaliknya masyarakat berupaya membuktikan
kesalahan yang telah dilkukan untuk menangkap dan menghukum pelakunya. Sebelum
pembuktian ilmiah diterapkan dalam sistem peradilan, serbagai cara tahayul dan
kekerasan digunakan oleh para penegak hukum alam peradilan utuk memperoleh
pengakuan tersangka sebagai bukti terhadap kejahatan yang dilakukannya. 1
Dalam berkembangnya ilmu dan teknologi, penjahat juga lebih profesional dan
berupaya menghilangkan jejak. Pada umumnya dengan mendasarkan pada informasi saja,
penyidikan sering tidak memperoleh bukti material sehingga pembuktian akan menjadi
sia-sia. Oleh karena itu, penyidik mulai beralih untuk memperoleh data yang ada di
tempat kejadian dan mencari informasi dari para saksi duna membuktikan terjadinya
suatu tindak pidana. Penggunaan dan pengembangan data dasar ilmiah dari tempat
kejadian perkara sebagai bahan penyidikan baru muncul kurang lebih seratus tahun yang
lalu. 1
Beberapa tokoh kemudian menemukan alat bukti ilmiah, misalnya Alphonse
Bertillon yang menemukan antropometri tubuh, Francis Galton dengan identifikasi sidik
jari, dan masih banyak lagi, hingga akhirnya Hans Gross menyatakan bahwa rekonstruksi
peristiwa kejahatan dapat dilakukan dengan metoda ilmiah. Pendapat inilah yang hingga
sekarang dipakai sebagai dasar penyidikan tindak pidana 1.
Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti
dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu
kesaksian 2. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu investigasi. Berhasil atau tidaknya suatu penyelidikan sangat
bergantung pada pemeriksaan TKP. Pemeriksaan langsung di tempat terjadinya suatu
kasus memungkinkan seseorang untuk mencari sesuatu yang mungkin tidak terpikirkan
jika tidak datang secara langsung ke lokasi kejadian 3.

1
Penyelidikan ini bertujuan untuk menjelaskan kembali (rekonstruksi) suatu
kejadian yang melanggar hukum serta pola pikir yang mengikutinya untuk menjelaskan
siapa pelakunya. Berbagai upaya dari kegiatan penyelidikan dilakukan secara retrograde
dari apa yang diketahui untuk mengungkapkan apa yang tidak diketahui, sehingga dari
faktor yang diketahui dapat ditegakkan suatu kebenaran 1.
Pada kasus kematian yang wajar, pemeriksaan TKP tidak perlu dilakukan.
Namun, dibutuhkan suatu kepekaan untuk mendeteksi suatu tindak kriminal. Karena
harus diingat juga bahwa kematian yang nampaknya wajar bisa saja merupakan hasil dari
suatu kriminalitas. Maka, suatu kematian harus dianggap sebagai sesuatu yang tidak
wajar sampai bukti-bukti yang ada menyatakan sebaliknya. 1
Kira-kira 20 persen dari seluruh kematian membutuhkan penyelidikan dari
medikolegal untuk menentukan sebab dan cara kematiannya, dan kira-kira separuhnya
disebabkan oleh tindak kekerasan. Dalam menentukan wajar atau tidaknya suatu
kematian, peran dari seorang dokter sangat diperlukan 3.
Dalam meminta pertolongan dokter dalam penyelidikan TKP, penyidik dikuatkan
oleh beberapa dasar hukum, karena itu, merupakan kewajiban dokter untuk hadir di TKP
apabila diminta. Karena itu, referat ini membahas tentang peran dokter atau ilmu
kedokteran dalam penyelidikan suatu Tempat Kejadian Perkara, dimana hanya akan
dibahas TKP yang berhubungan dengan manusia sebagai korban.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEMPAT KEJADIAN PERKARA


Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti
dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu
kesaksian 2. Tempat korban pertama kali ditemukan disebut sebagai TKP pertama
(primary scene), yang bukan selalu merupakan tempat dimana sesungguhnya peristiwa
tersebut telah terjadi. Jadi, dalam kasus pembunuhan, kadang-kadang masih dapat
ditemukan lokasi lain dimana barang bukti penting lain dapat ditemukan. Lokasi-lokasi
yang dapat digolongkan sebagai TKP adalah :
1. Tempat dimana korban ditemukan.
2. Tempat dimana tubuh korban dipindahkan.
3. Tempat dimana telah terjadi serangan yang mengakibatkan kematian korban.
4. Tempat-tempat dimana ditemukan barang bukti yang ada hubungannya dengan
kejahatan (bagian dari tubuh manusia, kendaraan yang dipakai untuk mengangkut
korban, dan lain-lainnya).
Tempat lain yang perlu dan bahkan sering banyak memebrikan informasi serta barang
bukti adalah rumah kediaman tersangka 1.

2.2 TINDAKAN PERTAMA DI TKP


Penyelidikan Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan integrasi dari ilmu
pengetahuan, logika, dan hukum, dimana proses ini biasanya berlangsung lama dan
sangat melelahkan. Penyelidikan ini melibatkan dokumentasi dari tempat kejadian dan
pengumpulan barang bukti yang mungkin dapat memberikan petunjuk mengenai apa
yang terjadi dan tersangkanya. Tidak ada dua TKP yang sama persis, tidak ada barang
bukti yang sama persis, karena itu, tidak ada suatu pendekatan investigasi yang sama
persis untuk dua kasus yang berbeda 4.

3
Tindakan pertama yang dilakukan di TKP biasanya dikerjakan oleh polisi yang
datang pertama kali di TKP setelah mendengar, menjumpai, menerima laporan,
pengaduan dari masyarakat tentang adanya tindak pidana. Kegiatan yang dilakukan oleh
petugas ini bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan dan pertolongan pertama terhadap masyarakat maupun
korban.
2. Menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) terhadap barang
bukti manusia maupun benda.
Dalam rangka mengamankan TKP, batas pengaman ditentukan dengan perkiraan: 4
1. membuat batas TKP seluas mungkin, baru kemudian dipersempit kalau perlu.
2. mengevaluasi TKP atas dasar lokasi dimana tubuh korban ditemukan, adanya
barang-barang bukti lain, keterangan saksi, dan batas-batas yang sudah ada.
Upaya pengamanan perlu dilakukan sedini mungkin untuk mencegah dan melindungi
barang-barang bukti agar tidak hilang, berubah karena pengaruh cuaca dan kontaminasi
manusia. Umumnya, tanpa adanya pengamanan, maslah kontaminasi ini baik berdiri
sendiri atau bersama-sama dapat mengakibatkn TKP berantakan dan tidak mungkin
dibenahi kembali. 4
Cuaca merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian karena adanya
barang bukti yang mudah berubah atau hilang, misalnya cairan tubuh, residu, merupakan
barang-barang bukti yang akan hilang oleh karena hujan. Selain itu para penonton, atau
bahkan anggota polisi sendiri merupakan kontaminator yang perlu diwaspadai.
Tindakan pertama di TKP ini penting karena kaberhasilan suatu penyidikan
sangat tergantung dengan tindakan pertama di TKP yang dilakukan oleh petugas polisi
pertama 1.

2.3 PENGOLAHAN TKP


Pengolahan TKP merupakan rangkaian penyelidikan dimana penyidik besama
dengan unsur dukungan beberapa pihak berupaya mengungkapkan peristiwa yang telah
terjadi bari bukti-bukti yang didapatkan di TKP 1. Ada beberapa profesi yang biasanya
dilibatkan dalam penyelidikan TKP, yaitu polisi – yang biasanya datang pertama kali ke
tempat kejadian. Polisi bertanggung jawab mengamankan lokasi kejadian supaya tidak

4
ada barang bukti yang rusak. Pihak lain yang biasanya dilibatkan dalam penyelidikan
adalah tim penyelidik yang bertugas mendokumentasikan TKP dan mengumpulkan bukti-
bukti fisik. Dalam kasus-kasus tertentu, dapat pula melibatkan specialist (entomologis,
ahli forensic), detektif, dan seorang medical examiner 4.
Pengolahan TKP ini terdiri dari pengamatan umum (general observation),
membuat sketsa dan pemotretan, penanganan korban, saksi dan tersangka, serta
pengumpulan barang bukti.

Pengamatan Umum
Pengamatan umum ini penting, karena pada tahap ini penyidik mendapat
1
kesempatan untuk berpikir dan tidak emosional . Pemeriksaan dilakukan untuk
meyakinkan bahwa teori dari kasus yang sedang dihadapi sesuai dengan pengamatan
penyidik. Pemeriksaan TKP dilakukan untuk mengidentifikasi barang bukti yang
menungkinkan, awal dan akhir dari kasus, dan mendapatkan gambaran umum dari TKP 4.

Sketsa dan Foto


Sketsa merupakan gambaran sederhana yang menunjukkan letak dan posisi tubuh
diantara objek yang tidak bergerak terhadap objek-objek lain yang ada di TKP. Dengan
sketsa, penyidik dapat menggambarkan secara singkat apa yang perlu dan menyingkirkan
hal-hal yang tidak perlu tampak di foto. Oleh karena itu sketsa merupakan diagram yang
spesifik, selektif, sederhana, dan jelas. Tanpa sketsa, foto tidak selalu dapat memberikan
gambaran yang pasti perbandingan letak suatu objek dengan yang lain. Hal ini
disebabkan oleh karena efek distorsi maupun perspektif dari kamera. Oleh karena itu,
sketsa selalu merupakan suplemen berita acara dan foto. Manfaat dari sketsa adalah
sangat berguna untuk mneyegarkan daya ingat penyidik, saksi, maupun tersangka yang
kooperatif sehingga dapat memberikan pengertian yang lebih jelas kepada penuntut
umum maupun hakim tetntang sesuatu yang kelihatannya komplek, merekam gambaran
dari keadan TKP dan merekam barang-barang bukti 1,4.
Foto berfungsi mengabadikan setiap barang bukti relevan yang diketemukan dan
memperkuat ataupun menyingkirkan barang-banarng bukti yang tidak diperlukan. Selain
itu dapat digunakan sebagai pengganti barang bukti yang secara fisik tidak dapat

5
dihadirkan di sidang. Fungsi lain dari foto adalah sebagai penyegar daya ingat sipa saja
yang berkepentingan terhadap tindak pidana yang telah terjadi. Agar foto dapat
dipergunakan di pengadilan, diperlukan teknis pemotretan oleh petugas khusus yang
terlatih. Fotografi TKP secara umum dibagi menjadi dua, gambaran umum dan gambar
masing-masing barang bukti 1,4.

Penanganan Korban
Dalam menangani seorang korban perlu dibedakan apakah korban hidup,
diragukan hidup, atau mati. Pada setiap korban hidup atau diragukan kehidupannya,
prinsip tindakan pertolongan pertama harus diprioritaskan. Sementara tindakan
pertolongan pertama diberikan penyidik meminta bantuan petugas kesehatan atau segera
melarikannya ke Rumah Sakit 1. Sewaktu evakuasi korban, perlu diperhatikan agar tidak
terdapat barang bukti yang tercecer, dan catat hal-hal yang diungkapkan korban.
Setibanya dirumah sakit berikan penjelasan secukupnya pada petugas rumah sakit. Dokter
sebaiknya melakukan koordinasi dengan dokter rumah sakit tentang hal-hal yang dapat
membantu pengumpulan barang bukti, terutama pada luka-tembak dimana anak peluru
merupakan suatu bukti, yang amat penting. Kalau ditemukan anak peluru, perlu dijaga
agar tidak sampai tergores, rusak atau hilang 5.
Sebaliknya, bila tanda-tanda kematian jelas, penyidik tidak akan tergesa-gesa dan
dapat mengadakan pemeriksaan dengan lebih tenang. Bila dianggap perlu untuk
memeriksa korban, penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk datang di TKP dengan
tujuan untuk memperkirakan berapa lama korban meninggal, sebab, cara, dan pola
kematiannya ataupun hal-hal lain yang dianggap perlu guna kepentingan penyidikan 4.

Penanganan Saksi dan Tersangka


Baik dari tersangka maupun saksi diadakan interview ataupun pemerisaan singkat
untuk mengetahui keterlibatannya dalam tindak pidana yang telah terjadi. Berdasarkan
keterangan-keterangan tersebut dapat dicari petunjuk selanjutnya guna pengembangan
penyidikan yang sedang berjalan. 7
Pemeriksaan terhadap tersangka meliputi identitas, kesehatan tubuh, tanda
kekerasan, kesehatan jiwa, adanya barang bukti lain yang masih terdapat pada tubuh

6
tersangka dan lain pemeriksaan yang dianggap perlu. Dari hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan terharap tersangka, dokter dapat menyarankan apakah ia bisa ditahan atau perlu
perawatan 1.

Penanganan Barang Bukti


Dalam kasus tertentu, penyidik akan meminta bantuan petugas kesehatan untuk
mendapatkan barang bukti yang masih melekat pada tubuh korban : pakaian yang
dikenakan dengan lumuran darah, lubang tembak atau robekan akibat tusukan benda
tajam. Untuk melepas baju korban, pakaian ini seharusnya tidak disobek atau digunting
begitu saja, melainkan sebaiknya digunting pada bagian-bagian yang masih utuh.
Barang bukti lain seperti luka-luka pada tubuh sebaiknya dicatat, dan dijelaskan
dengan rinci tentang apa yang dilihat, bila mungkin dipotret sebelum dilakukan tindakan
terhadap luka-luka tersebut 4.
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan,
pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan
sebagai berikut :
a. Jenis luka apakah yang terjadi ?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka ?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu ?

Dengan demikian pada pemeriksaan luka yang ditemukan pada mayat, hal- hal yang perlu
dicatat adalah :
a. Jenis luka
b. Lokasi luka (contoh : di pipi kanan, 2 cm dibawah mata kanan, 1 cm diatas
bibir atas dsb)
c. Ukuran luka. Sebutkan panjang dan lebar serta dalamnya (cm)
d. Dasar luka ( misalnya : tulang, otot, dsb).
e. Penjelasan lain yang perlu 5.

Pada setiap kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal. Barang
bukti tersebut jika diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam disiplin ilmu

7
kedokteran forensik (forensic science) maka tidak mustahil kejahatan itu dapat terungkap.
Dalam pengumpulan barang bukti dari TKP, penyidik mempunyai beberapa tujuan utama
yaitu untuk kepentingan rekonstruksi tindak kejahatan, mengidentifikasi pelaku, menjaga
barang bukti untuk analisa lebih lanjut serta sebagai alat bukti di pengadilan. Oleh karena
itu pada kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan terhadap manusia perlu dicari
sebanyak mungkin barang bukti medik, baik yang berasal dari korban maupun dari
pelaku. Barang bukti medik yang berasal dari tubuh korban akan lebih banyak
memberikan informasi seputar proses terjadinya kejahatan, sedangkan yang berasal dari
tubuh pelaku akan menunjukkan informasi identitasnya 4,6.
Salah satu tugas dokter di tempat kejadian perkara (TKP) adalah mengumpulkan
benda-benda bukti yang berkaitan dengan korban, terutama sampel biologis untuk dikirim
ke laboratorium. Sampel biologis yang dimaksud meliputi darah, air mani, rambut,
jaringan tubuh, air liur dll. Sedangkan barang bukti medis adalah racun, obat-obatan, dll.
Selalu gunakan prosedur pencegahan bahaya atau infeksi dalam pengumpulan sampel
biologis. Pastikan untuk memakai sarung tangan, pakaian pelindung, masker dan atau
kacamata pelindung jika situasi mengharuskan 7,8.
Pengambilan benda-benda bukti tersebut juga tetap harus mematuhi prosedur
pengambilan barang bukti secara umum. Perlu diingat moto “to touch as little as possible
and to displace nothing”, yaitu tidak boleh menambah atau mengurangi benda-benda
yang ada di TKP. Dokter tidak boleh membuang barang sembarangan di TKP,
meninggalkan perlengkapannya, atau membuang air kecil di kamar mandi, karena semua
itu dikhawatirkan akan menghilangkan barang-barang bukti yang lain. Beberapa tindakan
lain yang dapat mempersulit penyidikan seperti memegang setiap benda di TKP tanpa
sarung tangan, mengganggu bercak darah, membuat jejak baru serta melakukan
pemeriksaan sambil merokok 2,7.
Peralatan yang sebaiknya dibawa saat pemeriksaan di TKP adalah sarung tangan,
kamera, film berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter,
lampu ultraviolet, alat tulis, tempat menyimpan barang bukti berupa amplop atau kantung
plastik, pinset, skalpel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rektal, termometer
ruangan, sarung tangan, kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk memberikan
label pada barang bukti. Label pada barang bukti harus dituliskan tentang jenis barang

8
bukti, lokasi penemuan, saat penemuan, dan keterangan lain yang diperlukan 2.
Keterangan itu dapat berupa penjelasan lengkap mengenai barang bukti, jika ada nomor
serinya maka harus ditulis juga, tidak lupa inisial penyidik yang mengumpulkan barang
bukti serta nomor identitasnya 8.
Sebelum dokter melakukan pemeriksaan maka TKP harus diamankan atau dijaga
keasliannya oleh petugas (dengan memasang garis polisi) serta diabadikan dengan
membuat foto dan sketsa keadaan di TKP. Sebelum melakukan prosedur “trace
evidence” atau pencarian barang bukti, dokter harus membuat foto dan sketsa TKP serta
barang bukti yang disimpan dengan baik untuk keperluan ketika diajukan sebagai saksi di
pengadilan. Foto dan sketsa itu akan mempermudah dokter untuk mengingat kembali
kasus yang pernah diperiksanya. Pembuatan foto dan sketsa juga harus memenuhi standar
sehingga tidak akan terjadi penafsiran yang berbeda antara dokter dan penyidik pada
sebuah obyek yang sama 7.
Setelah seluruh TKP terdokumentasikan, lokasi penemuan dari masing-masing
barang bukti sudah dicatat atau ditandai, maka proses pengumpulan barang bukti bisa
dimulai. Proses pengumpulan biasanya akan dimulai dari barang bukti yang paling rapuh
atau paling mudah hilang. Pertimbangan khusus dapat diberikan pada barang bukti yang
perlu untuk segera dipindahkan. Pengumpulan barang bukti bisa berlangsung bersamaan
dengan prosedur penyidikan yang lain. Pengambilan gambar juga bisa terus dilakukan
jika penyidik menemukan barang-barang bukti baru yang belum terdokumentasikan
sebelumnya karena tersembunyi dari penglihatan 8.
Sebagian besar barang bukti disimpan dalam wadah kertas seperti paket, amplop
dan kantung. Benda cair dapat dikirim dalam wadah yang tidak mudah pecah dan tidak
mudah bocor, seperti tabung reaksi kering. Barang bukti bekas terbakar (arson) disimpan
dalam kaleng logam bersih dan kedap udara. Hanya barang bukti berupa serbuk dalam
jumlah banyak yang disimpan dalam kantung plastik. Barang bukti yang lembab dan
basah (darah, tanaman, dll) dapat disimpan dalam wadah plastik saat di tempat kejadian
untuk dikirim ke tempat pemeriksaan hanya jika waktu pengiriman kurang dari dua jam.
Hal ini untuk mencegah kontaminasi dari barang bukti yang lain. Setelah tiba di lokasi
yang aman, barang bukti tersebut harus dibuka dari wadahnya dan dikeringkan di udara.
Barang bukti dapat disimpan kembali dalam wadah kertas yang kering. Barang bukti

9
yang lembab tidak boleh disimpan dalam wadah plastik atau kertas lebih dari dua jam.
Keadaan lembab memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme yang bisa
menghancurkan atau mengubah barang bukti 8.
Barang bukti yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok dan
dimasukkan ke dalam amplop atau kantung plastik. Bercak pada kain harus diambil
seluruhnya atau apabila bendanya besar digunting dan dimasukkan ke dalam amplop atau
kantung plastik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dan dimasukkan ke dalam
kantung plastik. Mayat yang ditemukan dibungkus dengan plastik atau kantong plastik
khusus mayat (kantong mayat) setelah sebelumnya diabadikan letak dan posisinya serta
pemeriksaan sidik jari oleh penyidik. Kedua tangan mayat juga harus dibungkus plastik
sebatas pergelangan tangan. Setiap barang yang bisa saling mengontaminasi harus
disimpan secara terpisah. Wadah harus ditutup dan diamankan untuk mencegah
percampuran dalam proses pengiriman 2.
Mayat dan barang bukti biologis atau medis, termasuk obat atau racun dikirim ke
Instalasi Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk pemeriksaan
lanjutan. Apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensik, maka
dikirimkan ke Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran Forensik. Barang
bukti bukan biologis dapat langsung dikirimkan ke Laboratorium Kriminal atau Forensik
Kepolisian daerah setempat 2.
Setiap jenis barang bukti mempunyai nilai yang khusus dalam penyidikan. Nilai
ini harus selalu disimpan dalam ingatan penyidik ketika melakukan penyidikan di TKP.
Sebagi contoh, ketika melakukan penyidikan di TKP penyidik harus lebih
memprioritaskan untuk mencari sidik jari yang bagus daripada mengumpulkan serat baju
yang tertinggal. Karena sidik jari dapat mengidentifikasi secara tepat orang yang pernah
berada di TKP, sedangkan serat baju bisa berasal dari siapa saja yang mengenakan baju
yang berbahan sama. Dalam kondisi khusus mungkin saja mengumpulkan serat baju
menjadi lebih penting karena ada dalam jumlah banyak pada tubuh korban serta tidak
ditemukan sidik jari di TKP. Lebih baik mengumpulkan lebih banyak barang bukti
daripada kurang. Penyidik seringkali hanya mempunyai sekali kesempatan melakukan
penyidikan di TKP, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya 8.

10
2.4 DASAR HUKUM MENDATANGKAN DOKTER PADA PENYIDIKAN DI
TKP
Diperlukan atau tidaknya kehadiran seorang dokter di TKP oleh penyidik sangat
bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya,
tempat kejadiannya, kejadiannya, atau tersangka pelakunya. Peranan dokter di TKP
adalah membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik.
Pada dasarnya, semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan
perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik jika dokter ahli
forensik atau dokter kepolisian yang hadir 1.
Proses penyidikan membutuhkan kerjasama yang baik dan profesional antara
penyidik dan dokter. Selain itu, kunci keberhasilan penyidikan juga terletak pada
pemeriksaan di TKP. Penanganan yang baik, tepat, cermat, dan dilaksanakan secara
profesional merupakan pertanda akan tercapainya keberhasilan penyidikan untuk
membuat jelas perkara yang dihadapi. Oleh karena itu, dokter dan penyidik perlu
mengetahui bagaimana cara penanganan yang semestinya, bila diharuskan melakukan
pemeriksaan di TKP. 5
Pihak penyidik yang mendapatkan laporan telah terjadi suatu tindak pidana, dapat
meminta bantuan dari dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara
sesuai dengan Pasal 120 KUHAP, yang bunyinya sebagai berikut:
(1) Dalam hal penyidik mengangap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik maka
bahwa ia akan memberi keterngan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya
kecuali bila disebabkan harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatan yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan
yang diminta.
Selain itu, terdapat juga Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.”

11
Bila dokter menolak untuk datang ke tempat kejadian perkara, sanksi yang dikenakan
padanya adalah dipidana sesuai dengan Pasal 224 KUHP, yang berbunyi:
“Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam:
1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.”

Dokter harus selalu memperhatikan beberapa hal, mengingat akan kepentinganya yaitu:
1. siapa yang meminta dokter datang ke TKP, bagaimana permintaan tersebut
sampai ke tangan dokter, dimna TKP, serta saat permintaan tersebut diajukan,
2. minta informasi secara global tentang kasusnya, dengan demikian dokter dapat
membuat persiapan seperlunya,
3. dokter tidak boleh menambah atau mengurangi benda-benda yang ada di TKP,
seperti: membuang puntung rokok, membuang air kecil di kamar mandi TKP, dan
lain-lain,
4. dokter sebaiknya membuat foto atau sketsa dengan baik karena kemungkinan ia
akan diajukan sebagai saksi selalu ada. Foto atau sketsa tersebut harus memenuhi
stendar sehingga antara dokter dan penyidik tidak akan terjadi penafsiran yang
berbeda atas objek yang sama,
5. dokter harus menilai dengan seksama gambaran umum tentang situasi di TKP,
6. pemeriksaan atas tubuh korban hendaknya dilakukan secara sistematik dan terarah
sesuai ilmu kedokteran forensik 6.
Bila ada permintaan penyidik ke TKP, maka seorang dokter akan menghadapi 2 aspek,
yaitu aspek pertolongan pertama korban dan aspek kedokteran forensik
Dengan demikian peralatan yang perlu dibawa adalah : 4
a. Perangkat pertolongan pertama korban
1. Tensi
2. Stetoskop
3. Alat kesehatan termasuk obat – obatan untuk kedaruratan medis.

12
b. Perangkat TKP aspek kedokteran forensik
1. Pinset anatomi
2. Skalpel
3. Loupe
4. Sarung tangan karet bedah
5. Sarung tangan lapangan
6. Thermometer
7. Kertas saring
8. Pipet
9. Senter
10. Meteran
11. Penggaris
12. Botol plastik (untuk spesimen)
13. Kertas lakmus
14. Amplop
15. Lak
16. Tali rami
17. Buku catatan
18. Alat tulis
19. NaCl 0,9%
20. Formalin
21. Kamera
22. Kompas.

Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang itu telah meninggal dunia adalah
sebagai berikut :
a. Terhentinya denyut jantung.
Hal tersebut dapat diperiksa dengan menggunakan stetoskop atau dengan
menempelkan telinga ke dada sebelah kiri dari korban.
b. Terhentinya pergerakan pernapasan.

13
Hal tersebut dapat diperiksa dengan mengamati pergerakan dada korban, atau
dengan menempatkan cermin bersih dihadapan hidung dan mulut korban. Kalau
korban masih hidup terlihat adanya pergerakan dada atau cermin menjadi keruh.
c. Kulit tampak pucat.
d. Melemasnya otot-otot tubuh.

Mentukan perkiraan saat kematian


Untuk memperkirakan saat kematian,hal-hal yang diperiksa adalah sebagai berikut :
a. Lebam mayat. (livor mortis, post mortem hypostasis).
2. Terdapat pada bagian-bagian tubuh yang terendah.
3. Lebam mayat akan mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian.
4. Sebelum 8-12 jam setelah kematian, lebam mayat menghilang pada penekanan.
5. Setelah 8-12 jam, lebah mayat tidak menghilang pada penekanan.

b. Penurunan suhu mayat. 6


1. Cara pengukuran suhu mayat adalah dengan memasukkan termometer air raksa
kedalam rektum (anus, lubang dubur), sedalam 10 cm selama 3 menit.
2. Rata-rata penurunan suhu mayat adalah 1,5 Fper jam (pada suhu lingkungan 70
F).
3. Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat adalah :
Saat Kematian = 98,6 F - Suhu rektal mayat
1,5
c. Kaku mayat. (Rigor Mortis)
1. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal (setelah mati), dan mencapai
puncaknya 10-12 jam post
2. mortal. Kaku mayat dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada,perut dan
tungkai.
3. Kaku mayat maksimal akan bertahan sampai 24 jam post mortal.

14
4. Setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya,
yaitu dimulai dari otot-otot wajah,leher, lengan, dada, perut dan tungkai.
5. Pada kematian karena infeksi, konvulsi (kejang-kejang), suhu keliling yang tinggi
serta keadaan gizinya jelek, akan mempercepat terbentuknya kaku mayat.

d. Pembusukan. 6
1. Tanda awal dari pembusukan akan tampak sebagai pewarnaan kehijauan pada
daerah perut kanan bawah. Pembusukan akan menyebar keseluruh perut dan
kemudian kedaerah dada.
2. Pada akhir minggu pertama tubuh akan seluruhnya berwarna kehijauan dan disana
sini akan tampak merah ungu.
3. Pembentukan gas dalam tubuh akan dimulai pada awal minggu kedua.
Tanda-tandanya adalah perut akan tampak,menggelembung dan dindingnya
tegang. Gelembung pembusukan akan tampak jelas biasanya pada daerah kantung
zakar dan buah dada.
4. Setelah tiga atau empat minggu rambut akan mudah dicabut, kuku-kuku akan
terlepas, wajah akan tampak menggembung mata akan tertutup erat oleh karena
penggembungan pada kedua kelopak mata, bibir akan menggembung dan
mencucur, lidah akan menggembung dan terjulur keluar.
5. Menurut Casper keadaan mayat setelah berada selama 1 minggu di udara terbuka
adalah sama dengan 2 minggu didalam air dan 8 minggu didalam kuburan.
6. Mumifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan
dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan.

Praktek untuk memperkirakan saat kematian berdasarkan pada tiga perubahan


setelah kematian yang pokok, yaitu: lebam mayat, penurunan suhu dan kaku mayat.Perlu
diingat bahwa penentuan saat kematian yang tepat adalah tak mungkin. Usaha maksimal
dari ilmu kedokteran forensik adalah memperkirakan saat kematian yang mendekati
ketepatan. 6
Menentukan identitas atau Jati diri korban
Dalam menentukan identitas korban, hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :

15
a. Mencatat nama, Jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, kalau
diketahui (dari kartu identitas, penyidik atau saksi-saksi).
b. Posisi korban saat ditemukan.
c. Pakaian yang melekat, termasuk perhiasan.
d. Tinggi badan, berat badan (atau taksiran kasar), habitue (atletis,
pyknis, kurus, gemuk, sedang), suku bangsa, warna kulit, warna rambut, gigi
geligi (gigi lengkap, gigi yang sudah dicabut, ada gigi palsu, gigi emas, dsb.),
ukuran sepatu.
e. Barang-barang atau cairan tubuh, obat-obatan atau peralatan
yang ada di sekitar korban 5.

2.5 BARANG BUKTI BIOLOGIS


A. DARAH
1. Bercak Darah
Bercak darah pada tindak pidana sering ditemukan pada tubuh korban, lantai
sekitar tubuh korban, dinding, perabot rumah tangga (almari atau meja), senjata tajam,
pakaian dan kendaraan bermotor (pada kecelakaan lalu lintas). Apabila ditemukan bercak
darah, maka perlu diperhatikan letak bercak darah untuk mengetahui bagaimana posisi
korban saat menerima luka dan untuk mengetahui dari mana darah berasal. Kedua perlu
diperhatikan bentuk atau gambaran bercak darah untuk mengetahui bagaimana cara darah
menempel pada obyek dan dari mana darah berasal 6.
Alat dan perlengkapan pengambilan sampel darah adalah 9 :
a. Duk steril
b. Benang steril (threads)
c. Kaca obyek
d. Air bersih (distilled water)
e. Skalpel
f. Pisau skalpel sekali pakai
g. Gunting kecil
h. Penjepit kecil (tweezers)

16
Gambar 1. Alat dan perlengkapan pengambilan sampel darah9.

Pemeriksaan laboratoris untuk bercak darah meliputi menentukan bercak


merah itu darah atau bukan, menentukan bercak darah manusia atau bukan dan
menentukan jenis golongan darah 6. Laboratorium Kriminal pada masa kini telah
menggunakan tiga kategori luas dalam analisa bercak darah. Ketiga kategori itu
adalah :
a. Pemeriksaan serologik konvensional.
Menganalisa protein, enzim dan antigen dalam darah. Substansi ini sangat
mudah terdegradasi daripada DNA dan jenis pemeriksaan ini memerlukan
sejumlah besar sampel dalam kondisi bagus untuk hasil yang optimal.
Jenis pemeriksaan ini jarang bisa mengidentifikasi seseorang secara
statistik.
b. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) DNA analysis.
Analisa langsung pada sekuensi DNA tertentu yang terdapat dalam sel
darah putih. DNA lebih sulit terdegradasi daripada protein, enzim dan
antigen. Tes RFLP DNA biasanya dapat mengidentifikasi personal secara
statistik (satu dari beberapa juta atau beberapa milyar) dan memiliki
kekuatan validitas di sidang pengadilan. Metode ini juga memerlukan
sejumlah besar sampel untuk memperoleh hasil yang signifikan.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA analysis.
Analisa pada sekuensi DNA tertentu yang telah disalin berkali-kali sampai
pada batas jumlah yang dapat dideteksi. PCR dapat bekerja baik pada
sampel yang terdegradasi maupun sampel yang berjumlah sedikit.
Teknologi PCR juga mempunyai kekuatan validitas di sidang pengadilan.
Saat ini, terdapat perhatian untuk kemungkinan adanya kontaminasi yang
bisa memberikan hasil pemeriksaan yang salah. Satu-satunya cara
munculnya hasil yang salah adalah karena kontaminasi silang langsung
dari sampel yang basah.
Pada masa sekarang, pengadilan tidak mengakui barang bukti darah dapat
berhubungan secara meyakinkan dengan individu. Pengadilan lebih percaya pada
sidik jari, jejas gigitan, patahan kuku dan tulisan tangan. Jika hasil pemeriksaan DNA
digunakan dalam pengadilan, maka bisa menjadi alat bukti yang berhubungan dengan
individu dengan derajat ketepatan yang tinggi. Sebenarnya, analisa RFLP DNA
dikenal dengan sebutan “sidik jari DNA”. Pengadilan membuat peraturan bahwa hasil
pemeriksaan DNA hanya bisa diberikan dalam bahasa statistik. Seorang ilmuwan
forensik tidak bisa bersaksi bahwa bercak darah yang ditemukan berasal dari individu
secara spesifik. Dia dapat bersaksi berdasarkan studi populasi, hanya satu orang
dalam beberapa juta atau milyar yang mempunyai profil DNA yang khas. Dia bisa
bersaksi jika tersangka atau korban mempunyai profil DNA tersebut 8.

1.1 Bercak Darah Kering


Jika benda yang terkena noda darah berukuran kecil dan mudah diangkut,
maka kemas dalam kantung kertas atau amplop. Keuntungannya adalah interaksi
yang minimal antara penyidik dengan bercak darah, memudahkan ahli serologi untuk
mengambil sampel dan kemungkinan kontaminasi serta penipisan bisa diminimalkan
dengan menghindari penggunaan air sebagi media pengumpulan. Kerugiannya adalah
pekerjaan lebih untuk ahli serologi dan benda yang berukuran besar memerlukan
ruang penyimpanan yang besar pula.
Jika benda yang terkena noda darah terlalu besar dan sulit diangkut ke
laboratorium, maka teknik berikut bisa digunakan untuk mengumpulkan bercak darah
:
a. Memotong bagian benda yang terkena noda darah.
Daerah kontrol negatif (yang tidak terkena noda) juga harus dipotong jika ada,
kemudian dikemas dalam wadah terpisah. Keuntungannya adalah
menghindari penggunaan air sebagai media pengumpul, membutuhkan sedikit
interaksi antara penyidik dengan barang bercak darah, tidak membutuhkan
ruang penyimpanan yang besar. Kerugiannya penyidik harus menentukan
bagian mana yang harus diambil dan sebagian material terlalu sulit atau keras
untuk dipotong.
b. Selotip pada bercak darah.
Tempelkan selotip sidik jari (jangan sampai menyentuh sisi lengket selotip
dengan tangan telanjang) pada bercak darah dan daerah sekelilingnya. Tekan
sambil menggeser bagian selotip yang tidak lengket dengan ujung tumpul
pensil untuk memastikan penempelan yang sempurna. Angkat noda darah
seperti mengangkat sidik jari dan tempatkan pada penutup vinyl acetate
(jangan menggunakan penutup kertas karena membuat noda sulit untuk
dianalisa). Proses ini bisa diulang beberapa kali pada noda yang sama jika
diperlukan. Berikan label pada noda dan kemas dalam amplop kertas.
Keuntungannya adalah penghindaran penggunaan air sebagai media
pengumpulan, kontrol negatif bisa dikumpulkan, membutuhkan sedikit ruang
penyimpanan dan merupakan teknik yang mudah untuk dikerjakan.
c. Mengerok bercak darah ke dalam wadah kertas.
Gunakan alat yang bersih dan tajam untuk mengerok bercak darah ke dalam
wadah kertas. wadah tersebut diberi label dan dimasukkan dalam amplop
kertas. jangan gunakan wadah plastik karena listrik statis akan menyebabkan
kerokan bercak darah akan menempel pada pinggiran wadah. Teknik ini bisa
dikombinasikan dengan teknik selotip dengan mengerok bercak di sisi lengket
selotip. Keuntungannya karena tidak menggunakan air, menggunakan sedikit
ruang penyimpanan. Kerugiannya penyidik harus menentukan bercak yang
harus diambil, ketika dikerok bercak darah cenderung untuk pecah menjadi
bagian-bagian kecil, sangat sulit untuk menampung kerokan, kerokan mudah
sekali hilang kecuali dengan teknik kombinasi, sebagian permukaan sulit
dikerok.
d. Menyerap noda dengan setengah inci gulungan benang lembab.
Gunakan hanya air yang bersih untuk membasahi atau melembabkan benang
putih nomor 8. Jangan menyentuh benang dengan tangan telanjang. Letakkan
benang dengan sepasang lidi kapas bersih. Gulingkan gulungan benang di atas
bercak darah, hingga noda dapat terserap ke dalam kapas. Ulangi sampai
minimal empat gulungan benang terpakai. Keringkan di udara lalu kemas
dalam wadah kertas dan masukkan ke dalam amplop. Keuntungan teknik ini
adalah noda darah berkonsentrasi pada area yang kecil dan membutuhkan
sedikit ruang penyimpanan. Kerugiannya adalah penggunaan air
memungkinkan penipisan dan kontaminasi pada noda darah. Untuk
menguranginya gunakan etanol 70% atau aseton.
e. Menyerap noda dengan setengah inci persegi duk katun.
Prosedurnya sama dengan di atas, kecuali bahannya yang berupa 100% katun
muslin (kain katun tipis). Duk harus dididihkan dengan air bersih dan
dikeringkan di udara sebelum digunakan. Langkah ini untuk menghilangkan
pengaruh muslin. Jangan menyentuh kain dengan tangan telanjang.
Keuntungannya adalah bercak terkumpul pada permukaan yang relatif kecil,
memudahkan penanganannya, dan hanya memerlukan sedikit ruang
penyimpanan. Kerugiannya sama dengan menggunakan gulungan benang 8.

1.2 Bercak Darah Basah


a. Jika benda yang kena bercak darah kecil dan mudah dimuat, kemas dalam
kantung kertas atau dengan kantung plastik untuk menghindari kontaminasi.
Bawa ke tempat yang aman dan keringkan di udara. Kemas kembali dalam
wadah kertas yang baru. Keuntungannya adalah memerlukan sedikit interaksi
penyidik dengan barang bukti, memungkinkan ahli serologi dalam
pengambilan sampel. Kerugiannya tambahan kerja bagi ahli serologi dan
benda yang besar memerlukan tempat penyimpanan yang besar pula.
b. Jika benda terlalu besar dan tidak mudah diangkut, serap bercak dengan duk
katun muslin seperti di atas. Kemas dalam wadah kertas dan langkah
selanjutnya sama dengan di atas. Keuntungan cara ini lebih mudah dikerjakan,
memerlukan sedikit tempat penyimpanan dan bercak terkonsentrasi pada area
yang kecil 8.
Langkah pertama setelah menemukan bercak yang diduga darah adalah
dengan melakukan tes penyaringan (presumptive test) untuk membedakan apakah
bercak merah itu benar-benar darah atau bukan3. Pada kasus di mana bercak darah
tidak bisa terlihat dengan jelas, seperti pada kondisi ketika pelaku kejahatan telah
menghapus bercak darah atau senjata yang digunakan telah dicuci, maka kita bisa
menggunakan Luminol test8. Luminol adalah cairan kimia yang jika dikenakan pada
bercak darah, meskipun bercak itu sudah sangat tipis akan menyebabkan bercak darah
itu berpendar dalam gelap. Teknik ini sudah lazim digunakan oleh ahli forensik,
biasanya mereka akan menyemprotkan cairan luminol pada benda yang dicurigai
pernah terkena darah dan dengan segera bisa dilihat luminesensi berwarna biru pucat.
Meskipun teknik ini sudah populer, tetapi memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
a. Pemeriksaan secara empirik untuk menentukan sebuah bercak adalah
darah adalah dengan penampakannya. Jika itu adalah bercak darah,
maka harus terlihat seperti darah pada umumnya. Bercak darah juga
harus terdapat dalam jumlah yang cukup untuk confirmatory test dan
genetic markers test. Ini memerlukan bercak darah yang terlihat
dengan mata telanjang. Reaksi luminol adalah tes yang paling baik
untuk tes penyaringan. Tetapi jika bercak sudah sangat tipis, sehingga
hanya bisa dilihat dengan luminol, maka selanjutnya tidak bisa lagi
dilakukan tes konfirmasi (meyakinkan) terhadap keberadaan bercak
darah.
b. Luminol bisa memberikan hasil positif palsu. Luminol akan bereaksi
dengan ion tembaga, bahan dari tembaga, bahan dari besi, dan ion
kobalt. Senyawa ini juga akan bereaksi dengan potassium
permanganate (ditemukan pada beberapa pewarna pakaian atau
rambut) dan hydrated sodium hypochlorite (pemutih). Ferricyanide
dan peroksidase tanaman juga bisa memberikan reaksi palsu.
c. Penelitian menunjukkan luminol akan menyebabkan hilangnya
beberapa penanda genetik (genetic markers).
d. Karena luminol adalah water based (berbahan dasar cair), maka bisa
menyebabkan jejak darah semakin melebar secara pelan. Luminol juga
bisa menyebabkan bercak yang sudah tipis menjadi semakin tipis
sehingga menurunkan volume bercak darah kurang dari batasan
minimal untuk pemeriksaan penanda genetik.
Sayangnya, beberapa penyidik menggunakan luminol sebagai pilihan pertama
untuk mendeteksi darah. Dengan menggunakan luminol secara ceroboh, dapat
memungkinkan kehilangan informasi penting dalam bercak darah. Ketika sedang
mencari bercak darah di TKP, khususnya darah yang sudah dibersihkan, penyidik
harus menggunakan cahaya berintensitas tinggi untuk mencari jejak darah. Bercak
darah tidak mudah dihilangkan, bercak darah seringkali meninggalkan noda
kecokelatan setelah seseorang berusaha menghilangkannya. Darah juga cenderung
mengalir ke retakan lantai, pinggiran karpet, dll. Dengan melakukan pemeriksaan
secara menyeluruh terhadap TKP dengan cahaya yang terang biasanya penyidik dapat
menemukan bercak tersebut 8.
Metode lain yang digunakan pada tahap penyaringan adalah Tes Benzidine
(leuko-malachite green test). Tes ini berdasarkan reaksi pelepasan oksigen oleh
hemoglobin jika ditambahkan hidrogen peroksida. Oksigen yang terlepas akan
mengoksidasi senyawa benzidine yang telah tercampur dalam cairan asam sehingga
terbentuk warna biru cerah. Tes tersebut bisa dilakukan pada bercak yang kecil
dengan cara mengusap bercak menggunakan kertas filter untuk kemudian dikerjakan
pemeriksaan di kertas filter tersebut. Hanya bercak yang memberikan hasil positif
saja yang diperiksa lebih lanjut 6,9.
Kelemahan senyawa benzidine adalah sifat karsinogeniknya, maka
penggunaannya harus sangat hati-hati. Pengganti senyawa benzidine yang lebih aman
kini sudah mulai digunakan secara bertahap. Di antara tes itu adalah Tes
Phnolphtalein atau castle-Meyer test 6,7.
Tes meyakinkan (confirmatory test) adalah kelanjutan dari tes penyaringan
untuk meyakinkan bahwa darah yang diperiksa benar-benar darah manusia dan bukan
darah binatang. Metode pemeriksaan pada tahap ini bisa menggunakan :
a. Tes Serologik
Disebut juga Tes Precipitin yaitu dengan menggunakan anti-human
immunoglobulin atau antisera lain.
b. Tes Kimiawi
Tes Takayama dan Tes Teichmann yang berdasarkan pembentukan
kristal-kristal hemoglobin sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang
maupun menggunakan mikroskop.
c. Spektroskopik
Tes ini menggunakan berbagai reagensia untuk membentuk berbagai
produk dari hemoglobin sehingga tercipta suatu pola spektrum warna yang
khas, misalnya spektrum warna dari methemoglobin.

d. Mikroskopik
Terutama digunakan untuk memeriksa bercak darah yang masih baru atau
segar sehingga bisa dibedakan dengan melihat bentuk dan inti sel darah
yang ditemukan.
Langkah selanjutnya adalah menentukan golongan darah dari bercak yang kita
temukan. Ini penting untuk melihat kesesuaian apakah bercak yang ditemukan berasal
dari korban atau dari orang lain. Penentuan golongan darah bisa menggunakan
berbagai macam metode penggolongan darah, yang terkenal adalah sistem ABO.
Penentuan golongan darah bisa dilakukan pada sampel darah segar maupun yang
telah mengering, bahkan yang masih menempel pada pakaian korban. Selain dari
cairan darah bisa ditentukan juga golongan darah seseorang dari cairan tubuhnya
seperti air liur dan sperma, pemeriksaan ini khusus untuk orang-orang bertipe
sekretor 6.

2. Darah Orang Hidup


Tujuan pemeriksaan ini adalah :
a. Membuktikan adanya alkohol, morfin atau zat psikotropika lain pada darah
pelaku tindak pidana (pelanggaran lalu lintas, pemakai narkoba dan lain-lain.)
b. Membuktikan hubungan paternitas pada tindak kejahatan bidang imigrasi
terutama dengan modus pemalsuan identitas keayahan.
c. Membuktikan tindak pidana perzinahan yang mengakibatkan lahirnya anak
dari hasil perzinahan itu 6.

3. Darah Jenazah
Tujuan pemeriksaan ini adalah :
a. Menentukan golongan darah korban untuk dicocokkan dengan bercak darah
yang ditemukan di TKP.
b. Menentukan sebab kematian jika dicurigai ada unsur keracunan dalam proses
kematiannya 6.
Mintalah ahli patologi untuk mengambil sampel darah langsung dari jantung
saat otopsi kemudian dimasukkan ke dalam tabung berisi asam sitrat dan larutan
dekstrosa (untuk pemeriksaan DNA). Dalam kasus tertentu jika tidak didapatkan
darah yang cair, mintalah ahli patologi untuk mengambil potongan hati, tulang dan
atau jaringan otot yang dalam untuk diperiksa. Jika korban masih hidup dan akan
dilakukan prosedur transfusi, maka pastikan untuk mengambil sampel darah sebelum
transfusi (biasanya sudah menjadi prosedur tetap di rumah sakit) 5.
Teknik pengambilan sampel darah pada penentuan golongan darah tidak
spesifik dari tempat-tempat tertentu. Tetapi untuk pengambilan sampel untuk
pemeriksaan alkohol perlu diambil dari pembuluh darah balik tepi (vena perifer)
terutama vena femoralis. Bila ada kecurigaan keracunan zat-zat lain perlu diambil
darah dari jantung dan vena perifer, ini bermanfaat untuk mengukur kadar
keracunannya. Metode penyimpanan sampel darah sebaiknya disimpan dalam suhu
4oC di dalam refrigerator dengan penambahan sedikit Sodium Florida untuk
mencegah proses enzimatik pembusukan 6.

B. SPERMA
1. Pemeriksaan Spermatozoa (Sel Sperma)
Spesimen basah diambil langsung dari liang senggama dengan oese platina
atau pipet. Jika tidak bisa diambil menggunakan cara ini, maka perlu penyemprotan
cairan fisiologis ke fornix posterior untuk dipusingkan (di-sentrifuge), diendapkan
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Sperma bisa dilihat langsung di bawah
mikroskop atau dicat dulu dengan Methylen Blue maupun Hematoxylin Eosin.
Spesimen kering perlu dilakukan skrining dulu dengan pemeriksaan di bawah
sinar ultraviolet. Bercak sperma akan mengalami fluoresensi jika terkena sinar
ultraviolet. Bercak yang ditemukan dikerok lalu ditetesi dengan larutan fisiologis
(HCl 1%) atau asam asetat glasial 0,3%. Selanjutnya dapat diperiksa di bawah
mikroskop secara langsung ataupun dicat terlebih dahulu. Dalam pengemasan barang
bukti sperma jangan menggunakan kantung plastik, gunakan kantung kertas dan
tunggu sampai kering di udara dahulu, baru dikirim ke laboratorium 6,5.
2. Pemeriksaan Cairan Sperma (Semen)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menghindari salah penafsiran terhadap
bercak sperma yang tidak dapat ditemukan spermatozoa (sel sperma) sehingga
dianggap bukan sperma. Untuk mengetahuinya perlu diperiksa unsur-unsur yang ada
di dalam cairan sperma seperti asam fosfatase (acid phospatase), spermine dan kolin
(choline). Metode pemeriksaan untuk spermine adalah dengan Berberio test,
sedangkan untuk choline menggunakan Florens test 6.
Pemeriksaan sperma sangat penting pada tindak pidana perkosaan atau
kejahatan seksual untuk menerangkan kasus tersebut dan mengungkap identitas
pelaku. Pengungkapan identitas pelaku dimungkinkan dengan pemeriksaan golongan
darah dan atau dengan pemeriksaan DNA dari sel-sel yang ditemukan. Untuk setiap
kejahatan seksual, korban harus diperiksa oleh dokter. Tandai semua barang bukti
pakaian dan kemas dalam wadah yang terpisah. Usahakan seminimal mungkin
memegang barang bukti pakaian tersebut 6,8.

C. RAMBUT
Rambut baik rambut kepala maupun kelamin dapat memberikan banyak
informasi bagi kepentingan peradilan. Rambut bisa memberikan informasi mengenai
saat korban meninggal dunia, sebab kematian korban, jenis kejahatan, identitas
korban, identitas pelaku, dan benda/ senjata yang digunakan dalam tindak kejahatan.
Informasi itu dapat diperoleh dengan meneliti sifat-sifat, gambaran mikroskopik serta
perubahan-perubahan yang terjadi akibat trauma atau keracunan. Pemeriksaan rambut
yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui keaslian rambut, membedakan rambut
manusia dan rambut binatang, menentukan identitas pemilik rambut serta informasi-
informasi lain tentang kejahatan 6.
Ambil semua rambut yang ditemukan, gunakan jari atau penjepit kecil untuk
mengambil rambut dan masukkan dalam kemasan kertas atau amplop. Lipat dan
masukkan ke dalam amplop yang lebih besar serta berikan label. Jika rambut
menancap pada suatu obyek, seperti darah kering, pecahan logam maupun kaca,
jangan berusaha untuk memisahkannya. Biarkan tetap menempel dan kemas beserta
bendanya dalam wadah kertas. Jangan memotong rambut, diperlukan sejumlah 50-
100 buah rambut atau 30-60 rambut kemaluan dalam kasus perkosaan. Jika seseorang
dicurigai sebagai tersangka kumpulkan contoh rambut dari seluruh bagian tubuhnya 6.
Untuk memeriksa keaslian rambut bisa dilakukan secara mikroskopik.
Rambut yang utuh biasanya terdiri dari akar, batang dan ujung. Akar rambut terdiri
dari jaringan ikat longgar, sedangkan batang rambut terdiri dari kutikula, kortek dan
medula. Serat bukan rambut seperti serat sintetis misalnya, akan mempunyai
gambaran yang homogen 6.
Menentukan rambut yang ditemukan berasal dari manusia atau bukan juga
bisa dilakukan di bawah mikroskop, dan untuk lebih akurat lagi bisa menggunakan
tes presipitasi. Perbedaan rambut manusia dan binatang dapat dilihat dalam tabel
berikut ini :

Perbedaan Rambut manusia Rambut binatang


Morfologi Halus dan tipis Kasar dan tebal
Kutikula Bersisik kecil dan bergerigi Bersisik lebar dan polihidral
Medula Sempit, kadang-kadang tidak Lebar
ada
Kortek Tebal Tipis
Index medula < 0,3 > 0,5
Pigmen Lebih ke arah perifer Di perifer maupun sentral
Tabel 1. Perbedaan rambut manusia dan binatang 6

Identitas pemilik rambut meskipun tidak secara personal bisa ditentukan


secara umum dari pemeriksaan rambut. Rambut sebagai bahan yang tahan terhadap
pembusukan dan bahan-bahan kimia dapat dijadikan salah satu sarana identifikasi
mayat-mayat yang sudah tidak bisa dikenali karena membusuk. Identitas umum
tersebut adalah : 6
a. Umur
Lanugo yaitu rambut yang bersifat halus, tidak berpigmen, tidak bermedula
dengan pola sisik yang lebih seragam dapat kita temui pada bayi baru lahir
(neonatus). Pola pertumbuhan kelamin sekunder juga bisa menjadi patokan
umur seseorang, karena rambut pubis dan ketiak akan mulai tumbuh pada
masa adolesen. Warna rambut yang memutih juga bisa diidentifikasi sebagai
milik orang-orang yang sudah tua/ lanjut usia.
b. Jenis kelamin
Rambut laki-laki biasanya lebih kaku dan kasar serta lebih gelap daripada
rambut wanita. Rambut wanita biasanya lebih halus, panjang dan meruncing
ke ujung. Rambut pada dagu (jenggot), bulu dada dan kumis khas pada laki-
laki. Pola penyebaran rambut pubis pada laki-laki dan wanita juga berbeda.
Jika sel-sel akar rambut masih ada, maka bisa dilakukan pemeriksaan sex-
chromatin.
c. Ras
Warna, panjang, bentuk dan susunan rambut bisa memberikan informasi ras
pemiliknya.
d. Golongan Darah
Dengan teknologi sekarang, golongan darah sudah dapat ditentukan dengan
pemeriksaan sehelai rambut dari bagian tubuh manapun.

Ciri-ciri khusus rambut juga dapat membantu proses identifikasi, lebih baik lagi
jika ada pembandingnya. Warna, bentuk, minyak, cat dan struktur mikroskopis dari
rambut dapat dijadikan bahan pembanding bagi kepentingan identifikasi. Nilai
pemeriksaan laboratorium pada spesimen rambut tergantung jumlah rambut yang
terkumpul dan adanya karakteristik yang ditemukan dalam pemeriksaan 6.
BAB III
KESIMPULAN
Sebelum pembuktian ilmiah diterapkan dalam sistem peradilan, berbagai cara
tahayul dan kekerasan digunakan oleh para penegak hukum alam peradilan utuk
memperoleh pengakuan tersangka sebagai bukti terhadap kejahatan yang
dilakukannya. Dalam berkembangnya ilmu dan teknologi, penjahat juga lebih
profesional dan berupaya menghilangkan jejak. Pada umumnya dengan mendasarkan
pada informasi saja, penyidikan sering tidak memperoleh bukti material sehingga
pembuktian akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, penyidik mulai beralih untuk
memperoleh data yang ada di tempat kejadian dan mencari informasi dari para saksi
duna membuktikan terjadinya suatu tindak pidana.
Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu investigasi. Berhasil atau tidaknya suatu penyelidikan sangat
bergantung pada pemeriksaan TKP Dalam meminta pertolongan dokter dalam
penyelidikan TKP, penyidik dikuatkan oleh beberapa dasar hukum. Oleh karena itu,
merupakan kewajiban dokter untuk hadir di TKP apabila diminta terutama dalam
menentukan wajar atau tidaknya suatu kematian, peran dari seorang dokter sangat
diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ballou. S., Stolorow. M., et al. The Biological Evidence Preservation
Handbook: Best Practices for Evidence Handlers. USA: US Department of
Commerence. 2013
2. Dagnan.G., Crime Scene Investigation : Protecting, Processing and
Reconstructing the Scene. USA : Journal of Forensic Identification Vol. 55
No.6. 2005
3. Evans. C., Crime Scene Investigations. USA: Chelsea House. 2009.
4. Miller. M.T., Crime Scene Investigation : Forensic Science: An Introduction
to Scientific and Investigative Techniques. 2012
5. Newton. M., The Encyclopedia of Crime Scene Investigation. USA: Infobase
Publishing. 2008
6. National Police Commision HQ Philippine National Police. Conduct of Crime
Scene Investigation. Philipine : Camp Frame. 2011
7. Robinson, M.R, Cina, J.S., Forensi Scene Investigation. Avaialble from
http://emedicine.medscape.com/article/1680358-overview#showall [Updated
10 Mei 2013]
8. Schollar. J., Harrison.A., Crime Scene investigation. Bioscience Vol.4 No.1.
UK. 2008
9. Travis. J., Rau. R.M., Crime Scene Investigation :A Guide for Law
Enforcement. U.S. Department of Justice.2000

Anda mungkin juga menyukai