A. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mampu menentukan kadar metampiron (antalgin)
secara iodiometri.
dengan rumus kimianya Cl3H16N3NaO4S.H2O dan mengandung tidak kurang dari 99% dan
tidak lebih dari 101,0% Cl3H16N3NaO4S.H2O, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Metampiron merupakan obat analgetik-antipiretik dan anti inflamasi. Antalgin adalah derivat
metansulfonat dan amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi
sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga efek
Antalgin mudah larut dalam air dan mudah diabsorpsi ke dalam jaringan tubuh
(Depkes,1979).
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan kadar diantaranya iodometri
kadar campuran dengan spektrum yang tumpang tindih tanpa pemisahan terlebih dahulu.
Sedangkan metode iodimetri merupakan metode yang sederhana dan mudah diterapkan
penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan yang
merupakan kebalikan sifat larutan yang diuji. Pengukuran kadar metampiron dengan reaksi
redoks yaitu menggunakan larutan iodium (I2) sebagai titran dan larutan kanji sebagai
indikator. Pada proses titrasi, setelah semua metampiron bereaksi dengan Iodium, maka
kelebihan iodium akan dideteksi oleh kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap
metampiron 1720C. Larut dalam 1,5 bagian air, 30 bagian etanol, praktis tidak larut dalam
eter, aseton, benzen dan kloroform. Metampiron mempunyai panjang gelombang serapan
maksimum yang berbeda pada pelarut yang berlainan. Metampiron memiliki efek analgetik
dan sering digunakan sebagai Antiinflamatory Drug (NSAID), penekanan rasa nyeri serta
Antalgin dapat ditentukan secara titrimetri, yaitu dengan titrasi iodimetri. Titrasi
iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah
dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut teroksidasi dengan iodium (Kristian, 2009).
yang lebih kecil dibanding iodium. Larutan baku iodium yang dibakukan dapat digunakan
untuk membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan
dengan menggunakan indicator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat
tercapainya titik akhir. Titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar asam askorbat,
natrium askorbat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksinya
(Sudjadi, 2007).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Buret 25 ml
Erlenmeyer 250 ml
Pipet tetes
Pipet ukur 5 mL
Timbangan analitik
Lumpang
2. Bahan
Aquades
Antalgin 500 mg
HCL 0,1 N
Larutan kanji
3. Urian Bahan
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; idak mempunyai rasa.
Pemerian : Cairan tidak berwarna; berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap
Pemerian : Keping atau butir, berat, hitam kelabu, bau khas dan mengkilat seperti logam
Kelarutan : Dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam 13 bagian etanol P
Kelarutan : Larut dalam air panas, membentuk atau menghasilkan larutan agak keruh
Warna bening
No Perlakuan Hasil
.
1. Ditimbang Antalgin 0,1 gr
2. Dilarutkan dengan air 12,5 mL + HCL 1,25 Bening
mL
3. Ditambahkan indikator kanji 5 tetes Bening
2. Reaksi
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya. Sedangkan iodimetri adalah
merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium
tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku
berlebihan.
obat analgetik-antipiretik dan anti inflamasi. Analgesik adalah obat untuk menghilangkan
rasa nyeri dengan meningkatkan nilai ambang nyeri di system saraf pusat tanpa menekan
kesadaran, sedangkan antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi
analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu
tubuh yang tinggi. Anti-inflamasi yaitu mengatasi inflamasi atau pembengkakan. Metampiron
selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur.Jika gejala tersebut
timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan.Efek samping lain yang mungkin terjadi
adalah methemoglobinemia, erupsi kulit, seperti pada kasus eritematous disekitar mulut,
Dalam percobaan ini digunakan beberapa zat tambahan diantaranya air yang
digunakan sebagai pelarut, asam klorida (HCL) sebagai larutan yang dapat menyesuaikan
keadaan antalgin dengan kondisi lambung manusia, dan larutan kanji sebagai indikator yang
dapat melarutkan metampiron menjadi warna biru, serta Iodium sebagai bahan penitrasinya.
Awalnya obat antalgin ditimbang sebanyak 0.1 gram dengan tujuan untuk
mengetahui kadar tiap gram sampel tersebut selain itu berat ini juga tidak melebihi dosis
maksimal untuk obat analgetik tersebut yaitu 400 mg perhari. Selanjutnya sampel dilarutkan
dengan asam klorida dan air. Kemudian hasil pengenceran sempel tadi dititrasi dengan
merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium
tiosulfat dengan menggunakan larutan iodium atau dengan penambahan larutan baku
berlebihan. Sedangkan iodometri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara tidak
langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan
kanji yang kami gunakan telah rusak, sehingga pada titik akhir titrasi larutan tidak berubah
warna menjadi semestinya yaitu warna biru melainkan warna bening. . Selain itu pada
percobaan ini kami tidak dapat mengetahui jumlah kadar antalgin dalm tiap miligramnya.
G. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada saat penentuan
kadar metamporin (antalgin) terjadi beberapa kesalahan yang menyebabkan titrasi iodimetri
tidak berjalan dengan semestinya, kesalahan-kesalahan tersebut dapat berasal dari bahan atau
prosedur kerjanya. Pada praktikum ini antalgin berubah menjadi warna bening yang berarti
percobaan gagal hal ini dikarenakan indikator kanji yang digunakan telah rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Kristian, Mei. 2009. ‘Penetapan Kadar Tablet Antalgin Secara Titrasi Iodimetri di PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan’. Skripsi. Fakultas Farmasi Univerisitas Sumatra Utara. Medan.
Pratama, Anggi. Darsat. Setiawan, I. 2004. Aplikasi Labview Sebagai Pengukur Kadar Vitamin C
Dalam Larutan Menggunakan Metode Titrasi Iodimetri. Jurusan Teknik Elektro Universitas
Diponegoro. Semarang
Soewandhi,S.N dan Aris Haryana.2007.Pengaruh Milling terhadap Laju Disolusi Campuran
Metampiron-Fanilbutason (7:3).Majalah Ilmu Kefarmasian.Vol.IV,No.2,Agustus 2007,73-
80
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Karinda M, Fatimawali, Gayatri C.2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga
Dodol dengan Menggunakan Metode Spektrofometri UV-Vis dan Iodometri. Jurnal Ilmiah
Farmasi.Vol.II,No.01,Februari 2013,ISSN 2302-2493
Partner :
Bentar Pramudita
Icha Febrilia Utami
Noviya Nur A
Zaenal Arifin
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki panacaran radiasi yang stabil dan
intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada spektrofotometer UV-Vis ada dua macam :
a. Lampu Tungsten (Wolfram), Lampu ini digunakan untuk mengukur sampel pada
daerah tampak. Bentuk lampu ini mirip dengna bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang
gelombang antara 350-2200 nm. Spektrum radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya
memiliki waktu 1000jam pemakaian.
b. Lampu DeuteriumLampu ini dipakai pada panjang gelombang 190-380 nm. Spektrum
energy radiasinya lurus, dan digunakan untuk mengukur sampel yang terletak pada daerah uv.
Memiliki waktu 500 jam pemakaian.
2. Wadah Sampel
kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan karenanyan kebanyakan wadah
sampel adalah sel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Sel itu
haruslah meneruskan energy cahaya dalam daerah spektral yang diminati: jadi sel kaca
melayani daerah tampak, sel kuarsa atau kaca silica tinggi istimewa untuk daerah ultraviolet.
Dalam instrument, tabung reaksi silindris kadang-kadang diginakan sebagai wadah sampel.
Penting bahwa tabung-tabung semacam itu diletakkan secara reprodusibel dengan
membubuhkan tanda pada salah satu sisi tabunga dan tanda itu selalu tetaparahnya tiap kali
ditaruh dalam instrument. Sel-sel lebih baik bila permukaan optisnya datar. Sel-sel harus diisi
sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus larutan, dengan meniscus terletak
seluruhnya diatas berkas. Umumnya sel-sel ditahan pada posisinya dengan desain kinematik
dari pemegangnya atau dengan jepitan berpegas yang memastikan bahwa posisi tabung dalam
ruang sel (dari) instrument itu reprodusibel.
2. Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya polikromatis menjadi cahaya tunggal
(monokromatis) dengan komponen panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian
monokromator, yaitu :
a. Prisma
Prisma akan mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya di dapatkan
resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
5. Ukur absorbansi dengan panjang gelombang 530nm mulai pengukuran dar yg palng encer,
blas kuvet terlebih dahulu menggunakan larutan FeCl3 0,02M (blanko).
Larutan Uji
1. Serbukan 5 tablet aspirin, timbang sebanyak 240 mg
2. Persapkan larutan stock aspirin “ASA” (pengerjaan seperti di atas)
3. Pipet 0,3ml lar. Stock ASA ke dalam labu. Encerkan dengan larutan FeCl3 0,02 M sampai
tanda batas.
4. Ukur, catat absorbansi lar. Tersebut pada panjang gelombng 530 nm.
5. Tentukan kadar aspirin dalam ablet aspirin, dengan menggunakan persamaan regres linier
yang didapat dari kurva kalibrasi (jangan lupa menghtung pengencerannya)
BAB IV
HASIL PERCOBAAN & PEMBAHASAN
Larutan Uji
Konsentrasi (ml) Kons. Absorbansi
0,02=gr’77x1000/100
gr= 0,02x77/10=0,154gr
160mg/100ml
Ppm=part per million= mkro gram/ml
160mg à 160.000 miko gram/100ml
1600 mikro gram/ml
160mg/100 ml à 1600 ppm
V1.N1 = V2.N2
10.X = 0,3.1000
X= 300/10
X= 30
Nilai absorbans yang didapat pada praktikum kali ini adalah 0.156 , 0.314 , 0.395 ,
0.656 , 0.604 . artinya, pada konsentrasi 0,5 mengalami penurunan nla absorbansi.
Seharusnya, nilai absorbansi tu mengalami kenaikan setiap ada penambahan konsentrsi
karena nilai absorbansi berbanding lurus dengan nila konsentrasi. Hal yang terjad kali ini,
bisa disebabkan oleh ks=esalahan prosedur yang dilakukan ataupun kecerobohan ketika
melakukan percobaan.
Selajutnya, pada uji sampel tablet aspirin didapat konsentrasi menggunakan alat
spektrofotometri UV-VS adalah sebanyak 82,220 tetap ketika dihitung pertablet konsentrasi
yang ddapat dari 100mg/tablet adalah 30. Artnya, terdapat kesenjangan antara hasil yang
ddapat menggunakan spektrofotometri UV-VS dengan yang dihitung menggunakan rumus.
Hal ini bisa saja dsebabkan oleh adanya kontamnasi dari zat-zat asng sehingga ketidak
akuratan dalam pngamblan data terjadi.
BAB V
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Nilai Absorbansi berbanding lurus dengan nilai konsentras, apabila teradi ketidak
akuratan data, dapat disebabkan oleh adanya keslahan pada saat pengerjaan ataupun adanya
zat-zat yang mengkontamnas. Kosentrasi pada setap tablet asprin 100mg adalah 82,220.
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Jelaskan prinsip penetapan kadar aspirin dalam tablet aspirn yang dilakukan pada
praktikum!
Jawab : Prinsip penetuan kadadr aspirin dapat dilakukan dengan metode titrasi asam-basa.
Metode titrasi yang di gunakan adalah penetapan kadar dengan cara alkalimetri. Alkalimetri
merupakan titrasi menggunakan larutan standar basa yang digunakan untuk menentukan
asam. Untuk mengetahui konsentrasi aspirin dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.
Gugus asetil dalam reaksi netralisasi ini lebih sukar lepas daripada gugus karbonil.
2. Apa fungsi larutan FeCl3 yang digunakan pada percobaan kali ini!
Jawab : FeCl3 berfungsi sebagai blanko dan kromotag (menghasilkan warna). FeCl3 akan
membentuk kompleks ungu dengan asam salisilat karena dalam gugus asam salisilat terdapat
atom O (nukleofil) dalam gugus OH akan menyerang atom Fe dengan melepaskan atom H
nya untuk membentuk ikatan O-FeCl2. Aspirin tidak membentuk kompleks berwarna ungu
karena tidak memiliki gugus OH. Sedangkan, FeCl3 digunakan sebagai blanko supaya alat
spektrofotometer UV/Vis mengenal matriks selain sampel sebagai pengotor. Kemudian
setting blank sehingga ketika pengukuran hanya sampel yang diukur absorbansinya. Sebelum
pengukuran absorbansi sampel/standar, harus dilakukan blanko terlebih dahulu.
3. Tuliskan reaks yang terjadi pada penentuan kadar aspirin dalam tablet asprin!
Jawab : Aspirin merupakan senyawa
bersifat asam yang dapat disintetis dari asam salisilat yang diisolasikan dengan asetil klorida
atau anhidrida asam asetat yang persamaan reaksi kimianya
CH3COOH
+ +
+ +
Titk ekuivalen ditandai oleh terjadinya perubahan warna larutan, dengan indikator PP yang
konstan selama satu menit. Kadar titran NaOH yang berlebih mengakibatkan terjadi reaksi
sebagai berikut:
NaOH
+ +
Artikel penelitian Akses Terbuka Penilaian Komprehensif
Perilaku Degradasi Aspirin dan Atorvastatin Tunggal dan
dalam Kombinasi dengan Menggunakan Metode RP-HPLC
Omkar S
TervalidasiHERIKAR
, Priti M
EHTA
Diterbitkan: 11
Desember
2012 Diterima: 18
Oktober
2012
Diterima: 11
Desember
2012
Kata Kunci
Pendahuluan
OH OH O
Ca
2+
NOH
1a
OH OH O
Ca
2+
N OH H
NHOF
F
2
1b 1c
OH
OH
OH
OH
2a
2b
OH
OH
2c 2d
(TXA
resistensi
aspirin yang bergantung) berkurang. Mekanisme ini sangat
membantu untuk pasien dengan infark miokard akut dan platelet
persisten TXA
d
ari 4,46 dan merupakan bagian asam-labil yang akan diubah menjadi
lakton dalam kondisi asam [14-16].
Eksperimental
Penilaian Komprehensif Perilaku Degradasi Aspirin dan Atorvastatin Singel dan ...
199
Selain itu, ASP dan ATR, sendiri serta dalam kombinasi, disimpan
untuk studi stabilitas solid-state selama satu bulan pada 40◦C dan
75% RH dalam ruang stabilitas untuk mengekstrapolasi
kemungkinan ketidakcocokan kimia antara kedua obat ini. Larutan
stok dari semua sampel padat disiapkan dalam metanol. Aliquot
yang sesuai selanjutnya diencerkan untuk mendapatkan 50 μg / mL
masing-masing ATR dan ASP, masing-masing, untuk analisis HPLC.
Linearitas
Kurva kalibrasi ASP dan ATR yang dibangun di atas berbagai
konsentrasi 1-80 μg / mL dan 1-60 μg / mL masing-masing. Set yang
berbeda dari enam konsentrasi disiapkan dan 20 μL setiap larutan
disuntikkan dalam rangkap tiga di bawah kondisi kromatografi yang
beroperasi.
hari dengan mengambil tiga konsentrasi ASP dan ATR yang berbeda
(10, 20, dan 40 μg / mL). Hasil dari studi presisi dievaluasi dalam hal
% RSD.
Ketajaman Kekokohan
The LOD dan LOQ ditentukan dari standar deviasi dari respon dan
kemiringan kurva kalibrasi. Persamaan yang disebutkan dalam
pedoman ICH digunakan untuk penentuan LOD dan LOQ.
Jumlah ASP adalah 7.5 kali lebih banyak daripada ATR dalam
bentuk sediaan gabungan dipasarkan. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan respon maksimum analit dengan metode ini, 246 nm
digunakan sebagai panjang gelombang deteksi untuk kedua obat,
yang merupakan maxima absorpsi dari ATR, dan respon ASP yang
menjanjikan juga diperoleh. Gambar. 3 menunjukkan kromatogram
RP-HPLC dari ATR dan ASP dalam kombinasi dengan waktu retensi
masing-masing 9,86 dan 2,60 menit.
Tab. 1. Hasil Parameter Kesesuaian Sistem untuk ASP dan ATR oleh
Usulan
Metode RP-HPLC
Parameter ASP ATR Rt (min) 2,60 9,86 Asimetri faktor 1,24 1,17
Pelat teoritis 4939 9509 Resolusi - 26,62
y = mx + c
Penilaian Komprehensif Perilaku Degradasi Aspirin dan Atorvastatin Singly dan ...
201
Tab. 3. Hasil Studi Akurasi ASP dan ATR dengan Usulan Metode RP-
HPLC
Berarti% Pemulihan
SD
ASP ATR ASP ATR ASP ATR 30 4 24 3.2 99.0 ± 0.04 99.8 ± 0.41 30 4
30 4 99.0 ± 0.10 99.2 ± 0.31 30 4 36 4.8 99.6 ± 0,27 99,0 ± 0,71-
ATR dan ASP secara individual ASP, menjadi bagian ester, rentan
terhadap kondisi degradasi asam, netral, basa, dan oksidatif. Ini
terutama mendegradasi ke SA. SA diidentifikasi dengan
menganalisis SA standar di bawah kondisi kromatografi yang sama.
Konfirmasi dilakukan atas dasar waktu retensi dan spektrum PDA.
Dalam kondisi stres fotolitik dan termal, ASP saja stabil. Hasilnya
sesuai dengan studi yang dilaporkan [11, 23].
ATR dan ASP dalam rasio (1: 1) Kecuali degradasi termal, tidak ada
puncak tambahan yang diamati dalam kromatografi HPLC dari studi
degradasi stres ATR dan ASP dalam kombinasi (rasio 1: 1)
dibandingkan dengan kromatogram individu studi degradasi di
semua kondisi. Ini menunjukkan bahwa tidak ada produk degradasi
tambahan yang terbentuk selain SA dan ATR-DP ketika ASP dan ATR
hadir dalam kombinasi. Namun, penurunan persentase kedua obat
dipengaruhi oleh kehadiran satu sama lain, tergantung pada kondisi
stres, digunakan untuk penelitian. Kehadiran ATR tidak
mempengaruhi stabilitas ASP dalam kondisi hidrolitik asam, seperti
penurunan persentase yang diamati adalah 24,24% dan 20,28% di
ASP saja dan dalam kombinasi, masing-masing.
ATR dan ASP dalam rasio 1: 7.5 (rasio formulasi) Diputuskan untuk
melakukan studi degradasi stres ATR dan ASP dalam rasio 1: 7,5
masing-masing, karena kedua obat hadir dalam rasio ini dalam
kombinasi dosis tetap yang dipasarkan . Kecuali untuk studi
degradasi termal, tidak ada puncak tambahan, selain SA dan ATR-
DP, diamati dalam kromatogram HPLC dari campuran ATR dan ASP
dalam rasio 1: 7,5. Dalam degradasi asam, ATR menunjukkan
degradasi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan ketika ia
hadir sendiri (Gambar 4). Tetapi pada peningkatan jumlah ASP
hingga 7,5 kali, tingkat degradasi ATR meningkat terutama dalam
netral, oksidatif, dan studi degradasi stres termal seperti yang
ditunjukkan pada gambar 5, 6, dan 7 masing-masing.
Degra
% yang
ASP
Kondisi Degradasi
Contoh Tipe
ASP sendiri 24.25 - ATR Sendiri - 29.6 ASP: ATR (1: 1) Ratio 20.28 38
ATR: ASP (1: 7.5) Ratio 32.26 36.40
Hidrolisa Alkalin
ASP saja 90 - ATR Sendiri - Tidak Ada Degradasi ASP: ATR (1: 1)
Rasio 90 Tidak Degradasi ATR: ASP (1: 7,5) Rasio 93 Tidak Ada
Degradasi
Neutral Hidrolisis
ASP sendiri 19 - ATR Sendiri - Tidak Ada Degradasi ASP: ATR (1: 1)
Rasio 39 6.28 ATR: ASP (1: 7.5) Rasio 25.61 27.22Jam
Stres Oksidatif 3
3% H
ASP saja 54,49 - ATR Sendiri - Tidak Ada Degradasi ASP: ATR (1: 1)
Rasio 89 28 ATR: ASP (1: 7,5) Rasio 61 30
Thermal Stres
Tekanan Fotolitik
80 ° C selama 48 Jam
12 jam
saja Tidak Ada Degradasi Tidak Ada Degradasi ATR Sendiri Tidak
Ada Degradasi Tidak Ada Degradasi ASP: ATR (1: 1) Rasio Tidak Ada
Degradasi Tidak Ada Degradasi ATR: ASP (1: 7,5) Rasio Tidak Ada
Degradasi Tidak Ada Degradasi
Untuk mendapatkan bukti ilmiah lebih lanjut, baik dari obat sendiri
dan dalam kombinasi (dalam rasio 1: 1 dan 1: 7,5, masing-masing,
untuk ATR dan ASP) disimpan untuk studi stabilitas satu bulan pada
40 ° C dan 75% RH. Ditemukan bahwa baik ATR dan ASP stabil jika
hadir saja. Sebaliknya, degradasi signifikan diamati jika ada dalam
kombinasi. ASP ditemukan rentan terhadap degradasi di hadapan
ATR ketika keduanya dalam rasio 1: 1. Penurunan persentase ATR
meningkat ketika dikombinasikan dengan 7,5 kali ASP (rasio
formulasi). Hasilnya menunjukkan bahwa degradasi ATR sangat
dipengaruhi oleh jumlah ASP yang ada dalam sampel. Hasil studi
stabilitas satu bulan dilengkapi pada Tabel 5.
kombinasi 1: 7,5.
Kesimpulan
Referensi
Komisi Farmakope India: Ghaziabad, India, Volume II, 2007: 745, 749.
[7] Lennernas H.
[9] Manjula Devi AS, Sriram S, Rajalingam B, Alfet Raju A, RS Varghese, Venkata
Phani A.
Manfaat, tantangan, dan kemampuan mendaftar dari polipill. Eur Heart J. 2006;
27: 1651–1656. http://dx.doi.org/10.1093/eurheartj/ehi841
Penentuan senyawa terkait dalam aspirin dengan kromatografi cair. J Pharm Sci.
1982; 71: 511–514. http://dx.doi.org/10.1002/jps.2600710508
[16] Khedr A.
A validated HPLC method for analysis of atorvastatin calcium, ramipril and aspirin
as the bulk drug and in combined capsule dosage Forms. Int J Pharm Sci Rev Res.
2010; 4: 40–45.
Stability Testing of New Drug Substances and Products, Q1A (R2). International
Conference of Harmonization of Technical Requirements for Registration of
Pharmaceuticals for Human Use. IFPMA, 2003, Geneva.