PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Matematika diskrit atau diskret adalah cabang matematika yang membahas
segala sesuatu yang bersifat diskrit. Diskrit disini artinya tidak saling
berhubungan (lawan dari kontinyu). Objek yang dibahas dalam Matematika
Diskrit - seperti bilangan bulat, graf, atau kalimat logika - tidak berubah
secara kontinyu, tetapi memiliki nilai yang tertentu dan terpisah.
Beberapa hal yang dibahas dalam matematika ini adalah teori himpunan,
teori kombinatorial, teori bilangan, permutasi, fungsi, rekursif, teori graf, dan
lain-lain. Matematika diskrit merupakan mata kuliah utama dan dasar untuk
bidang ilmu komputer atau informatika.
Topik-topik yang dibahas atau dipelajari dalam matematika diskrit:
1. Logika (logic) dan penalaran
2. Teori Himpunan (set)
3. Matriks (matrice)
4. Relasi dan Fungsi (relation and function)
5. Induksi Matematik (mathematical induction)
6. Algoritme (algorithms)
7. Teori Bilangan Bulat (integers)
8. Barisan dan Deret (sequences and series)
9. Teori Grup dan Ring (group and ring)
10. Aljabar Boolean (Boolean algebra)
11. Kombinatorial (combinatorics)
12. Teori Peluang Diskrit (discrete probability)
13. Fungsi Pembangkit dan Analisis Rekurens
14. Teori Graf (graph–included tree)
15. Kompleksitas Algoritme (algorithm complexity)
16. Otomata & Teori Bahasa Formal (automata and formal language theory)
1
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah pada
makalah ini adalah apa itu deret kuasa dan fungsi pembangkit?
3. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapaun tujuann makalah iniadalah
untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan deret kuasa dan fungsi
pembangkit.
4. Manfaat Makalah
Adapun manfaat makalah di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pembaca : menambah ilmu pengetahuan tentang deret kuasa dan fungsi
pembangkit.
2. Lembaga: menjadikan salah satu referensi dalam pembuatan makalah atau
karya ilmiah tentang matematik diskit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Deret Kuasa
Definisi 1.1
Deret Kuasa didefinisikan sebagai deret tak terhingga yang berbentuk
∞
∑a
k=0 kxk
Deret tak terhingga ini selalu konvergen untuk |x| < R, untuk suatu
bilangan positif R. R dalam hal ini disebut radius konvergensi dari deret kuasa
di atas.
Teorema 1.1
Jika f mempunyai perluasan deret kuasa di titik c, yaitu jika
∞
∑a
f(x) = k=0 k(x – c)k,|x – c| <R,
(n )
f (c )
an =
maka koefisiennya dapat dinyatakan dalam rumus n!
Dengan mensubstitusikan kembali an pada rumus deret di atas, jika f
mempunyai perluasan deret kuasa di titik c, maka f(x) dapat dinyatakan dalam
bentuk
∞
f ( n) ( c)
f ( x )= ∑ ( x −c )n
k =0 n!
f ' ( c) f left (c right )} over {2!} } left (x - c right ) rSup { size 8{2} } + { {f' ( c )
f ( x )=f ( c )+ ( x−c )+ ( x−c )3 +...
1! 3!
Deret ini dikenal dengan sebutan deret Taylor dari fungsi f di titik c.
Khusus untuk nilai c = 0, kita memperoleh deret Maclaurin:
1 k 1 1
f x f 0 x k f 0 f ' 0 x f " 0 x 2 f '" 0 x 3 ...
k 0 k ! 2! 3!
Contoh 1.1
Misalnya akan diuraikan fungsi ex menjadi suatu deret Maclaurin.
3
Pemecahan. Masukkanlah f ( x) e dan diferensialkan, maka kita temukan
x
4
Dengan cara yang sama maka akan diperoleh pula deret Maclaurin dari fungsi
berikut
∞
1
= n xn −1=1+ 2 x +3 x2 + 4 x 3+ … untuk |x|<1
2 ∑
( 1−x ) n=1
u
( 1+ x ) =∑ u x untuk |x | < 1111Equation Chapter 1 Section 1
u k
k=0
(k )
2. Definisi Fungsi Pembangkit
5
1 1 1
(0, 0, , , ,...) :
(a) 2! 3! 4!
A( x) an x n B ( x) bn x n
Jika n 0 dan n 0 , maka
A( x) B( x) ( an bn ) x n
n 0
6
A( x).B( x) (a0 a1 x a2 x 2 ... an x n ...)(b0 b1 x b2 x 2 ... bn x n ...)
a0b0 (a0b1 a1b0 ) x (a0b2 a1b1 a2b0 ) x 2 ... (a0bn a1bn 1
... ak an k ... anb0 ) x n ...
n
ak bn k x n
n 0 k 0
Dengan demikian diperoleh formula berikut.
n
n
n
n n
n n ak bn k x
a x b x
n0 k 0 n 0 k 0
Jika an , bn , dan
cn
adalah barisan-barisan bilangan real sedemikian
cn ak bn k
hingga n 0 , maka kita katakan cn adalah konvolusi dari an dan
bn , yang ditulis
cn an bn
Contoh 3.2
Misal n 0
1
diketahui bahwa (1 x) adalah fungsi pembangkit biasa dari barisan
7
n
cn anbn k
k 0
n
a0
k 0
n
1
=∑ x k =1+ x + x 2 +… 1
1−x k=0
n
1
=∑ ak x k =1+ ax + a2 x 2 +…
1−ax k=0 ak
8
n
1
r
=∑ x rk =1+ x r + x 2 r +…
1−x k=0 1 if r|k ; 0 otherwise
n
1
= (k +1) x k =1+2 x +3 x 2+ …
2 ∑
(1−x ) k=0 k+1
n
1
= ( n+ k−1 , k ) xk
n ∑
( 1−x ) k=0
C(n+k-1, k) = C(n+k-1, n-1)
¿ 1+C( n ,1) x +C (n+1 ,2) x2 +…
n
1
= ( n+ k−1 , k ) (−1)k x k
n ∑
( 1−x ) k=0 (-1)kC(n+k-1, k) = (-
¿ 1+C ( n , 1 ) ax +C ( n+ 1, 2 ) a2 x2 +… 1)ak
n
xk x x2 x3
e x =∑ =1+ + + + …
k=0 k! 1 ! 2! 3 ! 1/k!
∞
(−1)k +1 k x2 x 3 x 4
ln ( 1+ x )=∑ x =x− + − + …
k=0 k 2 3 4 (-1)k+1/k
Contoh 4.1
Misalkan kita akan mencari koefisien x16 pada (x2 + x3 + x4 + …)5
Langkah pertama bentuk tersebut diubah dahulu sebagai berikut:
= x10
( 1−x1 )
1
= x10 ( 1−x )5
9
Karena x16 = x10x6 berarti mencari koefisien x6 pada (x2 + x3 + x4 + …)5 sama
10
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
P( x ) ax n a0 a1 x a2 x 2 ....
berikut: n 0
xn x2
P( x) an a0 a1 x a2 ....
berikut: n 0 n! 2!
2. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah atau makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, serta masih banyak data-data yang
kurang akurat, untuk itu penulis berharap kepada para pembaca dan dosen
pengampu dapat memberikan masukan yang mendukung sehingga menjadi
masukan yang positif dalam penulisan. Atas sarannya penulis mengucapkan
terima kasih.
11
12