Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Makalah kami yang berjudul “Model Timbulnya Penyakit
Segitiga Epidemiologi“ ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Epidemiologi
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER…….......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 4
1.1 Latar Belakang................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 4
1.3 Tujuan.............................................................................................. 5
BAB II DASAR TEORI........................................................................ 6
2.1 Pengertian Epidemiologi..................................................................
2.2 Pengertian segitiga epidemiologi......................................................
2.3 Interaksi Agen, Host, dan Lingkungan pada epidemiologi...............
2.4 Karakteristik segitiga epidemiologi..................................................
BAB III
PEMBAHASAN…………………………………………………….
3.1 Model timbulnya penyakit-penyakit dengan konsep segitiga
epidemiologi…………………………………………………………
BAB IV PENUTUP...............................................................................
4.1 Kesimpulan........................................................................................
4.2Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
4
1. Untuk mengetahui pengertian epidemiologi
2. Untuk mengetahui yang di maksud dengan segitiga epidemiologi
3. Untuk mengetahui Bagaimana Interaksi Agen, Host, dan Lingkungan pada
epidemiologi
4. Untuk mengetahui apa saja karakteristik segitiga epidemiologi
5. Untuk mengetahui model timbulnya penyakit-penyakit dengan konsep
segitiga epidemiologi
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Gangguan keseimbangan yang memungkinkan terjadinya penyakit
berkaitan dengan :
1. Terjadinya penjamu yang rentan (susceptible host)
2. Keterpaparan oleh faktor agen yang potensial berisiko (faktor risiko)
3. Keadaan perubahan lingkungan yang mendukung keterpaparan oleh agent
dan penjamu yang makin rentan.
Resiko
Sakit
:
b
u
ik
7
jm
t
a
r
n
e
g
p
L
P
y
R
A
digambarkan pada gambar berikut.
Pe
nja
mu
Selanjutnya sakit bisa terjadi jika ada interaksi negatif atau yang
merugikan penjamu seperti gambar berikut.
S
a
8
c. Gender : ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau hanya
mungkin pada salah satu gender(ca. servik)
d. Suku/ras/warna kulit : dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih
dan kulit hitam di Amerika
e. Keadaan fisiologi tubuh : kelelahan, kehamilan, pubertas, stres, atau
keadaan gizi
f. Keadaan imunologis : kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi
sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan
buatan (vaksinasi)
g. Tingkah laku (behaviour) : gaya hidup, personal hygiene, hubungan
antarpribadi, merokok, napza dan rekreasi.
b. Faktor Agen (faktor penyebab)
Agen adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang
dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada beberapa penyakit
agen ini adalah sendiri, misalnya padapenyakit-penyakit infeksi.
Sedangkan yang lain bisa terdiri dari beberapa agen yang bekerja sama,
misalnya pada penyakit kanker. Yang dapat dimasukkan sebagai faktor
agen adalah :
a. Faktor nutrisi (gizi) : bisa dalam bentuk kelebihan gizi, misalnya tinggi
kadar kolesterol atau bisa dalam bentuk kekurangan gizi baik lemak,
protein,dan vitamin.
b. Penyebab kimiawi : misalnya zat-zat beracun seperti pengawet,
pewarna, karbon monoksida, asbes, cobalt, atau zat allergen.
c. Penyebab fisik : misalnya radiasi dan traumamekanik (pukulan,
tabrakan).
d. Penyebab biologis:
Metazoa : cacing tambang, cacing gelang, schitosomiasis.
Protozoa : amoeba, malaria.
Bakteri : typhoid, siphilis, pneumonia, tuberculosis.
Fungi (jamur) : histoplasmosis, taenia pedis.
Rickettsia : Rocky mountain spotted fever.
9
Virus : campak, cacar (smallpox), poliomyelitis
Konsep faktor agen ini secara klasik memang hanya didefinisikan
sebagai organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan
penyakit. Pengertian agen ini tentunya hanya sebatas penyebab untuk
penyakit infeksi. Dalam pengertian klinik, faktor agen ini setara maksudnya
atau penggunaanya dengan istilah etiologi. Dari segi epidemiologi terjadi
perkembangan konsep faktor agen ini dengan menggunakan terminologi
faktor risiko (risk factors). Istilah faktor risiko mencakup seluruh faktor
yang dapat memberi kemungkinan penyebab penyakit.
c. Faktor Lingkungan
Adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa
lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Yang tergolong faktor lingkungan
meliputi:
1) Lingkungan fisik
Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia
baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan
lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi
serta radiasi) meliputi :
Udara keadaan cuaca, geografis, dan golongan
Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk
pemencaran pada air, dan
Unsur kimiawi lainnya pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan
lain sebagainya.
Lingkungan fisik ini ada yang termasuk secara alamiah tetapi
banyak pula yang timbul akibat manusia sendiri.
2) Lingkungan biologis
Beberapa mikroorganisme patogen dan tidak patogen
Vektor pembawa infeksi
10
Berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi
kehidupan manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan
makanan dan obat-obatan),maupun sebagai reservoir/sumber
penyakit atau pejamu antara (host intermedia) ; dan
sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit tertentu
terutama penyakit menular.
Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan
memegang peranan yang penting dalam interaksi antara manusia
sebagai pejamu dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur
lingkungan yang menguntungkan manusia (sebagai sumber
kehidupan) maupun yang mengancam kehidupan / kesehatan
manusia.
3) Lingkungan sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem
organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu
yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi :
hukum, administrasi dan lingkungan sosial politik, serta sistem
ekonomi yang berlaku
Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat
Sistem pelayanan kesehatanserta kebiasaan hidup sehat masyarakat
setempat
Kebiasaan hidup masyarakat
Kepadatan penduduk. Kepadatan rumah tangga, serta berbagai
sistem kehidupan sosial lainnya.
berupa migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja, keadaan perumahan,
keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana alam, perang,
banjir).
11
2.3 Interaksi Agen, Host, dan Lingkungan
12
Interaksi yang terjadi dapat berupa sembuh sempurna, cacat,
ketidakmampuan, atau kematian.
Agent: Bakteri,
Host : manusia
Lingkungan:
13
2.4 Karakteristik Segitiga Epidemiologi
a. Karakteristik Penjamu
1) Resistensi
Kemampuan dari penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi.
Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme
pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.
2) Imunitas
Kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis,
dapat secara alamiah maupun perolehan (non-alamiah), sehingga tubuh
kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri,
pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat
menciptakan kekebalan tersendiri. Misalnya campak, manusia
mempunyai kekebalan seumur hidup, mendapat imunitas yang tinggi
setelah terserang campak, sehingga seusai kena campak sekali maka
akan kebal seumur hidup.
3) lnfektifnes (infectiousness)
Potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada
orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam
tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.
b. Karakteristik Agen
1) Infektivitas
Kesanggupan dan organisme untuk beradaptasi sendiri terhadap
lingkungan dan penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak
14
(multiply) dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah
tertentu dan suatu mikroorganisma untuk mampu menimbukan infeksi
terhadap penjamunya. Dosis infektivitas minimum (minimum
infectivious dose) adalah jumlah minimal organisma yang
dibutuhkanuntuk menyebabkan infeksi. Jumlah ini berbeda antara
berbagai spesies mikroba dan antara individu.
2) Patogenesitas
Kesanggupan organisme untuk menimbulkan suatu reaksi klinik khusus
yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang.
Dengan perkataanlain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang
yang terinfeksi, Hampir semua orang yang terinfeksi dengan virus
smallpox menderita penyakit (high pathogenicthy), sedangkan orang
yang terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).
3) Virulensi
Kesanggupan organisme tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis
yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian. Virulensi
kuman menunjukkan beratnya (severity) penyakit.
4) Toksisitas
Kesanggupan organisme untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis
dan substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan
untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.
5) Invasitas
Kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar
setelah memasuki jaringan.
15
6) Antigenisitas
Kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi imunologis dalam
penjamu. Beberapa organisma mempunyai antigenisitas Iebih kuat
dibanding yang lain. Jika menyerang pada aliran darah (misalnya virus
measles)akan lebih merangsang immunoresponse dan yang hanya
menyerang permukaan membran (misalnya gonococcus).
c. Karakteristik Lingkungan
1) Topografi
Situasi lokasi tertentu, baik yang natural maupun buatan manusia yang
mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu penyakit
tertentu.
2) Geografis
16
BAB III
PEMBAHASAN
Berikut ini pembahasan mengenai beberapa model timbulnya penyakit-
penyakit dengan konsep segitiga epidemiologi.
A. Tuberkolosis
1. Agent
Tuberkulosis, di Indonesia umumnya disebut TBC atau TB,
disebabkan oleh berbagai strain mikrobakteria, umumnya
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan penyakit
menular melalui droplet nuclei oleh seorang penderita TB aktif.
Tuberkulosis menyerang paru-paru dan dalam kasus tertentu
berdampak pada organ lain. Umumnya tuberkulosis bersifat
asimtomatis dan laten, satu dari sepuluh kasus infeksi berkembang
dari laten menjadi aktif.
Infeksi TB bermula ketika mikobakteria masuk dalam alveoli paru
lalu menginvansi dan bereplikasi dalam endosom makrofag alveolus.
Lokasi primer infeksi dalam paru-paru dikenal dengan nama “fokus
Ghon” yang terletak di bagian atas lobus bawah, atau bagian bawah
lobus atas. Tuberkulosis paru dapat juga terjadi melalui infeksi aliran
darah yang dikenal dengan nama “fokus Simon”. Infeksi fokus
Simon biasanya ditemukan di bagian atas paru-paru. Penularan
hematogen juga dapat menyebar ke lokasi-lokasi lain seperti nodus
limfa perifer, ginjal, otak, dan tulang
2. Host
Pada tingkat global, faktor resiko paling penting adalah orang
dengan HIV/AIDS. 13% dari seluruh kasus tuberkulosis ternyata
adalah akibat dari menurunnya imunitas pada ODHA. Masalah ini
umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika yang merupakan
endemik HIV. Umumnya tuberkulosis diderita oleh orang tua dengan
17
sistem imun rentan. Tuberkulosis juga sering dikaitkan dengan gizi
buruk. Orang yang juga memiliki faktor resiko tinggi antara lain:
orang yang menyuntik obat terlarang, penghuni dan karyawan
tempat berkumpulnya orang-orang rentan (antara lain penjara dan
gelandangan, orang dengan tingkat ekonomi menengah kebawah
yang tidak memiliki akses kepada pelayanan kesehatan, minoritas
suku yang beresiko tinggi, orang dengan penyakit paru-paru, orang-
orang merokok, alkoholisme, serta tenaga kesehatan yang melayani
orang-orang tersebut.
Penderita harus menjalani pengobatan dengan konsumsi antibiotik,
umumnya isoniazid dan rifampisin. Pengobatan tuberkulosis laten
biasanya menggunakan antibiotik tunggal dan dicegah untuk
munculnya penyakit yang sama selanjutnya. WHO menyarankan
directly observed therapy di mana tenaga kesehatan mengawasi
langsung penderita mengonsumsi obatnya.
Di Indonesia, pencegahan tuberkulosis dilakukan dengan pemberian
vaksin BCG. Selain itu, infeksi dapat dicegah dengan memenuhi
asupan gizi, mencukupi kebutuhan istirahat, dan menghindari stress
fisik dan mental.
3. Environment
Untuk mencegah penularan, usaha yang dapat dilakukan antara lain:
memisahkan penderita aktif dan memasukkan penderita dalam
rejimen obat anti-TB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan
efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang non resisten biasanya
sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain. Jika terjadi
infeksi, perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang
baru terinfeksi menjadi cukup infeksius untuk menularkan penyakit
ini ke orang lain.
Tuberkulosis lebih umum muncul di negara berkembang. Kurang
lebih 80% dari populasi di berbagai negara Asia dan Afrika
memberikan tes tuberkulis positif, dan hanya 5-10% dari populasi
18
AS memberikan hasil positif. Negara dengan perkiraaan tingkat
insiden tertinggi adalah Swaziland, dengan 1200 kasus per 100.000
orang, India memiliki total insiden terbesar, dengan estimasi 2 juta
kasus baru. Di negara maju, tuberkulosis tidak umum dan
kebanyakan ditemukan di wilayah hutan. Pada tahun 2010, laju TB
per 100.000 orang di berbagai tempat di dunia adalah 178. Sanitasi
yang buruk seringkali mendukung infeksi ini.
B. Hepatitis A
1. AGENT
Klasifikasi virus hepatitis A
Kingdom : Virus
Filum : Pikarnavrides
Kelas : Pikarnavrides
Famili : Pikornavidae
Ordo : Pikornavridales
Spesies :
Morfologi virus hepatitis A
Hepatitis A adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis A (HAV) virus genom RNA beruntai tunggal dan linear
dengan ukuran 7.8 kb. Virus hepatitis A merupakan anggota famili
pikornaviradae berukuran 27-32 nm dengan bentuk partikel yang
membulat. HAV mempunyai simetri kubik, tidak memiliki selubung,
serta tahan terhadap panas dan kondisi asam.
HAV mula-mula diidentifikasi dari tinja dan sediaan hati.
Penambahan antiserum hepatitis A spesifik dari penderita yang
hampir sembuh (konvalesen) pada tinja penderita diawasl masa
inkubasi penyakitnya, sebelum timbul ikterus, memungkinkan
pemekatan dan terlihatnya partikel virus melalui pembentukan
agregat antigenantibodi. Asai serologic yang lebih peka, seperti asai
mikrotiter imunoradiometri fase padat dan pelekatan imun, telah
19
memungkinkan deteksi HAV di dalam tinja, homogenate hati, dan
empedu, serta pengukuran antibodi spesifik (IgG untuk kasus infeksi
lalu dan IgM untuk kasus infeksi akut) di dalam serum (Abbot,
Laboratorium Diagnostic,1981; Krugman S, 1979).
Sifat umum dari virus hepatitis A ini dapat ditinjau dari segi
pengendalian mikrobiologis dan resistensinya. Dari segi
pengendalian mikrobiologis, virus ini dapat dirusak dengan cara
diotoklaf (121˚C selama 20 menit), dengan dididihkan dalam air
selama 5 menit, dengan penyinaran ultra ungu (1 menit pada 1.1
watt), dengan panas kering (180˚C selama 1 jam), selama 3 hari pada
37˚C atau dengan khlorin (10-15 ppm selama 30 menit). Dari segi
resistensinya, HAV relativ resisten terhadap cara-cara desinfeksi. Ini
menunjukkan perlu diambil tindakan-tindakan pencegahan istimewa
dalam menangani penderita hepatitis beserta produk-produk
tubuhnya.
2. HOST
HVA menyerang manusia, baik dewasa maupun anak-anak.
Siapapun yang belum pernah terinfeksi atau divaksinasi dapat
terkena hepatitis A. Di daerah di mana virus tersebar luas, sebagian
besar yang terinfeksi HAV adalah anak usia dini. Faktor risiko lain
untuk virus hepatitis A antara lain obat-obatan suntik, tinggal
serumah dengan orang yang terinfeksi, atau mitra seksual dari
seseorang dengan infeksi HAV akut
3. ENVIRONMENT
Orang yang tinggal di daerah dengan sanitasi yang buruk
memiliki risiko yang lebih tinggi. Sistem sanitasi yang buruk
menyebabkan penularan penyakit lebih mudah, dan karena itu lebih
banyak kasus yang muncul. Data yang terdapat pada Statistik
Kesejahteraan Rakyat 2007 menyebutkan bahwa presentase rumah
tangga yang memiliki sumber air minum terlindung sebesar 81.48 %.
20
Provinsi dengan presentase terbesar dengan rumah tangga yang
memiliki sumber air minum terlindung adalah DKI dengan
presentase 98.94%. Sedangkan provinsi dengan presentase terkecil
rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung adalah
Bengkulu, 45.93%. Sementara provinsi Sumatera Selatan memiliki
presentase rumah tangga dengan sumber air minum terlindung
sebesar 62.99%.
Orang yang tinggal di daerah padat penduduk memiliki risiko
lebih tinggi untuk terpapar HAV. Berdasarkan data Biro Pusat
Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2007 tercatat
sebesar 225.642.124 dengan tingkat kepadatan penduduk 118 per
km2. Tingkat kepadatan paling tinggi masih didominasi oleh
provinsi-provinsi di pulau Jawa. Provinsi yang memiliki kepadatan
tertinggi adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar 13.651 jiwa per km2.
Kepadatan penduduk terendah di provinsi Papua, yaitu hanya 6 jiwa
per km2.
Selain sanitasi yang tidak baik dan kepadatan penduduk,
penyakit ini juga erat terkait dengan kebersihan pribadi (personal
hygiene) yang buruk. Umumnya masyarakat yang tinggal di daerah
padat penduduk sebagai tujuan dari urbanisasi akan membentuk
perkampungan kumuh (slum area) dikarenakan keadaan ekonomi
yang belum memadai. Hal ini tentu akan memberikan dampak
prilaku negatif terhadap kebersihan pribadi masyarakat tersebut,
yang akan cenderung tidak terlalu memperhatikan status kesehatan.
Di daerah dengan karakteristik seperti di atas inilah kasus
infeksi penyakit menular hepatitis A akan mudah menyebar dan
berpotensi menjadi wabah.
C. Ascaris lumbricoides
4. AGENT
Klasifikasi Ascaris lumbricoides
21
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
5. HOST
22
Setelah masuk ke dalam tubuh, larva cacing tambang akan terbawa aliran
darah ke dalam tenggorokan, jantung, paru-paru, lalu tumbuh dan
berkembang di dalam usus kecil. Mereka menempel di dinding usus dan
mulai mengganggu kesehatan manusia.
Cacing tambang akan bertelur dan berkembang biak di dalam usus kecil
sebelum keluar dari tubuh manusia melalui feses. Telur-telur itu akan
kembali menetas di tanah yang terkontaminasi dan siklus hidup cacing
tambang terus berputar.
6. ENVIRONMENT
Ascariasis dapat ditemukan di mana saja, tetapi lebih sering terjadi di
wilayah dengan fasilitas kebersihan yang kurang memadai. Menurut data
World Health Organization (WHO), lebih dari 10 persen populasi dunia
terinfeksi cacing, dan paling banyak disebabkan oleh cacing gelang.
Data WHO juga menyebutkan, angka kematian akibat ascariasis berat
diperkirakan mencapai 60 ribu orang tiap tahun. Dari jumlah tersebut,
kebanyakan adalah anak-anak.
23
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi
(persebaran) dan faktor-faktor tertentu (determinan) masalah kesehatan
dalam masyarakat yang bertujuan untuk penanggulangan masalah
kesehatan. Segitiga epidemiologi (trias epidemiologi) merupakan konsep
dasar epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara
tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah
kesehatan. Segitiga ini merupakan gambaran interaksi antara tiga faktor
yakni host (tuan rumah/penjamu), agent (faktor penyebab), environment
(lingkungan).
Faktor resiko timbulnya penyakit dalam model segitiga epidemiologi:
1. Penjamu (Host) yaitu manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi
tempat terjadinya proses alamiah penyebab penyakit.
2. Faktor penyebab (Agent) yaitu suatu unsur, organisme hidup atau kuman
infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit.
3. Lingkngan (Environment) yaitu semua faktor luar dari suatu individu
yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial.
Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekan perlunya
analisis dan pemahaman masing – masing komponen. Penyakit dapat terjadi
karena ketidakseimbangan antara ketiga komponen tersebut. Model ini
cocok untuk menerangkan penyebab infeksi seperti Tuberkolosis (TBC),
hepatitis, ascariasis limbricoides dll.
24
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan diatas kita dapat mengetahui bahwa
penyakit bukan hanya diakibatkan oleh satu faktor tetapi juga dapat
diakibatkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan maka dari itu
sebaiknya kita memandang keberadaan penyakit secara lengkap agar
penanganan dapat dilakukan lebih komprehensif.
25
DAFTAR PUSTAKA
26