Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI:

HALUSINASI

Makalah ini dibuat untuk tugas mata ajar keperawatan kegawatdaruratan II

Disusun Oleh :
Alena

Adi

Dinda

Icshan

M agung

Nida rahayu

Ratu azizah

Tatu kartika

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
TAHUN 2019/2020

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
makalah yang kami buat ini dapat terselesaikan. Dengan berbagai sumber referensi yang
didapat akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Keperawatan
Kegawatdaruratan Psikiatri”untuk memenuhi tugas Keperawatan Kegawatdaruratan II Tak
lupa pula kami mengucapkan terimakasih pada teman-teman yang telah bekerja sama dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat masih banyak
kesalahan dan kekurangan karena faktor batasan pengetahuan kami, maka kami dengan
senang hati menerima kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan makalah.

Sukabumi,31 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar belakang4

B. Rumusan masalah 4

C. Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN 6

A. Definisi Keperawatan Gawat Darurat Psikiatri 6


B. Faktor Penyebab Gadar Psikiatri 7
C. Skala Mengukur Tingkat Kegawatdaruratan 8
D. Halusinasi 9
E. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi 9

BAB III PENUTUP 17

A. Kesimpulan 17
B. Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter
psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang
mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa didalam
psikiatri termasuk  pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional.

Kedaruratan psikiatri adalah suatu kondisi gangguan akut pada pikiran,


perasaan, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera
(Allen, Forster, Zealberg, dan Currier, 2002). Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan
aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi
psikiatriks seperti percobaan bunuh diri,  penyalahgunaan obat, depresi, penyakit
kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada  perilaku. Pelayanan
kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran,
ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan
kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun
1960-an, terutama di perkotaan.

Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat


meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan.
Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para
profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya
beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien
biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan
lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi
psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang
bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud Keperawatan Gawat Darurat Psikiatri?
2. Apa saja Faktor penyebab kegawatdaruratan psikiatri?
3. Bagaimana Skala mengukur tingkat kegawatdaruratan ?
4. Apa itu halusinasi ?

4
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi?
C. Tujuan
Mengetahui dan mengerti Asuhan keperawatan gawat daruratan pada pasien
halusinasi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Keperawatan Gawat Darurat Psikiatri


Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada
ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk
pelayanan bio-  psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua
kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut
dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.
Kedaruratan psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perasaan,
perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera (Allen,
Forster, Zealberg, & Currier, 2002). Menurut Kaplan dan Sadock (1993) kedaruratan
psikiatrik adalah gangguan alam pikiran, perasaan atau perilaku yang membutuhkan
intervensi terapeutik segera. Dari  pengertian tersebut, kedaruratan psikiatri adalah
gangguan pikiran, perasaan, perilaku dan atau sosial yang membahayakan diri sendiri
atau orang lain yang membutuhkan tindakan intensif yang segera. Sehingga prinsip
dari kedaruratan psikiatri adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera.
Berdasarkan prinsip tindakan intensif segera, maka penanganan kedaruratan dibagi
dalam fase intensif I (24 jam pertama), fase intensif II (24-72 jam pertama),dan fase
intensif III (72  jam-10hari).
1. Fase intensif I adalah fase 24 jam pertama pasien dirawat dengan observasi,
diagnosa, tritmen dan evaluasi yang ketat. Berdasarkan hasil evaluasi pasien
maka pasien memiliki tiga kemungkinan yaitu dipulangkan,dilanjutkan ke fase
intensif II, atau dirujuk ke rumah sakit jiwa.
2. Fase intensif II perawatan pasien dengan observasi kurang ketat sampai
dengan 72 jam. Berdasarkan hasil evaluasi maka pasien pada fase ini memiliki
empat kemungkinan yaitu dipulangkan, dipindahkan ke ruang fase intensif III,
atau kembali ke ruang fase intensif I.
3. Fase intensif III pasien di kondisikan sudah mulai stabil, sehingga observasi
menjadi lebih berkurang dan tindakan-tindakan keperawatan lebih diarahkan
kepada tindakan rehabilitasi. Fase ini berlangsung sampai dengan maksimal 10
hari. Merujuk kepada hasil evaluasi maka pasien pada fase ini dapat
dipulangkan, dirujuk ke rumah sakit jiwa atau unit psikiatri di rumah sakit
umum, ataupun kembali ke ruang fase intensif I atau II.

6
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh
diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan,
serangan  panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa
kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum.
Kegawatdaruratan  psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini.
Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah
penting.

B. Faktor penyebab gadar psikiatri

Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan integritas


fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua masyarakat berhak mendapat
perawatan kesehatan gawat darurat, pencegahan, primer, spesialistik serta kronik.
Perawatan GD harus dilakukan tanpa memikirkan kemampuan pasien untuk
membayar. Semua petugas medis harus diberi kompensasi yang adekuat, adil
dan tulus atas pelayanan kesehatan yang diberikannya. Diperlukan mekanisme
pembayaran penggantian atas pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap tejaga
untuk setiap pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas penderita yang
tidak memiliki asuransi, bukan penduduk setempat atau orang asing. Semua pasien
harus mendapat pengobatan, tindakan medis dan pelayanan memadai yang diperlukan
agar didapat pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut yang ditindak secara
gawat darurat.
Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal sebagai
Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau
Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari
berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial
di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal
jiwa, atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama
24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik
diberikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif
yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien dalam
jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder
dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis.
Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai permasalahan
pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan pengawasan selama 24

7
jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien,
menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih
lanjut, memberikan peringatan pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan,
dan menyediakan pelayanan konseling lewat telepon.

C. Skala mengukur tingkat kegawatdaruratan


Adapun skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedaruratan pasien
adalah skala General Adaptive Function (GAF) dengan rentang skor 1–30 skala GAF.
Kondisi pasien dikaji setiap sif dengan menggunakan skor GAF.

Nilai keterangan
1-10 Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persistem dan
parah(misalny akekerasan rekuren) atau ketidakmampuan persistem
untuk mempertahankan kebersihan pribadi yang minimal atau
tindakan bunuh diri yang serius tanpa harapan kematian ang jelas

11-20 Terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lan (misalnya
usaha bunuh diri tanpa harapan ynag jelas akan kematian, sering
melakukan kekerasan, kegembiraan manik) atau kadang-kadang
gagal mempertahankan perawatan diri yang minimal (misalnya
mengusap feses) atau gannguan yang jelas dalam komunikasi
(sebagian besar inkoheren atau membisu)

Keperawatan memberikan intervensi kepada pasien berfokus pada respons,


sehingga kategori pasien dibuat dengan skor Respons Umum Fungsi Adaptif (RUFA)
atau General Adaptive Function Response (GAFR) yang merupakan modifikasi dari
skor GAF. Secara umum, pasien yang dirawat di UPIP adalah pasien dengan kriteria
berikut.
1. Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut.
2. Penyalahgunaan napza atau kedaruratan yang terjadi akibat napza.
3. Kondisi lain yang akan mengalami peningkatan yang bermakna dalam waktu
singkat.

8
Sementara itu, berdasarkan masalah keperawatan maka pasien yang perlu dirawat di
unit perawatan intensif psikiatri adalah pasien dengan masalah keperawatan sebagai
berikut.
1. Perilaku kekerasan.
2. Perilaku bunuh diri.
3. Perubahan sensori persepsi: halusinasi (fase IV).
4. Perubahan proses pikir: waham curiga.
a. Masalah-masalah keperawatan yang berkaitan dengan kondisi pasien
putus zat dan overdosis, seperti perubahan kenyamanan berupa nyeri,
gangguan pola tidur, gangguan pemenuhan nutrisi, gangguan eliminasi
bowel, dan defisit perawatan diri.
D. Halusinasi
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca
indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yangsalah). Menurut Cook
dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsisensorik tentang suatu objek, gambaran
dan pikiran yang sering terjaditanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua systempenginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
ataupengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalahgangguan
penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dariluar yang dapat terjadi
pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saatkesadaran individu itu penuh dan
baik. Maksudnya rangsangan tersebutterjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dariindividu. Dengan kata lain klien berespon terhadap
rangsangan yang tidaknyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan

E. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi


I. Pengkajian
Pengkajian pasien halusinasi di ruang PICU difokuskan pada halusinasi yang
membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan dengan menggunakan skala respons
umum fungsi adaptif (RUFA) dengan rentang skor 1–30. Pengkajian tersebut terbagi
dalam dalam kelompok berdasarkan skala RUFA, yang tertuang dalam Tabel

Intensif I 24 jam Intensif II 24-72 jam (skor:11- Intensif III 72-10


Aspek (skor:1-10 skala RUFA) 20 skala RUFA) hari (skor 20-30

9
skala RUFA)
prilak  Pasien kehilangan  PK secar verbal  Prilaku sesuai
u kontrol diri, meluka  Bicara ,senyum, dan  Ekspresi tenang
diri, orang lain dan tertawa sendiri  Frekuensi
lingkungan akibat  Mengatakan mendengar munculnya
mengikuti isi suara, melihat, mengecap, halusinasi jarang
halusinasinya. mencium, dan atau merasa
 PK secar verbal sesuatu yang tidak nyata
 Kegiatan fisik yang  Sikap curiga dan
merefleksikan isi bermusuhan
halusinasi seperti  Frekuensi munculny
amuk, agitasi, hhalusinasi sering
memukul atau
melukai orang ecara
fisik, serta
pengrusakan
terhadap lingkungan
.
 Ketiga gejala diatas
ditemukan secara
terus-meners pada
pasien .
Penila  Penilaian realitas  Mulai dapat membedakan  Prilaku sesuai
in  Tergangu, pasien yang nyata dan yang tidak  Ekspresi tenang
realita tidak bisa nyata  Frekuensi
s membedakan yang  Kadang-kadang mengalami munculnya
nyata dn yang tidak gangguan berfikir halusinasi jarang
nyata
 Halusinasi dianggap
nyata

Peras Panik  Cemas berat  Cemas sedang


aan  Reaksi emosional  Emosi sesuia
berlebihan atau berkurang, dengan

10
mudah tersinggung. kenyataan

 Asuhan Keperawatan Intensif I (24 Jam Pertama)


1. Diagnosis
Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
2. Tindakan keperawatan
a. Tujuan
a) Pasien tidak mencederai diri, orang lain, dan lingkungan.
b) Pasien mengontrol halusinasi dengan obat.
b. Tindakan keperawatan
1) Komunikasi terapeutik
a) Perawat sabar, empati, gunakan kemampuan mendengar aktif.
b) Melakukan kontak mata.
c) Berbicara dengan suara yang jelas dan tegas.
d) Memanggil pasien dengan namanya.
e) Menggunakan sentuhan.
f) Mengadakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2) Siapkan lingkungan yang aman
a) Menyiapkan lingkungan yang tenang.
b) Singkirkan semua benda yang membahayakan.
3) Kolaborasi
Berikan obat-obatan, seperti Valium 10 mg IM/IV (golongan
benzodiazepin) dan injeksi Haloperidol/Serenace/Lodomer 5 mg IM
(golongan butirofenon). Pemberian dapat diulang 30–60 menit. Selain obat
injeksi diberikan juga obat peroral (golongan fenotiazine) seperti
Chlorpromazine/largactile/promactile, biasanya diberikan 3 × 100 mg.
Pantau keefektifan obat-obatan dan efek sampingnya.
4) Observasi perilaku pasien setiap 15 menit sekali. Catat adanya peningkatan
atau penurunan perilaku pasien yang berkaitan dengan respons fisik,
respons kognitif, serta respons perilaku dan emosi.
5) Jika perilaku pasien semakin tidak terkontrol, terus mencoba melukai
dirinya sendiri atau orang lain, maka dapat dilakukan tindakan pembatasan
gerak. Jika perilaku masih tidak terkendali, pengekangan adalah tindakan

11
akhir yang dilakukan (lihat protap pembatasan gerak dan pengekangan
pasien).
6) Bila memungkinkan, maka bantu pasien mengenal halusinasinya, yaitu
mengidentifikasi jenis halusinasi, isi, frekuensi, situasi, perasaan, dan
tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
7) Mendiskusikan manfaat cara yang digunakan dan jika bermanfaat, maka
beri pujian.

3. Tindakan keperawatan untuk keluarga


a. Tujuan
a) Keluarga mampu mengenal masalah halusinasi yang membahayakan diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan pada anggota keluarganya.
b) Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah halusinasi yang
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan pada anggota
keluarganya.
c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
yang membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan pada anggota
keluarganya.
d) Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan halusinasi
di level intensif I.
b. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan tentang pengertian halusinasi yang membahayakan diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
b) Diskusikan tentang tanda dan gejala halusinasi yang membahayakan diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c) Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari halusinasi yang
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
d) Diskusikan cara merawat pasien dengan halusinasi yang membahayakan
diri, orang lain, dan lingkungan dengan cara mengajarkan cara
menghardik.
e) Jelaskan tentang terapi obat pasien pada level intensif I.

4. Evaluasi

12
Evaluasi respons umum adaptasi pasien dilakukan setiap akhir sif oleh perawat.
Pada pasien halusinasi yang membahayakan diri, orang lain dan lingkungan
evaluasi meliputi respons perilaku dan emosi lebih terkendali yang pasien sudah
tidak mengamuk lagi, masih ada PK verbal, bicara dan tertawa sendiri, sikap
curiga dan bermusuhan, perasaan cemas berat, dan mudah tersinggung. Sementara
itu, persepsi pasien mulai membaik, pasien dapat membedakan hal yang nyata dan
tidak nyata.
5. Rujukan
Hasil jika kondisi tersebut tercapai, perawatan dilanjutkan pada level intensif II.
Jika tidak tercapai, maka pasien tetap berada di perawatan level intensif I.
6. Dokumentasi
Dokumentasikan alasan pengekangan, tindakan yang dilakukan, respons pasien,
dan alasan penghentian pengekangan.

 Asuhan Keperawatan Intensif II(24–72 Jam)


1. Diagnosis
Gangguan sensori persepsi: halusinasi.
2. Tindakan keperawatan
a. Tujuan keperawatan untuk pasien.
a) Pasien tidak membahayakan dirinya, orang lain, dan lingkungan.
b) Pasien mengenal halusinasinya.
c) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan
bercakap-cakap dengan orang lain.
b. Tindakan keperawatan
1) Komunikasi terapeutik
a) Mendengar ungkapan pasien dengan empati.
b) Berbicara dengan suara yang jelas dan tegas.
c) Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya.
d) Mengadakan kontak sering dan singkat.
2) Siapkan lingkungan yang aman
a) Lingkungan tenang.

13
b) Tidak ada barang-barang yang berbahaya atau singkirkan semua benda
yang membahayakan.
c. Kolaborasi
a) Berikan obat-obatan sesuai standar medik atau program terapi pengobatan
dapat berupa suntikan valium 10 mg IM/IV (golongan fenotiazine) dan
suntikan Haloperidol, Serenace atau lodomer 5 mg IM (golongan
butirofenon). Pemberian dapat diulang setiap 6 jam. Selain obat injeksi
diberikan juga obat per oral (golongan fenotiazine) seperti
Chlorpromazine/largactile/promactile, biasanya diberikan 3 × 100 mg.
b) Pantau keefektifan obat-obatan dan efek sampingnya.
d. Observasi
a) Antisipasi jika pasien kembali mencoba melukai dirinya sendiri atau orang
lain, jelaskan pada pasien tindakan suntikan dan pengekangan gerak
mungkin akan kembali dilakukan untuk melindungi diri pasien jika prilaku
melukai diri muncul kembali.
b) Lakukan observasi setiap 30 menit–1 jam, kaji ulang RUFA setiap sif.
c) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
e. Membantu pasien mengenal halusinasinya.
Mengidentifikasi jenis halusinasi, isi, frekuensi, situasi, perasaan, dan tindakan
yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
f. Mendiskusikan dengan pasien cara untuk memutus/mengontrol halusinasinya
dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain
g. Memasukkan ke jadwal kegiatan harian pasien.
3. Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Tujuan
Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan halusinasi di
level intensif II.
b. Tindakan keperawatan
Pendidikan kesehatan kepada keluarga yaitu melatih keluarga merawat pasien
meliputi cara berkomunikasi, pemberian obat, pemberian aktivitas kepada
pasien.
4. Evaluasi
Evaluasi respons umum adaptasi pasien dilakukan setiap akhir sif oleh perawat,
meliputi respons perilaku sesuai, ekspresi tenang, pasien sudah mengenal

14
halusinasinya, seperti isi, waktu, frekuensi, situasi, dan kondisi yaang
menimbulkan halusinasi, serta responsnya saat mengalami halusinasi. Pasien
dapat mengontrol halusinasinya dengan dua cara, yaitu menghardik dan bercakap-
cakap dengan orang lain. Berpikir logis, persepsi adekuat, perasaan cemas sedang,
dan emosi sesuai dengan kenyataan.
5. Rujukan
Hasilnya adalah jika kondisi tersebut tercapai, maka perawatan dilanjutkan pada
level intensif III, sedangkan jika tidak tercapai, maka pasien tetap berada di
perawatan level intensif II.
6. Dokumentasi
Dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan dan respons pasien.

 Asuhan Keperawatan Intensif III(72 Jam–10 Hari)


1. Diagnosis
Gangguan sensori persepsi: halusinasi. \
2. Tindakan keperawatan
a. Tujuan keperawatan untuk pasien.
Pasien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara ke-3 dan ke-4, yaitu
melakukan aktivitas yang terjadwal dan menggunakan obat secara teratur.
b. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Komunikasi terapeutik
a) Perawat sabar, empati, gunakan kemampuan mendengar aktif.
b) Melakukan kontak mata.
c) Hindarkan menyalahkan atau menertawakan pasien.
d) Kontak sering dan singkat.
2) Siapkan lingkungan yang aman dan tenang.
3) Kolaborasi
a) Berikan obat-obatan sesuai standar atau program terapi medis.
b) Pantau keefektifan obat-obatan dan efek sampingnya.
4) Observasi
a) Observasi perilaku dalam 24 jam, kaji ulang RUAP setiap sif.
b) Observasi tanda-tanda vital setiap sif.

15
c) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok orientasi realita stimulasi
persepsi.\
d) Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara 3 dan 4, yaitu
melakukan aktivitas yang terjadwal dan menggunakan obat secara
teratur.
3. Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien langsung di level intensif III dan menjadi
sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
b. Tindakan keperawatan
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dengan melatih keluarga untuk
merawat pasien langsung.
4. Evaluasi
Evaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi yang telah diajarkan.
5. Dokumentasi
Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedaruratan psikiatri dibagi dalam beberapa bagian diantaranya ialah bunuh
diri,gaduh atau gelisah dan penyalahgunaan napza. Bunuh diri adalah setiap aktivitas
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, Keperawatan
Jiwa,2007). Dari  pengertian tersebut, kedaruratan psikiatri adalah gangguan pikiran,
perasaan, perilaku dan atau sosial yang membahayakan diri sendiri atau orang lain
yang membutuhkan tindakan intensif yang segera. Sehingga prinsip dari kedaruratan
psikiatri adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera.
B. Saran
Kegawatdaruratan psikiatrik dapat dicegah dengan bebagai cegah dengan
berbagai cara yaitu dengan selalu berfikiran positif akan segala hal , selalu
mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa, menyibukkan diri dengan berbagai
kegiatan yang positif. Dengan begitu kita dapat terhidar dari kegawatdaruratan
psikiatri

17
DAFTAR PUSTAKA

Ekawati. (2018). Makalah PsikiatrI. Lampung: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes).

Hardianti, d. (2017). Makalah Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Psikiatrik . Palu: Stikes


Widya Nusantrara .

Yusuf, A., Fitryasari PK, R., & Endang Nihayati, H. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta Selatan: Salemba Medika.

18

Anda mungkin juga menyukai