TINJAUAN TEORITIS
4
5
Gambar 2.
Struktur mata internal
(Brunner&Suddarth, 2002)
1) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu
sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina
6
yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar
menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju
diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata.
Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang
paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap
diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.
1) Glaukoma Primer
Glaukoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang
terlibat dalam sirkulasi dan/atau reabsorpsi akuos humor mengalami perubahan
patologi langsung.
a. Glaukoma Sudut Terbuka
Keadaan ini terjadi pada klien usia lanjut (> 40 tahun) dan perubahan
karena usia lanjut memegang peranan penting dalam proses sklerosa badan
silier dan jaringan trabekel. Karena akuous humor tidak dapat meninggalkan
mata pada kecepatan yang sama dengan produksinya, TIO meningkat secara
bertahap, bentuk ini biasanya bilateral dan dapat berkembang menjadi
kebutaan komplet tanpa adanya serangan akut.
5. Patofisiologi
Tekanan intraokular (TIO) ditentukan oleh laju produksi akous humor dibadan
siliaris dan hambatan aliran akous humor dari mata. TIO bervariasi dengan siklus diurnal
(tekanan tertinggi biasanya pada waktu bangun tidur) dan posisi tubuh (meningkatkan
ketika berbaring). Variasi normal biasanya tidak melebihi 2-3 mm Hg. TIO dan tekanan
darah tidak berhubungan satu sama lain, tetapi variasi pada tekan darah sistemik dapat
berhubungan dengan variasi TIO. Peningkatan TIO dapat terjadi karena peningkatan
produksi humor aquous atau obstruksi aliran. Jika humor aquous terakumulasi pada mata,
peningkatan tekanan suplai darah ke saraf optik dan retina. Jaringan lunak ini menjadi
iskemik dan terjadi penurunan fungsi secra bertahap.
11
6. Manifestasi Klinis
a. Penglihatan kabur
b. Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
c. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga)
d. Mual, muntah, berkeringat
e. Mata merah, hiperemia kongjungtiva, dan silar
f. Virus menurun
g. Edema kornea
h. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka)
i. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
j. TIO meningkat
7. Komplikasi
Komplikasi dari glaukoma menurut berbagai sumber yang salah satunya
www.iec-online.com (2009) adalah Kebutaan.
12
8. Tes Diagnostik
1) Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
2) Tonometri : Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai
mencurigakan apabila berkisar anara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila
melebihi 25 mmHg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta Ilvas,
2004):
a. Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata.
b. Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi
kekakuan sklera (Selaput putih mata)
3) Pemeriksaan Lampu Slit
Lampu slit digunakan untuk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea
sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik kedalam
tuberkulum dengan lensa khusus.
4) Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberkan gangguan lapang pandang yang khas pada
glaukoma. Secara sederhana lapang pandangdapat diperiksa dengan tes
konfrontasi
5) Pemeriksaan Ultrasonografi
Digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe:
a. A-Scan Ultrasan
Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata
untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaukoma
congenital.
b. B-Scan Ultrasan
13
Berguna untuk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang
kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta
meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang
minimal.Penangananya meliputi:
A. Penatalaksanaan Medis
1) Glaukoma Primer
a. Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya timolol,
betaxolol,carteolol,levobunolol atau metipranolol) yang kemungkinan
akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
b. Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga iris tertarik dan membuka
saluran yang tersumbat.
c. Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan
carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi
pembentukan cairan)
d. Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan
menghentikan serangan glaukoma.
e. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya
acetazolamide).
f. Pada kasus yang berat,untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan
manitol intravena (melalui pembuluh darah).
2) Glaukoma sekunder
Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya.Jika
penyebabnya adalah peradangan,diberikan corticosteroid dan obat untuk
melebarkan pupil.Kadang dilakukan pembedahan.
3) Glaukoma kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan.
B. Terapi Laser
14
a. Riwayat
1) Riwayat okular:
- Tanda peningkatan TIO: nyeri tumpul, mual, muntah, pandang kabur.
- Pernah mengalami infeksi: uveitis, trauma, pembedahan.
2) Riwayat kesahatan:
- Menderita diabetes melitus, hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
serebrovaskular,gangguan tiroid.
- Keluarga menderita glaukoma.
- Penggunaan obat kartikosteroid jangka lama: topikal/sistemik
- Penggunaan antidepresan trisiklik, antihistamin.
b. Psikososial
Kemampuan aktifitas, gangguan membaca, risiko jatuh, berkendaraan.
c. Pengkajian umum:
- Usia
- Gejala penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, gangguan
kardiovaskuler, hipertoid.
- Gejala gastrointestinal: mual, muntah
d. Pengkajian khusus mata
- Pengukuran TIO dengan tonometer (TIO > 23 mm Hg)
- Nyeri tumpul orbita
- Perimetri: menunjukan penurunan luas lapang pandang.
- Kemerahan
- Gonioskopi menunjukan sudut mata tertutup atau terbuka.
2. Diagnosa dan Intervensi keperawatan
a. Penurunan persepsi sensori: penglihatan yang berhubungan dengan penurunan
tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Subjektif:
Menyatakan penglihatan kabur, tidak jelas, penurunan area penglihatan.
Objektif:
1) Pemeriksaan lapang pandang menurun
17
Tujuan:
Klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang penglihatan
dan mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil:
1) Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi
penglihatan.
2) Klien mengidentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif untuk
meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi keperawatan untuk diagnosa penurunan persepsi sensori: penglihatan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji ketajaman penglihatan klien. 1. Mengidentifikasi kemampuan
2. Dekati klien dari sisi yang sehat. visual klien.
3. Identifikasi alternatif untuk
optimalisasi sumber rangsangan. 2. Memberikan rangsang sensori
4. Sesuaikan lingkungan untuk mengurangi rasa
optimalisasi penglihatan: isolasi/terasingi.
- Orientasikan klien terhadap
ruang rawat. 3. Memberikan keakuratan
- Letakkan alat yang sering penglihatan dan perawatannya.
digunakan didekat klien atau
pada sisi mata yang lebih sehat. 4. Meningkatkan kemampuan
- Berikan pencahayaan cukup. persepsi sensori.
- Letakkan alat di tempat yang
tetap.
- Hindari cahaya menyilaukan.
5. Anjurkan penggunaan alternatif 5. Meningkatkan kemampuan
rangsang lingkungan yang dapat respons terhadap stimulas
diterima auditorik, taktil. lingkungan.
Tujuan:
Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil:
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri
2) Klien menyebutkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
3) Klien mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
3. Evaluasi
a. Klien dapat mempertahankan visus optimal.
b. Tidak terjadi komplikasi.
c. Klien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara aman.
d. Klien mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun (Khurana,
2007).
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior iris
dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di sebut
fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang
memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata (Lang, 2000). Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat
zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular (Khurana, 2007).
b. Fisiologi Lensa
Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi
memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki
kekuatan sebesar 10-20 dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi.
Sumber:http://xianide.blogspot.com/2013/06/lensa-mata-dan-
katarak_20.html
22
3. Etiologi
Paparan kumulatif sinar ultraviolet pada mata sepanjang umur. seseorang
merupakan faktor risiko penting bagi perkembangan katarak. Seseorang yang tinggal
di ketinggian atau yang bekerja di sinar matahari terang seperti nelayan cenderung
lebih awal menderita katarak. Pekerja pada industri kaca atau las yang tidak
mengenakan proteksi mata juga memiliki risiko yang lebih tinggi. Trauma tumpul,
laserasi, benda asing, radiasi, paparan sinar inframerah juga dapat menjadi faktor
resiko katarak.
4. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
23
terletak di polus. Kekeruhan lensa pada katarak polar anterior ini tidak
progresif.
2) Katarak piramidalis atau polaris posterior
Katarak ini terjadi akibat arteri hialoid yang menetap pada saat
tidak diperlukan lagi oleh lensa untuk metabolism. Pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat kekeruhan di dataran belakang lensa. Adanya
arteri hialoid yang menetap ini dapat dilihat dengan pemeriksaan
ultrasonografi.
3) Katarak zonularis atau lamelaris
Katarak lamelaris bersifat herediter, diturunkan secara dominan
dan biasanya bilateral. Bila pada permulaan perkembangan serat lensa
normal dan kemudian terjadi gangguan perkembangan serat, maka akan
terlihat kekeruhan serat lensa pada suatu zona di dalam lensa.
4) Katarak pungtata dan lain-lain.
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan
terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Katarak kongenital dapat
menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strasbismus. Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes
mellitus toksoplasmosis, dan histoplasmosis. (Ilyas,2009)
b. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak
juvenile biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya seperti :
1) Katarak metabolik
a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
e) Penyakit Wilson
2) Otot
Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
3) Katarak traumatik
4) Katarak komplikata
a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
c) Katarak anoksik
f) Katarak radiasi
c. Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Katarak senil merupakan katarak yang
terjadi akibat degenerasi serat lensa karena proses penuaan. Penyebabnya
sampai sekarag tidak diketahui secara pasti. Katarak senil secara klinis
dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur.
(Ilyas,2009)
26
6. Manifestasi klinis
a. Penglihatan kabur, kadang diplopia monokular (penglihatan
ganda)
b. Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
c. Klien biasanya melihat lebih baik pada cahaya yang remang-
remang ketika pupil dalam keadaan dilatasi yang menyebabkan
cahaya dapat menembus sekeliling opositas lensa
d. Nyeri sering kali tidak dikeluhkan
7. Komplikasi
a. Edema makular
b. Kejadian ablasio retina sering terjadi pada saat 12 bulan
pascaoperasi
a. Uveitis
Terjadi karena mata lensa merupakan benda asing untuk jaringan uvea.
b. Glaukoma
Terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata sehingga
mengganggu aliran cairan balik mata depan (Istiqomah,2003).
8. Tes Diagnostik
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa,akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,
glukoma
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup Galukoma
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik
papiledema, perdarahan.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan lampu slit.
l. A-scan ultrasound (echography).
m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
9. Penatalaksanaan
a. Extracapsular Cataract Ekstraktie (ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posterior
ditinggalkan untuk mencegah prolaps viterus, untuk melindungi
retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk
28
DO:
1) Visus berkurang
30
Tujuan:
Klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses ransangan
penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil:
1) Klien mengindetifikasi faktor-faktor yang memengaruhi fungsi
penglihatan
2) Klien mengindentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif
untuk meningkatkan penerimaan rangsangan penglihatan
Interve Rasio
nsi nal
1. Kaji ketajaman penglihatan klien 1. Mengindentifikasi kemampuan
visual klien
2. Identifikasi alternatif untuk 2. Memberikan keakuratan
optimalisasi sumber rangsangan. penglihatan dan perawatannya
3. Meningkatkan kemampuan
3. Sesuaikan lingkungan untuk persepsi sensori
optimalisasi penglihatan:
- Orientasikan klien terhadap
ruang rawat
- Letakkan alat yang sering
digunakan di dekat klien
atau pada sisi mata yang
lebih sehat
- Berikan pencahayaan cukup
- Letakkan alat ditempat yang
tetap
- Hindari cahaya menyilaukan 4. Meningkatkan kemampuan
- Anjurkan penggunaan respons terhadap stimulus
alternatif rangsangan lingkungan
lingkungan yang dapat
diterima: auditorik, taktil
31
Intervensi Rasional
1. Jelaskan gambaran kejadian pre-dan 1. Meningkatkan pemahaman tentang
pascaoperasi, manfaat operasi dan gambaran operasi untuk menurunkan
sikap yang harus dilakukan klien ansietas
selama masa operasi
Tujuan:
Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria hasil:
a. Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang menigkatkan resiko cedera
Intervensi Rasional
1. Diskusikan tentang rasa sakit, 1. Meningkatkan kerja sama dan
pembatasan aktivitas dan pembalutan pembatasan yang diperlukan
mata.
2. Istirahat mutlak diberikan hanya
2. Tempatkan klien pada tempat tidur beberapa menit hingga satu atau dua
yang lebih rendah dan anjurkan untuk jam pascaoperasi atau satu malam jika
membatasi pergerakan mendadak atau ada komplikasi
tiba-tiba serta menggerakan kepala
berlebihan.
3. Mencegah atau menurunkan resiko
3. Bantu aktivitas selama fase istirahat. komplikasi cedera