Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL

JANTUNG DI RUANG OKA RSUP SANGLAH DENPASAR


TANGGAL 5 s.d. 10 JULI 2019

Oleh:

ELIZABETH MARQUES LEITE


1502105030

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

1
KONSEP DASAR PENYAKIT GAGAL JANTUNG

PENGERTIAN

Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat atau rapid atau onset atau
adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda (symptoms and sign) dari gagal
jantung yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. Gagal jantung akut
dapat berupa serangan pertama gagal jantung atau memburuknya dari gagal jantung kronik
sebelumnya.

Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak napas, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,
edema, dan tanda objektif adanya fungsi jantung dalam keadaan istirahat. Gagal jantung
kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara
bertahap, gejala dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang
menunjukan mekanisme kompensasi.

Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan iskemik jantung, irama jantung yang abnormal,
disfungsi katup jantung, penyakit perikard, peninggian dari tekanan pengisian ventrikel atau
peninggin dari tahanan sirkulasi sistemik. Dengan demikian berbagai faktor kardiovaskular
dapat merupakan etiologi dari gagal jantung akut ini, dan juga bisa beberapa kondisi
(comorbid) ikut berinteraksi.

Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dari gagal jantung, pertama kali
diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA) pada tahun 1994, yang membagi
gagal jantung menjadi 4 klasifikasi :

 Kelas I (asimtomatik) :Sesak timbul pada saat aktivitas berlebih


 Kelas II (ringan) : Sesak timbul pada saat aktivitas sedang
 Kelas II ( sedang ) : Sesak timbul pada saat aktivitas ringan
 Kelas VI (berat ) : Sesak sudah timbul saat istirahat, merasa tidak nyaman

Penyakit kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat mencetuskan gagal jantung akut yang
paling sering antara lain :
 Peninggian afterload pada penderita hipertensi sistemik atau pada penderita hipertensi
pulmonal

2
 Peninggian preload karena volume overload atau retensi air
 Gagal sirkulasi seperti pada keadaan high output states antara lain pada infeksi,
anemia atau thyrotoxicosis.

Terdapat kriteria Framingham yang dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung kongestif.

Kriteria Major
 Paroksismal nokturnal dispnea
 Distensi vena leher dan Peninggian tekanan vena jugularis
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
 Dispnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Takikardia (>120 menit)
Etiologi
Penyebab utama gagal jantung adalah penyakit jantung koroner akut dan kronik. Prevalensi
PJK pada pasien gagal jantung bervariasi antara 50% samapi 75%. Sebagian besar pasien
mempunyai riwayat infark miokard dan bukti atau iskemia yang reversibel. Walaupun
hipertensi ditemukan pada sebagian besar pasien dan merupakan faktor resiko penting untuk
terjadinya gagal jantung, namun hanya 10% kasus gagal jantung yang disebabkan langsung
oleh penyakit jantung hipertensi.

Pada kondisi tertentu , bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat
memenuhi kebutuhan darah sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh. Kondisi ini disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regurgutasi katup berat dan
lebih jarang, fistula arteriovena, defisiensi tiamin, dan anemia berat. Keadaan curah jatung
yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung. 1

3
Epidemiologi

Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Menurut WHO,
diperkirakan ada 17,5 juta orang atau 31 persen dari total penduduk dunia meninggal akibat
penyakit kardiovaskular pada 2012. Dari angka tersebut, 7,4 juta di antaranya merupakan
kematian akibat penyakit jantung koroner dan 6,7 juta akibat stroke. Diperkirakan pada 2030,
kematian akibat penyakit kardiovaskular meningkat menjadi lebih dari 23 juta jiwa.
Sudahkah Anda menjaga kesehatan jantung? ed: reiny dwinanda. Prevalensi pada populasi di
Eropa dewasa sekitar 1,5% dan mungkin setinggi 3-5% pada usia di atas 75 tahun. Rerata
usia pasien gagal jantung adalah 74-76 tahun dan terdapat perbedaaan gender yang nyata
dengan prevalensi pada pria lebih tinggi daripada wanita. Pada usia 40 tahun, resiko untuk
terjadinya gagal jantung adalah 21% pada pria dan 20% apda wanita. Prevalensi disfungsi
sistolik ventrikel kiri pada populasi dewasa dilaporkan sebesar 3%, meningkat 4% samapi 6%
pada subjek berusia diatas 65 tahun. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal
dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
50% akan meninggal pada tahun pertama.

Patofisiologi

Hipertensi membuat jantung mengadakan kompensasi dengan melakukan hipertrofi pada


ventrikel kiri yang jelas ini membuat kecil volume rongga ventrikel kiri. Hipertrofi ini akan
meningkatkan tegangan pada dinding rongga membuat peningkatan kebutuhan akan oksigen,
seiring dengan waktu miokardium melemah dan tidak mampu memompa cukup darah untuk
kebutuhan tubuh. Diabetes mempengaruhi gagal jantung dengan membuat tubuh seseorang
menjadi hiperlipidemia yang dapat membuat aterosklerosis.

Penyakit jantung koroner, memicu juga terjadinya gagal jantung dimana terbentuknya plak
arterosklerosis. Plak yang timbul semakin berkembang dan tumbuh menyebabkan diameter
lumen dari arteri koronaria menyempit (lesi stenotik), plak itu kemudian ruptur dan diikuti
respon koagulasi yang mengaktivasi trombosit yang sebagai hasil akhir timbul trombus.

Pada awal mulanya timbul gangguan pada jantung kiri, akibat dari faktor-faktor pencetus tadi
diatas, terjadi peningkatan tekanan dari atrium dan ventrikel kiri, terjadi gangguan pada
disfungsi sistolik yang ada pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan
cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem

4
Renin–Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide
yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat
terjaga.

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer
(peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan
aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan
sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga
memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Gangguan fungsi hati pada gagal jantung menurunkan metabolisme aldosteron sehingga
meningkatkan kadar aldosteron lebih lanjut lagi.

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek
yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatasi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas
pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap
ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada
tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena
peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan
sebagai terapi pada penderita gagal jantung.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung
kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan
menyebabkan hiponatremia.

5
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal,
yang bertanggung jawab atas retensi natrium.

Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure,
perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat
kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial
akibat endotelin.

Mekanisme adaptif ini memberikan manfaat hemodinamik segera tapi dengan konsekuensi
merugikan dalam jangka panjang. Pada gagal jantung kiri terjadi penumpukan cairan dan
terjadi peninggian tekanan yang akhirnya membuat darah dari vena pulmonalis tidak bisa
masuk pada jantung kiri hal ini membuat bartambahnya tekanan pada vena pulmonalis yang
akhirnya mempengaruhi pembuluh-pembuluh darah kecil di paru yang ikut berkontraksi juga
untuk mempertahankan diri agar tidak pecah, sehingga timbul hipertensi pulmonal. Pada saat
ini terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah paru menyebabkan
kebocoran plasma kedalam rongga udara paru dan terjadi penumpukan plasma pada paru
sehingga terjadi edema pada paru.

Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam paru
akibat ikut berkontraksinya. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke
paru. Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini
akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga
terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan
suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut
dengan gagal jantung kanan.

Pada keadaan ini darah dari jantung kanan tidak bisa masuk dalam paru-paru dan membuat
tekanan dalam jantung kanan meningkat secara langsung mempengaruhi peningkatan tekanan
pada atrium kanan yang merupakan muara dari vena cava inverior yang akhirnya membuat
darah dari hepar tidak bisa masuk dapat masuk dalam atrium kanan yang akhirnya memicu
timbulnya hipertensi portal yang ujungnya akan menimbulkan hepatomegali.

6
Manisfestasi klinis
Manisfestasi klinis gagal jantung akut memberikan gambaran atau kondisi spectrum yang
luas dan setiap klasifikasi tidak akan dapat menggambarkan scara spesifik. Pasien dengan
gagal jantung akut biasanya akan memperlihatkan salah satu dari enam bentuk gagal jantung
akut. Edema paru tidak selalu menyertai semua ke enam bentuk gagal jantung akut.

1. Gagal jantung dekompensata akut (de novo atau sebagai dekompensasi dari gagal
jantung kronis) dengan tanda dan gejala gagal jantung akut namun ringan dan tidak
memenuhi kriteria syok kardiogenik edema paru atau krisis hipertensi.
2. Gagal jantung akut hipertensif, gejala dan tanda gagal jantung disertai tekanan darah
tinggi dan fungsi jantung kiri relatif masih baik dengan foto toraks sebanding dengan
edema paru akut.
3. Edema paru (dibuktikan dengan foto toraks) disertai dengan distress pernapasan berat
dengan ronki di seluruh paru dan ortopnea, dngan saturasi O 2 biasanya <90% pada
udara ruangan sebelum terapi.
4. Syok kardiogenik adalah keadaan hipoperfusi jaringan yang disebabkan gagal jantung
setelah perbaikan preload. Tidak ada definisi baku untuk parameter hemodinamik
yang menjelaskan perbedaan prevalensi dan outcome pada banyak penelitian, tetapi
syok kardiogenik biasanya ditandai dengan menurnnya tekanan darah (tekakan darah
sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan arteri rerata >30 mmHg) dan/ atau
produksi urin sedikit (<0,5 mL/kg/jam), dengan frekuensi nadi >60x/m dengah atau
tanpa adanya bendungan organ. Ada rangkaian dari low cardiac output hinggak syok
kardiogenik .
5. High output failure ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan
frekuensi jantung yang cepat (disebabkan oleh aritmia, tirotoksikosis, anemia,
penyakit paget, iatrogenik, atau oleh mekanisme lain) dengan akral hangat, kongesti
paru, dan kadang-kadang dengan tekanan darah rendah pada syok septik.
6. Gagal jantung kanan ditandai dengan low out syndrome dengan peningkatan
tekananan vena jugularis, pembesaran hati dan hipotensi.

Prognosis
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu
randomized trial yang besar pada pasien yang dirawat dengan gagak jantung mengalami
dekompensasi, mortaliras 60 hari adalah 9,65 dan apabila dikombinasi dengan mortalitas dan
perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Sekitar 45% pasien gagal jantung akut akan

7
dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama.
Angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat
dengan mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%.

Komplikasi
1. Tromboemboli
Resiko terjadinya bekuan vena (trombosis vena dalam atau DVT (deep venous
thrombosis) dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF
berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF, yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauan denyut jantung
(dengan pemberian digoksin/β bloker) dan pemberian warfarin.
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
yang ditinggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihan pasien tertentu.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung
mendadak (25-50% kematian pada CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,
amiodaron, β bloker, dan defibrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai
peranan.

Penatalaksanaan

1. Terapi oksigen dan ventilasi


Terapi ini ditujukan untuk memberikan oksigen yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan oksigen tingkat sel sehingga dapat mencegah disfungsi end organ dan
awitan kegagalan multi organ. Pemeliharaan saturasi O2 dalam batas normal (95%-
98%) penting untuk memaksimalkan oksigenasi jaringan.
2. Medicamentosa
Morfin didindikasikan pada tahap awal pengobatan gagal jantung akut berat,
khususnya pada pasien gelisah dan dispnea. Morfin menginduksi venodilatasi, dilatasi
ringan pada arteri dan dapat mengurangi denyut jantung.
Antikoagulan terbukti dapat digunakan untuk sindrom koroner akut dengan atau tanpa
gagal jantung. Namun, tidak ada bukti manfaat heparin atau low molecular weight
heparin (LMWH) pada gagal jantung akut saja.

8
Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien gagal jantung akut sebagi terapi
lini pertama pada hipofusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat dan tanda
jongesti dengan diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan membuka sirkulasi perifer
dan mengurangi preload. Beberapa vasodilator yang digunakan adalah :
1. Nitrat bekerja dengan mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke
volume atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada gagal
jantung akut kanan, khususnya pada pasien sindrom koroner akut. Pada dosis
rendah, nitrat hanya menginduksi venodilatasi, tetappi bila dosisnya
ditingkatkan secara bertahap dapat menyebabkan dilatasi arteri kororner.
2. Nesiritid merupakan rekombinan perptida otak manusia yang identik dengan
hormon endogen yang diprosuksi ventrikel, yaitu B-Type Natriurectic peptides
dalam merespon peningkatan tegangan dinding, peningkatan tekanan darah,
dan volume overload. Kadar B-Type Natriuretic peptides meningkat pada
pasien gagal jantung dan berhubungan dengan keparahan penyakit. Efek
fisiologis BNP mencakup vasodilatasi, diuresis, natriuresis dan antagonis
terhadap sistem RAA dan endotelin. Nesiritid memiliki efek vasodilator vena,
arteri dan pembuluh darah koroner untuk menurunkan preload dan afterload,
serta meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik langsung. Nesiritid
terbukti mampu mengurangi dispnea dan kelelahan dibandingkan plasebo.
Nesiritid juga mengurangi tekanan kapiler baji paru.
3. Dopamine merupakan agonis reseptor β -1 yang memiliki efek inotropik dan
kronotopik positif. Pemberian dopamine terbukti meningkatkan curah jantung
dan menurnkan resistensi vaskular istemik.
4. Milrinone merupakan inhibitor phosphodiesterase-3 (PDE3) sehinga terjadi
akumulasi cAMP intraseluler yang berjuang pada inotropik dan lusitropik
positif. Obat ini biasanya digunakan pada pasien dengan curah jantung rendah
dan tekanan pengisian ventrikel yang tinggi serta resistensi vaskular sistemik
yang tinggi.
5. Dobutamin merupakan simpatomimetik amin yang mempengaruhi reseptor β
1, β 2 dan α pada miokard dan pembuluh darah. Walaupun mempunyai efek
inotropik positif, efek peningkatan denyut jantung lebih rendah dibanding
dengan agonis beta adrenergik. Obat ini juga menurunkan systemic vscular
resistance (SRV) dan tekanan pengisian ventrikel kiri.

9
6. Epinefrin dan norepinefrin menstimulalsi reseptor adrenegrik β1 dan β2 di
miokard sehingga menimbulkan efek inotropik kronotopik positif. Epinefrin
bermanfaat pada individu yang curah jantungnya rendah dan atau brakikardi. 2
7. Digoksin digunakan untuk mengendalikan denyut jantung pada pasien gagal
jantung dengan penyulit fibrilasi atrium dan atrial flutter. Amiodarone atau
ibutilide dapat ditambahkan pada pasien dengan kondisi yang lebih parah.
8. Nitropusid bekerja dengan merangsang pelepasan nitri oxide (NO) secara
nonenzimatik. Nitroprusid juga memiliki efek yang baik terhadap perbaikan
preload fan afterload. Venodilatasi akan mengurangi pengisian ventrikel
sehingga preload menurun. Obat ini juga mengurangi curah jantung san
regurgitasi mitral yang diikuti dengan penurunan resistensi ginjal. Hal ini
akan memperbaiki aliran darah ginjal sehingga sistem RAA tidak teraktivasi
secara berlebihan. Nitroprusi tidak mempengaruhi sistem neurohormonal.

Diuretik diindikasikan bagi pasien gagal jantung akut dekompensasi yang disertai
gejala retensi cairan. Pemberian loop diuretic secara intravena dengan efek yang lebih
kuat lebih diutamakan untuk pasien gagal jantung akut. Sementara itu, pemberian beta
bloker merupakan kontraindikasi pada gagal jantung akut kecuali bila gagal
jantunkaut sudah stabil.

3. Non medicamentosa
a. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup
jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau
intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
b. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c. Posisi setengah duduk.
d. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
e. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal
jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada
gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter
pada gagal jantung ringan.
f. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila
pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat

10
berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada
gagal jantung ringan atau sedang.
g. Hentikan rokok dan alkohol
h. Revaskularisasi koroner
i. Transplantasi jantung
j. Operasi Jantung

Bedah jantung terdapat tiga jenis, yaitu:

 Open heart surgery


Bedah jantung ini dilakukan dengan membuat sayatan besar di dada untuk membuka
tulang rusuk dan menjangkau jantung, kemudian menghubungkan jantung dengan
mesin bypass jantung-paru. Setelah jantung berhenti berdetak, mesin bypass akan
mengalirkan darah menggantikan fungsi jantung, sementara dokter melakukan
tindakan operasi pada jantung.
 Off-pump heart surgery
Bedah jantung ini dilakukan dengan membuka bagian dada untuk menjangkau jantung
tetapi tidak menggunakan mesin bypass jantung-paru.
 Bedah jantung minimal invasif
Bedah jantung yang dilakukan dengan membuat sayatan kecil di antara tulang rusuk
untuk menjangkau jantung. Operasi ini biasanya dilakukan untuk memperbaiki katup
jantung atau memasukkan alat pacu jantung.

Perhatikan kesehatan

Untuk mempercepat proses penyembuhan setelah bedah jantung disarankan untuk berhenti
merokok, mengonsumsi makanan sehat bergizi seimbang, rajin bergerak, dan mengelola stres
sebelum operasi.

Sehari sebelum operasi

Pasien biasanya diminta untuk datang ke rumah sakit sehari sebelum hari H atau pada pagi
hari H. Setelah itu, pasien akan diminta untuk:

 Puasa sesuai instruksi dokter.

11
 Mandi menggunakan sabun khusus di sore hari sebelum hari H guna mengurangi
bakteri di kulit, dan menurunkan risiko terkena infeksi setelah bedah jantung.
 Istirahat yang cukup

Hari H

Di hari bedah jantung dilakukan, pasien akan diminta untuk:

 Minum obat yang diberikan.


 Mandi dengan sabun khusus.
 Diperiksa tekanan darah, pernapasan, suhu tubuh, denyut jantung.
 Buang air kecil.
 Melepaskan kacamata, alat bantu pendengaran, gigi palsu, dan perhiasan yang
menempel di tubuh.

12
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL JANTUNG

PENGKAJIAN
Pre operasi
Data subjektif :
- Pasien mengatakan merasa nyeri
- Pasien mengatakan tidak bisa tidur
- Pasien mengatakan sesak
Data objektif:
- Pasien tampak nyeri.
- Pasien tampak lemas
- RR: 29x/menit
Post operasi
Data subjektif :
- Keluarga mengatakan tampak kemerahan di area operasi
- Keluarga mengatakan pasien muntah-muntah pasca operasi.
- Keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan nafsu makan
- Keluarga pasien mengatakan pada saat istirahat pasien sering merasa kesakitan.
Data objektif:
- Pasien tampak pucat
- Kulit pasien teraba lembab
- Tampak eritema di sekitar luka post operasi
- Pasien tampak tidak dapat beristirahat dengan baik karena nyeri.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal

13
6. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam
lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya, tindakan yang
dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin muncul dan
perubahan gaya hidup

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi
o Keperawatan Hasil
1 Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d respon          Cardiac Pump Cardiac Care
fisiologis otot effectiveness   Evaluasi adanya nyeri dada
jantung, peningkatan         Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
frekuensi,          Vital Sign Status   Catat adanya disritmia jantung
dilatasi,
hipertrofi atau Kriteria Hasil:   Catat adanya tanda dan gejala
peningkatan isi
         Tanda Vital dalam penurunan cardiac putput
sekuncup rentang   Monitor status kardiovaskuler
normal
(Tekanan darah, Nadi,   Monitor status pernafasan yang
respirasi) menandakan gagal jantung
         Dapat mentoleransi   Monitor abdomen sebagai
aktivitas, tidak ada indicator penurunan perfusi
kelelahan   Monitor balance cairan
         Tidak ada edema   Monitor adanya perubahan
paru, perifer, dan tidak tekanan darah
ada asites   Monitor respon pasien terhadap
         Tidak ada efek pengobatan antiaritmia
penurunan kesadaran   Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
  Monitor toleransi aktivitas pasien
  Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
  Anjurkan untuk menurunkan
stress
Vital Sign Monitoring
  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
  Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor adanya pulsus
paradoksus dan pulsus alterans
  Monitor jumlah dan irama

14
jantung dan monitor bunyi
jantung
  Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
  Monitor suara paru, pola
pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
  Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2 Pola Nafas tidak NOC NIC
efektif   Respiratory status :
Ventilation          Posisikan pasien untuk
Definisi : Pertukaran   Respiratory status : memaksimalkan ventilasi
udara inspirasi Airway patency          Pasang mayo bila perlu
dan/atau ekspirasi  Vital sign Status          Lakukan fisioterapi dada jika
tidak adekuat perlu
Faktor yang Setelah dilakukan         Keluarkan sekret dengan
berhubungan : tindakan keperawatan batuk atau suction
          Hiperventilasi selama…. Pasien          Auskultasi suara nafas, catat
          Penurunan menunjukan keefektifan adanya suara tambahan
energi/kelelahan pola napas, dibuktikan          Berikan bronkodilator
         Perusakan/pelemah dengan :          Berikan pelembab udara
an muskuloskletal Kassa basah NaCl Lembab
          Obesitas Kriteria Hasil :          Atur intake untuk cairan
          Kelelahan  Mendemonstrasikan
otot mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan batuk efektif dan suara          Monitor respirasi dan status
          Hipoventilasi nafas yang bersih, tidak O2
sindrom ada sianosis dan         Bersihkan mulut, hidung dan
          Nyeri dyspneu (mampu secret trakea
          Kecemasan mengeluarkan sputum,          Pertahankan jalan nafas yang
          Disfungsi mampu bernafas dengan paten
Neuromuskuler mudah, tidak ada pursed          Observasi adanya tanda tanda
          Injuri tulang lips) hipoventilasi
belakang  Menunjukkan jalan nafas          Monitor adanya kecemasan
DS yang paten (klien tidak pasien terhadap oksigenasi
-    Dyspnea merasa tercekik, irama          Monitor vital sign
-    Nafas pendek nafas, frekuensi         Informasikan pada pasien dan
DO pernafasan dalam keluarga tentang teknik relaksasi
-    Penurunan tekanan rentang normal, tidak untuk memperbaiki pola nafas
inspirasi/ekspirasi ada suara nafas
         Ajarkan bagaimana batuk
-    Penurunan abnormal) secara efektif
pertukaran  Tanda Tanda vital dalam
udara          Monitor pola nafas
permenit rentang normal (tekanan
-    Menggunakan otot darah, nadi, pernafasan)
pernafasan tambahan

15
-    Orthopnea
-    Pernafasan pursed-
lip
-    Tahap ekspirasi
berlangsung sangat 
lama
-    Penurunan kapasitas
vital respirasi < 11-
24x/menit

3 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :


efektif          Circulation status
b/d Peripheral Sensation
menurunnya          Tissue Prefusion : Management (Manajemen sensasi
curah
jantung, hipoksemia cerebral perifer)
jaringan, asidosis dan Kriteria Hasil :   Monitor adanya daerah tertentu
kemungkinan a.       mendemonstrasikan yang hanya peka terhadap
thrombus atau emboli status sirkulasi panas/dingin/tajam/tumpul
         Tekanan   Monitor adanya paretese
systole
Definisi : dandiastole   Instruksikan keluarga untuk
dalam
Penurunan pemberian rentang yang diharapkan mengobservasi kulit jika ada lsi
oksigen dalam         Tidak ada atau laserasi
kegagalan memberi ortostatikhipertensi   Gunakan sarun tangan untuk
makan jaringan pada          Tidak ada tanda proteksi
tingkat kapiler tanda peningkatan  Batasi gerakan pada kepala, leher
Batasan karakteristik : tekanan intrakranial dan punggung
Renal (tidak lebih dari 15   Monitor kemampuan BAB
          Perubahan tekanan mmHg)   Kolaborasi pemberian analgetik
darah di luar batas b.       mendemonstrasikan   Monitor adanya tromboplebitis
parameter kemampuan kognitif
  Diskusikan menganai penyebab
          Hematuria yang ditandai dengan: perubahan sensasi
          Oliguri/anuria    berkomunikasi dengan
          Elevasi/penurunan jelas dan sesuai dengan
BUN/rasio kreatinin kemampuan
Gastro Intestinal     menunjukkan perhatian,
          Secara usus konsentrasi dan orientasi
hipoaktif atau tidak    memproses informasi
ada    membuat keputusan
          Nausea dengan benar
          Distensi abdomen c.        menunjukkan fungsi
          Nyeri abdomen sensori motori cranial
atau tidak terasa lunak yang utuh : tingkat
(tenderness) kesadaran mambaik,
Peripheral  tidak ada gerakan
          Edema gerakan involunter
          Tanda Homan
positif
          Perubahan
karakteristik kulit
(rambut, kuku,
air/kelembaban)

16
          Denyut nadi lemah
atau tidak ada

4 Gangguan pertukaran NOC : NIC :


  Respiratory Status : Gas Airway Management
gas b/d kongesti paru,
exchange          Buka jalan nafas, guanakan
hipertensi pulmonal,   Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
penurunan perifer ventilation bila perlu
yang mengakibatkan   Vital Sign Status          Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
asidosis laktat dan
  Mendemonstrasikan          Identifikasi pasien perlunya
penurunan curah peningkatan ventilasi pemasangan alat jalan nafas
jantung. dan oksigenasi yang buatan
adekuat          Pasang mayo bila perlu
Definisi : Kelebihan   Memelihara kebersihan          Lakukan fisioterapi dada jika
atau kekurangan paru paru dan bebas dari perlu
dalam oksigenasi dan tanda tanda distress          Keluarkan sekret dengan
atau pengeluaran pernafasan batuk atau suction
karbondioksida   Mendemonstrasikan
di          Auskultasi suara nafas, catat
dalam membran batuk efektif dan suara adanya suara tambahan
kapiler alveoli nafas yang bersih, tidak          Lakukan suction pada mayo
ada sianosis dan
         Berika bronkodilator bial
Batasan karakteristik : dyspneu (mampu perlu
           Gangguan mengeluarkan sputum,          Barikan pelembab udara
penglihatan mampu bernafas dengan          Atur intake untuk cairan
           Penurunan CO2 mudah, tidak ada pursed mengoptimalkan keseimbangan.
           Takikardi lips)          Monitor respirasi dan status
           Hiperkapnia   Tanda tanda vital dalam O2
           Keletihan rentang normal
           somnolen Respiratory Monitoring
           Iritabilitas          Monitor rata – rata,
           Hypoxia kedalaman, irama dan usaha
           kebingungan respirasi
           Dyspnoe          Catat pergerakan dada,amati
           nasal faring kesimetrisan, penggunaan otot
           AGD Normal tambahan, retraksi otot
           sianosis supraclavicular dan intercostal
           warna kulit          Monitor suara nafas, seperti
abnormal (pucat, dengkur
kehitaman)          Monitor pola nafas :
           Hipoksemia bradipena, takipenia, kussmaul,
           hiperkarbia hiperventilasi, cheyne stokes, biot
           sakit kepala ketika          Catat lokasi trakea
bangun          Monitor kelelahan otot
           frekuensi dan diagfragma ( gerakan
kedalaman nafas paradoksis )
abnormal          Auskultasi suara nafas, catat
Faktor faktor yang area penurunan / tidak adanya
berhubungan : ventilasi dan suara tambahan
-       ketidakseimbangan          Tentukan kebutuhan suction

17
perfusi ventilasi dengan mengauskultasi crakles
-      perubahan membran dan ronkhi pada jalan napas
kapiler-alveolar utama
         Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

AcidBase Managemen
  Monitro IV line
  Pertahankanjalan nafas paten
  Monitor AGD, tingkat elektrolit
  Monitor status
hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
  Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
  Monitor pola respirasi
  Lakukan terapi oksigen
  Monitor status neurologi
  Tingkatkan oral hygiene

5 Kelebihan volume NOC : Fluid management


cairan   Electrolit and acid base
b/d   Pertahankan catatan intake dan
berkurangnya curah balance output yang akurat
  Fluid balance
jantung, retensi cairan   Pasang urin kateter jika
dan natrium oleh diperlukan
ginjal, hipoperfusi ke Kriteria Hasil:   Monitor hasil lAb yang sesuai
jaringan perifer dan          Terbebas dari dengan retensi cairan (BUN ,
hipertensi pulmonal edema, efusi, anaskara Hmt , osmolalitas urin  )
         Bunyi nafas bersih,
  Monitor status hemodinamik
Definisi : Retensi tidak ada termasuk CVP, MAP, PAP, dan
cairan isotomik dyspneu/ortopneu PCWP
meningkat          Terbebas dari
  Monitor vital sign
Batasan karakteristik : distensi vena jugularis,   Monitor indikasi retensi /
-     Berat badan reflek hepatojugular (+) kelebihan cairan (cracles, CVP ,
meningkat pada waktu          Memelihara tekanan edema, distensi vena leher, asites)
yang singkat vena sentral, tekanan   Kaji lokasi dan luas edema
-     Asupan berlebihan kapiler paru, output   Monitor masukan makanan /
dibanding output jantung dan vital sign cairan dan hitung intake kalori
-     Tekanan darah dalam batas normal harian
berubah, tekanan arteri
         Terbebas dari
  Monitor status nutrisi
pulmonalis berubah, kelelahan,   Berikan diuretik sesuai interuksi
kecemasan
peningkatan CVP atau kebingungan   Batasi masukan cairan pada
-     Distensi          Menjelaskanindikat keadaan hiponatrermi dilusi
vena
jugularis or kelebihan cairan dengan serum Na < 130 mEq/l
-     Perubahan pada pola   Kolaborasi dokter jika tanda
nafas, dyspnoe/sesak cairan berlebih muncul
nafas, orthopnoe, memburuk
suara nafas abnormal Fluid Monitoring

18
(Rales atau crakles),   Tentukan riwayat jumlah dan tipe
kongestikemacetan intake cairan dan eliminaSi
paru, pleural effusion   Tentukan kemungkinan faktor
-     Hb dan hematokrit resiko dari ketidak seimbangan
menurun, perubahan cairan (Hipertermia, terapi
elektrolit, khususnya diuretik, kelainan renal, gagal
perubahan berat jenis jantung, diaporesis, disfungsi
-     Suara jantung SIII hati, dll )
-     Reflek hepatojugular   Monitor serum dan elektrolit urine
positif   Monitor serum dan osmilalitas
-     Oliguria, azotemia urine
-     Perubahan status   Monitor BP, HR, dan RR
mental, kegelisahan,   Monitor tekanan darah orthostatik
kecemasan dan perubahan irama jantung
  Monitor parameter hemodinamik
Faktor-faktor yang infasif
berhubungan :   Monitor adanya distensi leher,
Mekanisme pengaturan rinchi, eodem perifer dan
melemah penambahan BB
Asupan cairan berlebihan   Monitor tanda dan gejala dari
Asupan natrium odema
berlebihan

19
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati


S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: FKUI; 2009.h. 2196-98.

Davey P. At a glance medicine. Jakarta. Erlangga; 2002.h. 150-1.

Fishman. Pulmonary disease and disorders. Fourth edition. Volume one. Philadelphia : WB
Saunders; 2008.p. 598-602

Ghanie A. Gagal jantung kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1596-7.

Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Edisi IV.
Jakarta: Erlangga; 2002.h. 1-89.

Manurung D. Gagal jantung akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1586-
94.

Mann DL. Heart failure and cor pulmonale. In: fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, editor.
Harrison’s principles of internal medicine. 17 th ed. New York: Mc graw hill, 2008.p.1443

Mansjoer A, Sudoyo AW, Alwi I, Rinaldi I, Harimutri K, Lakswi PW, Ranita R, Setiati S.
Kedokteran perioperatif evaluasi dan tatalaksana bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: FKUI;
2007.h. 120-5.
McLuckie A. Respiratory disease and its management. London: Springer; 2008.p. 1-4.
Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture kedokteran klinis. Edisi VI. Jakarta: Erlangga;
2007.h. 312-4.

20
21

Anda mungkin juga menyukai