Anda di halaman 1dari 10

E-Jurnal Matematika Vol. 8(3), Agustus 2019, pp.

236-245 ISSN: 2303-1751


DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2019.v08.i03.p259

PEMODELAN JUMLAH KASUS PNEUMONIA BALITA DI


JAWA TIMUR MENGGUNAKAN REGRESI SPATIAL
AUTOREGRESSIVE MOVING AVERAGE

Made Narymurti Widyastuti1§, I Gusti Ayu Made Srinadi2, Made Susilawati3

1
Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: nary.widyastuti@gmail.com]
2
Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: srinadi@unud.ac.id]
3
Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: susilawati.made@gmail.com]
§
Corresponding Author

ABSTRACT

The purpose of this study is to model and determine the factors that significantly influence the number
of toddler pneumonia cases in East Java Province. Modeling the number of toddler pneumonia cases
was conducted using spatial autoregressive moving average (SARMA) regression analysis. The results
showed that the best model to modeling was SARMA (1.1) with the AIC value is and the
coefficient of determination ( is . The significant factors that affect the number of these
cases are the number of toddler receiving complete basic immunization and the number of toddler
receiving health services in each district/city.
Keywords: Regression, SARMA, toddlers Pneumonia case

1. PENDAHULUAN
Analisis regresi spasial adalah metode Di Provinsi Jawa Timur pneumonia pada
statistika untuk data yang memiliki pengaruh balita masih menjadi masalah kesehatan yang
lokasi atau daerah. Analisis terhadap data cukup besar. Pada tahun 2017 kasus pneumonia
seperti ini memerlukan perhatian khusus karena di Provinsi Jawa Timur mencapai 86.358 balita
kondisi dari suatu lokasi pengamatan berbeda penderita ditemukan dan ditangani. Walaupun
dengan lokasi pengamatan lain. Meskipun jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya
demikian, sesuai dengan hukum pertama (tahun 2016 mencapai 102.712), kasus
geografis yang dikemukakan oleh Tobler pneumonia balita di Provinsi Jawa Timur masih
kondisi di suatu lokasi pengamatan memiliki tinggi.
hubungan yang erat dengan lokasi pengamatan Tingginya jumlah kasus pneumonia balita
lain yang berdekatan (Anselin, 1988). ini berdampak buruk bagi kualitas kesehatan.
Pemodelan spasial dapat dibedakan Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal ini
menjadi dua yaitu pemodelan dengan tipe data dilakukan analisis guna meminimalkan jumlah
berdasarkan pendekatan titik dan tipe data kasus tersebut. Penularan penyakit serta
berdasarkan pendekatan area. Selain itu, peningkatan frekuensi infeksi pneumonia balita
dikembangkan analisis spasial dengan pengaruh menurut Qaulyiah (2010) dipengaruhi oleh
spasial pada tingkat yang lebih tinggi yaitu letak geografis. Oleh karena itu analisis
spatial autoregressive moving average dilakukan dengan analisis regresi SARMA
(SARMA). Model SARMA memiliki struktur untuk memodelkan kasus pneumonia pada
yang dibangun melalui model deret waktu setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
ARMA. Dalam model SARMA terdapat Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
matriks pembobot spasial sebagai pengganti memodelkan jumlah kasus pneumonia di setiap
pengaruh waktu pada model deret waktu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur serta
ARMA. Menurut Kruk (2002) kelebihan dari untuk mengetahui faktor yang secara signifikan
model ini adalah parameter model spasial dapat berpengaruh terhadap jumlah kasus pneumonia
diestimasi untuk hubungan spasial pada balita di Provinsi Jawa Timur.
tingkatan yang lebih tinggi.

236
Widyastuti, M.N., I G.A.M. Srinadi, M. Susilawati Pemodelan Jumlah Kasus Pneumonia Balita di Jawa Timur…

2. METODE PENELITIAN Nilai statistik uji Durbin-Watson ( )


Data pada penelitian ini berupa data dibandingkan dengan nilai dan
sekunder yang diperoleh dari Profil Kesehatan pada tabel Durbin-Watson. Daerah kritis
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Unit didefinisikan sebagai berikut:
observasi (amatan) penelitian ini adalah data - jika maka ditolak yang
profil kesehatan pada 38 kabupaten/kota di artinya terdapat autokorelasi;
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2017. Varibel - jika maka tidak dapat
dependen penelitian ini adalah jumlah kasus ditolak yang artinya tidak terdapat
pneumonia balita di setiap kabupaten/kota di autokorelasi;
Provinsi Jawa Timur .Variabel independen - jika maka pengujian
terdiri dari jumlah balita yang mendapat ASI tidak meyakinkan.
eksklusif , jumlah balita yang mendapat c. Tidak terdapat multikolinieritas, artinya
imunisasi dasar lengkap , jumlah balita tidak terdapat hubungan linier yang
sempurna antar variabel bebas.
yang mendapatkan pelayanan kesehatan ,
Multikolinieritas pada suatu model regresi
jumlah rumah tangga ber-PHBS , dan
linier diidentifikasi dengan menghitung
jumlah penduduk miskin di setiap
nilai variance-inflating factor (VIF). Nilai
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
𝑉𝐼𝐹 yang kurang dari lima menunjukkan
Metode analisis yang digunakan pada
bahwa tidak terdapat multikolinieritas
penelitian ini adalah analisis regresi spasial
pada model.
autoregresive moving average (SARMA),
d. Sisaan dari model yang diestimasi
dengan tahapan analisis sebagai berikut:
berdistribusi normal.
1. Estimasi Model Regresi Linier dan Uji Kenormalan sisaan dari suatu model dapat
Asumsi Regresi Linier diketahui dengan melakukan uji Jarque-
Analisis regresi merupakan metode Bera. Hipotesis dari uji ini adalah sebagai
statistika yang memanfaatkan hubungan antar berikut:
dua variabel sehingga salah satunya dapat Sisaan mengikuti sebaran normal
diramalkan dari variabel lainnya. Model umum Sisaan tidak mengikuti sebaran
dari analisis regresi dapat dinyatakan sebagai normal
berikut (Kutner, et al., 2005). Uji Jarque-Bera mempunyai distribusi chi-
square dengan derajat bebas 2. Jika
Model regresi linier sederhana yang maka ditolak yang artinya
merupakan landasan dari banyak teori sisaan dari model tidak berdistribusi
ekonometrika memiliki beberapa asumsi normal.
(Gujarati & Porter, 2009), diantaranya yaitu:
2. Uji Kebergantungan Spasial
a. Varians dari galat adalah konstan atau
Regresi spasial merupakan metode
homoskedastisitas.
statistika yang digunakan untuk menganalisis
Menurut Gujarati & Porter (2009), salah
hubungan antara variabel dependen dan
satu uji formal yang dapat dilakukan untuk
independen dengan mempertimbangkan
mengidentifikasi homokedastisitas adalah
pengaruh antar daerah. Model regresi spasial
uji Bruesch-Pagan. Hipotesis dari uji ini
secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut
adalah sebagai berikut:
(Anselin, 1988).
Ragam homogen
Ragam tidak homogen
Matriks sama dengan yang sering
Keputusan penolakan adalah ketika
disebut matriks pembobot spasial ( ). Matriks
nilai . ini berupa matriks simetris berukuran
b. Tidak terdapat autokorelasi antarsisaan. yang menunjukan hubungan kedekatan antar
Mengidentifikasi adanya autokorelasi wilayah. Struktur yang mendasari hubungan
dapat dilakukan dengan uji Durbin- kedekatan antar wilayah adalah bahwa jika dua
Watson. daerah yang memiliki batas umum dengan
Hipotesis dari uji ini adalah sebagai panjang tidak-nol, daerah ini dianggap
berikut: berdekatan dan nilai bobotnya adalah satu, jika
Tidak terdapat autokorelasi tidak makan nilai bobotnya adalah nol.
Terdapat autokorelasi

237
E-Jurnal Matematika Vol. 8(3), Agustus 2019, pp.236-245 ISSN: 2303-1751
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2019.v08.i03.p259

Terdapat pengembangan regresi spasial berdistribusi normal, sehingga dapat dibentuk


pada tingkat yang lebih tinggi yaitu spatial fungsi densitas peluang sebagai berikut:
autoregressive moving average (SARMA).
SARMA merupakan analisis spasial yang [ ]

mengasumsikan bahwa terdapat pengaruh Fungsi likelihood dari fungsi densitas peluang
spasial pada variabel dependen dan sisaan. pada Persamaan (7) adalah sebagai berikut:
Model SARMA merupakan analogi spasial dari
kelas model deret waktu ARMA yang dengan ( ) { }
matriks pembobot spasial sebagai pengganti
faktor waktu dalam model deret waktu ARMA. Logaritma natural dari Persamaan (8) adalah
Model SARMA dikembangkan menjadi model sebagai berikut:
regresi SARMA yang ditandai dengan | |
penambahan variabel independen pada model
SARMA. Model regresi SARMA secara umum [ (
adalah sebagai berikut:
) ]
∑ ∑
diperhatikan bahwa
| | (| 𝑉 𝑉|)
(| || ||𝑉|)
∑ (| || | | |)
| |

|(𝐼 ∑ ) (𝐼
Bila dinotasikan dengan matriks, Persamaan (3)
dapat dinyatakan sebagai berikut.

(𝐼 ∑ ) (𝐼 ∑ ) ∑ )|
Matriks merupakan matriks simetris,
sehingga dapat didiagonalisasi. Oleh karena itu ( ∑ )
dapat dibentuk matriks orthogonal dan 𝑉 ∑
yang memenuhi 𝑉, dengan ( ∑ )
, menyatakan dan Dengan mensubstitusikan Persamaan (10) ke
merupakan nilai eigen dari matriks . Persamaan (9), diperoleh fungsi logaritma
Berdasarkan hal tersebut, Persamaan (4) dapat natural (In) likelihood sebagai berikut:
dinyatakan sebagai berikut:
𝐼 ∑
(𝐼 ∑ )𝑉 (𝐼 ∑ )𝑉
[ (
misalkan:
) ]
(𝐼 ∑ ) ( ∑ )
dengan dan
( ∑ )
.
(𝐼 ∑ )
Penduga parameter model regresi SARMA
𝑉 terdiri dari:
𝑉 a. Penduga Parameter
Sehingga Persamaan (5) dapat dinyatakan Pendugaan parameter diperoleh dengan
sebagai berikut: menurunkan fungsi ln likelihood pada
Persamaan (10) secara parsial terhadap
dan menyatakannya dengan nol. Penduga
parameternya adalah sebagai berikut:

238
Widyastuti, M.N., I G.A.M. Srinadi, M. Susilawati Pemodelan Jumlah Kasus Pneumonia Balita di Jawa Timur…

̂ ( (̂ ̂ ) ) (̂ ̂ ) ̂ kasus dari setiap variabel dikelompokan


menjadi lima kategori yaitu sangat rendah,
b. Penduga Parameter rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Pendugaan parameter diperoleh dengan Pada Lampiran 1 menampilkan pembagian
menurunkan fungsi ln likelihood pada wilayah Provinsi Jawa Timur dengan
Persamaan (11) secara parsial terhadap keterangan warna yang berbeda di setiap
dan menyatakannya dengan nol, sehingga Kabupaten/Kota, sedangkan pada lampiran 2
diperoleh penduga parameternya sebagai menampilkan gambar peta tematik dari setiap
berikut: variabel penelitian. Peta tematik pada Lampiran
̂ (̂ ) ̂ 2 menunjukkan bahwa warna lokasi semakin
gelap mengidentifikasikan penyebaran jumlah
c. Penduga Parameter dan kasus semakin tinggi.
Pendugaan parameter dan tidak dapat - Kabupaten/kota yang masuk dalam kategori
dilakukan dengan dilakukan dengan jumlah kasus pneumonia balita sangat tinggi
menurunkan fungsi ln likelihood (metode adalah Kabupaten Gresik dan Sidoarjo
maximum likelihood estimator) (Huang, (Gambar 2(a)).
1984). Oleh karena itu diperlukan metode - Kategori jumlah balita yang mendapat ASI
iterasi dalam menduga parameternya. eksklusif sangat rendah ada pada Kabupaten
Metode iterasi yang digunakan adalah Lamongan, Kota Probolinggo, Kota Malang,
iterasi numerik Davidon-Fletcher-Powell. Kota Madiun, Kabupaten Lumajang, Kota
Adanya kebergantungan spasial pada data Blitar, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan,
dapat diketahui dengan melakukan uji Kota Kediri, dan Kota Batu (Gambar 2(b)).
Lagrange Multiplier (LM). Terdapat tiga jenis - Kabupaten/kota yang masuk dalam kategori
uji Lagrange Multiplier (LM), antara lain: jumlah balita yang mendapat imunisasi
a. uji kebergantungan spasial pada variabel dasar lengkap sangat rendah adalah
dependen; Kabupaten Probolinggo, Kota Mojokerto,
b. uji kebergantungan spasial pada sisaan; Kota Blitar, Kabupaten Kediri, Kota
c. uji kebergantungan spasial pada variabel Madiun, Kota Batu, Kota Pasuruan,
dependen dan sisaan. Kabupaten Malang, Kota Probolinggo, Kota
3. Pemodelan regresi spatial autoregressive Kediri, dan Kabupaten Pacitan (Gambar
moving average (SARMA) 2(c)).
Setelah itu, data yang memiliki - Kabupaten/kota yang masuk dalam kategori
kebergantungan spasial pada variabel dependen jumlah balita yang mendapatkan pelayanan
dan sisaan dianalisis dengan analisis regresi kesehatan sangat tinggi adalah Kabupaten
(SARMA). Pertama dilakukan penentuan Sidoarjo, Kabupaten Jember, Kabupaten
model SARMA dengan fungsi autokorelasi Malang, dan Kabupaten Surabaya (Gambar
spasial, selanjutnya menduga parameter model 2(d)).
regresi SARMA yang diidentifikasi, memilih - Kabupaten/kota yang masuk dalam kategori
model terbaik dari model yang diidentifikasi jumlah rumah tangga ber-PHBS sangat
dengan kriteria nilai AIC, melakukan uji rendah adalah Kota Batu, Kabupaten Blitar,
signifikansi pada parameter model yang Kabupaten Pacitan, Kota Blitar, Kota
terpilih, dan terakhir interpretasi pada model Pasuruan, Kabupaten Malang, Kota
terbaik. Mojokerto, Kabupaten Sumenep, Kabupaten
Kediri, Kota Blitar, Kabupaten Blitar,
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Situbondo, Kota Lumajang, Kota
Deskripsi Jumlah Kasus Pneumonia Balita Kediri, dan Kabupaten Sampang (Gambar
di Provinsi Jawa Timur serta Faktor yang 2(e)).
Memengaruhinya - Kabupaten/kota yang masuk dalam kategori
jumlah penduduk miskin sangat tinggi
Angka yang menunjukkan banyaknya adalah Kabupaten Sampang, Kabupaten
kasus dari setiap variabel dalam penelitian ini Probolinggo, Kabupaten Jember, dan
tampilkan dalam peta tematik (terlampir), hal Kabupaten Malang (Gambar 2(f)).
ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran
data dari setiap variabel dari sudut
kewilayahan. Dalam peta tematik banyaknya

239
E-Jurnal Matematika Vol. 8(3), Agustus 2019, pp.236-245 ISSN: 2303-1751
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2019.v08.i03.p259

Estimasi Model Regresi Linier dan Uji Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat
Asumsi Analisis Regresi Linier multikolinieritas pada model karena nilai VIF
Estimasi parameter model regresi linier dari masing-masing variabel kurang dari lima.
dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pada Tabel 2 terlihat bahwa masih terdapat
Tabel 1. Estimasi Parameter Model Regresi
pelanggaran asumsi dari uji asumsi analisis
regresi linier yang dilakukan. Pada uji
Estimasi Standar homoskedastisitas hasil yang diperoleh adalah
Parameter Eror ragam tidak homogen dan pada uji autokorelasi
hasil yang diperoleh tidak meyakinkan,
sehingga ada indikasi bahwa terdapat
autokorelasi pada model. Oleh karena itu model
regresi linier pada Persamaan 14 kurang baik
untuk digunakan. Karena model yang diperoleh
kurang baik, terdapat indikasi/kemungkinan
adanya pengaruh spaisal pada data yang
Sumber: data diolah, 2019
Estimasi model regresi linier pada Tabel 1 dianalisis. Untuk mengetahui hal tersebut,
analisis dilanjutkan dengan uji kebergantungan
berdasarkan pada variabel X yang signifikan
spasial guna melihat ada tidaknya pengaruh
berpengaruh, yaitu variabel X yang mempunyai
spasial pada data yang digunakan.
nilai lebih kecil dari 𝛼=0,05. Estimasi model
regresi dapat dituliskan sebagai berikut:
̂ Uji Kebergantungan Spasial
Kebergantungan spasial pada data dapat
diketahui dengan melakukan uji Lagrange
Hasil pengujian asumsi analisis regresi linier
Multiplier. Hasil uji diperoleh sebagai berikut:
pada Persamaan 14, dengan menggunakan
software R diperoleh sebagai berikut: Tabel 4. Uji Lagrange Multiplier
Tabel 2. Uji Asumsi Analisis Regresi Linier Hipotesis Nilai Statisti Uji Keputusan
: diterima.
Hipotesis Uji Statistik Uji Keputusan : Tidak terdapat
= Sisaan =5,866 diterima. kebergantungan
mengikuti df=2 Hal ini berarti spasial pada
sebaran normal p- sisaan pada variabel
= sisaan value=0,05324 model dependen.
tidak mengikuti = 5,991 mengikuti : diterima.
sebaran normal sebaran : Tidak terdapat
normal. kebergantungan
= tidak DW =1,6286 Pengujian spasial pada
terdapat dL =1,2042 tidak sisaan.
autokorelasi dU =1,7916 meyakinkan. : ditolak.
= terdapat Ada indikasi Terdapat
dan
autokorelasi bahwa kebergantungan
:
terdapat spasial pada
dan :
autokorelasi. variabel
= ragam BP = 14,241 ditolak. dependen dan
homogen df = 5 Hal ini berarti sisaan.
= ragam p-value= ragam pada Sumber: data diolah, 2019
tidak homogen 0,01412 model tidak
= 11,070 homogen. Hasil uji Lagrange Multiplier pada Tabel 4
Sumber: data diolah, 2019 menunjukkan bahwa terdapat kebergantungan
spasial pada variabel dependen dan sisaan
Tabel 3. Uji Multikolinieritas
sehingga analisis dilanjutkan dengan model
Variabel Nilai VIF Keputusan
analisis regresi spatial autoregressive moving
2,232909
1,966625
average (SARMA).
Tidak terdapat
2,904407
multikolinieritas Fungsi Autokorelasi Spasial
1,538612
2,216688 Untuk mengidentifikasi model yang tepat
Sumber: data diolah, 2019 dalam pendugaan model SARMA digunakan

240
Widyastuti, M.N., I G.A.M. Srinadi, M. Susilawati Pemodelan Jumlah Kasus Pneumonia Balita di Jawa Timur…

fungsi autokorelasi (ACF) seperti halnya pada Untuk menentukan model terbaik,
model ARMA. Fungsi autokorelasi spasial dilakukan dengan melihat nilai Akaike’s
menunjukkan kekuatan autokorelasi spasial dari Information Criterion (AIC) pada masing-
unit spasial pada tingkat tertentu. masing model. Nilai AIC dari masing-masing
Tabel 5. Uji Signifikansi ACF
model adalah sebagai berikut.

Koefisien Selang (Interval) Tabel 7. Nilai AIC Model Regresi SARMA


Autokorelasi Pada Variabel Dependen Nilai AIC
1 SARMA (1,0)
2 SARMA (0,1)
3 SARMA (1,1)
4 Sumber: data diolah, 2019
5
6 Model terbaik dengan kriteria AIC yang dipilih
7 adalah model SARMA(1,1) karena memiliki
Autokorelasi Pada Sisaan nilai AIC terkecil.
1 Pengujian signifikansi parameter model
2 regresi SARMA (1,1) dilakukan dengan uji
3 Wald. Hasil yang diperoleh adalah sebagai
4 berikut:
5 Tabel 8. Uji Wald Model Regresi SARMA(1,1)
6
7 Parameter Wald
Sumber: data diolah, 2019 -0,56557 0,57169
Hasil Uji signifikansi koefisien autokorelasi 4,39936 0,00001
pada Tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien 3,18990 0,00142
autokorelasi signifikan pada fungsi autokorelasi
0,51871 0,60398
variabel dependen order (tingkat) pertama
karena interval pada koefisien autokorelasi -1,87749 0,06045
tersebut tidak memuat nilai 0, sehingga 3,70011 0,00022
pemodelan regresi SARMA yang akan -2,96207 0,00717
dilakukan adalah pemodelan regresi SARMA Sumber: data diolah, 2019
pada tingkat pertama.
Tabel 8 menunukkan bahwa variabel dan
Pemodelan Regresi Spatial Autoregressive berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
Moving Average (SARMA) Y. Begitu juga dengan variabel Y serta sisaan
Model regresi SARMA pada tingkat dari suatu daerah akan berpengaruh secara
pertama terdiri dari SARMA (1,0), SARMA signifikan terhadap daerah yang dikelilinginya.
(0,1), dan SARMA (1,1). Penduga parameter Estimasi dari model regresi SARMA (1,1)
dari masing–masing model regresi SARMA dapat dituliskan sebagai berikut:
tersebut adalah sebagai berikut:
̂ ∑
Tabel 6. Penduga Parameter Regresi SARMA
Penduga Parameter
SARMA SARMA SARMA
(1,0) (0,1) (1,1) ∑

Model SARMA (1,1) yang dimiliki oleh setiap


kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
berbeda. Hal ini bergantung pada nilai
pembobot spasial dari kabupaten/kota yang
saling berhubungan. Salah satunya adalah
model SARMA (1.1) dari Kabupaten Pacitan
yaitu:
Sumber: data diolah, 2019

241
E-Jurnal Matematika Vol. 8(3), Agustus 2019, pp.236-245 ISSN: 2303-1751
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2019.v08.i03.p259

̂ pelayanan kesehatan di suatu


kabupaten/kota meningkat satu satuan
maka akan meningkatkan jumlah kasus
pneumonia balita di kabupaten/kota
tersebut tersebut sebesar apabila
faktor-faktor lainnya dianggap konstan.
Hal ini sesuai karena semakin banyak
balita yang mendapat pelayanan kesehatan
Interpretasi Model Regresi SARMA berarti semakin banyak balita yang dirawat
Model SARMA (1,1) pada Persamaan 15 dapat karena sakit dan ada kemungkinan bahwa
diinterpretasikan sebagai berikut: penyakit adalah pneumonia.
1. Koefisisien ̂ bermakna jika 6. Model SARMA (1,1) memiliki nilai
suatu daerah dikelilingi daerah lain, sebesar . Hal ini berarti faktor-
maka pengaruh dari masing-masing daerah
faktor yang berpengaruh dalam
yang mengelilinginya dapat diukur sebesar
0,08332 dikali jumlah kasus pneumonia penelitian ini mampu menjelaskan
balita pada daerah di sekitarnya. jumlah kasus pneumonia balita di
2. Koefisien ̂ bermakna jika Provinsi Jawa Timur sebesar ,
suatu daerah dikelilingi daerah lain, sedangkan sisanya dijelskan oleh
maka sisaan dari daerah tersebut dikoreksi faktor lain diluar model.
oleh sisaan dari daerah tetangganya
sebesar dikali nilai pembobot 4. KESIMPULAN DAN SARAN
spasial pada daerah disekitarnya. Kesimpulan
3. Koefisien ̂ bermakna jika
ada variabel yang bernilai 0, maka 1. Pada pemodelan jumlah kasus pneumonia
jumlah kasus pneumonia balita di setiap di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa
kabupaten/kota akan menurun sebesar Timur diperoleh bahwa ada
. Jika tidak ada faktor yang bernilai kebergantungan spasial pada variabel
0, maka nilai ̂ tidak dependen dan sisaan dari model pada
tingkat pertama, sehingga estimasi model
bermakna.
regresi linier dengan koefisien determinasi
4. Koefisien ̂ bermakna jika
( sebesar kurang baik untuk
jumlah balita yang mendapat imunisasi
memodelkan jumlah kasus pneumonia
dasar lengkap di suatu kabupaten/kota
tersebut. Oleh karena itu model yang
meningkat satu satuan maka akan
dipilih adalah regresi SARMA (1,1)
meningkatkan jumlah kasus pneumonia
dengan AIC sebesar dan
balita di kabupaten/kota tersebut sebesar
apabila faktor-faktor lainnya sebesar .
dianggap konstan. Peningkatan jumlah 2. Faktor yang berpengaruh secara
kasus pneumonia yang harusnya menurun signifikan terhadap jumlah kasus
dengan bertambahnya jumlah balita yang pneumonia balita pada setiap
mendapat imunisasi dasar lengkap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
diindikasi disebabkan oleh imunisasi yang adalah jumlah balita yang mendapat
dilakukan tidak sesuai untuk penyakit imunisasi dasar lengkap dan jumlah
pneumonia. Menurut dr. Nastiti balita yang mendapat pelayanan
Kaswandani, Sp.A (K) dalam yang dapat kesehatan
mencegah pneumonia adalah vaksin
Pneumokokus dan HiB yang belum Saran
termasuk dalam program imunisasi dasar 1. Niai yang diperoleh dari model belum
lengkap yang dilakukan oleh pemerintah. cukup tinggi. Disarankan untuk
Vaksin Pneumokokus dan HiB akan menambahkan variabel independen yang
menurunkan 50% angka kematian balita diduga signifikan serta mempertim-
akibat pneumonia. bangkan kelinieran dari model.
5. Koefisien ̂ bermakna jika 2. Dalam penelitian selanjutnya disarankan
jumlah balita yang mendapatkan untuk menggunakan data balita yang

242
Widyastuti, M.N., I G.A.M. Srinadi, M. Susilawati Pemodelan Jumlah Kasus Pneumonia Balita di Jawa Timur…

mendapat vaksin pneumokokus dan HiB


agar faktor yang berpengaruh terhadap
jumlah kasus pneumonia lebih akurat lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L., 1988. Spatial Econometrics:
Methods and Models. Netherlands: Kluwer
Academic Publishers.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2018.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017. Jawa Timur: Dinkes Provinsi
Jawa Timur.
Gujarati, D. N. & Porter, D. C., 2009. Basic
Econometrics. Fifth Edition ed. New York:
McGraw-Hill/Irwin,.
Huang, J. S., 1984. The Autoregressive Moving
Average Model for Spatial Analysis.
Austral. J. Statist, Volume 26(2), pp. 169-
178.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017. Sekilas
Vaksin Pneumokokus. http://www.idai.
or.id/artikel/klinik/imunisasi/sekilas-
vaksin-pneumokokus. Diakses: 6 Mei
2019.
Kruk, R. v. d., 2002. A General Spatial ARMA
Model: Theory and Application (online).
https://core.ac.uk/download/pdf/7036080.p
df. Diakses: 8 November 2018
Kutner, M. H., Nachtsheim, C. J., Neter, J. &
LI, W., 2005. Applied Linear Statistical
Model. Fifth Edition ed. New York:
McGraw-Hill/Irwin.
Qauliyah, Asta. 2010. Referat Kedokteran:
Etiologi dan Patofisiologi Penyakit
Pneumonia.https://www.astaqauliyah.com/
blog/read/1924/referat-kedokteran-etiologi-
dan-patofisiologi-penyakit-
pneumonia.html. Diakses 7 Januari 2019.

243
E-Jurnal Matematika Vol. 8(3), Agustus 2019, pp.236-245 ISSN: 2303-1751
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2019.v08.i03.p259

Lampiran 1. Peta Wilayah Provinsi Jawa Timur

Peta P rov insi Ja w a Tim ur


Jaw a_t im ur.sh p
1. Pa citan
2. Po n o ro go
3. T ren gg a lek
4. T u lu n g ag u n g
5. B lita r
6. K ed iri
7. M alan g
8. L u majan g
9. Je mb er
10. B a ny uw an g i
11. B o n d o wo so
12. S it ub o n d o
13. P ro b o lin g g o
14. P asu r u an
15. S id o arjo
16. M o jo kerto
17. J om b an g
18. N g an ju k
19. M a diu n
20. M a ge tan
21. N g aw i
22. B o jo ne g oro
23. T u b an
24. L am o n ga n
23 25. G resik
25 26 27 28 29 26. B a ng ka la n
24 27. S amp a ng
22 37 28. P ama kas an
29. S u men ep
21 35 15 30. K o ta _ked iri
31. K o ta _b litar
18 17 32. K o ta _ma la ng
20 36 19 16 34 33. K o ta _p ro b o lin g g o
33 34. K o ta _p asu ru an
30 6 38 14 13 12 35. K o ta _mo jo kerto
2 11
32 36. K o ta _ma diu n

1 31
4
37. K o ta _su rab aya
3 4 8 38. K o ta_b a tu
5 7 9
10
N

W E

244
Widyastuti, M.N., I G.A.M. Srinadi, M. Susilawati Pemodelan Jumlah Kasus Pneumonia Balita di Jawa Timur…

Lampiran 2. Peta Tematik Variabel Penelitian

Peta Penyebaran Jumlah Kasus Peta Penyebaran Jumlah Balita yang Mendapat Peta Penyebaran Jumlah Balita yang Mendapat
Pneumonia Balita di Provinsi Jawa Timur ASI Eksklusif di Provinsi Jawa Timur Imunisasi Dasar Lengkap di Provinsi Jawa Timur

1.shp 1.shp 1.shp


23 23 29
23
24 25 26 27 28
29 108 - 669 24 25 26 27 28
29
136 - 2099 22
24 25 26 27 28
1592 - 5681
22

21
22
37 670 - 1466 21
37
2100 - 3808 21
35 15
37
5682 - 12159
35 15
36
35 15
1467 - 2378 36
19 18 17 16 34 3809 - 9202 20
36
19 18 17 16 34
33
12160 - 18374
18 17 16 34 20 33
19 14
20
6 38 14
33
12 2379 - 4736 30 6 38 14
13 12 9203 - 16424 30 6 38
13 11
12 18375 - 23826
30 13 2 11 2 32
32
2 32 11
31 16425 - 26976 31 23827 - 40078
1
3
4
31
8
4737 - 8747 1
3
4
5
7
8
9
1
3
4
5
7
8
9
7 9 10
5 10
10
N N
N

W E W E
W E

S S
S

(a) (b) (c)

Peta Penyebaran Jumlah Balita yang Mendapat Peta Penyebaran Jumlah Rumah Tangga Peta Penyebaran Jumlah Penduduk Miskin
Pelayanan Kesehatan di Provinsi Jawa Timur ber-PHBS di Provinsi Jawa Timur di Provinsi Jawa Timur

23 29 1.shp 23
24 25 26 27 28 23
24 25 29 1.shp 24 25 26 27 28
29 1.shp
22 517 - 11702 26 27 28
21
37 22 1996 - 15042
22
37 7280 - 35890
35 15
11703 - 25178 21
37 21
35891 - 99030
36 35 15 15043 - 38551 35 15
20 19 18 17 16 34
33
25179 - 43963 36 18 17 16 34
36
19 18 17 16 34
99031 - 138540
14 20 19 33 38552 - 96523 20 33
30 6 38
13 12 43964 - 80529 6 38 14 30 6 38 14
12 138541 - 211920
2 32 11 30 13 11
12 96524 - 166094 2 32
13 11
1 4
31 80530 - 149176 2 32 31 211921 - 283960
3
5
7
8
9
1 4
31
8 166095 - 362999 1
3
4
7
8
3 7 5 9
10 5 9
10 10
N N
N

W E W E
W E

S S
S

(d) (e) (f)

245

Anda mungkin juga menyukai