Anda di halaman 1dari 17

Biopharmaceutics Classification System (BCS)

Biopharmaceutics Classification System (BCS) adalah


klasifikasi obat berdasarkan kelarutan dalam air dan
permeabilitas dalam usus. Kedua faktor ini dipilih karena
sebagian besar obat yang diberikan secara oral diserap melalui
proses difusi pasif melalui usus kecil, di mana absorpsi oral
sangat dipengaruhi oleh permeabilitas membran dan kelarutan
obat.
Sistem klasifikasi ini dirancang oleh Amidon dkk. BCS
dapat digunakan sebagai sarana dalam pengembangan obat untuk
estimasi kontribusi tiga faktor utama yaitu disolusi,
kelarutan dan permeabilitas usus terhadap absorps obat dari
bentuk sediaan oral padat immediate release (IR).
Sejak BCS diperkenalkan, BCS telah digunakan sebagai
regulasi untuk penggantian studi BE (bioekivalensi)dengan uji
disolusi in vitro. Hal ini dapat mengurangi lama waktu dalam
proses pengembangan obat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dan mengurangi paparan obat yang tidak perlu pada
sukarelawan sehat, yang merupakan populasi penelitian normal
dalam studi BE.
Prinsip BCS adalah jika dua produk obat menghasilkan
profil konsentrasi yang sama di sepanjang saluran
gastrointestinal (GI), maka akan menghasilkan profil plasma
yang sama setelah pemberian oral. Konsep ini dapat diringkas
dengan persamaan berikut:
J = Pw.Cw
di mana, J adalah fluks melintasi dinding usus, Pw adalah
permeabilitas dinding usus terhadap obat dan Cw adalah profil
konsentrasi di dinding usus. Dalam hal BE, diasumsikan bahwa
obat yang sangat permeabel, sangat larut, dalam produk obat
larut cepat adalah bioekivalen, kecuali perubahan besar dalam
formulasi dialkukan, data disolusi dapat digunakan sebagai
pengganti untuk data farmakokinetik untuk menunjukkan BE dari
dua produk obat.
TUJUAN DAN KONSEP BCS
Tujuan BCS adalah:
1. Untuk meningkatkan efisiensi pengembangan obat agar tidak
perlu melakukan uji bioekivalensi.
2. Untuk merekomendasikan sediaan oral padat lepas cepat
(IR) dimana bioekivalensi dapat dinilai berdasarkan uji
disolusi in vitro.
3. Untuk merekomendasikan metode klasifikasi berdasarkan
disolusi sediaan bersama dengan karakteristik kelarutan-
permeabilitas.
Menurut prinsip BCS, produk obat tertentu dapat
dipertimbangkan untuk biowaiver (yaitu, persetujuan produk
berdasarkan uji disolusi in vitro dan bukan studi
bioekivalensi pada subjek manusia). Pada awalnya, biowaiver
hanya diterapkan pada proses scale up dan perubahan pasca-
persetujuan (SUPAC)sediaan obat, tetapi kemudian prinsip
biowaiver diperluas dengan persetujuan produk obat generik
baru. Akibatnya, eksperimen manusia yang tidak perlu dapat
dihindari, dan biaya pengembangan produk generik dapat
diturunkan secara signifikan. Hal ini memberikan kesempatan
pada perancang obat-obatan untuk manipulasi struktur atau
sifat fisikokimia dari kandidat utama agar dapat dihantarkan
dengan baik.
Klasifikasi
Menurut BCS, bahan aktif farmasi dibagi menjadi 4 kelas
sebagai berikut:
Kelas I: Kelarutan Tinggi - Permeabilitas Tinggi
Kelas II: Kelarutan Rendah - Permeabilitas Tinggi
Kelas III: Kelarutan Tinggi - Permeabilitas Rendah
Kelas IV: Kelarutan Rendah - Permeabilitas Rendah
Dalam kombinasi dengan disolusi, BCS memperhitungkan tiga
faktor utama yang menentukan bioavailabilitas, yaitu disolusi,
kelarutan dan permeabilitas.
Obat-obatan Kelas I menunjukkan angka penyerapan tinggi
dan angka disolusi tinggi. Langkah pembatas laju adalah
disolusi obat dan jika disolusi sangat cepat maka laju
pengosongan lambung menjadi langkah penentu laju.
Obat golongan II memiliki absorpsi tinggi tetapi
disolusi rendah. Disolusi obat in vivo kemudian merupakan
langkah pembatas laju penyerapan kecuali pada dosis yang
sangat tinggi. Penyerapan untuk obat-obatan Kelas II biasanya
lebih lambat daripada Kelas I dan terjadi dalam periode waktu
yang lebih lama. Dalam kasus obat Kelas III, permeabilitas
adalah langkah yang membatasi laju penyerapan obat. Obat-
obatan ini menunjukkan variasi tingkat penyerapan obat yang
tinggi.Karena disolusinya cepat, variasi disebabkan oleh
perubahan fisiologi dan permeabilitas membran daripada faktor
bentuk sediaan. Umumnya, obat-obatan Kelas IV menunjukkan
masalah untuk pemberian oral yang efektif.
Penentuan kelarutan
Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang masuk ke
dalam larutan ketika kesetimbangan dicapai antara larutan dan
kelebihan (zat yang tidak larut) pada suhu dan tekanan
tertentu. Biasanya dibutuhkan 60-72 jam untuk mencapai
kesetimbangan. Bahan aktif farmasi dianggap sangat larut
ketika kekuatan dosis tertinggi larut dalam media berair 250
ml atau kurang pada kisaran pH tertentu. Volume 250 ml berasal
dari volume yang dikonsumsi selama pemberian oral bentuk
sediaan, yaitu sekitar 1 gelas air. Profil kelarutan pH zat
obat ditentukan pada 37±10C dalam medium berair pada pH 1-7,5
(USFDA), 1,2-6,8(WHO)dan 1-8 sesuai European Medicines Academy
(EMEA).
Sejumlah kondisi pH yang memadai harus dievaluasi untuk
menentukan profil kelarutan pH secara akurat. Jumlah kondisi
pH untuk penentuan kelarutan tergantung pada karakteristik
ionisasi zat obat uji. Minimum tiga replikasi dilakukan untuk
penentuan kelarutan dalam setiap kondisi pH agar dapat
memprediksi kelarutan yang akurat. Larutan buffer standar yang
dijelaskan dalam farmakope dianggap tepat untuk digunakan
dalam studi kelarutan. Metode selain metode shake-flask juga
dapat digunakan. Degradasi obat akibat komposisi buffer/pH
harus dipertimbangkan. Konsentrasi obat dalam buffer yang
dipilih atau kondisi pH harus ditentukan menggunakan metode
pengujian yang divalidasi agar dapat membedakan antara zat
obat dari produk degradasinya.

Batas Disolusi dan kelarutan yang berpengaruh pada absorpsi

Penentuan permeabilitas
Metode penentuan permeabilitas antara lain yang paling
sederhana adalah melalui penentuan koefisien partisi
minyak/air (O/W) hingga studi bioavailabilitas absolut. Metode
yang secara rutin digunakan untuk menentukan permeabilitas
meliputi:
1. Studi farmakokinetik pada subjek manusia termasuk studi
keseimbangan massa dan studi bioavailabilitas absolut
(BA) atau metode permeabilitas usus
2. Perfusi in vivo atau in situ pada model hewan yang cocok
3. Metode permeabilitas in vitro menggunakan jaringan usus
yang dipotong
4. Monolayer sel epitel misal sel caco-2 atau sel TC-7

Dalam studi keseimbangan massa, isotop stabil, atau zat


obat radiolabeled digunakan untuk menentukan tingkat
penyerapan obat. Dalam studi BA absolut, BA oral ditentukan
dan dibandingkan dengan BA intravena sebagai referensi. Model
perfusi usus dan metode in vitro disarankan untuk obat yang
ditransport secara pasif. Alternatif yang menarik untuk model
jaringan usus adalah penggunaan sistem in vitro sel
adenokarsinoma manusia Caco-2. Sel-sel ini berfungsi sebagai
model jaringan usus kecil. Sel-sel yang berdiferensiasi
menunjukkan mikrovili khas mukosa usus kecil dan protein
membran integral dari enzim brush-border. Sel-sel ini juga
membentuk kubah berisi cairan yang khas dari permeabel epitel.
Investigasi terbaru dari sel Caco-2 menunjukkan kemampuan
untuk mengangkut ion, gula dan peptida. Sifat-sifat ini
menjadikan sel Caco-2 sebagai model in vitro usus halus yang
handal.
Panduan umum adalah = 1 × 10-6 cm per detik (10 nm per
detik) atau kurang digolongkan sebagai permeabilitas rendah.
Suatu obat dianggap sangat permeabel jika tingkat penyerapan
pada manusia 90% atau lebih dari dosis yang diberikan
berdasarkan penentuan keseimbangan massa atau dibandingkan
dengan dosis referensi intravena. Menurut pedoman WHO bahan
aktif dianggap sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada
manusia adalah 85% atau lebih berdasarkan pada penentuan
keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis pembanding
intravena. Rekomendasi awal dalam Pedoman BCS menyarankan
nilai penyerapan ≥90% sebagai prasyarat untuk klasifikasi
sebagai sangat permeabel. Namun, diskusi ilmiah dan publikasi
ilmiah menyarankan untuk mengurangi kriteria penyerapan 85%
untuk mengklasifikasikan bahan aktif sebagai sangat permeabel.
Metode uji alternatif yang dapat diterima untuk penentuan
permeabilitas bahan aktif dapat melalui perfusi usus in vivo
pada manusia. Jika metode ini digunakan untuk studi permeasi,
kesesuaian metodologi harus ditunjukkan, termasuk penentuan
permeabilitas relatif terhadap suatu senyawa referensi yang
fraksi dosis yang diserapnya telah didokumentasikan setidaknya
85%, serta penggunaan kontrol negatif. Menurut pedoman BCS
EMEA jika suatu zat obat memiliki penyerapan linier dan
lengkap maka dianggap sangat permeabel.
ATURAN 5 atau ATURAN LIPINSKI
Aturan 5 ini menyatakan bahwa penyerapan atau permeasi
yang buruk lebih mungkin terjadi bila:
1. Ada lebih dari 5 donor ikatan H (dinyatakan sebagai
jumlah OH dan NH)
2. Ada lebih dari 10 Akseptor ikatan H (dinyatakan sebagai
jumlah N dan O) 3.
3. Berat molekul lebih dari 500
4. Koefisien partisi log lebih dari 5
5. Senyawa yang merupakan substrat untuk transporter
biologis adalah pengecualian dari aturan.
Aturan tersebut juga menyatakan bahwa jika dua atau
lebih parameter tidak dalam batas yang ditentukan, senyawa
menunjukkan sifat penyerapan yang buruk. Untuk meningkatkan
kemampuan prediksi menggunakan aturan lima, Veber et al. telah
menyarankan parameter tambahan agar obat dapat diserap 90%
atau lebih baik, seperti:
1. luas permukaan polar (PSA/polar surface area) (<140A2)
2. jumlah donor dan akseptor ikatan H (< 12)
3. jumlah rotable bond (<10)
Polar Surface Area (PSA)

PSA Parasetamol
Area permukaan polar (PSA) didefinisikan sebagai jumlah
permukaan semua atom polar, (biasanya oksigen dan nitrogen),
termasuk juga hidrogen yang menempel. PSA adalah metrik kimia
yang umum digunakan untuk optimalisasi permeabilitas sel.
Molekul dengan luas permukaan polar lebih besar dari 1,4
nanometer persegi (140 A) memiliki absorpsi membran yang
buruk. Agar molekul dapat menembus sawar darah-otak (dan
karenanya bekerja pada reseptor di sistem saraf pusat), PSA
harus kurang dari 0,6 nanometer persegi.
Contoh perhitungan mengunakan aturan Lipinski dan Veber pada
obat Doxorubisin
Disolusi
Menurut panduan USFDA BCS produk obat IR (lepas
epat)dianggap cepat larut ketika tidak kurang dari 85% dari
jumlah dalam label larut dalam 30 menit, menggunakan peralatan
USP I pada 100 rpm atau Aparatus II pada 50 rpm pada volume
900 ml atau kurang dalam media: 0,1 N HCl atau USP cairan
lambung tanpa enzim; buffer (pH 4,5); dan buffer (pH 6,8) atau
USP cairan usus tanpa enzim. Menurut pedoman BCS WHO produk
(ekivalen farmasi atau alternatif farmasi yang mungkin setara
atau tidak secara terapeutik) dianggap sangat cepat larut
ketika tidak kurang dari 85% dari jumlah dalam label larut
dalam waktu 15 menit menggunakan alat dayung pada 75 rpm atau
alat keranjang pada 100 rpm pada volume 900 ml atau kurang
dalam media: larutan HCl (pH 1,2); buffer asetat (pH 4,5); dan
buffer fosfat (pH 6,8). Menurut pedoman BCS EMEA produk obat
dianggap sangat cepat larut ketika lebih dari 85% dari jumlah
dalam label larut dalam waktu 15 menit, menggunakan USP
Aparatus I pada 100 rpm atau Aparatus II pada 50 rpm pada
volume 500 ml dalam media: 0,1 N HCl atau cairan lambung tanpa
enzim; buffer (pH 4,5); dan buffer (pH 6.8) atau cairan usus
tanpa enzim serta kesamaan profil disolusi harus ditunjukkan.
Ketika membandingkan produk uji dan referensi, profil disolusi
harus dibandingkan menggunakan faktor kesamaan (f2).

Jika produk uji dan referensi melarut 85% atau lebih


dari jumlah label obat dalam ≤15 menit menggunakan ketiga
media disolusi yang direkomendasikan, perbandingan profil
dengan uji f2 tidak diperlukan. Ada konsensus bahwa uji f2
tidak diperlukan ketika kedua produk masing-masing memberikan
paling sedikit 85% disolusi dalam 30 menit.
Kinerja disolusi dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat
dan kondisi fisiologis yang berlaku di saluran GI, yang
bervariasi antara kondisi puasa dan fed-state serta kondisi
antara subyek.

1. Aplikasi BCS pada Teknologi Penghantaran obat


BCS Kelas I
Obat-obatan kelas ini menunjukkan absorpsi tinggi dan
disolusi tinggi. Langkah pembatas laju adalah disolusi obat,
jika disolusi sangat cepat, maka laju pengosongan lambung
menjadi langkah penentu laju.
Senyawa-senyawa ini diserap dengan baik, dan laju
penyerapannya biasanya lebih tinggi dari laju ekskresi.
Pelepasan obat kelas I dapat dimodifikasi menggunakan
teknologi pelepasan terkontrol. Teknologi pelepasan terkontrol
untuk obat-obatan Kelas I mencakup sejumlah produk seperti
Macrocap, Micropump, MODAS (Multiporous oral drug absorption
system), SCOT (Single composition osmotic tablet system),
Microsphere, CONSURF (constant surface area drug delivery
shuttle), Diamatrix (Diffusion controlled matrix system), DPHS
(Delayed pulsatile hydrogel system), DUREDAS (Dual release
drug absorption system), GMHS (Granulated modulating hydrogel
system), IPDAS (Intestinal protective drug absorption system),
Multipor, Pharmazone (Microparticle Drug Delivery Technology),
PPDS (Pelletized pulsatile delivery system), BEODAS
(Bioerodible enhanced oral drug absorption system), PRODAS
(Programmable oral drug absorption system), SODAS (Spheroidal
oral drug absorption system), SMHS (Solubility modulating
hydrogel system) and SPDS (Stabilized pellet delivery system).
BCS Kelas II
Obat-obatan dari kelas ini memiliki absorpsi yang tinggi
tetapi jumlah disolusi yang rendah. Disolusi obat in vivo
kemudian merupakan langkah pembatas laju penyerapan dan
bioavailabilitas kecuali pada jumlah dosis yang sangat tinggi.
Penyerapan untuk obat-obatan Kelas II biasanya lebih lambat
daripada untuk Kelas I dan terjadi dalam periode waktu yang
lebih lama.
Ketersediaan hayati produk-produk ini dibatasi oleh
tingkat solvasinya. Teknologi formulasi untuk kelas ini
seperti mikronisasi, penggunaan surfaktan, sistem emulsi atau
mikroemulsi, dispersi padat dan penggunaan zat pengompleks
seperti siklodekstrin. Selain itu SoftGel (formulasi kapsul
gelatin lunak), teknologi tablet Zer-Os (sistem osmotik),
Triglas dan pembawa berskala nano seperti nanoemulsion,
nanosuspension dan nanokristal dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas bahan aktif.
BCS Kelas III
Permeabilitas obat adalah langkah yang membatasi laju
penyerapan obat, tetapi obat ini mengalami solvasi sangat
cepat. Variasi tingkat absorpsi obat tinggi. Karena
disolusinya cepat, variasi disebabkan oleh perubahan fisiologi
dan permeabilitas membran daripada faktor bentuk sediaan.
Teknologi untuk kelas ini antara lain vaksin oral, sistem
gastroretentif.
BCS kelas IV
Obat-obatan kelas ini bermasalah untuk pemberian oral
yang efektif. Senyawa ini memiliki bioavailabilitas yang
buruk, tidak diserap dengan baik melalui mukosa usus, dan
variabilitas yang tinggi. Contoh obat Kelas IV misalnya
Siklosporin A, Furosemide, Ritonavir, Saquinavir dan Taxol.

2. Aplikasi BCS pada Penemuan dan Pengembangan Obat Tahap


awal
Klasifikasi BCS sebagian besar diterapkan dalam
pengembangan awal obat dan dalam manajemen perubahan produk.
Dalam tahap awal pengembangan obat, pengetahuan tentang kelas
obat dalam BCS merupakan faktor penting yang mempengaruhi
keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan pengembangannya.
Oleh karena itu, produksi bentuk sediaan oral dibatasi pada
pengembangan molekul dengan permeabilitas tinggi.
3. Optimalisasi farmakokinetik dalam penelitian obat
Dua parameter biofarmasi kelarutan dan permeabilitas sangat
penting dalam penemuan obat baru karena penyerapan obat dan
farmakokinetik bergantung pada kedua sifat ini. Tujuan akhir
ilmuwan bidang penemuan obat dalam optimasi farmakokinetik
adalah untuk menyesuaikan molekul sehingga menunjukkan fitur
BCS Kelas I tanpa mempengaruhi efek farmakodinamik. Dengan
demikian, BCS sangat membantu dalam mengoptimalkan
karakteristik entitas kimia baru dan meminimalkan kemungkinan
direject.
Biowaivers
Istilah biowaiver diterapkan pada proses persetujuan
obat berdasarkan bukti kesetaraan selain in vivo. Biowaiver
berarti mendapatkan keringanan untuk tidak melakukan studi BA
dan BE yang mahal dan memakan waktu. BCS menyediakan
biowaivers untuk obat Kelas I, II dan III dengan beberapa
spesifikasi. Biowaiver berbasis BCS berlaku untuk formulasi
yang akan dipasarkan ketika perubahan komponen, komposisi,
atau metode pembuatan terjadi pada formulasi selama bentuk
sediaan memiliki profil disolusi in vitro yang cepat dan
serupa. Pendekatan ini hanya berguna ketika obat sangat larut
dan sangat permeabel (BCS Kelas I) dan formulasi sebelum dan
sesudah perubahan ekivalen farmasetik. Biowaiver hanya berlaku
untuk studi BE dan tidak berlaku untuk studi efek makanan pada
BA atau studi farmakokinetik lainnya. Biowaivers dapat
diajukan untuk produk lepas segera (IR) yang mengandung obat
yang sangat larut dan sangat permeabel Pendekatan ini berguna
ketika bentuk sediaan uji dan referens ekivalen farmasetik.
Produk pembanding yang digunakan dalam aplikasi BCS-
biowaiver harus dipilih dari daftar produk pembanding yang
direkomendasikan PQP WHO saat ini, termasuk dosis produk
kombinasi yang sesuai. Kriteria yang direkomendasikan oleh
USFDA BCS untuk Biowaiver:
Zat obat harus sangat larut dan sangat permeabel (obat Kelas
I).
a. Produk obat lepas cepat (immediate release).
b. Untuk pengabaian studi BA relatif in vivo, disolusi
harus lebih besar dari 85% dalam waktu 30 menit pada 3
media disolusi yang direkomendasikan. Dua profil
disolusi dianggap serupa bila memiliki faktor kesamaan
(f2>50) seperti yang dijelaskan dalam pedoman untuk
pengujian disolusi. Jika produk yang diuji dan produk
referens larut 85% atau lebih dari jumlah dalam label
selama 15 menit dalam 3 media disolusi yang
direkomendasikan, perbandingan profil tidak perlu
dilakukan.
c. Obat bukan merupakan obat dengan indeks terapi yang
sempit.
d. Eksipien yang digunakan dalam bentuk sediaan,
sebelumnya telah digunakan dalam formulasi bentuk
sediaan padat immediate release yang disetujui FDA.
Jumlah eksipien yang digunakan dalam produk immediate
release harus konsisten dengan fungsi yang dimaksudkan.
e. Obat harus stabil di saluran pencernaan dan produk
dirancang untuk tidak diserap dalam rongga mulut.

Kriteria yang direkomendasikan oleh BCS WHO untuk Biowaiver.


1. Bentuk sediaan API yang sangat larut, sangat permeabel BCS
Kelas I) dan cepat larut memenuhi syarat untuk biowaiver
berdasarkan BCS:
a. bentuk sediaan cepat larut dan profil disolusi produk
mirip dengan produk pembanding pada buffer pH 1,2, 4,5
dan 6,8 menggunakan metode dayung pada 75 rpm atau
metode keranjang pada 100 rpm dan memenuhi kriteria
kesamaan profil disolusi, f2 ≥ 50.
b. jika pembanding dan bentuk sediaan uji sangat cepat
larut, maka kedua produk dianggap setara dan
perbandingan profil tidak diperlukan.
2. Bentuk sediaan yang sangat larut dan memiliki
permeabilitas rendah (BCS Kelas III) memenuhi syarat untuk
biowaiver asalkan semua kriteria yang disebutkan di bawah
ini dipenuhi sesuai dengan pedoman BCS WHO dan manfaat
risiko juga dibahas dalam hal jumlah, tempat dan mekanisme
absorbsi:
a. kelarutan dan permeabilitas API;
b. kesamaan profil disolusi dari produk dan pembanding
dalam media pH 1,2, 4,5 dan 6,8;
c. eksipien yang digunakan dalam formulasi; dan
d. resiko keputusan biowaiver yang salah dalam hal indeks
terapeutik dan indikasi klinis bahan aktif.
3. Bentuk sediaan dengan kelarutan tinggi pada pH 6,8 tetapi
tidak pada pH 1,2 atau 4,5 dan dengan permeabilitas tinggi
(beberapa senyawa BCS Kelas II dengan sifat asam lemah)
memenuhi syarat untuk biowaiver berdasarkan BCS asalkan
kriteria (b), (c) dan (d) yang dijelaskan dalam bagian 2
di atas terpenuhi, bahan aktif memiliki permeabilitas
tinggi (yaitu fraksi yang diserap adalah 85% atau lebih)
dan rasio dosis:kelarutan dalam media 250 ml atau kurang
pada pH 6,8, serta produk:
a. cepat larut (85% dalam 30 menit atau kurang) dalam pH
6,8 buffer
b. produk menunjukkan profil disolusi yang serupa,
sebagaimana ditentukan dengan nilai f2 atau evaluasi
statistik yang setara, dengan produk pembanding pada
tiga nilai pH (pH 1,2, 4,5 dan 6,8).

Potensi ekstensi biowaiver untuk obat kelas II


Beberapa obat Kelas II diserap secara konsisten dan
sepenuhnya setelah pemberian oral, antara lain obat-obat
golongan asam lemah dengan kelarutan rendah dan nilai pKa ≤
4,5 serta kelarutan intrinsik (kelarutan bentuk tidak terion)
≥0,01 mg/ml. Nilai pH puasa di jejunum (sekitar 6,5), obat
asam lemah memiliki kelarutan 0,1 mg/ml,menghasilkan disolusi
obat yang cepat. Obat diklasifikasikan sebagai BCS Kelas II
karena obat tersebut tidak larut dengan baik pada pH lambung,
di mana pH jauh lebih kecil dari pKa. Karena waktu transit
usus halus dalam keadaan puasa lebih lama daripada waktu
tinggal lambung (3 jam), obat-obatan dengan karakteristik ini
akan memiliki waktu yang cukup untuk terdisolusi. Selama obat
ini memenuhi kriteria permeabilitas, biowaivers untuk produk
yang larut dengan cepat pada nilai-nilai pH khas dari usus
halus bisa dipertimbangkan. Oleh karena itu, disarankan agar
dimungkinkan
memiliki potensi biowaiver untuk obat BCS Kelas II.
Potensi biowaiver untuk obat kelas III
Jika disolusi produk Kelas III cepat pada semua kondisi pH
fisiologis, maka diharapkan akan seperti larutan oral in vivo.
Karena absorpsi obat Kelas III pada dasarnya dikendalikan oleh
permeabilitas dinding usus obat dan bukan oleh kelarutan obat,
biowaivers untuk produk obat Kelas III cepat larut dapat
dijustifikasi. Senyawa Kelas III sering menunjukkan sifat
absorpsi tergantung lokasi dengan demikian waktu transit pada
bagian spesifik usus bagian atas mungkin penting untuk BE.
Ekstensi BCS
Six classes biopharmaceutics classification system
Enam kelas BCS menurut Bergstrom et al. Kelarutan
diklasifikasikan sebagai "tinggi" atau "rendah" dan
permeabilitas diklasifikasikan sebagai "tinggi", "Rendah",
"menengah". Klasifikasi baru ini diberikan berdasarkan
korelasi antara luas permukaan molekul dan kelarutan serta
permeabilitas. Area permukaan yang terkait dengan bagian
nonpolar dari molekul menghasilkan prediksi kelarutan yang
baik, sedangkan area permukaan yang menggambarkan bagian polar
molekul menghasilkan prediksi permeabilitas yang baik.
Korelasi yang baik digunakan untuk klasifikasi BCS WHO ke
dalam enam kelas dan menghasilkan prediksi yang benar untuk
87% dari obat esensial.
Quantitative version of biopharmaceutics classification system
Menurut Rinaki et al. versi kuantitatif BCS (QBCS)
dikembangkan dengan menggunakan rasio dosis / kelarutan (q)
sebagai parameter utama untuk klasifikasi kelarutan karena hal
tersebut terkait erat dengan dinamika karakteristik proses
disolusi. QBCS menggunakan nilai q dan permeabilitas semu
(Papp)untuk klasifikasi senyawa. QBCS memiliki nilai cut off
2x10-6 – 10-5cm/s untuk permeabilitas dan 0,5-1 untuk rasio
dosis/kelarutan. Perkiraan permeabilitas didasarkan pada studi
menggunakan sel Caco-2 dan volume usus 250 ml digunakan untuk
menyatakan rasio dosis/kelarutan. Obat-obatan diklasifikasikan
ke dalam empat kuadran sesuai dengan nilai Papp dan nilai
q,yaitu:
I. (Papp>10-5 cm/s, q=0.5),
II. (Papp>10-5 cm/s, q>1),
III. (Papp<10-6 cm/s, q=0,5),
IV. (Papp<10-6 cm/s, q>1).

Untuk kategori I, absorpsi tidak menjadi masalah, sedangkan


kategori II menunjukkan dosis/rasio kelarutan terbatas
sedangkan kategori III menunjukkan absorpsi dibatasi oleh
permeabilitas. Untuk kategori IV, baik permeabilitas dan rasio
dosis/kelarutan mengendalikan penyerapan obat.
Pustaka
1. Chavda HV, Patel CN, Anand IS, 2010, Biopharmaceutics
Classification System, Sys.Rev.Pharm, Vol 1:Issue 1
2. B. Basanta Kumar Reddy and A. Karunakar, 2011,
Biopharmaceutics Classification System: A Regulatory
Approach, Dissolution Technologies,
dx.doi.org/10.14227/DT180111P31
3. USFDA, 2000, Guidance for Industry: Waiver of In Vivo
Bioavailability and Bioequivalence Studies for Immediate-
Release Solid Oral Dosage Forms Based on a
Biopharmaceutics Classification System

Anda mungkin juga menyukai