Anda di halaman 1dari 21

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI LEUKIMIA

1. Terapi Farmakologi
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan setiap
penanganan mempunyai keunggulan masing-masing, Tujuan pengobatan pasien leukemia adalah
mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu, penderita
leukemia harusmenjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit. Sebelum sumsumtulang
kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah merah untuk
mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi
infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai
berikut:
a. Kemoterapi.
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.Tergantung pada jenis leukemia,
pasien bisa mendapatkan satu jenis obatatau kombinasi dari dua obat atau lebih.Pasien leukemia
bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atauintravena)
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik
besar, seringkali didada bagian atas - Perawat akan menyuntikkan obat ke dalamkateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara iniakan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau
cedera pada pembuluh darah/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal jika ahli patologi menemukan sel-sel
leukemia dalam cairan yangmengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter
bisamemerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam
cairan cerebrospinal Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsumtulang belakang.

Golongan obat sitostatika adalah:


a. Golongan Alkilator
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan alkilator yaitu :

1. Siklofosfamid
 Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500 mg dan 1,2
gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 gram untuk pemberian per oral.
 Indikasi : Leukemia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, Limfoma non Hodgkin,
Mieloma multiple, Neuro Blastoma, Tumor Payudara, ovarium, paru, Cerviks,
Testis, Jaringan Lunak atau tumor Wilm.
 Mekanisme kerja : Siklofosfamid merupakan pro drug yang dalam tubuh
mengalami konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid
dan aldofosfamid yang merupakan obat aktif. Aldofosfamid selanjutnya mengalami
perubahan non enzimatik menjadi fosforamid dan akrolein. Efek siklofosfamid
dipengaruhi oleh penghambat atau perangsang enzim metabolismenya. Sebaliknya,
siklofosfamid sendiri merupakan perangsang enzim mikrosom, sehingga dapat
mempengaruhi aktivitas obat lain.
2. Klorambusil
 Sediaan : Klorambusil tersedia sebagai tablet 2 mg. Untuk leukemia limfositik
kronik, limfoma hodgkin dan non-hodgkin diberikan 1-3 mg/m2/hari sebgai dosis
tunggal (pada penyakit hodgkin mungkin diperlukan dosis 0,2 mg/kg berat badan,
sedangkan pada limfoma lain cukup 0,1 mg/kg berat badan).
 Indikasi : Leukimia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, dan limfoma non
Hodgkin, Makroglonbulinemia primer.
 Mekanisme kerja : Klorambusil (Leukeran) merupakan mustar nitrogen yang
kerjanya paling lambat dan paling tidak toksik. Obat ini berguna untuk pengobatan
paliatif leukemia limfositik kronik dn penyakin hodgkin (stadium III dan IV),
limfoma non-hodgkin, mieloma multipel makroglobulinemia primer
(Waldenstrom), dan dalam kombinasi dengan metotreksat atau daktinomisin pada
karsinoma testis dan ovarium.
b. Golongan Antimetabolit
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan antimetabolit yaitu :
1. 5-fluorourasil (5-FU)
 Sediaan : Obat ini tersedia sebagai larutan 50 mg/mL dalam ampul 10 mL untuk IV.
 Indikasi : Kanker payudara, kolon, esofagus, leher dan kepala, Leukimia limfositik
dan mielositik akut, Limfoma non-Hodgkin.
 Target enzim untuk 5-FU ini adalah timidilat sintetase. Perbedaan respon ini
berkaitan erat dengan adanya polimorfisme gen yang bertanggungjawab terhadap
ekspresi enzim timidilat sintetase (TS). Enzim ini sangat penting dalam sintesis DNA
yaitu merubah deoksiuridilat menjadi deoksitimidilat. Diketahui bahwa sekuen
promoter dari gen timidilat sintetase bervariasi pada setiap individu. Ekspresi yang
rendah dari mRNA TS berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan sembuh
dari penderita kanker yang diobati dengan 5-FU.
2. 6-Merkaptopurin
 Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 50 mg.
 Indikasi : Leukimia limfositik akut dan kronik, leukemia mieloblastik akut dan
kronik, kariokarsinoma.
 Mekanisme kerja : Merkaptopurin dimetabolisme oleh hipoxantin-guanin fosforibosil
transferase (HGPRT) menjadi bentuk nukleotida (asam-6-tioinosinat) yang
menghambat enzim interkonversi nukleotida purin. Sejumlah asam tioguanilat dan 6-
metilmerkaptopurin ribotida (MMPR) juga dibentuk dari 6-merkaptopurin. Metabolit
ini juga membantu kerja merkaptopurin. Metabolisme asam nukleat purin
menghambat proliferasi sel limfoid pada stimulasi antigenik.
3. Methotrexat
 Sediaan : Tablet 2,5 mg, vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5 mg/ml, vial 50
mg/5ml.
 Indikasi : Leukimia limfositik akut, kariokarsinoma, kanker payudara, leher dan
kepala, paru, buli-buli, Sarkoma osteogenik.
 Mekanisme kerja : Metotreksat adalah antimetabolit folat yang menginhibisi sintesis
DNA. Metotreksat berikatan dengan dihidrofolat reduktase, menghambat
pembentukan reduksi folat dan timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan
sintesis asam timidilat. Metotreksat bersifat spesifik untuk fase S pada siklus sel.
Mekanisme kerja metotreksat dalam artritis tidak diketahui, tapi mungkin
mempengaruhi fungsi imun. Dalam psoriasis, metotreksat diduga mempunyai kerja
mempercepat proliferasi sel epitel kulit.
4. Sitarabin
 Sediaan : Vial 100 mg/ml, dan Vial 1 g/10 ml.
 Indikasi : Termasuk zat paling aktif untuk leukemia, juga untuk limphoma, leukemia
meningeal, dan limphoma meningeal. Sedikit digunakan untuk tumor solid.
 Mekanisme kerja : Inhibisi DNA sintesis. Sitosin memasuki sel melalui proses
carrier dan harus mengalami perubahan menjadi senyawa aktifnya : arasitidin
trifosfat. Sitosin adalah analog purin dan bergabung ke dalam DNA, sehingga cara
kerja utamanya adalah inhibisi DNA polimerase yang mengakibatkan penurunan
sintesis dan perbaikan DNA. Tingkat toksisitasnya mempunyai korelasi linear
dengan masuknya sitosin ke dalam DNA, bergabungnya DNA dengan sitosin
berpengaruh terhadap aktivitas obat dan toksisitasnya.
c. Golongan Produk Alamiah
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan Produk Alamiah yaitu:
1. Vinkristin (VCR)
 Sediaan : Tersedia dalam bentuk vial berisi larutan 1, 2, dan 5 mL yang mengandung
1 mg/mL zat aktif untuk penggunaan IV.
 Indikasi : Leukimia limfositik akut, neuroblastoma, tumor Wilms,
Rabdomiosarkoma, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
 Mekanisme kerja : Berikatan dengan tubulin dan inhibisi formasi mikrotubula,
menahan sel pada fase metafase dengan mengganggu spindel mitotik, spesifik untuk
fase M dan S. Vinblastin juga mempengaruhi asam nukleat dan sintesis protein
dengan memblok asam glutamat dan penggunaannya.
2. Etoposid
 Sediaan : Tersedia dalam bentuk kapsul dan larutan injeksi.
 Indikasi : Kanker testis, paru, payudara, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin,
leukimia mielositik akut, sarkoma kaposi.
 Mekanisme kerja : Etoposid bekerja untuk menunda transit sel melalui fase S dan
menahan sel pada fase S lambat atau fase G2 awal. Obat mungkin menginhibisi
transport mitokrondia pada level NADH dehidrogenase atau menginhibisi uptake
nukleosida ke sel Hella. Etoposid merupakan inhibitor topoisomerase II dan
menyebabkan rusaknya strand DNA.
3. Antrasiklin : Daunorubisin, Doksorubisin, Mitramisin
 Sediaan : Daunorubisin tersedia dalam bentuk 20 mg daunorubisin hidroklorida
dengan mannitol 100 mg. 2 mg/mL (50 mg) daunorubisin dengan 10 : 5 : 1 rasio
molar distearofosfatidilkolin : kolesterol : daunorubisin. Doksorubisin tersedia dalam
bentuk vial 10 mg dan 50 mg.
 Indikasi : Leukimia limfositik dan mielositik akut sarkoma jaringan lunak, sarkoma
ostiogenik, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, leukemia akut, karsinoma payudara,
genitourinaria, tiroid, paru, lambung, neuroblastoma dan sarkoma lain pada anak-
anak.
 Mekanisme kerja : Interkalasi dengan DNA, mempengaruhi transkripsi dan replikasi
secara langsung. Selain itu, obat ini juga mampu membentuk kompleks tripartit
dengan topoisomerase II dan DNA. (Topoisomerase II adalah enzim dependen ATP
yang terikat pada DNA dan memisahkan untai DNA dimulai dari 3′ fosfat,
menyebabkan DNA terpisah dan kemudian menggabungkannya lagi, fungsi penting
dalam replikasi DNA dan repair). Formasi kompleks tripartit dengan antrasiklin dan
etoposid menghambat pengikatan kembali untai DNA rusak, mengakibatkan
apoptosis. Efek ini memungkinkan sel rusak karena obat ini, sementara adanya
overekspresi repair DNA terkait transkripsi menunjukkan resistensi. Antrasiklin juga
membentuk radikal bebas dalam larutan pada jaringan normal dan maligna.
Intermediat semikuinon yang dihasilkan dapat bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal anion superoksida yang membentuk radikal hidroksil dan hidrogen peroksida
yang menyerang dan mengoksidasi basa DNA (~kardiotoksisitas). Produksi ini
dipicu interaksi antrasiklin dengan besi. Antrasiklin berik atan dengan membran sel
mempengaruhi fluiditasdan transpor ion.
4. L-asparaginase
 Sediaan : Obat ini tersedian dalam bentuk serbuk untuk Injeksi.
 Indikasi : Leukemia limfositik akut.
 Mekanisme kerja : Asparaginase menghambat sintesis protein melalui hidrolisis
asparaginase menjadi asam aspartat dan amonia. Sel leukimia, terutama limfoblast,
memerlukan asparaginase eksogen, sel normal dapat memproduksi asparaginase.
Asparaginase adalah daur spesifik untuk fase G1.
d. Golongan Hormon dan Antagonis
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan Hormon dan Antagonis yaitu :
1. Prednison
 Sediaan : Obat tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan kaptab 5 mg.
 Indikasi : Leukemia limfositik akut dan kronik, limfoma Hodgkin dan
non-Hodgkin, tumor payudara.
 Mekanisme kerja : Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem imun, anti
radang.
b. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia.
Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

2. Terapi Non Farmakologi


a. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya.
Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat
melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah besar di daerah dada atau leher. Sel-
sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah
transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama
beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk
(stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang
memadai.
Sumsum tulang adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besar sel darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang:
sumsum merah (dikenal juga sebagai jaringan myeloid) dan sumsum kuning. Sel darah merah,
keping darah, dan sebagian besar sel darah putih dihasilkan dari sumsum merah. Sumsum
kuning menghasilkan sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang
banyak dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan
kapiler darah.
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak
digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan
oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga
berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Transplantasi sumsu tulang
dapat menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini 
disebuttransplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang juga dapat
diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik, dinamakan transplantasi syngeneic.
Sedangkan bila didapat dari bukan kembar identik, misalnya dari saudara kandung, dinamakan
transplantasi allogenik. Sekarang ini, transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan
secara allogenik.
Transplantasi sumsum tulang diperlukan dalam pengobatan Leukemia mempunyai
Alasan utama dilakukannya adalah agar pasien tersebut dapat diberikan pengobatan dengan
kemoterapi dosis tinggi dan atau terapi radiasi. untuk mengerti kenapa transplantasi sumsum
tulang diperlukan, perlu mengerti pula bagaimana kemoterapi dan terapi radiasi bekerja.
Kemoterapi dan terapi radiasi secara umum mempengaruhi sel yang membelah diri secara
cepat. Mereka digunakan karena sel kanker membelah diri lebih cepat dibandingkan sel yang
sehat. Namun, karena sel sumsum tulang juga membelah diri cukup sering, pengobatan dengan
dosis tinggi dapat merusak sel-sel sumsum tulang tersebut. Tanpa sumsum tulang yang sehat,
pasien tidak dapat memproduksi sel-sel darah yang diperlukan. Sumsum tulang sehat yang
ditransplantasikan dapat mengembalikan kemampuan memproduksi sel-sel darah yang pasien
perlukan.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan infeksi dan
juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis tinggi. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia.
Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien sembuh sebesar
70-80%, tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan transplantasi
sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.
Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit saat ini adalah
transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang belakang dan darah perifer serta darah tali
pusat bayi.
b. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang
Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah transplantasi stem cell sumsum
tulang belakang yang digunakan untuk mengobati leukimia dan kanker lain yang termasuk
penyakit keganasan darah.Leukimia adalah kanker sel-sel darah atau leukosit. Seperti sel-sel
darah merah lain, leukosit dibuat dalam sumsum tulang belakang melalui sebuah proses yang
dimulai dengan stem cell dewasa multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel penting
dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran darah dimana mereka bekerja untuk
melawan infeksi dalam tubuh.Disebut leukimia ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi
abnormal menjadi kanker. Sel-sel abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan dapat
mengganggu fungsi organ lain.

Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal pada pasien dan
membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada tempatnya. Satu cara untuk lakukan ini melalui
kemoterapi menggunakan obat yang keras untuk mencari dan membunuh sel-sel
abnormal.Ketika kemoterapi sendiri tidak dapat menghancurkan sel-sel abnormal, tenaga medis
kadang lebih memilih transplantasi sumsum tulang belakang.Pada transplantasi sumsum tulang
belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan dengan donor sehat yang
cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang belakang pasien dan leukosit abnormal
pertama-tama dihancurkan menggunakan kombinasi terapi dan radiasi.Selanjutnya, sampel
donor sumsum tulang belakang yang mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke dalam
aliran darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell akan berpindah ke sumsum tulang
belakang pasien dan memproduksi leukosit sehat yang baru untuk menggantikan sel-sel
abnormal.[20,21,22,23]

c. Stem Cell Darah Perifer


Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang belakang, sementara
sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah. Stem cell darah perifer multipoten dapat
digunakan seperti sumsum tulang belakang untuk mengobati leukemia, kanker lain dan
berbagai gangguan darah.Stem cell dari darah perifer lebih mudah untuk dikumpulkan
dibandingkan dengan stem cell sumsum tulang belakang yang harus diekstrak dari dalam
tulang. Hal ini yang membuat stem cell darah perifer merupakan pilihan pengobatan yang tidak
seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena ternyata, stem cell darah perifer jumlahnya
sedikit dalam aliran darah sehingga mengumpulkan untuk melakukan transplantasi dapat
menimbulkan masalah. [20,21,22,23]

d. Stem Cell Darah Tali Pusat


Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat ini akan dibuang.
Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem cell multipoten ditemukan dalam tali pusat
terbukti berguna dalam mengobati beberapa jenis masalah kesehatan yang sama pada pasien
yang diterapi dengan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer.Transplantasi stem
cell darah tali pusat lebih sedikit untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang belakang
dan darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum tulang belakang dan darah
perifer belum berkembang sehingga dapat dikenali dan diserang oleh kekebalan tubuh
resipien.Juga, karena darah tali pusat baru memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang berkembang,
sehingga risiko kecil sel-sel yang ditransplantasi akan menyerang tubuh resipien, sebuah
masalah yang disebut penyakit graft versus host.Baik keanekaragaman dan ketersediaan stem
cell darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi transplantasi.Terapi stem cell
seakan menjadi titik terang dalam dunia gelap yang dihadapi para penderita penyakit keganasan
darah seperti multiple myeloma, chronic lymphatic leukemia,dan thallasemia mayor.Tapi
ternyata, tidak hanya mereka melainkan penderita penyakit lainnya juga dapat disembuhkan
karena terapi stem cell di luar negeri telah terbukti berhasil mengobati penyakit, infark miokard
jantung, stroke, alzheimer, dan lain-lain.

e. Terapi Suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit


leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia
dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi.
PENATALAKSANAAN DAN TERAPI KANKER PAYUDARA

Tatalaksana Terapi Berdasarkan Stage


Penatalaksanaan karsinoma payudara berdasarkan klasifikasinya, yaitu :
1. Kanker payudara stadium 0
a. Dilakukan : BCS
b. Mastektomi simple
c. Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok paraffin, lokasi
didasarkanpada hasil pemeriksaan imaging.
d. Indikasi BCS: T : 3 cm, pasien menginginkan mempertahankan payudaranya.
Syarat BCS (Breast Conserving Surgery):
1) Keinginan penderita setelah dilakukan inform consent.
2) Penderita dapat melakukan control rutin setelah pengobatan.
3) Tumor tidak terletak sentral.
4) Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk
kosmetik pasca BCS.
5) Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain
yang difus (luas).
6) Tumor tidak multiple.
7) Belum pernah terapi radiasi di dada.
8) Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.
9) Terdapat sarana radioterapi yang memadai.
2. Stage 1-2 (Kanker payudara stadium dini/operable)
a. Dilakukan : BCS (harus memenuhi syarat di atas)
b. Mastektomi radikal
c. Mastektomi radikal modifikasi
d. Terapi adjuvant : Dibedakan pada keadaan : Node(-), node(+)
Pemberian tergantung dari : Node(+)/(-), ER/PR, usia pemenopause atau post
menopause. Terapi adjuvant dapat berupa : radiasi, kemoterapi, dan hormonal
terapi.
Kemoterapi Hormonal terapi
Kemoterapi: kombinasi CAF (CEF), CMF,AC. Macam terapi hormonal
Kemoterapi adjuvant: 6 siklus 1. Additive : pemberian tamoxifen
Kemoterapi paliatif : 12 siklus 2. Ablative : bilateral
Kemoterapi neoadjuvant : - 3 siklus praterapi oophorectomi (ovarektomi
primer ditambah bilateral)
3. Dasar pemberian :
Kombinasi CAF a. Pemberian reseptor ER + PR + ;
Dosis ER + PR – ;
C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1 ER - PR +
A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 hari 1 b. Status hormonal
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1 Additive : Apabila ER - PR +
Interval : 3 minggu ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER
& PR)
ER - PR +
Kombinasi CEF
Dosis
C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1 Ablasi : apabila, tanpa pemeriksaan reseptor,
E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1 premenopause, menopause 1-5
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1 tahun dengan efek estrogen (+), perjalanan
Interval : 3 minggu penyakit slow growing & intermediated
growing.
Kombinasi CMF
Dosis
C : Cyclophospamide 100 mg/m2 hari 1 s/d 14
M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8
Interval : 4 minggu
Kombinasi AC
Dosis
A : Adriamycin
C : Cyclophosfamide
Optional : Kombinasi Taxan + Doxorubycin
Capecitabine
Gemcitabine

3. Stage III (Kanker payudara stadium lanjut)


Neo adjuvant atau kemoterapi primer adalah pengobatan awal pilihan.
Manfaat meliputi direseksinya tumor yang tidak dioperasi dan meningkatkan
angka BCT. Kemoterapi primer baik dengan rejimen yang mengandung
anthracycline atau yang mengandung taxane lebih dianjurkan. Penggunaan dari
trastuzumab dengan kemoterapi cocok untuk pasien dengan HER2-positif tumor.
Operasi diikuti dengan kemoterapi dan adjuvan RT (radiation therapy) harus
diberikan untuk meminimalkan kekambuhan lokal.
a. Operable Locally advanced
Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal
terapi
b. Inoperable Locally advanced
1) Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi
2) Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi
3) Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi.
4. Stage IV (Metastatic Breast Cancer)
Tujuan dari terapi dengan kanker payudara dini dan stadium lanjut adalah
untuk menyembuhkan penyakit. Setelah itu telah berkembang melampaui
penyakit lokal maupun penyakit regional, kanker payudara saat ini tidak dapat
disembuhkan. Tujuan pengobatan kanker payudara metastatik adalah untuk
memperbaiki gejala dan kualitas hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup.
Prinsip :
a. Sifat terapi paliatif
b. Terapi sistemik merupakan terapi primer ( kemoterapi dan hormonal) terapi)
c. Terapi lokoregional ( radiasi &bedah)
Setelah operasi, penanganan selanjutnya disebut adjuvant therapy yang terdiri
dari terapi radiasi, chemotherapy dan hormone terapi. Yang tujuannya adalah
untuk membunuh sel kanker yang mungkin masih tertinggal pada saat operasi.
B. Macam Pengobatan
1. Terapi Lokal Regional
Breast-conserving therapy (BCT) meliputi penghilangan bagian payudara, evaluasi
bedah dari cekungan kelenjar getah bening aksilia, dan terapi radiasi untuk payudara.
Jumlah jaringan payudara yang diangkat bervariasi dari hanya menghilangkan
“benjolan” kanker (lumpectomy) dengan margin kecil jaringan normal yang berdekatan;
menghilangkan “benjolan” dengan eksisi yang lebih luas dari jaringan kelihatan-normal
(eksisi lokal yang luas); menghapus seluruh kuadran payudara yang mencakup
“benjolan” kanker (quadrantectomy). Semua teknik ini disebut dengan mastektomi
segmental atau parsial. Berdasarkan penelitian National Institutes of Health Consensus
Development Conference menyatakan bahwa BCT adalah terapi primer yang tepat bagi
mayoritas wanita dengan kanker tahap I dan II karena memberikan mastektomi total
ekuivalen dan diseksi aksilia sambil menjaga payudara.
Kebanyakan pasien didiagnosis dengan kanker payudara saat ini dapat diobati
dengan BCT. Beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam memilih pasien untuk
pengobatan BCT. Peningkatan risiko kekambuhan oleh pengobatan dengan BCT terjadi
jika tempat terjadinya kanker multipel dan ketidakmampuan dalam mencapai margin
patologis negatif pada spesimen payudara yang dipotong. Beberapa penyakit kolagen
vaskular yang sudah ada sebelumnya (misalnya, lupus eritematosus sistemik dan
skleroderma) merupakan kontraindikasi relatif untuk penggunaan BCT karena
peningkatan risiko radiasi yang berhubungan dengan efek samping.
Tujuan yang mendasari terapi lokal adalah untuk meminimalkan komplikasi
sementara memaksimalkan hasil yang relevan kepada pasien (misalnya, hasil kosmetik,
tingkat kekambuhan lokal dan jauh, mortalitas). Terapi rediasi Postmastectomy pada
dinding dada juga mungkin diperlukan dalam situasi tertentu di mana tumor yang besar
atau jumlah kelenjar getah bening aksila positif yang tinggi. Meskipun kontroversi, jelas
bahwa beberapa wanita mungkin manfaat dari terapi radiasi lokal bahkan setelah
pengangkatan seluruh payudara (yaitu, mastektomi total). Pedoman NCCN menyatakan
bahwa wanita dengan kriteria berikut harus menjalani terapi radiasi postmastectomy: (a)
margin bedah positif, (b) tumor lebih besar dari 5 cm dalam dimensi terbesar, atau (c)
empat atau lebih kelenjar getah bening aksila positif nodes.
2. Systemic Adjuvant Therapy
Terapi ajuvan didefinisikan sebagai terapi sistemik lokal dengan melakukan
pembedahan, radiasi atau kombinasi keduanya, dilakukan ketika tidak ada bukti
metastatic dan memiliki kekambuhan yang tinggi. Beberapa kelompok peneliti telah
melakukan serangkaiaan penelitian bertahap untruk merancang identifikasi yang tepat
untuk terapi adjuvant sitemik. Berbagai uji klinik terapi adjuvant sistemik dilakukan dan
menghasilkan bahwa kemoterapi, terapi hormonal, atau keduanya mengakibatkan
peningkatan kualitas hidup yang bebas penyakit dan atau mempartahankan kehidupan
pasien yang dirawat atau lebih umum untuk pasien prosnotik yang spesifik. Sebelum
tumor menjadi kanker, kemoterapi merupakan terapi yang optimal untuk penyakit
mikrometastatik. Keberhasilan kemoterapi tergantung pada optimalnya kombinasi antara
kemoterapi dan adjuvan untuk menghidari keparahan penyakit.
3. Adjuvant Chemotherapy
Prinsip dasar terapi ajuvan untuk semua jenis kanker adalah regimen dengan tingkat
respons tertinggi pada penyakit lanjut, rejimen yang optimal untuk digunakan dalam
setting ajuvan. Secara historis, rejimen kemoterapi kombinasi (polychemotherapy) lebih
efektif daripada kemoterapi tunggal. Anthracyclines (doxorubicin dan epirubicin) telah
dianggap agen kemoterapi paling aktif dalam pengobatan kanker payudara metastatik,
banyak ahli berasumsi bahwa rejimen yang mengandung anthracycline meningkatkan
kesembuhan dibandingkan yang tidak mengandung anthracycline bila digunakan dalam
pengaturan ajuvan. Taxanes (paclitaxel dan docetaxel) adalah agen kelas baru dan paling
efektif untuk kemoterapi.
Tabel 2. Rejimen Kemoterapi Umum untuk Kanker Payudara
Regimen Kemoterapi Adjuvan
AC AC-Paclitaxel
Doxorubicin 60 mg/m 2 IV, hari 1 Doxorubicin 60 mg/m2 IV, hari 1
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus
Diikuti oleh:
Paclitaxel 175 mg/m2 IV lebih dari 3 jam
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus
FAC TAC
Fluorouracil 500 mg/m2 IV, pada hari 1 and 4 Docetaxel 75 mg/m2 IV, sehari1
Doxorubicin 50 mg/m2 IV infus berulang lebih Doxorubicin 50 mg/m2 IV bolus, hari 1
dari 72 jam Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1
Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1 (Doxorubicin harus diberikan pertama)
Ulangi siklus setiap 21-28 hari selama 6 siklus Ulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus
(harus diberikan dengan growth factor support)
CAF Paclitaxel - FAC
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Paclitaxel 80 mg/m2 per minggu IV lebih dari 1
Doxorubicin 60 mg/m2 IV bolus, hari 1 jam setiap minggu selama 12 minggu
Fluorouracil 600 mg/m2 IV, hari1 Diikuti oleh:
Ulangi siklus setiap 21-28 hari selama 6 siklus Fluorouracil 500 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 4
Doxorubicin 50 mg/m2 IV infus berulang lebih
dari 72 jam
Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, sehari 1
Ulangi siklus setiap 21-28 hari selama 4 siklus
FEC CMF
Fluorouracil 500 mg/m2 IV, hari 1 Cyclophosphamide 100 mg/m2 per hari oral,
Epirubicin 100 mg/m2 IV bolus, hari 1 selama 1–14 hari
Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari1 Methotrexate 40 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 8
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus Fluorouracil 600 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 8
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus
Atau
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1
Methotrexate 40 mg/ m2 IV, hari 1
Fluorouracil 600 mg/ m2 IV, pada hari 1 dan 8
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus

CEF Dose-Dense AC - Paclitaxel


Cyclophosphamide 75 mg/m2 per hari oral Doxorubicin 60 mg/m2 IV bolus, hari 1
pada hari 1–14 Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1
Epirubicin 60 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 8 Ulangi siklus setiap 14 hari selama 6 siklus
Fluorouracil 600 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 8 (harus diberikan dengan growth factor support)
Ulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus Diikuti oleh:
(memerlukan antibiotik profilaksis atau growth Paclitaxel 175 mg/m2 IV lebih dari 3 jam
factor support) Ulangi siklus setiap 14 hari selama 4 siklus
(harus diberikan dengan growth factor support)
Metastatic Single-Agent Chemotherapy
Paclitaxel Vinorelbine
Paclitaxel 175 mg/m2 IV lebih dari3 jam Vinorelbine 30 mg/m2 IV, pada hari 1 dan 8
Ulangi siklus selama 21 hari Ulangi siklus selama 21 hari
Atau Atau
Paclitaxel 80 mg/m2 per minggu IV lebih dari Vinorelbine 25–30 mg/m2 per minggu IV
1 jam Ulangi dosis selama 7 hari
Ulangi dosis selama 7 hari (sesuaikan dosis berdasarkan
jumlah neutrofil; lihat informasi produk)

Docetaxel Gemcitabine
Docetaxel 60–100 mg/m2 IV lebih dari 1 jam Gemcitabine 600–1,000 mg/m2 per minggu IV,
Ulangi siklus selama 21 hari pada hari 1, 8, dan 15
Atau Ulangi dosis selama 28 hari
Docetaxel 30–35 mg/m2 per minggu IV lebih (mungkin membutuhkan untuk 15 hari dosis
dari 30 menit berdasarkan jumlah darah)
Ulangi dosis selama 7 hari

Capecitabine Liposomal doxorubicin


Capecitabine 2,000–2,500 mg/m2 per hari oral, Liposomal doxorubicin 30–50 mg/m2 IV lebih
dibagi 2 kali sehari selama 14 hari dari 90 menit Ulangi dosis selama 28 hari
Ulangi dosis selama 21 hari

Docetaxel + capecitabin Paclitaxel + Gemcitabine


Docetaxel 75 mg/m2 IV lebih dari 1 jam, hari 1 Paclitaxel 175 mg/m2 IV lebih dari 3 jam, hari
Capecitabine 2,000–2,500 mg/m2 per hari oral 1
dibagi 2 kali sehari selama 14 hari Gemcitabine 1250 mg/m2 IV pada hari1 dan 8
Ulangi dosis selama 21 hari Ulangi dosis selama 21 hari

Regimen kemoterapi untuk kanker payudara yang dijadikan first choice yakni AC-
Paclitaxel, TAC, dan Paclitaxel-FAC. Ketiga regimen ini termasuk golongan Taxanes
yang merupakan agen kelas baru yang paling efektif mengandung paclitaxel dan
docetaxel.
Untuk regimen AC-Paclitaxel mengandung Doxorubicin 60 mg/m 2, diberikan secara
intravena pada hari pertama. Cyclophosphamid 600 mg/m2, diberikan secara intravena
pada hari pertama. AC-Paclitaxel ini diulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus,
kemudian diikuti oleh Pactitaxel 175 mg/m2 diberikan secara intravena lebih dari 3 jam.
Kemudian, diulangi siklus setiap 21 hari selama 4 siklus.
TAC mengandung Docetaxel 75 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari
pertama, Doxorubicin 50 mg/m2 diberikan secara bolus pada hari pertama,
Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama. Kemudiaan
diulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus, pemberian regimen TAC harus diberikan
dengan support factor pertumbuhan.
Regimen Pactitaxel-FAC mengandung Pactitaxel 80 mg/m2 diberikan secara
intrvena dari 1 jam setiap minggu selama 12 minggu. Kemudian diikuti oleh
Fluorouracil 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama dan keempat.
Doxorubicin 50 mg/m2 diberikan secara infus intravena berulang lebih dari 72 jam.
Kemudiaan Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada pertama, Hal
ini, diulang siklus setiap 21-28 hari selama 4 siklus.
4. Terapi Adjuvan Biologic
Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang target aksinya pada HER2 reseptor
protein. Trastuzumab yang dikombinasikan dengan kemoterapi ajuvan diindikasikan
pada pasien dengan stadium awal, HER2-positif kanker payudara. Salah satu uji klinis
melaporkan risiko kekambuhan berkurang hingga 50%. Namun, rejimen yang
mengandung trastuzumab yang optimal masih belum diketahui. Pertanyaan masih terkait
kemoterapi secara bersamaan yang optimal, dosis optimal, jadwal, dan durasi terapi
trastuzumab, dan penggunaan modalitas terapi lainnya secara bersamaan. Banyak uji
klinis berlangsung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebagian besar
rejimen diteliti termasuk anthracycline dan taxane diberikan bersamaan dengan
trastuzumab atau berurutan sebelum trastuzumab. Dari bukti yang ada, tampak bahwa
pemberian taxane dengan trastuzumab akan lebih efektif dari pada trastuzumab
diberikan setelah kemoterapi. Namun, pemberian berurutan dari trastuzumab masih
menawarkan manfaat yang signifikan lebih dari rejimen tanpa trastuzumab. Meskipun
demikian, trastuzumab merupakan tambahan yang sangat efektif tetapi mahal untuk
adjuvant terapi, dan sebaiknya sebelum pasien dengan HER2positif kanker payudara
menjalani terapi haruslah didiskusikan secara rinci terlebih dahulu terkait resiko yang
ada.
5. Terapi Adjuvan Endocrine
Tamoxifen telah menjadi standar terbaik untuk terapi adjuvan endokrin. Obat ini
memiliki kedua sifat estrogenik dan antiestrogenik, tergantung pada jaringan dan gen
yang bersangkutan. Pemberian Tamoxifen 20 mg sehari, dimulai segera setelah
menyelesaikan kemoterapi dan berlanjut selama 5 tahun dapat mengurangi risiko
kekambuhan dan kematian. Tamoxifen biasanya ditoleransi dengan baik. Gejala putus
obat dari estrogen (hot flashes dan perdarahan vagina) mungkin terjadi namun frekuensi
dan intensitas berkurang dari waktu ke waktu. Tamoxifen juga meningkatkan risiko
stroke, emboli paru, trombosis vena, dan kanker endometrium, terutama pada wanita
usia 50 tahun atau lebih. Wanita premenopause mendapatkan keuntungan dari ablasi
ovarium dengan agonis luteinizing hormon-releasing hormone (LHRH) (misalnya,
goserelin) dalam pengaturan ajuvan, baik dengan atau tanpa tamoxifen secara
bersamaan. Serangkaian uji sedang berlangsung untuk lebih mendefinisikan peran
agonis LHRH. Pada wanita pascamenopause, obat pilihan untuk terapi hormonal
adjuvant meliputi inhibitor aromatase (misalnya anastrozol, letrozole, atau exemestane)
baik sebagai pengganti atau setelah tamoxifen. Namun, obat yang optimal, dosis, urutan,
dan lama pemberian inhibitor aromatase dalam pengaturan ajuvan tidak diketahui. Efek
samping dengan inhibitor aromatase meliputi hot flashes, mialgia / artralgia, kekeringan
vagina / atrofi, sakit kepala ringan, dan diare.
6. Terapi Endokrin
Tujuan terapi farmakologis endokrin untuk kanker payudara adalah untuk
mengurangi tingkat sirkulasi estrogen atau mencegah efek dari estrogen pada sel kanker
payudara (terapi target) dengan memblokir reseptor hormon. Terapi endokrin kombinasi
belum menunjukkan manfaat khasiat apapun, tetapi meningkatkan toksisitas. Oleh
karena itu kombinasi dari agen endokrin untuk kanker payudara yang tidak
direkomendasikan di luar konteks dari percobaan klinis. Sampai saat ini, masih sedikit
bukti manfaat peningkatan kelangsungan hidup dari satu terapi endokrin.
hypophysectomy yang setara pada pasien dengan kanker payudara metastatik.

Tabel 3. Terapi Endokrin untuk kanker payudara metastatik


Golongan Obat Dosis Efek Samping Obat
Aromatase inhibitors
Nonsteroidal Anastrozole 1 mg/hari
Letrozole 2.5 mg/hari Hot flashes, artralgia, mialgia, sakit
Steroidal Exemestane 25 mg/hari kepala, diare, mual ringan
Antiestrogens
SERMs Tamoxifen 20 mg/hari Hot flashes, keputihan, mual ringan,
Toremifene 60 mg/hari tromboemboli, kanker endometrium.
SERDs Fulvestrant 250 mg i.m tiap 28 hari Hot flashes, reaksi di tempat suntikan,
mungkin tromboemboli.
LHRH Goserelin 3.6 mg s.c tiap 28 hari Hot flashes, amenore, gejala
analogs menopause, reaksi di tempat suntikan
Leuprolide 3.75 mg i.m tiap 28 hari (extended formulations tidak
Triptorelin 3.75 mg i.m tiap 28 hari dianjurkan untuk pengobatan kanker
payudara).
Progestins Megestrol acetate 40 mg 4 kali/hari Kenaikan berat badan, hot flashes,
Medroxyprogester 400–1000 mg i.m tiap perdarahan vagina, edema,
one minggu tromboemboli
Androgens Fluoxymesterone 10 mg 2 kali/hari Memperdalam suara, alopesia,
hirsutisme, wajah / truncal acne,
retensi cairan, ketidakteraturan
menstruasi, cholestatic jaundice
Estrogens Diethylstilbestrol 5 mg 3 kali/hari Mual / muntah, retensi cairan,
Ethinyl estradiol 1 mg 3 kali/hari anoreksia, tromboemboli, disfungsi
Conjugated 2.5 mg 3 kali/hari hepatik.
estrogens
Terapi endokrin khusus menjadi pilihan, terutama didasarkan pada preferensi toksisitas
dan pasien. Berdasarkan kriteria ini, tamoxifen adalah agen awal yang lebih dipilih
ketika terdapat metastasis, kecuali bila pasien yang menerima tamoxifen ajuvan pada
saat yang sama atau dalam waktu 1 tahun terjadi penyakit metastasis.
7. Terapi Sitotoksik
Kemoterapi sitotoksik pada akhirnya diperlukan pada kebanyakan pasien dengan
kanker payudara metastatik. Pasien dengan HR-negatif tumor memerlukan kemoterapi
sebagai terapi awal metastasis. Sejumlah agen kemoterapi telah menunjukkan aktivitas
dalam pengobatan kanker payudara, termasuk doxorubicin, epirubicin, paclitaxel
(konvensional dan protein-terikat), docetaxel, capecitabine, fluorourasil, siklofosfamid,
metotreksat, vinblastin, vinorelbine, gemcitabine, mitoxantrone, mitomisin-C , thiotepa,
dan melphalan. Kelas-kelas yang paling aktif dari kemoterapi pada kanker payudara
metastatic adalah anthracyclines dan taxanes, menghasilkan tingkat respons setinggi
50% sampai 60% pada pasien yang belum menerima kemoterapi sebelumnya untuk
penyakit metastasis. Paclitaxel telah disetujui FDA pada tahun 1994 untuk single-agent
pengobatan kanker payudara metastatik untuk pasien yang kambuh setelah terapi dengan
rejimen yang mengandung doxorubicin.
8. Biologic or Targeted Therapy
Trastuzumab adalah antibody monoclonal yang berikatan dengan epitope dari
protein HER2 tertentu. Mekanisme aksi dari gangguan dimerisasi reseptor HER,
gangguan jalur, sinyal (misalnya, P13K/Akt), penangkapan G1 dan menurunkan
proliferasi, induksi apoptosis, menekan angiogenesis, induksi respon imun (misalnya,
antibodi tergantung sitotoksisitas selular), penghambatan daerah HER2 ekstraseluler
proteolisis dan penghambatan perbaikan DNA. Efek biologis ini menyebabkan
penghambatan pertumbuhan sel, penurunan potensial kankermalignant, dan
memungkinkan terjadinya resistensi terhadap kemoterapi tertentu dan terapi endokrin.
Agen kemoterapi lain yang telah dievaluasi dalam percobaan fase II dengan beberapa
kombinasi dengan vinorelbine termasuk trastuzumab, gemcitabine, capecitabine, dan
agen platinum (cisplatin dan carboplatin).
Trastuzumab umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling umum
terutama demam dan menggigil, dan terjadi pada sekitar 40% dari pasien selama infuse
awal. Reaksi lain terkait infus termasuk mual, muntah, nyeri pada lokasi tumor,
kekakuan, sakit kepala, pusing, dispnea, hipotensi, ruam, dan asthenia, yang jauh lebih
sedikit. Reaksi-reaksi ini umumnya ringan-sampai sedang dan pada bagian akhir sekitar
1 sampai 2 jam setelah infus dimulai dan biasanya tidak terulang dengan infus
berikutnya.
Acetaminophen dan difenhidramin dapat memberikan dan / atau laju infus dikurangi
untuk membantu mengurangi gejala yang berhubungan dengan reaksi ini. Reaksi yang
jarang terjadi, namun lebih berat yang terdiri dari hipersensitivitas berat dan / atau reaksi
paru telah dilaporkan. Hal ini penting untuk mendidik pasien tentang reaksi paru, karena
ini dapat terjadi sampai 24 jam setelah infus dan dapat menjadi fatal jika tidak segera
diobati. Trastuzumab dapat meningkatkan kejadian infeksi, diare, dan / atau efek
samping lain ketika diberikan dengan kemoterapi, tetapi sebagian besar peningkatan
tersebut tidak signifikan secara klinis untuk pasien secara individu.
Trastuzumab diberikan dengan dosis awal 4 mg / kg, diikuti dengan dosis 2 mg/kg
diberikan tiap minggu. Sebuah studi fase II telah menunjukkan keberhasilan dari
pemberian trastuzumab pada jadwal 3 minggu dengan dosis muatan 8 mg/kg diikuti 3
minggu kemudian dengan dosis pemeliharaan 6 mg/kg diberikan setiap 3 minggu. Setiap
3 minggu administrasi lebih mudah daripada administrasi mingguan, namun
perbandingan data dosis dengan jadwal versus dosis standar dan jadwal tidak tersedia
saat ini.
9. Terapi Radiasi
Radiasi merupakan modal penting dalam pengobatan gejala penyakit metastatik.
Indikasi paling umum untuk pengobatan dengan terapi radiasi metastase adalah rasa
sakit pada tulang atau situs lokal lainnya dari penyakit refrakter terhadap terapi
sistemik. Terapi radiasi memberikan nyeri yang signifikan sekitar 90% dari pasien yang
dirawat untuk metastasis tulang yang menyakitkan. Radiasi juga merupakan modal
penting dalam pengobatan paliatif lesi otak metastasis dan lesi tulang belakang, yang
memiliki respon yang buruk terhadap terapi sistemik, serta lesi mata atau orbit dan
bagian lain di mana akumulasi yang signifikan dari sel tumor
terjadi. Kulit dan / atau metastasis kelenjar getah bening terbatas
pada daerah dinding dada juga dapat diobati dengan terapi radiasi
untuk paliasi (misalnya, luka terbuka atau luka yang menyakitkan).

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson.1995, Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease


Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC.

Reeves, Charlene J et al. 2001, Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko


Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.

DiPiro JT, et al, 2008, Pharmacotherapy. A Pathophysiologic


Approach, 7 edition, The McGraw Hill Companies, New York.

Ramli, Muchlis, dr., SpB., dkk., 2003, Protokol Penatalaksanaan Kanker


Payudara, Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai