Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecurangan (Fraud)

2.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)

Secara harfiah fraud didefinisikan sebagai kecurangan, namun

pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan

yang luas. Istilah kecurangan yang ditulis oleh Tunggal (2012:189) diartikan

sebagai “Penipuan di bidang keuangan yang disengaja, yang dimaksudkan

untuk mengambil aset atau hak orang maupun pihak lain”.

Menurut Albrecht et al. (2012:6) pengertian kecurangan (fraud) dalam

bukunya Fraud Examination adalah “Fraud is a generic term, and embraces

all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are

resorted to by one individual, to get an advantage over another by false

representations”. Pengertian kecurangan (fraud) di atas adalah istilah umum,

dan mencakup bermacam-macam arti dimana kecerdikan manusia dapat

menjadi alat yang dipilih seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari

orang lain dengan representasi yang salah.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2012) menjelaskan definisi kecurangan


(fraud) adalah “Setiap tindakan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang
timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau
penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji
yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali
disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan
pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia”.

Universitas Sumatera Utara


Pengertian kecurangan (fraud) menurut Hall (2011:113) dalam

bukunya “Principles of Accounting Information Systems” menyatakan bahwa

“Fraud denotes a false representation of material fact made by one party to

another party with the intent to deceive and induce the other party to

justifiably rely on the fact to his or her detriment”.

Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian kecurangan (fraud)

adalah :

1) Pasal 362: Pencurian (definisi KUHP: “mengambil sesuatu, yang


seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum”);
2) Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
membuat utang maupun menghapuskan piutang”);
3) Pasal 372: Penggelapan (definisi KUHP: “ dengan sengaja dan
melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan”);
4) Pasal 378: Perbuatan Curang (definisi KUHP: “ dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang
maupun menghapuskan piutang”);
5) Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit;
6) Pasal 406: Menghancurkan atau merusakkan barang;
7) Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435
yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
(Tuanakotta, 2007:95).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa kecurangan adalah serangkaian tindakan melawan hukum yang

Universitas Sumatera Utara


dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu, yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok dari dalam ataupun luar instansi, untuk

mendapatkan keuntungan yang baik secara langsung atau tidak langsung

merugikan pihak lain.

2.1.2 Jenis-jenis Kecurangan (Fraud)

Penelitian ini menggunakan Fraud Triangle Theory sebagai dasar

teori utama. Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan

seseorang melakukan kecurangan (fraud). Ketiga faktor tersebut digambarkan

dalam segitiga kecurangan (fraud triangle). yang ditunjukkan pada gambar

2.1.

Gambar 2.1 The Fraud Triangle

Fraud triangle menurut Tuanakotta, (2007:105) adalah “Model yang

menjelaskan alasan orang melakukan fraud termasuk korupsi”. Menurut

Tuanakotta (2007:105) mengemukakan bahwa terdapat 3 pemicu utama yang

dikenal dengan nama “fraud triangle” sehingga seseorang terdorong untuk

melakukan fraud, yaitu:

1) Kesempatan (Opportunity)

“ Kesempatan atau peluang menurut (Tunggal, 2011:2) adalah “Situasi

yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai yang

memungkinkan terjadinya kecurangan”. Para pelaku kecurangan percaya

Universitas Sumatera Utara


bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi

karena pengendalian internal yang lemah, pengawasan manajemen yang

kurang baik atau melalui penggunaan posisi. Tuanakotta (2007:106)

mengungkapkan bahwa “Kecurangan selalu memiliki pengetahuan dan

kesempatan untuk melakukan tindakan agar tidak terdeteksi”. Menurut

Tuanakotta (2007:106) ada dua komponen peluang, yaitu:

a) General information, yaitu pengetahuan bahwa kedudukan yang


mengandung kepercayaan dapat dilanggar tanpa konsekuensi.
Pengetahuan ini diperoleh dari pelaku yang ia dengar atau lihat,
misalnya dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan tidak
ketahuan atau terkena sanksi. Untuk melakukan fraud seseorang tidak
cukup hanya dengan dorongan tekanan kebutuhan. Informasi yang
dimiliki membentuk keyakinan bahwa karena kedudukan dan
kepercayaan institusi yang melekat pada dirinya maka fraud yang
dilakukannya tidak akan diketahui.
b) Technical skill, yaitu keahlian yang dimiliki seseorang dan yang
menyebabkan seseorang tersebut mendapat kedudukan. Tanpa
kemampuan yang memadai menyembunyikan fraud atau korupsi tentu
tidak mungkin untuk dilakukan apalagi untuk kasus-kasus korupsi
yang bersifat sistemik.

Diantara ketiga elemen fraud triangle, kesempatan (Opportunity) inilah

yang memiliki kontrol paling atas. Oleh karena itu, dalam mendeteksi

adanya aktivitas kecurangan maka perusahaan atau instansi perlu

membangun sebuah proses, prosedur dan kontrol yang efektif.

2) Tekanan (Pressure)

Tekanan menurut Tunggal, (2011:2) adalah “Dorongan orang untuk

melakukan kecurangan”. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal

termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain, termasuk hal

keuangan dan non keuangan. Tuanakotta (2007:107) mengungkapkan

10

Universitas Sumatera Utara


bahwa “Status sosial pun dapat menjadi suatu tekanan bagi seseorang

untuk melakukan fraud. Tuanakotta (2007:107) mengelompokkannya atas

enam kelompok yaitu :

a) Violation of ascribed obligation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud


akibat seseorang harus menjaga martabatnya saat memiliki kedudukan
atau jabatan.
b) Problems resulting from personal failure, yaitu suatu keadaan melakukan
fraud karena kegagalan yang terjadi pada diri sendiri akibat perbuatan
sendiri.
c) Business reversals, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di
akibatkan oleh faktor eksternal. Contohnya tingkat bunga yang tinggi.
d) Physical isolation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di
akibatkan oleh keterpurukan dalam kesendirian.
e) Status gaining, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan
oleh tidak mau kalah dengan orang lain.
f) Employer-employee relations, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang
di akibatkan oleh kekesalan atau kebencian kepada perusahaannya.

3) Rasionalisasi (Rasionalization)

Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya kecurangan,

dimana pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi

merupakan bagian fraud triangle yang paling sulit untuk diukur.

Rasionalisasi menurut Tunggal, (2011:2) merupakan “Sikap karakter atau

serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai

melakukan tindakan tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan

yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasikan tindakan

yang tidak jujur”. Dalam hal ini Integritas manajemen merupakan penentu

utama dari kualitas laporan keuangan. Ketika integritas manajemen

dipertanyakan, keandalan laporan keuangan diragukan,bagi mereka yang

umumnya tidak jujur maka akan lebih mudah merasionalisasi kecurangan.

Bagi mereka dengan standar moral yang lebih tinggi, mungkin tidak begitu

11

Universitas Sumatera Utara


mudah. Pelaku kecurangan selalu mencari pembenaran rasional untuk

membenarkan perbuatannya.

2.1.3 Klasifikasi Kecurangan (Fraud)

Kecurangan (fraud) dapat diklasifikasikan menjadi dua macam.

Menurut Karni, Soejono (2009:35) klasifikasi kecurangan (fraud), yaitu:

a. Kecurangan Manajemen
Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang
lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime (kejahatan
kerah putih). Kecurangan manajemen ada dua tipe yaitu kecurangan
jabatan dan kecurangan korporasi. Kecurangan jabatan dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai jabatan dan menyalahgunakan jabatannya
itu. Kecurangan korporasi adalah kecurangan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan tersebut
misalnya manipulasi pajak.
b. Kecurangan Karyawan
Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan
dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan manajemen,
kesempatan untuk melakukan kecurangan pada karyawan bawahan jauh
lebih kecil. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai
wewenang. Pada umumnya semakin tinggi wewenang yang dimiliki,
maka semakin besar kesempatan untuk kecurangan.

2.2 Proses Pengadaan Barang

2.2.1 Pengertian dan Hambatan Dalam Proses Pengadaan Barang

Menurut Tuanakotta (2007) Pengertian pengadaan barang adalah

sektor di mana guna memperoleh barang atau jasa dengan harga yang dapat

dipertanggungjawabkan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai, serta tepat

pada waktunya. Hambatan yang biasanya terjadi dalam proses pengadaan

barang, Menurut Tuanakotta (2007) meliputi:

a. Inefisiensi
1) Proses dan tata cara yang tidak sederhana
2) Persaingan tidak sempurna dalam suatu lingkungan usaha
3) Rendahnya daya saing barang/jasa domestic

12

Universitas Sumatera Utara


4) Kurang maksimalnya peran belanja
b. Belanja yang inefisien dan inefektif.
1) Kurangnya pemanfaatan belanja sebagai pasar bagi usaha domestic pada
bidang usaha yang efek pengadaannya banyak.
2) Kurang mendorong keinginan peningkatan kemampuan usaha.
3) Pasar yang pasti untuk tumbuhnya industri dan usaha jasa baru.
c. Governance
1) Transparansi bagi semua stakeholder.
2) Partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam rangka checks and
balances.
d. Akuntabilitas

2.2.2 Pencegahan Fraud (Kecurangan) Pengadaan Barang

Menurut Tuanakotta (2007) pencegahan fraud dapat dilakukan dengan

mengaktifkan pengendalian internal. Pengendalian internal biasanya

merupakan bentuk pengendalian yang banyak diterapkan. Menurut Pope

(2007:29), pencegahan fraud dalam hal pengadaan barang publik, antara lain:

a. Memperkuat kerangka hukum.


Alat yang paling ampuh adalah menyikapi kepada publik.Media dapat
memainkan peran penting untuk menciptakan kesadaran publik
mengenai masalah ini dan untuk membangun dukungan bagi langkah-
langkah yang perlu diambil. Peraturan yang selama ini menjadi
pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa adalah Kepres No. 80
tahun 2003, perlu dikaitkan dengan UU No. 31/1999 untuk dapat efektif
menghalangi tindak pidana korupsi. Persyaratan hukum berikutnya
adalah kerangka yang baik dan konsisten prinsip-prinsip dan praktik-
praktik dasar pengadaan.
b. Prosedur Transparan
Selain dari kerangka hukum, pertahanan berikutnya melawan fraud
adalah prosedur dan praktik yang terbuka dan transparan untuk
melaksanakan proses pengadaan barang itu sendiri. Belum ada orang
yang menemukan cara yang lebih baik untuk melawan fraud dalam
pengadaan barang daripada prosedur seleksi pemasok atau kontraktor
berdasarkan persaingan yang sehat.
Unsur-unsur prosedur transparan adalah sebagai berikut:
1) Menguraikan dengan jelas dan tanpa memihak apa yang akan dibeli.
2) Mengumumkan kesempatan untuk menawarkan barang.
3) Menyusun kriteria untuk mengambil keputusan pada waktu seleksi.
4) Menerima penawaran dari pemasok yang bertanggung jawab.

13

Universitas Sumatera Utara


5) Membandingkan penawaran dan menentukan penawaran yang terbaik,
menurut peraturan yang telah ditetapkan lebih dahulu bagi seleksi.
6) Memberikan kontrak pada penawar yang menang seleksi tanpa
mengharuskannya menurunkan harga atau mengadakan perubahan
lainnya pada penawarannya yang menang itu.
c. Membuka dokumen tender
Satu kunci untuk mewujudkan transparansi dan sikap tidak memihak
adalah pembeli membuka dokumen tender pada waktu dan tempat yang
telah ditetapkan, dihadapan semua pengikut tender didepan umum,
sehingga setiap orang dapat melihat siapa yang mengajukan penawaran
dan dengan harga berapa, dapat mengurangi risiko bahwa tender yang
bersifat rahasia itu dibocorkan kepada peserta lain, diabaikan, diubah
atau dimanipulasi.
d. Evaluasi penawaran
Evaluasi penawaran adalah langkah yang paling sulit dalam proses
pengadaan barang untuk dilaksanakan secara benar dan adil. Bersamaan
dengan itu langkah ini adalah salah satu langkah yang paling mudah
dimanipulasi jika ada pejabat yang ingin mengarahkan keputusan
pemenang pada pemasok tertentu.
e. Melimpahkan wewenang
Prinsip peninjauan ulang dan audit independen sudah diterima luas
sebagai cara untuk menyingkapkan kesalahan atau manipulasi dan
memperbaikinya. Prinsip ini menduduki tempat yang penting dalam
bidang pengadaan barang publik. Namun, prinsip ini juga digunakan
oleh beberapa orang untuk menciptakan peluang untuk melakukan
korupsi. Khususnya, pelimpahan wewenang untuk menyetujui kontrak.
f. Pemeriksaan dan audit independen
Tinjauan ulang dan audit independen memainkan peran yang sangat
penting. Namun, di beberapa negara, tinjauan ulang dan tahap-tahap
persetujuan demikian banyak sehingga seluruh proses pengadaan
barang publik boleh dikatakan lumpuh. Dibeberapa Negara, dalam hal
kontrak besar, diperlukan waktu lebih dari dua tahun paling tidak, untuk
menentukan pemenang, dari sejak penawaran diajukan.

2.3 Pengendalian Internal

2.3.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pengendalian internal menurut Tunggal (2011:1) merupakan

“Rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga

aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan

14

Universitas Sumatera Utara


memperbaiki efisiensi jalannya organisasi serta mendorong kesesuaian

dengan kebijakan yang telah ditetapkan”.

Sementara itu dalam PP No. 8 Tahun 2006 dijelaskan bahwa


“Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh
manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang
memadai dalam pencapaian efektivitas, efesiensi, ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian
laporan keuangan”.

Menurut Mulyadi (2002:171), pengendalian internal meliputi

“Struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk

menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data

akuntansi mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan

manajemen”.

Pengendalian internal menurut AICPA (American Institute of


Certified Public Accountants, 2007) adalah “The plan of organization,
and all of the coordinate methods and measures adopted within a
business, to safe guard its assets, check the reliability of its accounting
data, promote operational efficiency, and encourage adherence to
prescribed managerial policies”.

Pengendalian internal menurut COSO (The Committee of Sponsoring

Organizations of the Treadway Commission’s) (2006:18) adalah :

“ Internal control is broadly defined as a process, effected by an entity's


board of directors, management and other personnel, designed to
provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives
in the following categories:
1) Effectiveness and efficiency of operations.
2) Reliability of financial reporting.
3) Compliance with applicable laws and regulations.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Tunggal (2011:3) bahwa


“Pengendalian internal adalah representatif dari keseluruhan kegiatan di
dalam organisasi yang harus dilaksanakan, dimana proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris ditujukan untuk memberikan
keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian

15

Universitas Sumatera Utara


operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan
kepatuhan terhadap hukum yang berlaku”.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses komprehensif yang

dipengaruhi oleh manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai

sebagai pedoman untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta,

keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum.

2.3.2 Tujuan Pengendalian Internal

Menurut Hall (2011: 124) dalam bukunya “Principles of Accounting

Information Systems” mengemukakan fungsi dari sistem pengendalian

internal yaitu

1) Safeguard assets of the firm

2) Ensure accuracy and reliability of accounting records and

information

3) Promote efficiency of the firm’s operations

4) Measure compliance with management’s prescribed policies and

procedures

Sedangkan Mulyadi (2002:178) menjelaskan tujuan pengendalian

internal terbagi atas dua yaitu:

1) Menjaga kekayaan perusahaan.


Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang
telah ditetapkan, dan pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang
dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya.
2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan,
dan pencatatan transaksi yang terjadi tercatat dengan benar di dalam
catatan akuntansi perusahaan.

16

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian diatas maka dijelaskan bahwa tujuan pengendalian

internal adalah menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai

pedoman dalam perencanaan serta menyediakan informasi tentang bagaimana

menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan. Pengendalian internal

dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya

perusahaan.

2.3.3 Komponen Pengendalian Internal

Pengendalian Internal mencakup lima komponen dasar kebijakan

prosedur yang dirancang manajemen untuk memberikan keyakinan yang

memadai bahwa tujuan tertentu perusahaan dapat dipenuhi. Arens (2010:13)

mengemukakan bahwa :

“Internal control includes five categories of controls that management


design and implements to provide reasonable assurance that
management’s control objectives win be met. These are caned
component of internal control and are:
a. Control Environment
b. Risk Assessment
c. Information and Communication,
d. Control Activities,
e. Monitoring”

Committee of Sponsooring Organizations (COSO) yang dikenal

dengan integrated framework of internal controlnya mendefinisikan

pengendalian internal sebagai berikut :

“ Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors,


management and the other personnel, designed to provided reasonable
assurance regarding the achievement of objective in the following
categories.
a. Effectiveness and efficiency of operations
b. Reliability of financial reporting.

17

Universitas Sumatera Utara


c. Complience with applicable laws and regulation.”

Struktur pengendalian internal bukanlah suatu proses yang berurutan

di mana satu komponen hanya mempengaruhi satu komponen berikutnya,

melainkan suatu multi directional interactive process, di mana hampir semua

komponen dapat mempengaruhi unsur lainnya. Berikut diuraikan penjelasan

kelima komponen Pengendalian Internal yang saling berhubungan, yaitu:

a. Control Environment

Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari berbagai

faktor dalam membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektivitas

kebijakan dan prosedur tertentu. Menurut Sukrisno (2012:14-38), faktor-

faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah sebagai

berikut: integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi,

partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan gaya operasi

manajemen, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung

jawab, serta kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

b. Risk Assessment

Setiap organisasi mempunyai tingkat risiko berbeda yang harus

dikendalikan untuk tercapainya tujuan perusahaan, manajemen harus

mengidentifikasi berbagai risiko agar mencapai tingkat risiko adalah:

“Risk assessment for financial reporting is management’s identification

and analysis of relevant to preparation of financial statement in

conformity with GAAP”. Penilaian risiko untuk laporan keuangan adalah

18

Universitas Sumatera Utara


mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola berbagai risiko yang

berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip

akuntansi berterima umum (PABU).

c. Information and Communication

Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang

meliputi sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun

untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas

(baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi

aset, utang, dan ekuitas yang bersangkutan. Kualitas informasi yang

dihasilkan dari sistem tersebut berdampak terhadap kemampuan

manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam mengendalikan

aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal.

Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan

tanggungjawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap

pelaporan pengadaan barang. Pengawas harus memperoleh pengetahuan

memadai tentang sistem informasi yang relevan dengan pelaporan untuk

memahami:

1) Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan

2) Bagaimana transaksi tersebut dimulai

3) Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalamn

laporan keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan

transaksi

19

Universitas Sumatera Utara


4) Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai

sampai dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat

elektronik (seperti computer dan electronic data interchange) yang

digunakan untuk mengirim, memproses, memelihara dan mengakses

informasi.

d. Control Activities

Menurut Konrath (2002:13-17), aktivitas pengendalian adalah “Control

activities are the policies and procedure that help ensure that

management directives are carried out. They also help ensure that

necessary actions are taken to address risk to the achievement of entity

objectives”.

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu

memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut

membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk

menanggulangi resiko dalam pencapaian tujuan entitas, sudah

dilaksanakan. Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan

diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas

pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan

sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut

ini:

1) Review terhadap kinerja

2) Pengolahan informasi

3) Pengendalian fisik

20

Universitas Sumatera Utara


4) Pemisahan tugas

e. Monitoring

Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kerja pengendalian intern

sepanjang waktu.

2.4 Komitmen Organisasi

2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Hasibuan (2009:39) mendefinisikan komitmen organisasi yaitu


“Sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam
mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi.
Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu: (1) Penerimaan terhadap
nilai-nilai dan tujuan organisasi; (2) Kesiapan dan kesediaan untuk
berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi; (3) Keinginan
untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi”.

Konsep komitmen organisasi telah didefinisikan dan diukur dengan

berbagai cara yang berbeda. Meyer dan Allen (2007:17) mengemukakan tiga

komponen tentang komitmen orangisasi:

1) Affective Commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian


dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment)
atau merasa mempunyai nilai sama dengan organisasi.
2) Continuance Commitment, yaitu kemauan individu untuk tetap bertahan
dalam organisasi karena tidak menemukan pekerjaan lain atau karena
rewards ekonomi tertentu,
3) Normative Commitment, timbul dari nilai-nilai karyawan. Karyawan
bertahan menjadi anggota organisasi karena ada kesadaran bahwa
berkomitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang
seharusnya dilakukan.

Meyer dan Allen (2007:18) merumuskan “Suatu definisi mengenai

komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang

merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya

dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan

21

Universitas Sumatera Utara


keanggotaannya dalam berorganisasi”. Berdasarkan definisi tersebut anggota

yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan

sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki

komitmen terhadap organisasi.

Pengertian komitmen organisasi di atas bahwa komitmen organisasi

adalah sikap yang ditunjukkan oleh individu dengan adanya identifikasi,

keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi. Serta, adanya keinginan untuk

tetap berada dalam organisasi dan tidak bersedia untuk meninggalkan

organisasinya dengan alasan apapun.

2.4.2 Aspek-aspek Komitmen Organisasi

Hasibuan (2009:46) mengelompokkan komitmen organisasi menjadi

tiga faktor:

1) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi,


dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi.
Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan
organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa
kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.
2) Keterlibatan yaitu adanya kesediaan untuk berusaha sungguh-sungguh
pada organisasi. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab
pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen
tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab
pekerjaan yang diberikan padanya.
3) Loyalitas yaitu adanya keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan
di dalam organisasi. Loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi
terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan
antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi
merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

2.4.3 Ciri-ciri Komitmen Organisasi

Ciri-ciri karyawan yang memiliki komitmen organisasi menurut

Hasibuan (2009:49) adalah sebagai berikut:

22

Universitas Sumatera Utara


1) Bertanggung jawab.
Karyawan yang memiliki komitmen memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi.Hal ini pengidentifikasian atau penerimaan tanggung jawab,
bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan.
2) Konsisten
Suatu komitmen yang kecil atau tidak dihargai sering menjadi lebih
buruk dari pada tidak memiliki komitmen sama sekali. Konsistensi
karyawan terhadap pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat penting
karena konsistensi dapat menimbulkan komitmen. Kepercayaan yang
cukup beralasan yang berdasarkan pada kejujuran dan perilaku yang
konsisten sepanjang waktu, yang mempertinggi reputasi seseorang
secara besar-besaran atas komitmen yang konsisten.
3) Proaktif
Sebuah komitmen dapat muncul apabila karyawan memiliki sikap
proaktif terhadap semua hal yang menyangkut pekerjaannya, dengan
sikap yang proaktif tersebut karyawan dapat menyelesaikan masalah-
masalah perusahaan dengan lebih baik sehingga dengan sendirinya
komitmen karyawan dapat timbul dengan sikap proaktif tersebut.

2.4.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi

Hasibuan (2009:51) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi

komitmen organisasi terhadap perusahaan menjadi empat kategori, yaitu:

1) Karakteristik Personal
Pengertian karakteristik personal mencakup: usia, masa jabatan, motif
berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian. Sedang tingkat
pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen terhadap perusahaan
Karyawan yang lebih tua dan lebih lama bekerja secara konsisten
menunjukkan nilai komitmen yang tinggi.
2) Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan meliputi kejelasan serta keselarasan peran,
umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan
dimensi inti pekerjaan. Biasanya, karyawan yang bekerja pada level
pekerjaan yang lebih tinggi nilainya dan karyawan menunjukkan level
yang rendah pada konflik peran dan ambigu cenderung lebih
berkomitmen.
3) Karakteristik struktural
Faktor-faktor yang tercakup dalam karakteristik struktural antara lain
ialah derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi,
tingkat pastisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol
dalam perusahaan. Atasan yang berada pada organisasi yang mengalami
desentralisasi dan pada pemilik pekerja kooperatif menunjukkan tingkat
komitmen yang tinggi.

23

Universitas Sumatera Utara


4) Pengalaman bekerja
Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting,
yang mempengaruhi kelekatan psikologis karyawan terhadap perusahaan.
Pengalaman kerja terbukti berkorelasi positif dengan komitmen terhadap
perusahaan sejauh menyangkut taraf seberapa besar karyawan percaya
bahwa perusahaan memperhatikan minatnya, merasakan adanya
kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan seberapa besar harapan-
harapan karyawan dapat terpenuhi dalam pelaksanaan pekerjaanya.

2.5 Hubungan Antar Variabel

2.5.1 Hubungan Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud

Pengadaan Barang

Hubungan antara pengendalian internal dengan masalah kecurangan

dalam suatu perusahaan sangat berkaitan. Dengan adanya pengendalian

internal dalam sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal

membantu perusahaan dalam pencegah terjadinya kecurangan (fraud).

Walaupun pengendalian internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban

yang paling besar dalam masalah pencegahan, namun pengendalian internal

tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan (fraud).

Menurut Steve dan Albert dalam bukunya Fraud Examination

(2012:96) menyatakan bahwa“Fraud is reduce and often prevented (1) by

creating a culture honesty, openness, and assistance and (2) by eliminating

opportunities to commit fraud”.

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kecurangan

(fraud) itu dapat dikurangi bahkan dicegah dengan cara membudayakan

iklim kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu,

pencegahan kecurangan ( fraud) dapat dilakukan dengan cara menghilangkan

24

Universitas Sumatera Utara


kesempatan untuk melakukan kecurangan (fraud), misalnya dengan

menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan kecurangan (fraud) akan

mendapat sanksi.

Maka pengendalian internal merupakan suatu proses yang dijalankan

oleh dewan komisaris yang ditujukan untuk memberikan keyakinan yang

memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif

dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan

peraturan yang berlaku.

Kaitannya antara pengendalian internal dengan pencegahan

kecurangan (fraud) sangat erat. Menurut Tuanakotta (2007), bahwa upaya

mencegah kecurangan (fraud) dimulai dari pengendalian intern. Disamping

pengendalian intern, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan

kecurangan (fraud), yakni menanamkan kesadaran tentang adanya fraud

(fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya fraud (fraud risk

assesment).

Manajemen harus melindungi perusahaan dari setiap tindakan yang

menimbulkan kerugian. Manajemen harus mengidentifikasikan apa yang

harus dilindungi (seperti: asset perusahaan), risiko apa yang akan dihadapi,

dan menyampaikan risiko tersebut (probability dan impact cost). Dengan

memperhatikan faktor tersebut, manajemen kemudian membuat kebijakan-

kebijakan dan strategi yang sesuai untuk mengembangkan struktur

perusahaan dari implementasi pengendalian. Model preventif, investigatif

ataupun model corrective adalah suatu jalan mengembangkan pengendalian

25

Universitas Sumatera Utara


secara spesifik. Kebijakan bisnis dan hukum yang berlaku pada perusahaan

membutuhkan manajemen yang menekankan pada keefektifan pengendalian

internal dan kekuatan pada lingkungan pengendalian untuk melindungi asset

perusahaan sehingga dapat mencegah terjadinya fraud.

Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecurangan laporan

keuangan pada perusahaan dan meminimalkan auditor eksternal untuk

melegalkan bukti-bukti yang palsu pada laporan keuangan. Kecurangan selalu

menjadi isu yang sulit. Pengimplementasian dari pengendalian intern

setidaknya dapat mengurangi kolusi manajemen mengenai kecurangan

(fraud).

2.5.2 Hubungan Komitmen Organisasi Terhadap Pencegahan Fraud

Pengadaan Barang

Hubungan antara komitmen organisasi dengan pencegahan fraud

sangat berkaitan. Dengan adanya komitmen organisasi dalam sebuah

perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal membantu perusahaan

dalam mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Pada dasarnya komitmen

manajemen dan kebijakan suatu instansi/organisasi merupakan kunci utama

dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan (fraud). Karyawan yang

memiliki komitmen dalam bekerja, maka mereka akan memandang usaha dan

kinerja yang mereka berikan terhadap organisasi memiliki makna yang positif

bagi kesejahteraan individu mereka sendiri. Sehingga apabila komitmen

organisasi terhadap perusahaan tinggi akan mendorong untuk mengetahui

26

Universitas Sumatera Utara


visi, misi, serta tujuan perusahaan tersebut dan memperkecil tindakan

penyimpangan yang terjadi di perusahaan tersebut.

2.6 Penelitian Terdahulu

Ringkasan penelitian terdahulu sebagai berikut :

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti/Judul Variabel Metode yang Hasil
Penelitian Penelitian digunakan Penelitian

1. Purwitasari (2013) Variabel Analisis Hasil uji


Independen Regresi menyatakan
“Pengarauh Berganda bahwa kedua
Pengendalian Internal X1: variabel
dan Komitmen Pengendalian independen
Organisasi Terhadap Internal berpengaruh
Pencegahan Fraud positif
(studi kasus pada 5 X2: Komitmen
Organisasi signifikan
rumah sakit di kota terhadap
Bandung)” Variabel pencegahan
Dependen Fraud.

Y:Pencegahan
Fraud

2. Zulkarnain (2013) Variabel Partial Least Keefektifan


Independen Square (PLS) sistem
“Faktor-Faktor yang X1: pengendalian
Mempengaruhi Keefektifan internal
Terjadinya Fraud di Sistem mempengaruhi
Sektor Pemerintahan Pengendalian secara positif
(studi kasus pada dinas Internal signifikan
se-kota Surakarta)” terhadap
X2: Kepuasan Fraud.Hasil ini
Kompensasi konstan
X3: Kultur dengan hasil
Organisasi studi
Wilopo(2008)

27

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu
X4: Perilaku tentang
Tidak Etis kecurangan
akuntansi
X5: Gaya pemerintahan,
kepemimpinan sistem
Variabel pengendalian
Dependen internal,
perilaku tidak
Y:Fraud etis.

3. Fitriana (2010) Variabel Analisis Pengendalian


Independen Regresi internal dan
“Pengaruh Pengendalian Berganda kesesuaian
Internal dan Kesesuaian X1: kompensasi
Kompensasi Terhadap Pengendalian berpengaruh
Kecenderungan Internal negatif
Kecurangan Akuntansi” signifikan
X2:
Kesesuaian terhadap
Kompensasi kecenderungan
kecurangan
Variabel akuntansi.
Dependen

Y:
Kecenderungan
Kecurangan
Akuntansi

4. Hermiyetti (2010) Variabel Analisis Jalur Hasil peneliti


Independen (Path menyimpulkan
“Pengaruh Penerapan Analysis) bahwa
Pengendalian Internal X1: Penerapan terdapat
Terhadap Pencegahan Pengendalian pengaruh pada
Fraud Pengadaan Internal penerapan
Barang” ingkungan
Variabel
Dependen pengendalian,
penilaian
Y: Pencegahan resiko,
Fraud kegiatan
Pengadaan pengendalian,
Barang informasi dan

28

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
komunikasi
serta
pemantauan
baik secara
parsial
maupun
simultan
terhadap
pencegahan
Fraud
pengadaan
barang.

2.7 Kerangka Konseptual

Menurut Alison (2006), dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing

mendefinisikan kecurangan (Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja

dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan

tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan.Banyaknya tenaga

kerja terlibat dalam aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu di perhatikan

pada saat proses pengadaan barang di dalam perusahaan yang mungkin akan

terjadi kecurangan sehingga akan mengakibatkan kerugian yang besar, baik itu

dari segi kuantitas, kualitas barang maupun biaya yang akan

dikeluarkan.Sehubungan dengan risiko yang besar dalam proses pengadaan

barang dan jasa ini, maka perlu adanya upaya dan strategi yang tepat untuk

mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan kecurangan yang sangat mungkin

sekali terjadi pada pengadaan barang.

29

Universitas Sumatera Utara


Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan dewan

komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan

keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang

efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum

dan peraturan yang berlaku.

Dengan diterapkannya pengendalian internal pada perusahaan profit

ataupun non profit dapat melindungi aset perusahaan dari kecurangan (fraud) dan

tentunya membantu manajemen dalam melaksanakan segala aktivitasnya.

Pengendalian internal yang diterapkan sebagai salah satu tindakan preventif dalam

mencegah kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud).

Selain itu, hal yang mungkin dapat meminimalisir kecurangan (fraud)

tersebut salah satunya adalah komitmen organisasi. Dalam hal ini, komitmen

organisasi adalah loyalitas karyawan pada organisasinya dan proses yang berlanjut

dengan nama anggota organisasi menunjukkan perhatian mereka terhadap

keberhasilan organisasi.

Dalam Penelitian ini, Peneliti mengadopsi kerangka konseptual yang sama

dengan Purwitasari (2013) . Namun dalam hal ini peneliti menggunakan populasi

dan jumlah sampel yang berbeda. Peneliti ingin menguji pengaruh pengendalian

internal dan komitmen organisasi terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pada

PT. Telekomunikasi Selular cabang Kota Medan.

30

Universitas Sumatera Utara


Adapun kerangka konseptual yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

H1
Pengendalian
Internal
X1 H2 Pencegahan
Kecurangan
Y
Komitmen
Organisasi H3
X2

Sumber : Purwitasari (2013)


Gambar 2.2
Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen merupakan hubungan kausatif (causal

research). Dimana variabel independen yang telah ditentukan yaitu Pengendalian

internal (X1) dan komitmen organisasi (X2) akan berpengaruh terhadap

Pencegahan kecurangan (Y).

2.8 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008:49) “Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan

dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Proposisi merupakan ungkapan atau

pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai

konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

hipotesis pada penelitian ini adalah :

31

Universitas Sumatera Utara


1. Pengendalian internal berpengaruh secara parsial terhadap pencegahan

fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel Cabang Medan.

2. Komitmen organisasi berpengaruh secara parsial terhadap pencegahan

fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel Cabang Medan.

3. Pengendalian internal dan komitmen organisasi berpengaruh secara

simultan terhadap pencegahan fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel

Cabang Medan.

32

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai