Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Bangsa Indonesia didirikan oleh tokoh-tokoh yang memiliki integritas
tinggi. Mereka berwatak pejuang, disiplin, jujur, berdedikasi, dan antikorupsi.
Salah satu contoh tokoh tersebut ialah seperti salah satu Wakil Presiden
Indonesia yang pertama, Mohammad Hatta. Moh. Hatta memiliki sikap
integritas yang patut di contoh yaitu kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung
jawab serta sikap lainnya yang masing-masing menonjol pada diri nya. Hal
ini sudah sangat terbukti bahwa watak ia memenuhi kriteria integritas yang
dirumuskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai sembilan nilai
antikorupsi atau juga dikenal sebagai sembilan nilai integritas, yaitu jujur,
peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan
adil.
Ada dua upaya untuk mencapai kesuksesan, yaitu mencari dan
memperbaiki kekurangan pada diri sendiri, serta menggali ilmu dengan
meneladani tokoh, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang meneladani
integritas para tokoh bangsanya.

1.2. Rumusan masalah


1.2.1. Apa itu integritas?
1.2.2. Apa saja karakteristik interigritas?
1.2.3. Siapa saja contoh pemimpin yang memiliki jiwa integritas?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian integritas.
1.3.2. Untuk mengetahui karakteristik integritas seorang pemimpin.
1.3.3. Untuk mengetahui siapa pemimpin yang memiliki jiwa integritas.

1
1.4. Manfaat
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Integritas Seorang Pemimpin


Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan
Integritas sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang
utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan
kewibawaan. Pendapat lain mengatakan bahwa integritas adalah bagian dari
kepribadian seseorang.
Dalam pengertian lain, integritas juga bisa didefinisikan sebagai
sebuah konsistensi antara tindakan dengan nilai ataupun prinsip- prinsip yang
sedang dijalankan.

2.2. Karakteristik Integritas Dalam Kepemimpinan


 Bila berjanji akan selalu menepati
 Tidak plin plan dan taat asa
 Memiliki komitmen
 Jujur
 Terbuka
 Menghargai prinsip dan waktu
 Bertanggung jawab

2.3. Pemimpin Yang Memiliki Integritas


Salah satu pemimpin yang memiliki integritas tinggi adalah
Mohammad Hatta. Berikut penjelasannya:
a) Biografi Mohammad Hatta
Mohammad Hatta adalah bapak proklamator Indonesia
yang dipasangkan dengan Ir.Soekarno, memiliki nama lahir
Mohammad Athar dengan nama populernya Bung Hatta. Beliau

3
lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang
berasal dari Minangkabau. Beliau lahir di Bukittinggi pada 12
Agustus 1902. Mohammad Hatta merupakan anak kedua, sejak
kecil beliau telah dididik dan dibesarkan dalam keluarga yang
sangat menaati ajaran agama. Beliau tidak bisa berlama-lama
merasakan kasih sayang seorang ayah karena pada saat beliau
berusia 7 bulan, ayahnya meninggal dunia. Kemudian ibunya
menikah lagi dengan seorang pedagang asal Palembang.
Moh. Hatta mengenyam pendidikan formal di sekolah
swasta. Enam bulan kemudian beliau pindah ke sekolah rakyat
dan satu kelas dengan Rafiah, kakaknya. Pada pertengahan
semester kelas tiga beliau pindah ke ELS di Padang (kini SMA 1
Padang), sampai 1913. Kemudian beliau melanjutkan
pendidikan ke MULO pada tahun 1917. Selain mempelajari
ilmu pengetahuan, beliau telah mendapat ilmu agama sejak
kecil. Beliau pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil
Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.
Perdagangan mempengaruhi pemikiran Hatta terhadap
perekonomian, di Padang beliau kenal dengan pedagang-
pedagang yang masuk Serikat Usaha dan beliau aktif dalam
organisasi Jong Sumatra Bond sebagai bendahara. Kegiatan
tetap berlangsung selama beliau bersekolah di Prins Hendrik
School, beliau tetap menjadi bendahara di Jakarta.
Pada tahun 1921 Hatta tiba di Belanda untuk belajar pada
Handels Hoge School di Rotterdam, beliau mendaftar menjadi
salah satu anggota Indische Vereniging. Pada tahun 1922
perkumpulan ini berubah nama menjadi Indonesische
Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan
Belanda itu kemudian mengubah namanya menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta juga memperjuangkan agar
majalah perkumpulannya Hindia Poetra bisa terbit secara teratur

4
sebagai pengikat para anggotanya. Pada tahun 1924 majalah ini
berubah nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus tahun
1923 dalam ujian ekonomi perdagangan. Semula beliau ingin
menempuh ujian doctoral dibidang ilmu ekonomi pada tahun
1925, karena itu waktu 1924 beliau non-aktif dalam PI. Pada
waktu itu dibuka jurusan baru yaitu hukum negara dan hukum
administrasi, beliau pun memasuki jurusan tersebut karna beliau
terdorong oleh minatnya dalam bidang politik. Perpanjangan
program studinya itu memungkinkan jika Hatta bisa terpilih
menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926.
Pada waktu itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi dengan
judul “Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen”
atau Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Pada
1926 sampai 1930, beliau berturut turut terpilih menjadi ketua
PI, dibawah kepemimpinannya, PI berkembang dari organisasi
mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi
politik masyarakat Indonesia. Pada bulan Juli 1932, Hatta
menyelesaikan studinya di Belanda dan sebulan kemudian
beliau tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933,
kesibukan utama beliau adalah menulis berbagai artikel politik
dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat. Moh. Hatta pernah dibuang di
Tanah Merah, Boven Digoel, Papua. Dalam pembuangannya dia
aktif dalam menulis artikel dan mengajarkan kepada teman-
temannya mengenai ilmu pengetahuan. Saat kembali ke Jakarta,
beliau diminta untuk bekerja sama dengan Jepang sebagai
penasihat. Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak
bicara. Pidato beliau yang diucapkan di Lapangan Ikada
(sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942
menggemparkan banyak kalangan. Beliau tidak ingin Indonesia
dijajah kembali, setelah Belanda menyerah kepada Jepang.

5
Dalam proklamasi kemerdekaan, beliau berperan dalam
menyusun teks proklamasi bersama Soekarno, Soebardjo,
Sukarni, dan Sayuti Melik. Pada 17 Agustus 1945 teks tersebut
dibacakan pada pukul 10.00 di Jalan Pegangsaan Timur 56
Jakarta. Beliau terpilih menjadi wakil presiden yang pertama
dengan Soekarno sebagai presidennya.
Pada 18 November 1945, Hatta menikah dengan Rahmi
Hatta dan tiga hari setelah itu, mereka bertempat tinggal di
Yogyakarta. Beliau dikarunai 3 anak perempuan yang
bernama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida
Nuriah Hatta. Moh. Hatta, Bapak Proklamator Kemerdekaan
dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada
tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Jakarta, diusia 77 tahun dan dimakamkan di
TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.

b) Integritas Atau Nilai-Nilai Yang Dapat Diteladani


Jujur, sederhana, dan teguh memegang prinsip. Begitulah
kepribadian Mohammad Hatta. Mahar Mardjono, mantan Rektor
Universitas Indonesia yang juga seorang dokter, menjadi saksi
hal tersebut ketika mendampingi Bung Hatta berobat ke luar
negeri pada 1970-an. “Waktu singgah di Bangkok dalam
perjalanan pulang ke Jakarta, Bung Hatta bertanya kepada
sekretarisnya, Pak Wangsa, jumlah sisa uang yang diberikan
pemerintah untuk berobat. Ternyata sebagian uang masih utuh
karena ongkos pengobatan tak sebesar dari dugaan. Segera Hatta
memerintahkan mengembalikan uang sisa itu kepada pemerintah
via Kedubes RI di Bangkok,” ungkap Mahar.
Hal serupa juga dilakukan Bung Hatta sesaat setelah
lengser dari posisinya sebagai wakil presiden. Kala itu,
Sekretaris Kabinet Maria Ulfah menyodorkan uang Rp6 juta

6
yang merupakan sisa dana non-bujeter untuk keperluan
operasional dirinya selama menjabat wakil presiden. Namun,
dana itu ditolaknya. Bung Hatta mengembalikan uang itu kepada
negara. Bung Hatta melakukan itu karena tak ingin meracuni
diri dan mengotori jiwanya dengan rezeki yang bukan haknya.
Dia selalu teringat pepatah Jerman, Der Mensch ist, war es iszt,
sikap manusia sepadan dengan caranya mendapat makan.

c) Demi Sebuah Rahasia


“Aduh, Ayah! Mengapa tidak bilang terlebih dahulu akan
ada pemotongan uang? Ya.., uang tabungan kita tidak ada
gunanya lagi! Untuk membeli mesin jahit sudah tak bisa lagi,
tak ada harganya.” Kalimat penyesalan itu terlontah dari mulut
Rahmi Hatta, istri wakil presiden saat itu, Mohammad Hatta. Ibu
Rahmi pantas kecewa. Demi membeli sebuah mesin jahit,
sedikit demi sedikit ia menyisihkan sebagian dari penghasilan
yang diberikan Bung Hatta.
Namun, ketika tabungannya sudah cukup untuk membeli
mesin jahit idamannya, tiba-tiba saja pemerintah mengeluarkan
kebijakan senering (pemotongan nilai uang) dari Rp100 menjadi
Rp1. Alhasil, nilai tabungan Ibu Rahmi pun menurun dan tak
lagi cukup untuk membeli mesin jahit. Ibu Rahmi merasa
dikhianati karena justru Bung Hatta yang mengumumkan
senering tersebut. Keluhan sang istri yang akrab dipanggil Yuke
itu tak membuat Bung Hatta marah. Dengan tenang, dia berujar,
“Yuke, seandainya Kak Hatta mengatakan terlebih dahulu
kepadamu, nanti pasti hal itu akan disampaikan kepada ibumu.
Lalu, kalian berdua akan mempersiapkan diri, dan mungkin
akan memberi tahu kawan-kawan dekat lainnya. Itu tidak baik!”.
“Kepentingan negara tidak ada sangkut pautnya dengan usaha
memupuk kepentingan keluarga. Rahasia negara adalah tetap

7
rahasia. Sungguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia
ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi
sedikit demi kepentingan seluruh negara. Kita coba nabung lagi,
ya.

d) Sebuah Impian
Seperti wajarnya manusia biasa, Mohammad Hatta juga
memiliki impian yang berkaitan dengan materi. Salah satunya,
dia begitu mengidamkan sepatu Bally. Pada 1950-an, Bally
adalah merek sepatu bermutu tinggi.
Harganya tentu saja tidaklah murah. Potongan iklan yang
memuat alamat penjual sepatu itu menjadi saksi bisu keinginan
sang wakil presiden. Demi sepatu itu, Bung Hatta berusaha
menabung. Namun, uang tabungannya tidak pernah mencukupi
karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk
membantu kerabat dan handai taulan yang datang meminta
pertolongan. Hingga akhir hayatnya, Bung Hatta tak pernah bisa
memiliki sepatu Bally idamannya itu. Sebenarnya bisa saja
Bung Hatta merealisasikan keinginannya. Dia tinggal meminta
bantuan orang lain untuk membelikan sepatu itu. Namun, bagi
Bung Hatta, itu mencederai prinsip hidup dan kesetiaannya
kepada negara.

8
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Integritas Seorang Pemimpin adalah sikap atau sifat serta nilai-nilai
yang memang harus dimiliki oleh seorang pemimpin guna untuk membangun
kepercayaan antar individu dalam organisasi. Dari hasil pembahasan dapat di
simpulkan bahwa:

 Mohammad Hatta merupakah tokoh asal kelahiran Minangkabau,


dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Beliau memiliki
sifat jujur, sederhana, dan teguh memegang prinsip. Beliau
menggunakan uang dengan secukupnya, tidak ingin meracuni
dirinya deagan rezeki yang bukan meruapakan hak beliau.

3.2. Saran

Dengan disusunya makalah ini, penulis mengharapkan pembaca dapat


memperoleh tambahan informasi mengenai integritas para tokoh. Serta
penulis juga mengharapkan bagi seluruh masyarakat dan generasi penerus
bangsa agar dapat mengambil pelajaran dan dapat mengamalkan keteladanan
dari para tokoh yang memiliki jiwa integritas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Minkes, A.L, et al (1999). Leadership and Business Ethic: Does It Matter


Implication for Management. The Journal of Business Ethic 20, 327-335

10

Anda mungkin juga menyukai