Anda di halaman 1dari 2

Dewi Sartika

M IQBAL R
X MIPA 3

Orientasi

Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi daerah Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden
Somanagara. Walaupun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah ibunya bersih keras untuk
menyekolahkan Dewi Sartika di sakola Belanda. Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika di asuh oleh
pamannya yang pada saat itu menjadi patih di Cicalengka. Oleh pamannya, ia mendapatkan
pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda. Sedangkan wawasan kebudayaan barat ia dapatkan dari
seorang Nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda.

Peristiwa dan Masalah

Dari kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidikan dan kegigihan yang dimilikinya untuk
dapat meraih kesuksesan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, ia sering melakukan kegiatan-
kegiatan yang pernah ia dapat di sakola. Yaitu belajar membaca, belajar menulis, belajar bahasan
Belanda, bersama anak-anak pembantu di Kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan
genting dijadikannnya sebagai media untuk mereka belajar bersama. Waktu itu, Dewi Sartika baru
berusia sekitar sepuluh tahun. Ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca tulis dan beberapa
kalimat yang diucapkan oleh anak-anak pembantu dengan menggunakan bahasa Belanda.

Hal itu membuat masyarakat menjadi heboh, karena pada saat itu belum ada anak-anak yang memiliki
kemampuan untuk berbahasa Belanda. Setelah beranjak Remaja, Dewi Sartika kembali lagi kepada
ibunya di Bandung. Jiwanya yang telah tumbuh menjadi dewasa semakin membawanya untuk dapat
mewujudkan cita-citanya. Hal ini di dorong pula oleh pamannya, Bupati Martanagara, yang memang
mempunyai keinginan yang sama dengan Dewi Sartika. Tetapi, meski keinginan yang sama dengan
pamannya, tidak menjadikan cita-cita tersebut dapat terwujud dengan mudah.

Karena pada saat itu terdapat adat yang mengekang kaum wanita. Hal itulah yang membuat pamannya
mengalami kesulitan dan khawatir terhadap Dewi Sartika. Namun karena kegigihan dan perjuangannya,
akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan pamannya dan mendapatkan izin untuk mendirikan sekolah
untuk perempuan.

Sejak tahun 1902, Dewi Sartika sudah dapat merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah
ruangan kecil, tepatnya di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan
beberapa anggota keluarganya yang perempuan. Merendam memasak, membaca, menulis, jahit-
menjahit menjadi materi pelajaran pada saat itu. Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A Martanagara
pada tanggal 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka sebuah Sakola Istri yang merupakan sekolah
perempuan pertama se- Hindia Belanda.
Tenaga pengajarnya ada 3 orang, yaitu Dewi Sartika sendiri dan dibantu oleh dua saudaranya, Nyi
Poerwa dan Nyi. Oewid, Murid-muridnya pada saat itu terdiri dari 20 orang. Setahun kemudian tepatnya
pada tahun 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon
Cau. Lokasi ini dibeli oleh Dewi Sartika dengan uang tabungannya sendiri. Serta bantuan dana dari
Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909, bahasa Sunda lebih memenuhi syarat
kelengkapan sekolah formal.

Pada tahun-tahun berikutnya, dibeberapa wilayah di Pasundan bermunculan beberapa sakola Istri,
terutama sekolah yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang mempunyai cita-cita yang
sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan sakola Istri di kota-kota Kabupaten
Se-Pasundan. Memasuki usia yang ke sepuluh, nama sekolah ini diganti menjadi Sakola Keutamaan Istri.

Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang lainnya yang belum memiliki Sakola Keutamaan Istri hanya
tinggal di tiga tempat. Semangat ini sampai menyebrang ke Bukit Tinggi, dimana Sakola Keutamaan Istri
di dirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap mempunyai Sakola Keutamaan Istri
di tiap daerahnya pada tahun 1920. Ditambah lagi beberapa yang berdiri di kota Kewedanaan.

Pada bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang berusia
25 tahun itu, yang kemudian berganti nama lagi menjadi “Sakola Raden Dewi”. Atas jasa dalam bidang
pendidikan, Dewi Sartika dianugrahi bintang jasa oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dewi Sartika
meninggal pada tanggal 11 September 947 di Tasikmalaya dan dimakamkan di Cigagadon Desa Rahayu,
Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dia dimakamkan kembali di kompleks pemakaman Bupati
Bandung di Jalan Karang Anyar, Kabupaten Bandung.

Reorientasi

Sudah sepantasnya kita sebagai generasi muda harus mengenang jasa Dewi Sartika. Semangat dan
jasanya dalam memperjuangkan pendidikan untuk kaum wanita tidak sepantasnya kita lupakan begitu
saja. Semoga dengan apa yang telah dilakukannya, wanita-wanita di Indonesia dapat memperoleh
pendidikan yang lebih baik lagi untuk masa depan yang lebih cerah. Itulah pembahasan singkat
mengenai pengertian teks biografi, unsur kebahasaan teks biografi, ciri ciri teks biografi, struktur teks
biografi, jenis jenis teks biografi, dan contoh teks biografi singkat beserta strukturnya. Semoga dengan
artikel ini kamu dapat lebih memahami apa itu teks biografi.

KAIDAH KEBAHASAAN

PARAGRAF 1 PARAGRAF 2

Promina =IA PROMINA = IA


Kata acuan = nya pada ibunya,ayahnya,pamanya Kata acuan = nya pada
= dewi sartika pamanya,,saudaranya,sekolahnya = dewi sartika
Konjungsi = dengan,untuk,sedangkan,walaupun Konjungsi =dan,untuk

Anda mungkin juga menyukai