Anda di halaman 1dari 8

Analisis Tingkat Kemampuan Analogi Siswa

Melalui Penerapan Model Pembelajaran GOLD


(Guided, Organizing, Leaflet, Discovery)
1nd A.St Aisyah Nur 2st Ernawati
Economic Education Economic Education
STKIP Muhammadiyah Bone STKIP Muhammadiyah Bone
Watampone-Indonesia Watampone-Indonesia
Postgraduate of Makassar State University Postgraduate of Makassar State University
Makassar, Indonesia Makassar, Indonesia
andichalazwyboyman3@gmail.com ernawati280694@gmail.com

3thA. M. Irfan Taufan Asfar


4rdA. M. Iqbal Akbar Asfar
Doctoral Program of Science Education Department, Makassar
State University State Polytechnic of Ujung Pandang

Makassar, Indonesia Makassar, Indonesia


Doctoral Program of Makassar State University

tauvanlewis00@gmail.com
Makassar, Indonesia
andiifalasfar@gmail.com

Abstract - This research is motivated by the existence of real facts in the learning process, namely the low analogy ability of students.
This is because the learning process is still dominated by the role of the teacher, so the teacher gives less opportunity to students,
especially to build analogy skills. So that it is necessary to apply learning models that are able to build student analogy abilities, one of
which is the GOLD model which is the result of developing Guided Discovery learning models with the addition of several new steps
such as organizing and leaflet learning media. The type of research used is quantitative research using experimental quantitative
methods. The research design used was Quasi Experimental Design in the form of Non-equivalent Control Group Design. The results
of the study based on the test statistics output in the normality test showed that the data were not normally distributed, but in
homogeneity testing showed that the data came from data that had the same variant based on the pre test value, so Mann-Whitney's test
was needed to test the mean differences between the two groups. Based on the results of the mann-whitney test it can be seen that the p
value is 0.000 <0.05 so it can be concluded that, H_a is accepted and H a is rejected which is the application of the GOLD learning
model able to build student analogy abilities.
Keywords — GOLD & Analogy learning models

Abstrak—Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya fakta nyata dalam proses pembelajaran, yaitu rendahnya kemampuan
analogi siswa. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran masih didominasi oleh peran guru, sehingga guru kurang memberi
kesempatan kepada siswa khususnya untuk membangun kemampuan analoginya. Sehingga diperlukan penerapan model
pembelajaran yang mampu membangun kemampuan analogi siswa, salah satunya model GOLD yang merupakan hasil
pengembangan model pembelajaran Guided Discovery dengan penambahan beberapa langkah baru seperti organizing dan media
pembelajaran leaflet. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode kuantitatif
eksperimental. Desain penelitian yang digunakan, yaitu Quasi Eksperimental Design dengan bentuk Non-equivalent Control Group
Design. Hasil penelitian berdasarkan output test statistics dalam uji normalitas menunjukkan data tidak berdistribusi normal,
akan tetapi dalam pengujian homogenitas menunjjukkan bahwa data berasal dari data yang mempunyai varian yang sama
berdasarkan nilai pre test, jadi perlu pengujian mann-whitney untuk menguji perbedaan rerata dari kedua kelompok.
Berdasarkan hasil pengujian mann-whitney dapat diketahui bahwa nilai p sebesar 0.000<0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa,
H a di terima dan H 0 di tolak yang merupakan penerapan model pembelajaran GOLD mampu membangun kemampuan analogi
siswa.
Kata Kunci—Model pembelajaran GOLD & Analogi

I. PENDAHULUAN
Pasar tunggal ASEAN yang telah direncanakan pada tahun 2015, menjadi tantangan bagi dunia pendidikan.
Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) harus qualified dan marketabel. Unit pendidikan perlu berperan aktif dan
signifikan, diantaranya adalah mampu menghasilkan kompetensi lulusan yang dapat bersaing dengan tenaga-tenaga kerja dari
luar negeri, sehingga mampu menguasai pasar industri dalam negeri dan berkompetisi dalam persaingan global (Laelasari,
Subroto & Ikhsan, 2013:40). Hal tersebut senada dengan pendapat Narwoto & Soeharto (2013:223) yang menjelaskan bahwa,
peran pendidikan dalam menyambut berlakunya pasar tunggal ASEAN 2015 adalah menyiapkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang terampil, peka, kritis dan mampu bertahan dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan.
Hasil penelitian Wibowo (2015:14) menjelaskan bahwa, salah satu upaya untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM), yaitu melalui proses pembelajaran di sekolah agar mampu untuk bersikap profesional dengan adanya persaingan
tenaga-tenaga kerja dari luar. Sementara kenyataan yang terjadi saat ini berdasarkan hasil penelitian Sulistiawati, Suryadi &
Fatimah (2016:176) menjelaskan bahwa, salah satu penyebab Sumber Daya Manusia (SDM) belum mampu untuk bersaing
dengan negara luar, karena dalam proses pembelajaran belum dapat mengembangkan kemampuan penalaran analogi siswa
secara maksimal. Dimana, penalaran analogi merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dan perlu
dikembangkan dalam pembelajaran ekonomi agar mampu untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu
fakta yang ditemukan oleh Franita (2016:89) menjelaskan bahwa kemampuan penalaran analogi siswa di sekolah belum dapat
berkembang sebagaimana mestinya sehingga akan berdampak kepada rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) di
Indonesia.
Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian dari beberapa studi yang telah dilakukan berkaitan dengan
penalaran analogi diantaranya adalah studi yang dilakukan oleh Rifaatu, Mahmuzah & Aklimawati (2017:72) mengenai
penalaran analogi memeroleh fakta bahwa, kualitas kemampuan penalaran analogi rendah karena skornya hanya 49% dari
skor ideal. Kemampuan penalaran siswa Indonesia, khususnya siswa SMP masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal
ini terlihat dari rendahnya prestasi siswa Indonesia di dunia Internasional. Sementara itu, studi yang dilakukan oleh
Kariadinata (2014:1); Rahman & Maarif (2014:7) pada siswa SMU menemukan bahwa kualitas kemampuan siswa dalam
penalaran analogi belum mencapai hasil yang memuaskan. Sejalan dengan hal tersebut, menurut hasil survey global institue
yang pernah di lakukan terhadap siswa di Indonesia tentang kemampuan penalaran analogi, hanya 5% siswa di Indonesia
yang mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Ironisnya, 78% siswa di Indonesia mampu
mengerjakan soal yang memerlukan hafalan. Dari beberapa studi tentang penalaran di atas, terlihat bahwa kemampuan
penalaran siswa khususnya penalaran analogi masih sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, kemampuan
penalaran analogi siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Hal tersebut membuat peneliti ingin mengkaji lebih jauh
tentang penalaran analogi.
Dewi (2014:102); Ntim (2015:2) menjelaskan bahwa, penalaran (reasoning) merupakan salah satu aspek dari
kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam kurikulum terbaru yang dikategorikan sebagai kompetensi dasar yang harus
dikuasai oleh siswa. Sementara itu, Muchsin & Khumaedi (2016:34) menjelaskan bahwa, kemampuan berpikir analogi sangat
penting bagi siswa dalam membentuk pola pikir untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam proses
pembelajaran. Berpikir analogi merupakan suatu transformasi kebiasaan berpikir dari cara sederhana dan spontan menjadi
lebih terstruktur dan sistematis. Rankhumise, Petrus & Imenda (2014:298) menjelaskan bahwa berpikir analogi merupakan
pusat kognisi siswa dalam proses belajar. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran kemampuan berpikir analogi sangat
penting karena kemampuan analogi akan mempertajam daya nalar siswa.
Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman mengajar yang dilakukan peneliti di SMAN 6 Bone diperoleh fakta
bahwa, penggunaan analogi siswa pada saat proses belajar mengajar di kelas masih tergolong rendah. Permasalahan tersebut
disebabkan karena kebiasaan siswa dalam belajar selalu terpaku kepada guru, sehingga siswa tidak mempunyai banyak
gagasan terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru.
Akar permasalahan dari rendahnya kemampuan analogi siswa secara empiris disebabkan karena banyak guru yang
kurang memberikan perhatian dalam mengembangkan kemampuan penalaran analogi siswa. Salah satu penyebab kurangnya
aktivitas dalam proses pembelajaran, yaitu penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh guru yang belum mampu
memaksimalkan aktivitas belajar siswa (Utami, Sajidan & Dwiastuti. 2015:26). Sementara itu, Asfar (2018:2) menyatakan
bahwa, proses dan kualitas dalam proses pembelajaran sangat membutuhkan kreativitas agar dapat mengembangkan konsep
pendidikan dan pembelajaran yang baru secara menyeluruh. Oleh karena itu, upaya peningkatan kemampuan dan
keterampilan berpikir siswa khususnya kemampuan penalaran analogi perlu mendapat perhatian dan usaha yang serius dari
guru sebagai objek sentral dalam proses pembelajaran (Persada, 2016:24). Sementara itu Sari (2014:3); Siregar & Marsigit
(2015:3) menjelaskan bahwa, untuk mengembangkan kemampuan analogi siswa maka diperlukan sebuah model pembelajaran
yang mempunyai karakteristik membangun kategori, menentukan masalah yang mampu untuk membangun kemampuan
analogi siswa dan menciptakan lingkungan yang mendukung.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, guru dapat kiranya mengupayakan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Asfar (2017: 625) menjelaskan bahwa, model pembelajaran merupakan
suatu gambaran lingkungan pembelajaran yang sistematis. Pemberian model pembelajaran bertujuan agar dapat memberikan
peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan penalaran analoginya.
Model pembelajaran yang mempunyai karakteristik tersebut diantaranya model Pembelajaran Guided Discover, model
pembelajaran Guided Discovery merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa ke dalam proses kegiatan mental
melalui diskusi, membaca dan mencoba, agar siswa dapat belajar mandiri. (Supriyono & Jauwad. 2015:51).
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Guided Discovery dapat memberikan kesempatan bagi siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Konsep dasar dari penemuan dipandu berakar pada persepsi yang
berpusat pada siswa, belajar melakukan penemuan dan menghasilkan karya. Sehingga pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Guided Discovery dapat meningkatkan pemahaman, produktif kreatif berpikir serta siswa dapat
mengasah keterampilan kerja sama dalam kegiatan pembelajaran (Bahri. 2015:77). Kegiatan inti, model pembelajaran
discovery learning yaitu mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif karena melibatkan siswa dalam presentasi hasil
temuan. (Tompoa, Ahmada& Muris. 2016:5678).
Rodiyatun (2016:4) menjelaskan bahwa, salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan dalam model
pembelajaran Guided Discovery maka diperlukan Organizing (pegorganisasian). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian
Handayani (2014:159) yang menjelaskan bahwa, pengorganisasian merupakan pengaturan atau pelaksanaan interaksi yang
terjadi antara guru dan siswa, maupun siswa dengan siswa dalam pembelajaran. Satriani, Dantes & Jampel (2015:4)
melaporkan bahwa dalam pengorganisasian siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan ide-ide dan berpendapat dalam
sebuah diskusi kelompok, kemudian siswa akan mempresentasikan dan berdiskusi dalam kelas.
Sementara itu, untuk memudahkan siswa agar dapat mengetahui pelajaran dengan kemampuan yang dimiliki, maka
peneliti menambahkan media yang berupa Leaflet. Dimana, penggunaan bahan ajar Leaflet menurut Prasanti & Pratamawaty
(2017:28) menyatakan bahwa, media pembelajaran Leaflet, yaitu media pembelajaran yang dapat menjadikan siswa lebih
aktif selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar dan penguasaan materi, karena media
pembelajaran Leaflet, digunakan untuk memberikan sebuah keterangan singkat tentang suatu masalah. Kadir & Masi
(2014:54) menyatakan bahwa, penggunaan media pembelajaran leaflet yang tepat dapat menjadi pendorong semangat siswa
untuk belajar ataupun dalam memecahkan sebuah masalah yang diberikan.
Media pembelajaran Leaflet atau lembar balik adalah selembar kertas yang dilipat sedemikian rupa, berisi tulisan dan
gambar yang tercetak tentang suatu masalah sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa (Notosiswoyo. 2014:2;
Prasanti & Pratamawaty. 2017:27-28). Sementara itu Wati & Joko (2015:294) menjelaskan bahwa, peranan
penggunaan media pembelajaran leaflet sangat penting dalam proses pembelajaran, karena dapat membantu guru dan siswa
dalam memahami materi pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, media leaflet tidak hanya mampu berperan sebagai
penyalur pesan saja, akan tetapi juga mampu menggantikan tugas guru dalam penyampaian materi pembelajaran (Ruyadi,
Winoto & Komariah. 2017:37).

Mengatasi permasalahan tersebut di atas maka peneliti terinspirasi untuk mengambil model pembelajaran “GOLD”,
karena Nur, et al (2018: 233) menyatakan bahwa, salah satu model pembelajaran yang mampu membangun kemampuan
analogi siswa, yaitu model pembelajaran GOLD yang merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu memberikan
peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan penalaran analoginya.
Model pembelajaran GOLD adalah pembelajaran yang bercirikan pada pembelajaran dengan menggunakan kuis puzzle
leaflet (media cetak) dengan background yang berwarna emas sebagai sarana dan penunjang dalam proses pembelajaran agar
dapat merangsang atau menumbuhkan motivasi belajar siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses
pembelajaran sehingga interaksi antara guru dan siswa dapat terjadi, agar dalam proses pembelajaran dapat mengalami
kolaboratif yang menyenangkan dan mampu menjadi kunci dalam menumbuhkan kemampuan analogi sehingga memudahkan
siswa dalam belajar.
Model pembelajaran GOLD merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan
keterampilan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran GOLD mampu menciptakan proses
akomodasi kognitif yang berawal dari pengetahuan siswa menjadi suatu pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari agar siswa dapat menjadi mandiri dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Model
pembelajaran GOLD memberikan fasilitas untuk mengakomodasi pengetahuan awal siswa sehingga menjadi pengetahuan
baru yang dapat siswa manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Model pembelajaran GOLD merupakan model pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah model pembelajaran
Guided Discovery dan Organizing (pengorganisasian) yang berarti model pembelajaran yang merangsang keaktifan belajar
siswa, dimana siswa dituntun untuk menyusun sebuah kalimat berisi tulisan dan gambar yang tercetak tentang suatu masalah
dalam bentuk kuis puzzle leaflet, sehingga dalam pembelajaran dapat menyenangkan bagi siswa, kreatif, unik, tidak tegang,
cukup santai, siswa senang mengikuti pelajaran saat diterapkannya model pembelajaran GOLD dan dapat menarik perhatian
siswa untuk belajar yang melibatkan siswa ke dalam proses kegiatan mental melalui diskusi penemuan dan membuat siswa
tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran.
Dasar terciptanya model pembelajaran GOLD adalah dengan mengacu pada kekurangan model pembelajaran Guided
Discovery serta perpaduan langkah-langkah model pembelajaran Guided Doiscovery dengan Organizing (pengoganisasian)
dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Adanya penambahan beberapa langkah baru dalam model pembelajaran
Guided Doiscovery seperti organizing dan media pembelajaran leaflet bertujuan agar dapat menjadi sebuah model
pembelajaran yang mampu menutupi kelemahan dari model pembelajaran Guided Doiscovery.
Model pembelajaran GOLD dapat melatih siswa belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan sebuah permasalahan
dengan cepat. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan untuk mengikuti dan menyelesaikan tugas dalam setting
kelompok adalah penting. Siswa yang berpartisipasi dalam pemecahan masalah (problem solving) akan memiliki
keterampilan yang diperlukan untuk berbagai mata pelajaran, melatih kepemimpinan dan tanggung jawab serta solidaritas dan
toleransi.
Penerapan model pembelajaran GOLD menuntut adanya kreativitas guru dalam mendesain proses pembelajaran agar
siswa dapat termotivasi dan tercipta interaksi belajar mengejar yang positif.

II. METODE PENELITIAN


Jenis penelitian yang digunakan, yaituQuasi Eksperimental Design. Sugiyono (2016:77) menyatakan bahwa, Quasi
Eksperimental Design yaitu desain yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang memengaruhi pelaksanaan eksperimen. Bentuk Quasi EksperimentalDesign yang
digunakan, yaitu Non-equivalent Control Group Design. Sugiyono (2016:79) menjelaskan bahwa, Non-equivalent Control
Group Design terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak dipilih secara random. Pola desain yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kelas Eksperimen O1 Treatment O2

Kelas Kontrol O3 O4

Gambar 3.1 Desain Penelitian Non-equivalent Control Group Design


(Diadaptasi dari Sugiyono, 2016:79)

Keterangan
O1 Pemberian tes awal (pretest) pada kelas eksperimen
O2 Pemberian tes akhir (post-test) pada kelas eksperimen
O3 Pemberian tes awal (pretest) pada kelas kontrol
O4 Pemberian tes akhir (post-test) pada kelas kontrol
Treatmen Penerapan model pembelajaran pada kelas eksperimen
t

Instrumen penelitian yang digunakan, yaitu observasi, wawancara, tes tertulis, kuesioner/angket serta dokumentasi.
Panduan observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan secara langsung
terhadap kondisi lingkungan objek penelitian yang mendukung kegiatan penelitian. Pedoman wawancara, digunakan untuk
mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran ekonomi di SMAN 6 Bone khususnya kelas X. Tes tertulis adalah tes hasil
belajar siswa yang di lakukan selama dua kali, yaitu tes sebelum treatmen dan setelah treatmen. Kuesioner/angket adalah
suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik
beberapa orang (Siregar, 2014:44). Kuesioner yang digunakan, yaitu dengan menggunakan skala likert. Sedangkan,
pemeriksaan dokumentasi bertujuan untuk mengungkapkan fakta atau kenyataan pada saat pelaksanaan tindakan, karena
dokumentasi memberikan bukti secara nyata terhadap penelitian yang dilakukan. Pengujian analisis instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji validitas, uji reliabilitas, uji daya pembeda dan uji tingkat kesukaran. Sedangkan,
utuk pengujian analisis data menggunakan uji normalitas, homogenitas, Mann-Whitney U Test, uji IPK dan uji normalitas
gain. Indikator analogi yang digunakan yaitu: (1) Mencari kesamaan proses dalam tugas ekonomi tanpa perhitungan; (2)
Mengidentifikasi kesamaan proses yang terjadi antara beberapa materi ekonomi dalam pokok bahasan yang sama; (3)
Mengidentifikasi kesamaan proses yang terjadi antar beberapa materi ekonomi dalam pokok bahasan berbeda, dan (4)
Mencari kesamaan proses antar materi ekonomi jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dalam penelitian ini, yaitu berupa model pembelajaran GOLD yang merupakan salah satu model pembelajaran
yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Selain daripada itu, model
pembelajaran GOLD mengacu pada kekurangan model pembelajaran Guided Discovery serta perpaduan langkah-langkah
baru, seperti organizing dan media pembelajaran leaflet, yang bertujuan agar dapat menjadi sebuah model pembelajaran yang
mampu menutupi kelemahan dari model pembelajaran Guided Discovery. Tahap model pembelajaran GOLD, yaitu:
1) Guided (bimbingan), yaitu guru membimbing siswa dengan cara mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi
pembelajaran untuk membangun kemampuan analogi siswa;
2) Organizing (pengorganisasian), yaitu guru membagi kelompok belajar siswa secara heterogen, kelompok belajar disini
untuk memudahkan siswa agar dapat membangun kemampuan analoginya;
3) Leaflet (lembar balik), yaitu guru mengarahkan kepada siswa untuk menyusun kalimat dalam bentuk game puzzle leaftel
yang telah disediakan untuk membentuk sebuah Leaflet. Kalimat yang telah disusun berisi kalimat yang berisi pernyataan
dengan pertanyaan yang mengarahkan siswa agar dapat membangun kemampuan analoginya; dan
4) Discovery (penemuan), yaitu guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil penemuannya di depan
kelas (didepan teman-temannya), kemudian guru mengarahkan kepada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan
kepada kelompok yang presentasi/memaparkan hasil temuannya.
Unsur-unsur yang terdapat dalam model pembelajaran GOLD, yaitu sebagai berikut:

A. Sistem sosial
Sistem sosial adalah pola hubungan antara guru dan siswa pada saat terjadi proses pembelajaran. Hubungan interaksi
sosial yang terjadi dalam model pembelajaran GOLD, yaitu interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru
dan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain, dengan demikian maka akan tercipta sebuah penemuan positif antara guru
dengan siswa melalui bimbingan guru yang diberikan kepada siswa dalam menyelesaikan sebuah masalah, dengan demikian
akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan dalam belajar.

B. Sistem reaksi
Sistem reaksi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. berikut:

Tabel 1. Sistem reaksi


N
Peran Guru Peran Siswa
o

1. Membimbing atau membantu siswa dalam Siswa berperan aktif dalam pembelajaran
pemecahan masalah
2. Membimbing atau mengarahkan kelompok untuk Siswa bekerja sama dengan teman kelompoknya untuk
menyelesaikan pertanyaan atau masalah yang menyelesaikan permasalahan yang telah diberikan
diberikan
3. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk Siswa aktif dalam proses pembelajaran
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran

4. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat Siswa mampu mengemukakan pendapatnya dengan
mengaktualisasikan kemampuan berpikirnya secara percaya diri
optimal melalui cara yang bertanggung jawab

C. Dampak instruksional
Pada proses pembelajaran GOLD, yaitu siswa sendiri yang mengkonstruksi pengetahuannya sehingga siswa dapat
terlibat aktif dalam proses pembelajaran, serta dapat dengan percaya diri untuk mengerjakan tugas yang diberikan kepada
guru dan siswa mampu untuk memahami materi dengan cara siswa dituntun untuk menyusun kuis puzzle Leaflet.
Penerapan dalam model pembelajaran GOLD siswa diharapkan memiliki kompetensi yang dapat:
1) Mengemukakan pendapat diawal pelajaran;
2) Saling bekerja sama dan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan;
3) Bertanggung jawab masing-masing siswa untuk memahami materi melalui kuis puzzle Leaflet, dan
4) Termotivasi untuk mengikuti pelajaran dengan adanya media pembelajaran.

D. Dampak pengiring
Setelah siswa diberikan model pembelajaran GOLD, maka dampak yang timbul, yaitu:
1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya, baik melalui tanya jawab
oleh guru maupun melalui diskusi;
2. Siswa dengan kemampuan yang rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri;
3. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan;
4. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan jawaban dari suatu permasalahan yang telah diberikan, dan
5. Siswa dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi saat diskusi kelompok serta mengembangkan rasa
percaya diri.
Hasil analisis pelaksanaan uji keefektifan model pembelajaran GOLD secara keseluruhan menunjukkan hasil yang
sudah maksimal dan terlaksana dengan baik. Berdasarkan analisis data dan temuan peneliti di lapangan tentang penerapan
model pembelajaran GOLD dalam membangun kemampuan analogi siswa, maka dapat diuraikan dalam pembahasan berikut
ini:

1) Uji Normalitas
Asfar & Aspikal (2017:626) menyatakan bahwa, pengujian normalitas dapat digunakan untuk memilih uji statistik yang
akan digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, peneliti menggunakan uji normalitas untuk melihat apakah data
berdistribusi normal atau tidak sebelum melakukan pengujian hipotesis. Perhitungan uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf signifikan 0,05. Pengujian hasil normalitas data dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 2. berikut:

Tabel 2. Uji normalitas data


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelas Kelompok
Statistic df p Statistic df p
Kontrol dan Pre test Kontrol .182 31 .010 .925 31 .033
Eksperimen Post test Kontrol .236 31 .000 .834 31 .000
Pre test Eksperimen .158 34 .031 .951 34 .132
Post test Eksperimen .144 34 .070 .960 34 .249
Selisih Kontrol .136 31 .155 .961 31 .317
Selisih Eksperimen .166 34 .019 .963 34 .303
(Diadaptasi : Dari data penelitian SPSS yang diolah )
Berdasarkan output SPSS di atas dapat disimpulkan bahwa, nilai signifikansi kelas kontrol
berdasarkan nilai pre-test di peroleh nilai signifikansi sebesar 0.033 < 0.05, yang berarti bahwa
data tersebut berasal dari data yang tidak berdistribusi normal, kemudian berdasarkan nilai post-
test di peroleh nilai signifikansi sebesar 0.000 < 0.05, yang berarti bahwa data tersebut berasal dari
data yang tidak berdistribusi normal. Sedangkan pada kelas eksperimen berdasarkan nilai pre test
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.132 > 0.05, yang berarti bahwa data tersebut berasal dari data
yang berdistribusi normal, kemudian berdasarkan nilai post-test di peroleh nilai signifikansi sebesar
0.249 > 0.05, yang berarti bahwa data tersebut berasal dari data yang berdistribusi normal.
Berdasarkan output SPSS yang diperoleh peneliti dapat disimpulkan bahwa, data dari kelas
kontrol berasal dari data yang tidak berdistribusi normal. Sedangkan data yang diperoleh dari kelas
eksperimen berasal dari data yang distribusi normal. Maka, peneliti melakukan pengujian selisih
antara nilai pre-test dan post-test baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen, sehingga diperoleh
hasil signifikansi pada kelas kontrol, yaitu sebesar 0.317 > 0.05 yang berarti bahwa, data tersebut
berasal dari data yang berdistribusi normal. Sedangkan hasil signifikansi pada kelas eksperimen,
yaitu sebesar 0.303 > 0.05 yang berarti data tersebut juga berasal dari data yang berdistribusi
normal.

2) Uji Homogenitas
Perhitungan uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji Levene Statisticdengan taraf signifikan 0,05.
Pengujian hasil homogenitas data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3. berikut:

Tabel 3. Uji homogenitas data


Test of Homogeneity of Variances
Kontrol dan Eksperimen
Levene Statistic df1 df2 p
3.983 1 63 .050
Diadaptasi : Dari data penelitian SPSS yang diolah
Berdasarkan output SPSS dari pengujian homogenitas yang diperoleh peneliti dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan
hasil pengujian pre test kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan nilai signifikansi 0.050≥0.05 berarti data tersebut
mempunyai varian yang sama.

3) Uji Mann-Whitney U Test


Penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney U Test, karena berdasarkan pengujian normalitas menunjukkan data
tidak normal, akan tetapi dalam pengujian homogenitas menunjukkan data homogen (mempunyai varian yang sama). Oleh
karena itu, peneliti menggunakan pengujian non parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U Test yang merupakan teknik pengujian
yang digunakan untuk menguji perbedaan rerata dari kedua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perhitungan
uji Mann-Whitney U Test dengan taraf signifikan 0,05dapat dilihat pada tabel 4. berikut:

Tabel 4. Uji Mann-Whitney U Test


Test Statisticsa
Kontrol & Eksperimen
Mann-Whitney U 271.500
Wilcoxon W 767.500
Z -2.960
p .003
a. Grouping Variable: Kelompok
Diadaptasi : Dari data penelitian SPSS yang diolah
Berdasarkan output test statistics dalam uji mann-whitney di atas dapat disimpulkan bahwa nilai p sebesar 0.003 < 0.05
berarti, H1 di terima dan H0 di tolak sebagaimana dasar pengambilan keputusan uji mann-whitney. Dengan demikian,
penerapan model pembelajaran GOLD (Guided, Organizing, Leaflet, Discovery) mampu membangun kemampuan analogi
siswa.

4) Kemampuan Analogi
Proses pembelajaran pada kelas kontrol yang dilakukan paSda kelas X IPS 1 menggunakan model pembelajaran
langsung. Sedangkan pada kelas eksperimen (X IPS 4) menggunakan model pembelajaran GOLD. Kemampuan analogi siswa
dalam proses pembelajaran dapat dijabarkan dalam tabel 5. berikut:

Tabel 5. Persentase skor kemampuan analogi siswa


Kemampuan analogi siswa
Kategori Sangat Cuku Sangat
Rendah Baik
Rendah p Baik
Kontrol Pre test 1 7 20 2 1
Kontrol Post test - 23 7 1 -
Eksperimen Pre test - 22 12 - -
Eksperimen post test - 4 30 - -
Diadaptasi : Dari data penelitian SPSS yang diolah
Berdasarkan hasil prosentase skor kemampuan analogi siswa di atas, dapat disimpulkan bahwa, nilai kemampuan
analogi siswa soal post test pada kelas kontrol mayoritas berada pada kategori analogi rendah. Hal ini terihat bahwa, 23 siswa
yang berada dalam kategori rendah dalam analogi. Sedangkan nilai post test pada kelas eksperimen mayoritas berada pada
kategori cukup. Hal ini terlihat bahwa sebanyak 30 siswa yang berada dalam kategori kemampuan analogi cukup. Hal ini pula
yang menandakan bahwa, model pembelajaran GOLD mampu membangun kemampuan analogi siswa.

UCAPAN TERIMA KASIH

Banyak terima kasih kepada kepala sekolah SMAN 6 Bone yang telah memberikan kesempatan dan dukungan pada
penelitian ini. Terima kasih juga untuk rekan-rekan di STKIP Muhammadiyah Bone dalam memberikan dukungan.

REFERENCES
[1] Laelasari., Subroto, T & Ikhsan, N. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7e dalam Kemampuan
Representasi Analogi Mahasiswa. Jurnal Auclid, 1(2): 82-92.
[2] Narwoto & Soeharto. (2013). Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar Teori Kejuruan Siswa SMK.
Jurnal Pendidikan Vokasi, 3(2): 222-233.
[3] Wibowo, K, B. (2015). Peranan Manajer Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Penarikan (Rekruitmen) di Era Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). Jurnal Stie Semarang, 7(3): 13-30.
[4] Sulistiawati., Suryadi, D & Fatimah, S. (2016). Peningkatan Kemampuan Penalaran Analogi Menggunakan Desain
Didaktis Berdadasarkan Kesulitan Belajar pada Materi Luas dan Volume Limas. JPPM, 9(1): 175-188.
[5] Franita, R. (2016). Analisa Pengangguran di Indonesia. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Volume 1: 88-93, ISSN: 2541-
657X.
[6] Rifaatu., Mahmuzah & Aklimawati. (2017). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP
MelaluiPendekatan Problem Posing. 4(2): 71-80.
[7] Kariadinata, R. (2014). Menumbuhkan Daya Nalar (Power of Reason) Siswa melalui Pembelajaran Analogi Matematik,
Jurnal ilmiah program studi matematika STKIP Siliwangi Bandung, 1(1): 1-9.
[8] Rahman, R & Maarif, S. (2014). Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap Kemampuan Analogi Matematis
Siswa SMK Al-Ikhsan Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika
STKIP Siliwangi Bandung, 3(1): 33-58.
[9] Dewi, R, N. (2014). Developing Test of High Order Mathematical Thinking Ability in Integral Calculus Subject.
International Journal Of Education And Research, 2(12): 101-108.
[10] Ntim, S. (2015). Working Memory Capacity-Induced Errors in Children’s Analogical Reasoning: Implications for
Learning Outcome. International Journal of Academic Research in Psychology.2(1): 36-56.
[11] Muchsin & Khumaedi. (2016). Strategi Pembelajaran Fisika Terintegrasi Al-Quran Meningkatkan Sikap Spiritual,
Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa. Physics Communication, 1(1): 33-44.
[12] Rankhumise., Petrus, M & Imenda, N, S. (2014). Using a Bicycle Analogy to Alleviate Student’s Alternative
Conceptions and Conceptual Difficulties in Electric Circuits. Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER
Publishing, Rome-Italy, 5(15): 297-302.
[13] Utami, E., Sajidan & Dwiastuti, S. (2015). Penerapan Model Pmbelajaran Guided Discovery untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar Biologi Siswa Kelas X-2 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Bio-
Pedagogi, 4(1): 25-29.
[14] Persada, R, A. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) terhadap Kemampuan Koneksi
Matematika Siswa (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMPN 2 Sindangagung Kabupaten Kuningan pada Pokok
Bahasan Segi Empat). EduMa, 5(2): 23-33.
[15] Sari, A, K. (2014). Analisis Karakteristik Gaya Belajar VAK (Visual, Auditorial, Kinestetik) Mahasiswa Pendidikan
Informatika Angkatan 2014. Jurnal Ilmiah Edutic. 1(1): 1-12.
[16] Siregar, C, N & Marsigit. (2015). Pengaruh Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi terhadap Prestasi
Belajar, Kemampuan Penalaran, Kecerdasan Emosional Spiritual. Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 2 (2): 224-234.
[17] Jauwad, H & Supriyono. (2015). Penerapan Model Guided Discovery pada Materi Kalor Kelas X untuk Meningkatkan
Hasil Belaajar Siswa SMA Al-Mahadul Islam. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF). 04(03):50-54.
[18] Bahri, S, A. (2015). The Influence of Learning Model Guided Findings of Student Learning Outcomes. International
Journal of Scientific & Technology Research, 4(03): 77-79.
[19] Tompoa, B., Ahmada, A & Muris, M. (2016). The Development of Discovery-Inquiry Learning Model toReduce the
Science Misconceptions of Junior HighSchool Students. International Journal of Environmental & Science Education,
11(12): 5676-5686.
[20] Rodiyatun. (2016).Pengembangan Model Pembelajaran Partisipatif untuk Meningkatan Pencapaian Peran Bidan Sebagai
Pendidik.Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 7(1): 14-20.
[21] Handayani, S. (2014). Pengembangan Model Speaking Materi Text Procedure Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Nilai Karakter di SMP Negeri 3 Gresik. Jurnal
Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, Nomor 2, Juli 2014; 157-165.
[22] Satriani, D, N, A, G., Dantes, N & Jampel, N, I. (2015). Pengaruh Penerapan Model CORE terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika dengan Kovariabel Penalaran Sistematis pada Siswa Kelas III Gugus Raden Ajeng
Kartini Kecamatan Denpasar Barat
[23] Prasanti, D & Pratamawaty, B, B. (2017). Penggunaan Media Promosi dalam Komunikasi Terapeutik bagi Pasien di Kab.
Serang. Meta Communication; Journal Of Communication Studies, 2(1): 14-31.
[24] Kadir & Masi. (2014). Penggunaan Konteks dan Pengetahuan Awal Matematika dalam Pembelajaran Keterampilan
Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika, 5(1): 52-66.
[25] Notosiswoyo, M. (2014). Penggunaan VCD dan Leaflet untuk Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Siswa
dalam Pencegahan Kecelakaan Sepeda Motor. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8): 373-379.
[26] Prasanti, D & Pratamawaty, B, B. (2017). Penggunaan Media Promosi dalam Komunikasi
Terapeutik bagi Pasien di Kab. Serang. Meta Communication; Journal Of Communication Studies,
2(1): 14-31.
[27] Wati, T & Joko. (2015). Peranan Model Pembelajaran Guided Discovery dengan Bantuan Software PHET untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X TIPTL SMKN 7 Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, 04(02): 293-
299.
[28] Ruyadi, I., Winoto, Y & Komariah, N. (2017). Media Komunikasi dan Informasi dalam MenunjangKegiatan Penyuluhan
Pertanian. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan,5(1): 35-48.
[29] Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatn Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
[30] Siregar, S. (2014). Statistik Parametrik: untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
[31] Nur, ASA., Asfar, AMIT., Ruhni & Nurliah, A. (2018). Building Students‘ Analysis Ability Through the Application of
GOLD (Guided, Organizing, Leaflet, Discovery) Models with Lontara Bilingual Applications Based on Android. Advances in
Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHRT), Vol. 277; 233-236.
[32] Asfar, AMIT., & Aspikal. 2017. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Connecting Extending Riview (CER)
untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika. Prosiding Senari, Undiksha Press. Hal 621-630.
[33] Asfar, AMIT., Asfar, AMIA, Darmawati & Darmawan, D. 2018. The Effect of REACE (Relating, Exploring, Applying,
Cooperating and Evaluaring) Learning Model Toward the Understanding of Mathematics Concept. Journal of Physics:
Conference Series 1028 012145. Doi :10.1088/1742-6596/1028/1/012145, 1-11.

Anda mungkin juga menyukai