Anda di halaman 1dari 11

BAB III

BUGHAT DALAM AL-QUR’AN DAN MENURUT


MUFASSIR

A. Pengertian Bughāt

Bughāt merupakan istilah Qur’ani yang muncul kurang lebih 14 abad


yang lalu, yang sering diartikan sebagai tindakan
penetangan/pemberontakan terhadap pimpinan yang sah. Bughāt adalah
bentuk jamak ‫البغي‬, yang merupakan isim fail (kata benda yang
menunjukan pelaku), berasal dari kata ‫( بغي‬fiil madhi), ‫( ييبغي‬fiil
mudhari’), dan ‫بغاء‬-‫بغيا‬-‫( بغية‬mashdar). Kata ‫ بغي‬mempunyai banyak makna,
antara lain: ‫( طلب‬mencari, menuntut), ‫للم‬22‫( ض‬berbuat dzalim), ‫تجاوزالحد‬
(melampaui batas), dan ‫ذب‬2‫( ك‬berbohong).1 Term Bughāt sendiri berasal
dari kata dasar al-bagyu (‫ )البغي‬yang terdiri dari huruf hijaiyah (‫)ب غ ي‬
dengan berbagai bentuknya. dan di dalam al-Quran sendiri disebutkan
sebanyak 96 kali.
Kata Bughāt menjadi kata kunci yang menarik untuk dikaji dalam
studi linguistik, salah satu cabang linguistik yang mempelajari makna pada
sebuah bahasa adalah semantik. Semantik diartikan oleh ahli bahasa
sebagai kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan
suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual dari
masyarakat pengguna bahasa tersebut.2

1
Achmad warson Munawwir, Kamus al-Munawwir. Cet. I,
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1948), 65.
2
Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar
(Yogyakarta: Elsaq Press, 2006), 166.
B. Ayat-ayat tentang Bughāt

Banyak sekali di dalam al-Qur’ān Ayat-ayat yang menjelaskan


tentang Bughāt. Untuk mengumpulkan ayat-ayat tersebut penulis merujuk
pada kamus al-Mu’jam al Mufaras li Al-lafdzi al-Qur’ān, setelah
menelusuri kamus tersebut penulis menemukan ayat-ayat yang memuat
kata Bughāt berjumlah 52 kata dalam berbagai bentuk derivasinya,
disebutkan sebanyak 96 kali dalam 93 ayat, yang terbagi dalam kalimat
Isim sebanyak 36 kali, dan kalimat Fi’il sebanyak 60 kali.3

Adapun ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

Jumlah
No Nama Surat Nomer Ayat
Ayat
1 Maryam 92, 20, 28 3
2 Al-Furqon 18 1
3 Asy-Syu’araa 211 1
4 Yaasin 40, 69 2
5 Al-Maidah 2, 50, 35 3
6 Al-Fath 29 1
7 Al-Hasyr 8 1
8 Al-Muzammil 20 1
9 At-Taubah 47, 48 2
10 Al-kahfi 108, 64 2
11 Ar-Rahman 20 1
12 Huud 19 1
13 Ibrahim 3 1
42 (2x), 27,
14 Asy-Syuura 4
14, 39
86, 33, 140,
15 Al-A’raaf 4
45
16 An-Nahl 14, 90, 115 3
17 Al-Qashash 73, 77 (2x), 4

3
Muhammad Fuad abd al-baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fazh al-Quran al-
karim, 131-133
55, 76
18 Ar-Ruum 46, 23 2
19 Al-Jaatsiyah 12, 17 2
20 Al-Mumtahanah 1 1
187, 207,
265, 272,
21 Al-Baqarah 8
198, 173, 90,
213
7 (2x), 85,
22 Ali Imran 5
83, 99, 19
94, 24, 34,
23 An-Nisa 104, 114, 6
139
24 Tahrim 1 1
25 Al-Hujurat 9 (2x) 1
26 Yusuf 65 1
27 Shaad 35, 24, 22, 3
57, 110, 12,
28 Al-Isra’ 6
66, 42, 28,
29 An-Nuur 33 (3x) 3
30 Yunus 23(2x), 90, 2
31 Al-Jummu’ah 10, 1
35, 145, 146,
32 Al-An‘aam 6
114, 164,
33 Fathir 12, 1
34 Arraad 17, 22, 2
35 Al-Hadiid 27 1
36 Al-Lail 20 1
37 Al-mu’minun 7 1
38 Al-Ma’arij 31 1
39 Al-Ahzab 51 1
40 Al-Ankabuut 17 1
41 Al-Hajj 60 1

C. Sebab-sebab Turunnya Ayat

Sebab-sebab turunnya ayat, atau yang biasa dikenal dengan istilah


Asbab an-Nuzul. Dalam hal ini Asbab an-nuzul di definisikan sebagai
suatu hal yang menyebabkan al-Qur’ān diturunkan untuk menerangkan
status hukum pada masa dimana hal itu terjadi, hal itu bisa berupa
peristiwa ataupun berupa pernyataan.4 Tidak semua ayat didalam al-
Qur’ān turun berdasarkan kejadian suatu peristiwa. Kadangkala ada ayat
al-Qur’ān turun sebagai permulaan, tanpa sebab, mengenai akidah iman,
kewajiban Islma dan syari’at Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Dalam hal ini Al-Ja’biri mengklasifikasikan al-Qur’ān menjadi dua
kategori: yaitu turun tanpa sebab, dan turun karena suatu peristiwa atau
pernyataan.5

Menurut Ali As-Shabuny Asbabun al-Nuzul adalah suatu kejadian yang


menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat yang berhubungan dengan
kejadian (kasus) tersebut. Al-wahidi berpendapat bahwa dalam
menafsirkan suatu ayat tidaklah mungkin seseorang mengabaikan untuk
mengetahui kisah dan penjelasan turunnya ayat tersebut. Hal ini sejalan
dengan tambahan pendapat Ibnu Taimiyah bahwa pengetahuan tentang
sebab turunnya ayat akan menjadi penolong seseorang dalam upaya
memahami ayat, karena pengetahuan tentang sebab akan melahirkan
pengetahuan tentang akibat.6

1. Manfaat mengetahui azbabun nuzul di antaranya:


a. Mengetahui hik,ah di balik munculnya suatu hukum yang
berhubungan dengan kepentingan umum.
b. Mengetahui pembatasan hukum yang diturunkan, bila hukum
tersebut bersifat umum.
c. Mengetahui asbabun nuzul adalah cara terbaik untuk memahami
makna al-Qur’ān dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi

4
Manna Khalil al-Quttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an terj. Mudzakir AS (Jakarta:
Litera AntarNusa, 2009), 110.
5
Manna Khalil al-Quttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 109.
6
Muhammad Chizirzin, Al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Prima Jasa, 1998), 35.
dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui
sebab turunnya.
d. Asbabun nuzul dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat
tersenut diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada
orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.7
2. Kategori azbāb an-nuzul kata Bughāt
Dari penemuan penulis, disini penulis akan memaparkan beberapa ayat
yang berkenaan dengan kata bughāt yaitu:
a. Surat al-Maidah ayat 2.

‫ي َواَل الْ َقاَل ئِ َد َواَل‬ ِ ِ ِ ِ َّ


ْ ‫ين َآمنُوا اَل حُت لُّوا َش َعائَر اللَّه َواَل الش‬
َ ‫َّهَر احْلََر َام َواَل اهْلَْد‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
‫ادوا ۚ َواَل‬ ُ َ‫اصط‬ْ َ‫ض َوانًا ۚ َوإِذَا َحلَْلتُ ْم ف‬ْ ‫ضاًل ِم ْن َرهِّبِ ْم َو ِر‬ ْ َ‫ت احْلََر َام َيْبَتغُو َن ف‬َ ‫ني الَْبْي‬
َ ‫ِّآم‬
ِّ ‫صدُّو ُك ْم َع ِن الْ َم ْس ِج ِد احْلََر ِام أَ ْن َت ْعتَ ُدوا ۘ َوَت َع َاونُوا َعلَى الْرِب‬ ٍ
َ ‫جَيْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآ ُن َق ْوم أَ ْن‬
ِ ‫يد الْعِ َق‬
‫اب‬ ُ ‫الت ْق َو ٰى ۖ َواَل َت َع َاونُوا َعلَى اإْلِ مْثِ َوالْعُ ْد َو ِان ۚ َو َّات ُقوا اللَّهَ ۖ إِ َّن اللَّهَ َش ِد‬
َّ ‫َو‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar


syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-
binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan
dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya.”

Sebab turunnya ayat:


Sebuah riwayat menceritakan tentang al-Hutham bin
Hinduwal Bakri yang datang ke madinah untuk berdagang dan dia

7
Manna Khalil al-Quttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 110-115.
menemui Rasulullah lalu dia berpura-pura masuk Islam agar semua
barang dagangan yang ia bawa di beli, kemudian dia keluar dari
(murtad) Islam setelah kembali ke Yamanah. Di kemudian hari
tepatnya pada bulan Dzul Hijjah, dia datang kembali ke mekkah
dengan membawa barang dagangan lagi, kemudian kaum kaum
Muhajirin dan kaum Anshar mendengar hal tersebut dan mereka
berniat menyerangnya. Yang kemudian turunlah ayat ini, dan pada
akhirnya mereka tidak jadi melakukan hal tersebut.8
Dari azbāb an-nuzul ayat di atas dapat dipahami bahwa
pertama, janganlah mempermainkan masalah aqidah, apalagi di
campuradukan dengan perkara duniawi. Kedua, sebagai seorang
muslim hendaklah untuk tidak menebar kebencian, karena hal itu
akan melanggar syiar-syiar kesucian Allah.
b. Surat al-Baqarah ayat 187.

‫َاس هَّلُ َّن ۗ َعلِ َم‬ ِ ِ ِ ِ ُ َ‫الرف‬ ِّ َ‫اُ ِح َّل لَ ُك ْم لَْيلَة‬


َّ ‫الصيَ ِام‬
ٌ ‫َاس لَّ ُك ْم َواَْنتُ ْم لب‬ ٌ ‫ث اىٰل ن َساۤ ِٕى ُك ْم ۗ ُه َّن لب‬
‫ُر ْو ُه َّن‬$ $‫ َن بَا ِش‬$ٰٰٔ‫تَاب َعلَْي ُك ْم َو َعفَا َعْن ُك ْم ۚ فَالْٔـ‬ ٰ
َ ‫ ُك ْم َف‬$ $‫هُ اَنَّ ُك ْم ُكْنتُ ْم خَت ْتَانُ ْو َن اَْن ُف َس‬$$ّ‫الل‬
‫ض ِم َن‬ ُ َ‫ط ااْل َْبي‬ ُ $‫َربُ ْوا َحىّٰت َيتََبنَّي َ لَ ُك ُم اخْلَْي‬$‫هُ لَ ُك ْم ۗ َو ُكل ُْوا َوا ْش‬$ّ$‫ب ال ٰل‬ َ َ‫َو ْابَتغ ُْوا مَا َكت‬
‫ُر ْو ُه َّن َواَْنتُ ْم‬$ $ $ $ $ $ ‫يَ َام اِىَل الَّْي ۚ ِل َواَل تُبَا ِش‬$ $ $ $ $ $ ‫ص‬
ِّ ‫ َو ِد ِم َن الْ َف ْج ۖ ِر مُثَّ اَمِت ُّوا ال‬$ $ $ $ $ $ ‫ط ااْل َ ْس‬$ِ $ $ $ $ $ $‫اخْلَْي‬
‫هُ اٰيٰتِ ٖه‬$$ $ّ‫ك يَُبنِّي ُ ال ٰل‬ ِ ٰ ‫ه فَاَل َت ْقربوه ۗا ك‬$ِ $ $ّ‫ُدود ال ٰل‬
َ ‫َذل‬ َ ُْ َ ُ ْ ُ ‫ك ح‬$
ِِ
َ $ $‫جد ۗ تِْل‬$ $ $‫عَاكِ ُف ْو ۙ َنىِف الْ َم ٰس‬
‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم َيَّت ُق ْو َن‬ ِ ‫لِلن‬
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur
dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah
pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat
menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan
memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah
apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah
hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai

8
Jalaluddin as-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul terj. Abdul
Hayyie dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2008), 212-213.
(datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika
kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”

Sebab turunnya ayat:


Tidak di perbolehkan mengaitkan infak dan sedekah
dengan hidayah Allah. Dengan kata lain, dalam berinfak kita
tidak boleh pandang bulu, selama orang yang kita bantu
membutuhkan. Akan tetapi selama didalam golongan orang
muslim masih ada fakir miskin yang berhak menerima sedekah,
maka lebih utama mengutamakan sesama orang muslim.
c. Surat al-Hujurat ayat 9.

‫د ُىه َما َعلَى‬$ٰ $‫ح‬$ْ ِ‫ت ا‬ ۢ ِ ِ َ‫واِ ْن طَاۤ ِٕى َفنٰت ِ ِمن الْمُؤ ِمنِ ا ْقتتلُوا فَا‬
ْ َ‫ل ُح ْوا َبْيَن ُه َم ۚا فَا نْ َبغ‬$ $ ‫ص‬
ْ ْ ََ َ ‫َ ْ نْي‬ َ
‫لِ ُح ْوا َبْيَن ُهمَا‬$‫ص‬ ِ ِٰ ٓ ِٰ ِ ِ ِ
ْ َ‫ت فَا‬ْ َ‫هفَا ْن فَاۤء‬$ۖ ّ$‫م ِر الل‬$َْ‫ااْل ُ ْخ ٰرى َفقَاتلُوا الَّيِت ْ َتْبغ ْي َحىّٰت تَف ْۤيءَ ا ل ى ا‬
ِِ ُّ ِ‫بِالْ َع ْد ِل َواَقْ ِسطُْوا ۗاِ َّن ال ٰلّهَ حُي‬
َ ‫ب الْ ُم ْقسطنْي‬
Artinya: “Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin
berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu
dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain,
maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu
telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Sebab turunnya ayat:


Dalam suatu riwyat di ceritakan bahwa Nabi Saw, naik
keledai pergi kerumah Abdullah bin Ubay (munafik). Berkatalah
Abdullah bin Ubay “Enyahlah engkau darippadaku, demi Allah
aku telah terganggu dengan bau busuk himarmu ini”. Lalu
seorang Anshar berkata “Demi Allah, keledainya lebih harum
baunya daripada engkau”. Kemudian marahlah anak buah
Abdullah bin Ubay k epadanya sehinnga timbulah kemarahan dari
kedua belah pihakk dan terjadilah perkelahian dengan
menggunakan pelepah kurma, tangan dan sandal. Maka turunlah
ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan
menghentikan peperangan dan menciptakan perdamaian.9
Dalam ayat ini jelas perintah Allah untuk tidak berselisih atau
bertikai satu sama lain dan Allah juga memerintahkan untuk
mendamaikan keduanya, namun jika diantara keduannya yang
bertikai masih ada yang ingin melanjutkan pertikaian, maka
perangilah golongan itu.

D. Makki dan Madani

Selain azbān an-nuzul dalam memahami al-Qur’ān sangat penting


juga mengetahui makki dan madani dari al-Qur’ān, mayoritas ulama dan
para ahli tafsir memberikan perhatian yang sangat besar terhadap sejarah
turunnya al-Qur’ān dengan sudut pandang perhatian terhadap waktu dan
tempat. Tempat-tempat diturunkannya al-Qur’ān tersebut selanjutnya di
klasifikasikan kedalam dua bagian.
Menurut pemikiran Abū al-Qāsim al-Nisa būrī, urutan al-Qur’ān
berdasarkan metode sejarah turunnya terbagi kedalam tiga tahapan, yaitu:
tahap permulaan, tahap pertengahan, dan tahap penghabisan. Menurut
beliau, dari ketiga tahapan ini tentunya memiliki tingkat kesulitan
masing-masing. Untuk mengetahui al-Qur’ān yang turun pada tahap awal
tentu lebih sulit dan bahkan bisa dikatakan tahapan yang paling sulit,
mengingat situasi pada saat itu sangat tidak kondusif. Periode Mekkah
pada tahap awal ialah periode yang penuh tantangan dan kehati-hatian,

9
Jalaluddin as-Suyuthi, Lubābun Nuqūl fī Asbābin Nuzūl, 525.
hal ini sangat kontras dengan kondisi setelah di Madinah, dimana semua
hal cenderung lebih mudah dan luas.10 Diantara beberapa surah yang
telah di sepakati oleh para ahli tafsir dan ahli sejarah sebagai bagian al-
Qur’ān yang turun pada tahap awal di Mekkah yaitu surah al-ʻAlaq, al-
Muddatsir, al-Takwir, al-A’la , al-Layl, al-Insyirah, al-ʻAdiyah, al-
Taktsur, dan al-Najm. Surah-surah yang turun pada tahap pertengahan
ialah: ʻAbasa, al-Tin, al-Qāri’ah, al-Qiyāmah, al-Mursalāt, al-Balād,
dan al-Hijr. Terakhir adalah surah-surah yang turun pada tahap
penghabisan di mekkah ialah al-Shāffāt, al-Zukhuf, al-Dukhān, al-Kahfi,
Ibrāhim, dan al-Sajadah.11 Sedangkah surah-surah yang diturunkan di
Madinah ialah: al-Baqarah, al-Maidah, an-Nur, al-Fath, al-Mujādalah,
al-Jumu’ah, at-Tahrīm, ʻAli Imrān, al-Anfāl, al-Ahzāb, al-Hujurat, al-
Hasyr, al-Munāfiqūn, an-Nasr, an-Nisā’, at-Taubah, Muhammad, al-
Hadīd, al-Mumtahanah, dan Ath-Ṭalāq.12
1. Manfaat mengetahui Makki dan Madani
a. membantu dalam menafsirkan al-Qur’ān, karena mengetahui
tentang tempat turunnya ayar dapat membantu memahami ayat
tersebut.
b. Memahami gaya bahasa al-Qur’ān dan manfaatnya dalam metode
berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap mempunyai bahasa
tersendiri.
c. Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan sirah
perjalanan Nabi Muhammad.
d. Melalui makki dan Madani dapat diketahui bentuk-bentuk
perbedaan terhadap gaya bahasa al-Qur’ān dalam mengajak

10
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Cet. I
(Depok: Kencana, 2017), 66.
11
Manna Khalil al-Quttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 73.
12
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 71.
manusia menuju jalan yang benar. Sebab gaya bahasa al-Qur’ān
adalah bersifat tegas sekaligus lembut.
e. Dengan Makki dan Madani dapat diketahui dan dijelaskan tingkat
perhatian kaum muslimin terhadap al-Qur’ān termasuk didalamnya
hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan suatu hukum sekaligus
hikmah pensyariatannya.13
2. Susunan kronologi ayat-ayat bughāt fase Makki.

Urut Urutan Urut Urutan


Nama surat Nama Surat
kronologi Mushaf kronologi Mushaf
3 Al-Muzammil 73 52 Yūsuf 12
9 Al-Laīl 92 54 Al-anʻām 6
37 Shād 38 61 Al-Syūra 42
38 Al-Aʻraf 7 64 Al-Jātsiyah 45
40 Yā Sīn 36 68 Al-kahfi 18
41 Al-Furqān 2 69 Al-Nahl 16
42 Fāthir 35 71 Ibrāhim 14
43 Maryam 19 73 Al-Mu’minūn 23
46 Al-Syuʻarā’ 26 78 Al-Maʻārij 70
48 Al-Qashash 28 83 Al-Rūm 30
49 Al-Isrā’ 17 84 Al-ʻAnkabūt 29
50 Yūnus 10
51 Hūd 11
Berikut adalah ayat-ayat yang tergolong makki yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas terdapat dalam 24 surah.14 Adapun ayat-ayat tersebut
adalah sebagai berikut:

3. Susunan kronoloogi ayat-ayat bughāt fase madani


Berikut adalah ayat-ayat yang tergolong madani yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas terdapat dalam 17 surah.15 Adapun ayat-ayat tersebut
adalah sebagai berikut:
13
Manna Khalil al-Quttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 81-82.
14
Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur’an, (Jakarta: Divisi Muslim
Demokratis, 2011), 102-103.
15
Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur’an, 103-104.
Urut Urutan Urut Urutan
Nama Surat Nama Surat
kronologi Mushaf kronologi Mushaf
1 Al-Baqarah 2 17 An-Nūr 24
3 Ali ʻImran 3 18 Al-Hajj 22
4 Al-Ahzāb 33 21 Al-Hujurāt 49
Al-
5 60 22 At-Tahrīm 66
Mumtahanah
6 An-Nisā’ 4 23 Al-Jumu’ah 62
8 Al-Hadīd 57 26 Al-Fath 48
10 Al-Ra’d 13 27 Al-Māʻidah 5
11 Al-Rahmān 55 28 At-Taubah 9
15 Al-Hasyr 59

Secara umum ayat-ayat tentang bughāt mengandung makna negatif


dimana subjek dari bughāt sendiri orang-orang yang telah berbuat
melampui batas dari kedurhakaan, ketidak taatan, atau sewenang wenang
dalam berkausa, baik umat terdahulu (sebelum diutusnya Nabi
muhammad saw), maupun yang hidup di zaman setelah turunnya al-
Qur’ān. Misalnya QS. Al-Qashas ayat 7, QS. Shād ayat 22, dan QS. Al-
Hujurat ayat 9. Konsep bughāt dalam al-Qur’ān dengan berbagai
bentuknya senantiasa selalu menggambarkan perbuatan yang cenderung
kepada sifat yang negatif dan bentuknya pun sangat beragam. Namun
dari berbagai makna tersebut intinya hanyalah satu, yakni segala sesuatu
yang lebih cenderung untuk selalu melakukan penuntutan terhadap
sesuatu yang dilakukan dengan cara dzalim dan melampaui batas dalam
tuntutannya.16

16
Rudi Iswandi, “Bughāt Dalam Perspektif al-Qur’ān” (Tesis S2., Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara, 2016), 48-49.

Anda mungkin juga menyukai