Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PRAKTIKAN MICRO TEACHING MAHASISWA PROGRAM STUDI

SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

Alvin Ferdiansyah, Muhammad Rizky Ilham Sadid, Naufal Muhammad Azca


sosiologi.alvin@gmail.com, Ulmsosrizky@gmail.com, 1810114210030@mhs.ulm.ac.id

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan keterampilan mengajar dasar
dalam micro teaching siswa jurusan Pendidikan Sosiologi dan Antropologi dari Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Guru Universitas Lambung Mangkurat di Tahun Akademik
2019/2020. Subjek penelitian ini terdiri dari satu mahasiswa yang melakukan micro teaching.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus kualitatif. Subjek penelitian ini diambil dengan
menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data adalah konsep Miles dan Huberman,
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut: keterampilan yang dikuasai mahasiswa dalam kegiatan persepsi adalah
keterampilan untuk melakukan persepsi dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan materi pembelajaran yang akan dipelajari dan memberikan deskripsi tentang kegiatan
dan / atau ruang lingkup materi pembelajaran pertemuan kelas; keterampilan yang telah dikuasai
siswa dalam mengajukan pertanyaan kepada siswa mikroteaching mereka adalah keterampilan
untuk mengajukan pertanyaan yang jelas relevan dengan masalah yang dibahas; keterampilan
yang siswa telah kuasai dalam penguatan adalah keterampilan untuk menggunakan penguatan
non-verbal dengan menganggukkan kepala dan tersenyum; keterampilan yang telah dikuasai
siswa dalam melakukan variasi dalam pengajaran adalah keterampilan untuk memvariasikan
volume suara dan posisi berdiri di kelas; keterampilan yang telah dikuasai siswa dalam
menjelaskan adalah keterampilan untuk menyajikan materi pembelajaran dalam urutan terstruktur
atau sistematis, untuk menekankan bagian-bagian penting, untuk memberikan contoh dengan
mengikuti pola deduktif atau induktif, dan untuk memberikan umpan balik; keterampilan yang
telah dikuasai siswa dalam kegiatan kelompok adalah keterampilan untuk mendistribusikan
kesempatan bagi siswa pengajaran mikro mereka untuk berpartisipasi dan untuk menganalisis
atau memperluas pandangan siswa pengajaran mikro mereka; keterampilan yang telah dikuasai
siswa adalah keterampilan untuk memberikan instruksi yang jelas dan mempersiapkan siswa
microteaching mereka dengan menetapkan ukuran kelompok dan jumlah anggota kelompok serta
meminta siswa micro teaching mereka untuk bertanggung jawab atas kegiatan kelompok mereka;
keterampilan yang telah dikuasai nahasiswa dalam kegiatan penutupan adalah keterampilan
untuk membuat ringkasan baik oleh mahasiswa itu sendiri dan / atau dengan melibatkan siswa
micro teaching mereka dan untuk melakukan tes tertulis sebagai alat evaluasi dalam pengajaran
Sosiologi dan Antropologi.

Kata kunci: keterampilan mengajar dasar, micro teaching, dan pengajaran Sosiologi Antropologi.

A. PENDAHULUAN
Standar kelulusan mahasiswa jurusan kependidikan di berbagai Perguruan Tinggi di antaranya adalah
mampu menjadi pendidik/pengajar. Untuk mampu menjadi seorang pendidik dan pengajar yang professional
diperlukan beberapa bekal pengetahuan dan keterampilan. Sebagaimana disebutkan dalam UU No.14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. ”Seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi
pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan nasional.” Oleh karena itu,
dalam melaksanakan kegiatannya calon guru menitikberatkan pada aspek-aspek yang erat kaitannya dengan
masalah keguruan dan ilmu pendidikan sehingga diharapkan lulusan jurusan kependidikan, kelak dapat
menguasai kompetensi sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan.
Guru merupakan suatu jabatan profesi, sehingga untuk menjadi guru perlu dilatih dan disiapkan secara
khusus. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) berperan penting dalam mempersiapkan dan
menyediakan calon-calon guru yang kompeten dan profesional dalam berbagai jenjang pendidikan. Menurut
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab VI pasal 3 ditegaskan bahwa
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

1
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Di dalam kompetensi tersebut memuat keterampilan dasar
mengajar. Guru yang memiliki keterampilan dasar mengajar dapat mengemas proses pembelajaran dengan baik
dan menarik sehingga dapat menumbuhkan kemauan siswa untuk belajar. Oleh karena itu, mahasiswa calon
guru harus memiliki keterampilan dasar mengajar. Keterampilan dasar mengajar dapat dilatih melalui
pembelajaran mikro (microteaching).
Kurikulum di LPTK menempatkan pembelajaran mikro sebagai mata kuliah wajib yang harus diambil oleh
mahasiswa sebagai latihan mengajar. Tujuannya adalah untuk membantu mengembangkan keterampilan
mengajar sehingga dapat dijadikan sebagai bekal praktik mengajar di sekolah atau Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL). Adapun pengalaman pembelajaran mikro memberikan manfaat bagi calon guru yaitu
memperlihatkan calon guru dalam mengajar yang sebenarnya, membantu calon guru melihat pentingnya
pelaksanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan instruksi, memungkinkan calon guru untuk mengembangkan
dan meningkatkan keterampilan mereka dan membantu calon guru dalam membangun kepercayaan diri mereka
untuk mengajar (Peker, 2009).
Mengajar merupakan kegiatan yang dominan bagi seorang guru. Kegiatan mengajar menurut Ololube
dalam Ajileye (2013) dapat disebut sebagai kegiatan multidimensional, dan sangat kompleks. Agar guru dapat
mempunyai performance yang baik dan benar dalam mengajar maka guru harus dapat mengajar secara efektif.
Pengajaran yang efektif merupakan kegiatan yang berbasis pada kemampuan kognitif, afektif, dan interpersonal.
Untuk menjadi tenaga professional, mahasiswa diberi bekal pengetahuan berupa pemberian mata kuliah
kependidikan seperti perencanaan pembelajaran, media pembelajaran, strategi pembelajaran, dan masih
banyak lagi yang lainnya. Semua pengetahuan tersebut diimplementasikan dalam beberapa kegiatan praktik
yang berupa microteaching dan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL).
Sebagaimana yang disebutkan oleh Mastromarino dalam Imran Mahmud (2013) bahwa untuk membantu
mahasiswa mengaplikasikan pengetahuannya perlu diterapkan microteaching. Microteaching akan sangat
membantu mahasiswa dalam berkomunikasi dengan siswa yang sesungguhnya. Microteaching merupakan
sebuah media latihan bagi mahasiswa jurusan kependidikan sebelum melakukan praktik pengalaman lapangan
(PPL) di sekolah praktikan. Micro teaching juga merupakan sarana bagi mahasiswa melatih kemampuan
mengajar dalam lingkup lebih kecil. Pembelajaran micro dapat diartikan sebagai cara latihan keterampilan
keguruan atau praktik mengajar dalam lingkup kecil/terbatas. Knight dalam Asril (2012:43) mengemukakan
micro teaching has been describelas scaled down teaching encounter designed to develop new skills andrefine
old ones.
Penggunaan contoh mampu mewujudkan konsep abstrak siswa dan prosedur penyelesaian secara umum
(Rowland, 2008). Adanya konsep dan prosedur umum tersebut, akan membekali siswa untuk bisa memahami
contoh berikutnya. Penggunaan contoh merupakan bagian dari keterampilan menjelaskan. Selain itu,
keterampilan bertanya yang dimiliki oleh guru dapat meningkatkan tingkat berpikir siswa yang lebih tinggi
(Mauigoa dan Tekene, 2006). Keterampilan menjelaskan dan keterampilan bertanya tersebut berkaitan dengan
keterampilan dasar mengajar. Hal itu mengindikasikan bahwa keterampilan dasar mengajar berperan penting
dalam mengajar Sosiologi dan Antropologi.
Keterampilan dasar mengajar merupakan bagian dari kompetensi guru. Pelatihan kompetensi guru selama
tiga bulan dapat meningkatkan kompetensi guru pemula dan sikap para guru pemula terhadap profesi guru
(Sharbain dan Tan, 2012). Di samping itu, pembelajaran mikro dapat meningkatkan keberhasilan mengajar
mahasiswa pendidikan dari waktu ke waktu (Mergler dan Tangen, 2010). Rasa percaya diri mahasiswa program
pendidikan guru membaik setelah melakukan pembelajaran mikro (Sen, 2009). Hal itu mengindikasikan bahwa
begitu pentingnya pembelajaran mikro dalam pendidikan guru sebagai persiapan mengajar di sekolah atau PPL.
Untuk mengetahui bagaimana keterampilan dasar mengajar terhadap calon guru, peneliti melakukan observasi
terhadap salah satu mahasiswa pendidikan Sosiologi dan Antropologi yang melakukan micro teaching di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ULM.
secara teoritis, mahasiswa telah memperoleh bekal mata kuliah strategi pembelajaran. Dalam prosesnya,
mahasiswa diminta untuk mengimplementasikan satu atau dua strategi pembelajaran dalam sebuah simulasi
pengajaran. Artinya, pada mata kuliah tersebut, mahasiswa telah berlatih menjadi seorang guru mulai dari
perencanaan (menyusun RPP) hingga evaluasi dalam proses pembelajaran. Praktik mengajar yang mereka
lakukan juga pada kelas yang tidak sesungguhnya, teman-teman mahasiswa bertindak sebaga siswa, dan hanya
berdurasi 15-20 menit. Dengan kata lain, pada saat perkuliahan strategi pembelajaran pun mahasiswa telah
melakukan microteaching bahkan dengan jumlah peserta yang lebih banyak.
Akan tetapi pada praktiknya, dalam kegiatan microteaching mahasiswa masih terkendala dalam beberapa
hal di antaranya; RPP yang masih salah, penyampaian materi yang masih tekstual, penggunaan metode atau

2
strategi yang masih monoton, dan kurangnya komunikasi mahasiswa. Fakta yang terjadi sehubungan dengan
keterampilan dasar mengajar menunjukkan bahwa dalam membuka pelajaran, mahasiswa tidak
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam pertemuan
tersebut. Dalam mengadakan variasi, mahasiswa tidak tampak menggunakan media pembelajaran yang
bervariasi karena mahasiswa tidak menggunakan alat atau media pembelajaran apapun. Selain itu, mahasiswa
tidak tampak melakukan perubahan posisi dari depan ke tengah atau ke belakang kelas. Dalam menutup
pelajaran, mahasiswa tidak membuat rangkuman ataupun memberikan evaluasi.
Melihat realitas sebagaimana yang diuraikan di atas, maka evaluasi terhadap pelaksanaan microteaching
merupakan satu hal yang harus dilakukan. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
keterampilan dasar mengajar mahasiswa pendidikan Sosiologi dan Antropologi dalam pembelajaran mikro di
Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu kelompok pembelajaran mikro semester 4 kelas A1 Program
Studi Sosiologi Antropologi FKIP ULM. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif berjenis studi kasus. Subjek
dalam penelitian ini adalah satu orang mahasiswa pendidikan Sosiologi Antropologi. Pengumpulan data
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan observasi
partisipatif pasif. Peneliti mendokumentasikan kegiatan pembelajaran menggunakan lembar observasi dan
rekaman video dengan alat perekam berupa kamera handphone untuk mengantisipasi adanya informasi yang
terlewat pada saat peneliti melakukan pengambilan data.
Proses analisis data dimulai dengan mengkaji seluruh data yang tersedia dari lembar observasi dan hasil
rekaman pembelajaran mikro yang didukung dengan hasil wawancara. Penelitian ini mengikuti tiga tahap
analisis data kualitatif oleh Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Data disajikan dengan teks yang bersifat naratif. Penarikan kesimpulan didasarkan dari hasil pengambilan data
pada saat kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi dalam pembelajaran mikro dan hasil wawancara
terhadap mahasiswa yang berperan sebagai guru yang merupakan subjek penelitian. Uji keabsahan data dalam
penelitian kualitatif ini yaitu menggunakan uji validitas internal (credibility). Uji validitas internal dilaksanakan
dengan pengecekan anggota (member check). Pengecekan anggota dalam penelitian ini dilakukan setelah
mendapat suatu temuan atau kesimpulan dari analisis data.

C. DESKRIPSI HASIL OBSERVASI


Berdasarkan analisis data hasil observasi yang didukung dengan wawancara maka diperoleh kesimpulan
hasil analisis untuk mahasiswa yang melakukan micro teaching.

1. Micro teaching
Proses pembekalan kompetensi mahasiswa sebagai seorang calon guru untuk menjadi guru yang
berkualitas bisa ditempuh dengan salah satu alternatif yaitu melakukan pembelajaran micro teaching.
Pengajaran mikro (micro teaching) merupakan salah satu bentuk dari model praktik kependidikan atau
pelatihan mengajar. Dalam konteks sebenarnya, mengajar mengandung banyak tindakan, baik mencakup
hal teknis penyampaian materi, penggunaan metode, penggunaan media, membimbing belajar, memberi
motivasi, mengelola kelas, memberikan penilaian dan seterusnya. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa proses mengajar itu sangatlah kompleks. Oleh karena itu, dalam rangka mengupayakan
penguasaan ketrampilan dasar mengajar yang berkualitas, calon guru perlu berlatih secara parsial, artinya
tiap-tiap komponen ketrampilan dasar mengajar itu perlu dikuasai secara terpisah-pisah (isolated). Berlatih
untuk menguasai ketrampilan dasar mengajar itulah yang dinamakan pengajaran mikro (micro teaching).
Jalaludin dalam Cooper dan Allen (1971), pengajaran mikro (micro teaching) adalah suatu situasi
pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5-20 menit
dengan jumlah siswa sebanyak 3-10 orang. Ungkapan diatas diperkuat dan dilengkapi oleh Jalaludin dalam
Waksito (1977), bahwa micro teaching adalah suatu metode belajar mengajar atas dasar performance yang
tekniknya dengan cara mengisolasikan komponen-komponen proses belajar mengajar sehingga calon guru
dapat menguasai setiap komponen satu persatu dalam situasi yang disederhanakan atau dikecilkan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran mikro (micro teaching) adalah
suatu metode belajar mengajar yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa terbatas, menggunakan
teknik mengisolasikan setiap komponen-komponen proses belajar mengajar sehingga calon guru dapat

3
menguasai komponen-komponen dasar mengajar dengan baik dalam situasi yang disederhanakan.
Menurut Jalaludin (2015), hal itu dilakukan karena pada dasarnya ada beberapa landasan yang menjadi
pokok pikiran terkait pembelajaran mikro, yaitu sebagai berikut:

1. Pengajaran yang nyata (dilaksanakan dalam bentuk yang sebenarnya tetapi berkonsep mini.
2. Latihan terpusat pada keterampilan dasar mengajar, menggunakan informasi dan pengetahuan tentang
tingkat belajar siswa sebagai umpan balik terhadap kemampuan calon guru.
3. Pengajaran dilaksanakan bagi para siswa dengan latar belakang yang berbeda-beda dan berdasarkan
pada kemapuan intelektual kelompok usia tertentu.
4. Pengontrolan secara ketat terhadap lingkungan latihan yang diselenggarakan dalam laboratorium micro
teaching.
5. Pengadaan low threat situation untuk memudahkan calon guru mempelajari ketrampilan mengajar.
6. Penyediaan low risk situation yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam pengajaran.
7. Penyediaan kesempatan latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan dalam jangka waktu tertentu.

Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan real teaching, tetapi dalam skala mikro. Karakteristik
yang khas dalam pengajaran mikro (micro-teaching) adalah komponen-komponen dalam pengajaran yang
dimikrokan atau disederhanakan. Dalam pengajaran sesungguhnya (real teaching) lingkup pembelajaran
biasa tidak dibatasi, tetapi di micro teaching terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar
dan satu materi pokok bahasan tertentu. Hal itu dikuatkan juga dengan adanya alokasi waktu yang terbatas
antara 10-15 menit, jumlah siswa juga dikecilkan hingga berkisar 10-15 siswa, serta keterampilan dasar
yang dilatihkan juga terbatas (terisolasi).
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran mikro (micro teaching)
adalah real teaching yang dimikrokan mulai dari jumlah siswa, alokasi waktu, fokus keterampilan,
kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran yang dibatasi. Menurut Jalaludin (2015)
perbandingan antara daftar komponen mengajar yang dimikrokan dengan pengajaran normal (real
teaching) adalah sebagai berikut:

1. Pengajaran yang nyata (dilaksanakan dalam bentuk yang sebenarnya tetapi berkonsep mini.
2. Latihan terpusat pada keterampilan dasar mengajar, menggunakan informasi dan pengetahuan tentang
tingkat belajar siswa sebagai umpan balik terhadap kemampuan calon guru.
3. Pengajaran dilaksanakan bagi para siswa dengan latar belakang yang berbeda-beda dan berdasarkan
pada kemapuan intelektual kelompok usia tertentu.
4. Pengontrolan secara ketat terhadap lingkungan latihan yang diselenggarakan dalam laboratorium micro
teaching.
5. Pengadaan low threat situation untuk memudahkan calon guru mempelajari ketrampilan mengajar.
6. Penyediaan low risk situation yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam pengajaran.
7. Penyediaan kesempatan latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan dalam jangka waktu tertentu.

Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan real teaching, tetapi dalam skala mikro. Karakteristik
yang khas dalam pengajaran mikro (micro-teaching) adalah komponen-komponen dalam pengajaran yang
dimikrokan atau disederhanakan. Dalam pengajaran sesungguhnya (real teaching) lingkup pembelajaran
biasa tidak dibatasi, tetapi di micro teaching terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar
dan satu materi pokok bahasan tertentu. Hal itu dikuatkan juga dengan adanya alokasi waktu yang terbatas
antara 10-15 menit, jumlah siswa juga dikecilkan hingga berkisar 10-15 siswa, serta keterampilan dasar
yang dilatihkan juga terbatas (terisolasi).
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran mikro (micro teaching)
adalah real teaching yang dimikrokan mulai dari jumlah siswa, alokasi waktu, fokus keterampilan,
kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran yang dibatasi. Menurut Jalaludin (2015)
perbandingan antara daftar komponen mengajar yang dimikrokan dengan pengajaran normal (real
teaching) adalah sebagai berikut:

4
Tabel 1. Perbandingan Micro Teaching dengan Real Teaching

No Komponen Real Micro


1 Siswa 30-40 orang 10-15 orang
2 Kompetensi Dasar 2-4 kd 1 kd
3 Indikator Hasil Belajar 1-9 ihb 1-3 ihb
4 Materi Luas terbatas
5 Waktu 30-50 menit 10-15 menit
6 Keterampilan Mengajar Terintegrasi Terisolasi

Micro teaching merupakan sebuah metode peningkatan kemampuan keterampilan mengajar yang
dikembangkan di Universitas Stanford pada tahun 1963 (Imran Mahmud, Shahriar Rawshon, 2013).
Munculnya microteaching dilatar belakangi adanya permasalahan dalam mempersiapkan guru yang efektif
karena adanya kompleksitas aspek pengajaran, adanya perbedaan antara teori dan praktik. Oleh karena
itu, dibutuhkan sebuah kondisi yang praktis yang mampu menjembatani antara teori dan praktek.

Microteaching menurut B. Veena dan Digumarti (2004) adalah:

is a training procedure aiming at simplifying the complexities of the regular teaching process. Micro
teaching is real teaching, althought a teaching situation is constructed in which the student teacher and
pupils work together in a practice situation.

Micro berarti kecil, terbatas, sempit, sedangkan teaching berarti mengajar. Pengajaran mikro
(microteaching) adalah suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang
terbatas, yakni selama 4 sampai 20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3 sampai 10 orang. Di
Microteaching peserta didik berada dalam suatu lingkungan yang terbatas dan terkontrol. Guru
mengajarkan hanya satu konsep dengan menggunakan satu atau dua keterampilan mengajar (Oemar
Hamalik, 2009).
Pada intinya, microteaching merupakan sebuah sarana pendampingan dan latihan bagi calon guru
dalam mengasah dan meningkatkan keterampilannya dalam mengajar dengan jumlah siswa lebih sedikit.
Microteaching bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi calon guru untuk berlatih mempraktikkan
beberapa keterampilan mengajar di depan teman temannya dalam suasana yang konstruktif. Sehingga
memiliki kesiapan mental, keterampilan, dan kemampuan performansi yang terintegrasi untuk bekal praktik
mengajar sesungguhnya di sekolah (Jamal Ma’mur Asmani, 2010: 36).

Menurut Dwight Allen (J.J. Hasibuan, dan Moedjion, 2010: 46) tujuan microteaching adalah:

1. Bagi mahasiswa calon guru: a) Memberi pengalaman mengajar yang nyata dan latihan sejumlah
keterampilan dasar mengajar secara terpisah. b) Calon guru dapat mengembangkan
keterampilan mengajarnya sebelum mereka terjun ke kelas yang sebenarnya. c) Memberikan
kemungkinan bagi calon guru untuk mendapatkan bermacam-macam kondisi peserta didik.
2. Bagi guru: a) Memberikan penyegaran dalam program pendidikan. b) Guru mendapatkan
pengalaman mengajar yang bersifat individual demi perkembangan perofesinya. c)

5
Mengembangkan sikap terbuka bagi guru terhadap pembaharuan yang berlangsung di pranatan
pendidikan.

Dari beberapa uraian tentang tujuan pelaksanaan microteaching tersebut dapat diketahui bahwa
tujuan utama pelaksanaan microteaching adalah pengembangan keterampilan mengajar melalui
pengalaman mengajar yang nyata.
Adapun tujuan microteaching di FKIP adalah sebagai berikut:
1. membentuk dasar-dasar pengajaran mikro.
2. melatih mahasiswa dalam menyusun perencanaan Pembelajaran termasuk di dalamnya
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3. membentuk dan meningkatkan kompetensi mengajar terpadu dan utuh.
4. membentuk sikap profesional sebagai calon guru.
5. dapat menggunakan alat-alat pengajaran dengan benar dan tepat. 6) dapat mengamati
keterampilan keguruan secara objektif, sistematis, kritis dan praktis. 7) dapat menerapkan teori
belajar dan pembelajaran dalam suasana didaktik, pedagogok, metodik, dan andragogis
secara tepat dan menarik (Panduan Microteaching, 2016)

Menurut Allen and Ryan (Imran dan Shahriar, 2013) microteaching mempunyai beberapa karakter
sebagai berikut:
1. It is a real teaching situation.
2. It reduces the complexity of the real classroom teaching situation in terms of the number of
students, the amount of time and the amount of learning contents.
3. It emphasizes training for mastery of teaching activities such as skills, techniques, methods,
and curriculum selection.
4. It offers better control over practicing teaching activities because many factors easily can be
manipulated to attain this greater degree of control in the training program.
5. The feedback dimension is expanded considerably because the student can receive
meaningful feedback immediately after his performance, and with the help of a variety of
technological teaching media as well as observation and interaction-analysis instruments can
take the opportunity to improve his performance in light of the feedback provided.

Sedangkan menurut Mastromarino (2004) dikarenakan microteaching dianggap sebagai sebuah


terapi untuk membantu penerapan/aplikasi dari pengetahuan calon guru maka dalam microteaching
harus menggunakan lima teknik sebagai berikut:
1. role playing and video or audio recording.
2. self observational and/or supervision (monitoring).
3. reinforcement (dissonance).
4. reexperimentation.
5. practice of the acquired abilities. It shows people improve their performance using this method
of teaching.

Sejalan dengan pendapat dari Mastromarino tersebut, Imran dan Shariar (2013) mengemukakan
bahwa dalam pelaksanan microteaching sebagai sebuah terapi, mahasiswa atau calon guru berperan
banyak hal.

6
Gambar 1. Peran mahasiswa dalam microteaching

Berdasarkan ciri-ciri microteaching tersebut, dapat diuraikan secara singkat langkah-langkah


dalam pelaksanaan microteaching yaitu:

Gambar 2. Langkah-langkah microteaching

Dari gambar tersebut sangat jelas terlihat karakteristik microteaching adalah adanya pemberian
feedback dan hasil dari feedback tersebut dijadikan pedoman untuk melakukan perencanaan pada
praktek mengajar berikutnya. Pembelajaran microteaching di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Universitas Lambung Mangkurat dilakukan dalam enam langkah sebagai berikut:
1. pengenalan microteaching,
2. penyajian model dan diskusi,
3. perencanaan/ persiapan microteaching.
4. Praktek microteaching/observasi.
5. diskusi/umpan balik.
6. praktek microteaching ulang.

2. Peer Teaching (Tutor Sebaya)

7
Peer teaching (tutor sebaya) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang berbasis active learning.
Sebagian ahli percaya bahwa satu pelajaran benar- benar dapat dikuasai hanya apabila peserta didik
(mahasiswa) mampu mengajarkan ke peserta didik lainnya (mahasiswa yang lain/teman sejawat). Dalam
konteks ini peserta didik bisa diartikan sama dengan mahasiswa satu ke mahasiswa yang lainnya, karena
penyebutan tersebut dalam konteks dunia kampus. Secara konsep sama namun beda instansi kependidikan
saja. Menurut Siberrnen (2001: 157) beliau mengatakan bahwa, pembelajaran peer teaching merupakan cara
yang efektif untuk menghasilkan kemampuan mengajar teman sebaya. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya
pendapat dari Harsanto (2007: 43) bahwa dipandang dari tingkat partisipasi aktif siswa, keuntungan belajar
secara berkelompok dengan tutor sebaya mempunyai tingkat partisipasi aktif siswa lebih tinggi. Proses
penyebutan siswa disini juga bisa diartikan sebagai penyebutan mahasiswa. Sehingga ketika terjadi
pembelajaran antara mahasiswa satu dengan yang lainnya secara berkelompok dengan adanya tutor sebaya
mampu meningkatkan keaktifan mahasiswa lebih tinggi.

Ada beberapa komponen penting didalam pembelajaran peer teaching yaitu pemberian bimbingan,
bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar proses pembelajaran praktik mengajar bisa berjalan lebih efektif
dan efisien. Hal itu selaras dengan apa yang disampaikan oleh Hamalik (1990: 73), beliau berpendapat bahwa
metode pembelajaran tutor sebaya (peer teaching) adalah metode pembelajaran dalam bentuk pemberian
bimbingan, bantuan, arahan, dan motivasi agar siswa (mahasiswa) belajar efektif dan efisien. OIeh karena itu,
tentu peer teaching dalam metodenya memiliki beberapa tujuan, tujuan metode peer teaching menurut
Arikunto (1992: 62) ada dua, pertama jika bantuan diberikan kepada teman sekelasnya disekolah maka :

1. Beberapa siswa (mahasiswa) yang pandai disuruh mempelajari suatu topik.


2. Guru (dosen) memberi penjelasan umum tentang topik yang akan dibahasnya.
3. Kalas dibagi dalam kelompok dan siswa (mahasiswa) yang pandai disebar ke setiap kelompok untuk
memberikan bantuannya.
4. Guru (dosen) membimbing siswa (mahasiswa) yang perlu mendapat bimbingan khusus.
5. Jika ada masalah yang tidak terpecahkan, siswa (mahasiswa) yang pandai meminta bantuan kepada
guru (dosen).
6. Guru (dosen) mengadakan evaluasi.

Kedua jika bantuan diberikan kepada teman (mahasiswa) sekelasnya diluar kelas, maka :

1. Guru (dosen) menunjukkan siswa (mahasiswa) yang pandai untuk memimpin kelompok belajar di luar
kelas.
2. Tiap siswa (mahasiswa) disuruh bergabung dengan siswa (mahasiswa) yang pandai itu, sesuai dengan
minat, jenis kelamin, jarak tempat tinggal, dan pemerataan jumlah anggota kelompok.
3. Guru (dosen) memberi tugas yang harus dikerjakan para siswa (mahasiswa) di rumah.
4. Pada waktu yang telah ditentukan hasil kerja kelompok dibahas di kelas
5. Kelompok yang berhasil baik diberi penghargaan.
6. Sewaktu-waktu guru (dosen) berkunjun ke tempat seusai berdiskusi.

Sebelum pembelajaran peer teaching dilakukan, dosen (guru) sebaiknya melakukan persiapan agar
pembelajaran peer teaching berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satu tugas persiapan dalam
memulai pembelajaran yang harus dilakukan oleh dosen (guru) adalah memilih tutor (mahasiswa).

3. Metode Picture and Picture


Metode merupakan salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran
yang hendak dicapai, semakin tepat metode yang digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran akan
semakin baik. Metode berasal dari kata methodos dalam bahasa Yunani yang berarti cara atau jalan.
Sudjana (2005: 76) berpendapat bahwa metode merupakan perencanaan secara menyeluruh untuk
menyajikan materi pembelajaran bahasa secara teratur, tidak ada satu bagian yang bertentangan, dan
semuanya berdasarkan pada suatu pendekatan tertentu.
Pendekatan bersifat aksiomatis yaitu pendekatan yang sudah jelas kebenarannya, sedangkan metode
bersifat prosedural yaitu pendekatan dengan menerapkan langkah-langkah. Metode bersifat prosedural

8
maksudnya penerapan dalam pembelajaran dikerjakan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara
bertahap yang dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar
mengajar, dan penilaian hasil belajar.
metode pembelajaran merupakan sebuah perencanaan yang utuh dan bersistem dalam menyajikan
materi pelajaran. Metode pembelajaran dilakukan secara teratur dan bertahap dengan cara yang berbeda-
beda untuk mencapai tujuan tertentu dibawah kondisi yang berbeda. Penggunaan metode pembelajaran
sangat penting karena dengan metode guru dapat merencanakan proses pembelajaran yang utuh dan
bersistem dalam menyajikan materi pembelajaran.
Metode Picture and Pictur sangat cocok untuk pembelajaran menulis cerita fiksi pada novel. Dengan
menggunakan metode tersebut peserta didik akan menungkan wawasan, pengalamannya dengan nyata
maupun khayalan, Metode Pembelajaran Picture and Pictur ini mengandalkan gambar sebagai media
dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran.
Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik
dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar.
Menurut Ahmadi (2011) picture and picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan
gambar dan dipasangkan atau diurutkan menjadi urutas logis. Pada metode picture and picture ini berbeda
dengan media gambar dan yang menggunakannya adalah siswa. Metode gambar media yang dipakai
berupa gambar utuh yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Penyusunan gambar oleh
siswa pada metode picture on picture dapat membantu siswa memahami konsep materi serta melatih
kemampuan berpikir krisis dan analitis.
Menurut Istarani (2011) metode Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang
menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif,
Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Metode apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta
didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang
baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarnya harus
menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu
masalah dengan menggunakan metode, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang
diperoleh dari proses pembelajaran. Menurut Hamalik (1994) Metode Pembelajaran ini mengandalkan
gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambargambar ini menjadi faktor utama dalam proses
pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan
ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar.
Guru dalam meningkatkan keaktifan peserta didik dan hasil belajar peserta didik dengan
menggunakan metode Picture and Picture merupakan langkah yang tepat. Karena dengan menggunakan
metode Picture and Picture peserta didik akan terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan peserta
didik juga bekerja dan belajar bersama-sama dengan pasangannya yang mempunyai kemampuan
berbeda-beda. Guru dituntut mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif yaitu pembelajaran
yang aktif, efektif, kreatif, dan inovatif. Untuk menciptakan suasana tersebut tentunya tidak mudah, banyak
faktor yang dapat menjadi menghambat, faktor tersebut bisa datang dari peserta didik yang cenderung pasif
atau bahkan faktor dari guru sendiri yang kurang inovatif, sehingga dalam kegiatan pembelajaran
cenderung monoton. Hal ini akan membuat peserta didik merasa bosan, mengantuk, dan tidak semangat
dalam belajar media yang digunakan.
Pada metode picture and picture media yang digunakan berupa gambar berupa gambar yang
belum disusun secara berurutan dan yang akan menggunakannya adalah siswa.

4. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Picture and Picture


Menurut Johson and Johson (dalam Trianto, 2009: 281) prinsip dasar dalam model pembelajaran
kooperatif Picture and Picture adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam
kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai
tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya.

9
d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kooperatif.

5. Langkah-Langkah Penerapan Metode Picture and Picture


Menurut Huda (2014: 139) langkah-langkah penerapan strategi model picture and picture sebagai
berikut:
a. Penyampaian Kompetensi: Pada tahap ini guru diharapkan menyampaikan kompetensi dasar mata
pelajaran yang besangkutan.
b. Presentasi materi tahap penyajian materi, guru telah menciptakan momentum awal pembelajaran.
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari sini.
c. Penyajian Gambar, pada tahap ini guru menyajikan gambar dan mengajak siswa untuk terlibat aktif
dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang di tunjukan.
d. Pemasangan Gambar. Pada tahap ini, guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian untuk
memasangkan gambar-gambar secara urut dan logis.
e. Penjajakan, tahap ini mengharuskan guru untuk menanyakan kepada siswa tentang alasan/dasar
pemikiran dibalik urutan untuk menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan kompetensi
dasar berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai.
f. Penyajian Kompetensi, berdasarkan komentar atau penjelasan atau urutan gambar-gambar, guru
bisa menjelaskan lebih lanjut sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g. Penutup, diakhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi mengenai apa yang telah dicapai
dan dilakukan.

1. Metode Pembelajaran
para ahli menganggap metodologi pembelajaran sebagai ilmu bantu yang tidak dapat berdiri sendiri,
tetapi berfungsi membantu bidang-bidang lain dalam proses pembelajaran yang bersifat netral dan
umum,tidak diwarnai oleh sesuatu bidang pun, tetapi mengandung unsur-unsur inovatis karena memberi
alternatif lain yang dapat dipergunakan di kelas. Menurut Syaiful Bahri Djamarah penggunaan metode
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.
a. Selalu berorientasi pada tujuan
b. tidak hanya terikat pada satu alternati saja
c. Kerap dipergunakan sebagai suatu kombinasi dari berbagai metode
d. Kerap dipergunakan berganti-ganti dari satu metode ke metode lainnya

Pada pelaksanaan proses belajar mengajar dapat dilihat bahwa guru mata pelajaran sosiologi dan
antropologi telah mengacu pada KBK, baik dalam rencana pembelajaran, strategi pembelajaran dan
evaluasi. Sebelumnya metode yang dipakai masih monoton dengan metode ceramah dan Tanya jawab
itupun masih mengandalkan pengetahuan kognitif. Di antara metode yang digunakan oleh guru Sosiologi
dan Antropologi dalam proses pembelajaran adalah:

a. Metode Ceramah
Metode ceramah boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan
sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan peserta didik dalam interaksi edukatif. Meski metode ini
lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada peserta didik, tetapi metode ini masih tetap tidak bisa
ditinggalkan begitu saja untuk menjelaskan dan mengarahkan peserta didik dalam memahami materi
pelajaran.

b. Metode Tanya Jawab


Dengan metode Tanya jawab, guru berharap peserta didik mampu mengembangkan ketrampilan
mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasikan, membuat kesimpulan, menerapkan dan
mengkomunikasikan. Dalam metode ini guru sukar membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat
berfikir dan pemahaman peserta didik, karena guru harus mempersiapkan pertanyaan sebelumnya
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

10
c. Metode Karyawisata (field - trip)
Penerapan metode karyawisata karena obyek yang akan dipelajari hanya terdapat di tempat tertentu.
Selain itu, pengalaman langsung dapat membuat setiap peserta didik lebih tertarik kepada pelajaran
yang disajikan sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta pada sesama, kepada alam sekitar sebagai
ciptaan Allah. Namun, yang namanya sebuah metode tentu ada kelemahannya dan untuk metode
karyawisata terlalu menghabiskan waktu dan biaya karena adanya kunjungan ke luar kelas dan
terkadang di alam bebas lebih sulit mengontrol peserta didik terlalu beresiko. Untuk itu perencanaan
harus matang dan perlu penanaman tanggung jawab pada diri anak sehingga hal-hal yang tidak
diinginkan dapat dihindari dan tujuan dapat dicapai.

d. Metode Modeling
Secara spsikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya. Ini adalah
sifat pembawaan atau taqlid (meniru). Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam
merealisasikan tujuan pendidikan. Pedoman itu memang diperlukan karena pendidik tidak dapat
bertindak secara alamiah saja agar tindakan pendidikan dapat dilakukan lebih efektif dan lebih efisien.
Dalam hal ini, peserta didik cenderung mencontoh pendidiknya, karena pada dasarnya ialah memang
senang meniru tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya.

e. Metode Diskusi
Dalam pembelajaran dengan metode ini, disajikan sebuah masalah lalu peserta didik dipersilahkan
untuk mengajukan ide apapun mengenai masalah tersebut, yang bertujuan untuk memperoleh
pengertian bersama yang lebih jelas tentang suatu masalah.

D. Keterampilan Dasar Mengajar


Dalam membuka pelajaran, keterampilan yang dikuasai subjek adalah memberikan apersepsi dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari dan memberikan
gambaran kegiatan serta cakupan materi pada pertemuan tersebut. Keterampilan yang belum dikuasai adalah
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan tersebut. Dalam bertanya,
keterampilan yang dikuasai subjek adalah mengajukan pertanyaan dengan jelas sehingga dapat dipahami siswa
dan pertanyaan tersebut berkaitan dengan permasalahan yang ada. Keterampilan yang belum dikuasai adalah
mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada seluruh siswa secara klasikal kemudian menunjuk salah satu
siswa, memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk berpikir dalam menemukan jawaban, mengajukan
pertanyaan kepada seluruh siswa secara merata, dan mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan
siswa.
Dalam memberikan penguatan, keterampilan yang dikuasai subjek adalah menggunakan penguatan
nonverbal dengan menganggukkan kepala dan memberikan senyuman terhadap respon positif siswa. Subjek
kadang-kadang memberikan penguatan verbal yang berupa kata-kata pujian. Hal tersebut tidak selalu dilakukan
karena pada kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi, subjek lupa tidak memberikan penguatan verbal
yang berupa kata-kata/kalimat persetujuan, pujian, atau penghargaan. Keterampilan yang belum dikuasai subjek
adalah memberikan penguatan verbal yang berupa kata-kata/kalimat persetujuan, pujian, atau penghargaan dan
menggunakan penguatan nonverbal dengan memberikan token (simbol atau benda).
Dalam mengadakan variasi mengajar, keterampilan yang dikuasai subjek adalah menggunakan perubahan
volume suara ketika melaksanakan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi, melakukan perubahan posisi di
dalam kelas dari depan ke tengah atau ke belakang kelas, dan menggunakan variasi gerakan badan (berupa
gestures) untuk memperjelas pelajaran Sosiologi dan Antropologi. Keterampilan yang belum dikuasai adalah
menggunakan variasi alat atau media pembelajaran. Dalam menjelaskan, keterampilan yang dikuasai adalah
menyampaikan materi dengan urutan yang terstruktur (sistematis), memberikan tekanan pada bagian-bagian
yang penting, menggunakan contoh yang mengikuti pola induktif, dan memberikan balikan untuk mengetahui
pemahaman siswa dengan meminta respon atau pertanyaan siswa. Keterampilan yang belum dikuasai adalah
menggunakan bahasa yang jelas dan berbicara lancar (tidak tersendat-sendat).
Dalam kegiatan kelompok, keterampilan yang dikuasai subjek adalah memperjelas tujuan atau topik yang
akan dicapai dalam diskusi untuk memusatkan perhatian siswa, menyebarkan kesempatan berpartisipasi agar
tidak terjadi monopoli dalam diskusi, menguraikan atau memperluas pandangan siswa dengan memberikan

11
informasi tambahan, dan membuat simpulan dari hasil diskusi kelompok untuk menutup diskusi. Keterampilan
yang belum dikuasai adalah membimbing kelompok kecil dalam memecahkan kesulitan dengan memberikan
arahan yang berupa saran atau pertanyaan. Dalam mengelola kelas, keterampilan yang dikuasai subjek adalah
memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas kepada siswa, dan menyiapkan siswa dengan menetapkan terlebih
dahulu besarnya kelompok dan anggotanya serta meminta pertanggungjawaban siswa atas kegiatan kelompok.
Subjek kadang-kadang mengatasi gangguan belajar di dalam kelas dalam mengelola kelas. Hal tersebut tidak
selalu dilakukan karena pada kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi tidak ada perilaku siswa yang
mengganggu. Sehingga keterampilan yang belum dikuasai adalah mengatasi gangguan belajar di dalam kelas.
Dalam menutup pelajaran, keterampilan yang sudah dikuasai subjek adalah membuat rangkuman berupa
pokok-pokok persoalan yang telah dipelajari yang dilakukan baik dilakukan dengan melibatkan siswa dan
menggunakan tes tertulis sebagai alat evaluasi pembelajaran Sosiologi dan Antropologi. Keterampilan yang
belum dikuasai adalah memberikan refleksi. Jika dibuat grafik keterampilan dasar mengajar dalam pembelajaran
mikro pada kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi dapat dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa dalam memberikan penguatan, subyek kadang-kadang
menggunakan penguatan verbal dengan memberikan kata-kata pujian. Hal tersebut kadang-kadang dilakukan
karena pada kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi, subjek lupa tidak menggunakan penguatan
verbal dengan memberikan kata-kata/kalimat yang berupa persetujuan, pujian, atau penghargaan.

Gambar 3. Keterampilan Dasar Mengajar dalam Pembelajaran Mikro

Pada Gambar 1 tampak pula bahwa dalam mengajukan pertanyaan, subjek kadang-kadang mengajukan
pertanyaan kepada seluruh siswa secara klasikal kemudian menunjuk salah satu siswa untuk menjawab dan
kadang-kadang memberikan waktu berpikir kepada siswa. Hal tersebut kadang-kadang dilakukan subjek karena
adanya komentar dari dosen pembimbing pada kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi sehingga
terjadi peningkatan pada keterampilan bertanya.
Di samping itu dalam mengelola kelas, subjek kadang-kadang mengatasi gangguan di dalam kelas. Hal
tersebut disebabkan karena tidak adanya perilaku siswa yang mengganggu pada kegiatan pembelajaran
Sosiologi dan Antropologi.

12
Sehingga terdapat peningkatan keterampilan dasar mengajar mahasiswa dalam pembelajaran mikro. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian Mergler dan Tangen (2010) bahwa pembelajaran mikro dapat meningkatkan
keberhasilan mengajar mahasiswa pendidikan dari waktu ke waktu. Peningkatan tersebut juga didukung oleh
Peker (2009) bahwa pengalaman pembelajaran mikro memberikan manfaat bagi calon guru yaitu
memperlihatkan calon guru dalam mengajar yang sebenarnya, membantu calon guru melihat pentingnya
pelaksanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan instruksi, memungkinkan calon guru untuk mengembangkan
dan meningkatkan keterampilan mereka dan membantu calon guru dalam membangun kepercayaan diri mereka
untuk mengajar.
Apabila dibuat suatu kriteria baik tidaknya tentang keterampilan dasar mengajar yang dikuasai kedua
subjek tersebut, maka hasilnya dapat lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Keterampilan Dasar Mengajar Mahasiswa dalam Pembelajaran Mikro

Keterampilan Dasar Mengajar Keterangan


K. Membuka Pelajaran Baik
K. Bertanya Baik
K. Memberi Penguatan Kurang Baik
K. Mengadakan Variasi Tidak Selalu Baik
K. Menjelaskan Kurang Baik
K. Membimbing Diskusi Kelompok Tidak Selalu Baik
K. Mengelola Kelas Tidak Selalu Baik
K. Menutup Pelajaran Baik

Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa keterampilan dasar mengajar yang dikuasai oleh mahasiswa dengan
baik adalah keterampilan membuka pelajaran, keterampilan menjelaskan, keterampilan mengelola kelas, dan
keterampilan menutup pelajaran. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Zevenbergen (2005) yang mengungkap
keprihatinan pengetahuan pedagogik dan peran praktik dalam pembelajaran mereka.

E. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada mahasiswa yang melakukan micro teaching, maka
dapat disimpulkan bahwa keterampilan dasar mengajar mahasiswa pendidikan Sosiologi dan Antropologi dalam
pembelajaran mikro di FKIP ULM adalah sebagai berikut.

1. Keterampilan membuka pelajaran; keterampilan yang sudah dikuasai mahasiswa dalam membuka
pelajaran adalah memberikan apersepsi dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan materi yang akan dipelajari dan memberikan gambaran kegiatan dan/atau cakupan materi pada
pertemuan tersebut. Keterampilan yang belum dikuasai adalah mengkomunikasikan tujuan yang akan
dicapai siswa.

2. Keterampilan bertanya; keterampilan yang sudah dikuasai mahasiswa dalam bertanya adalah
mengajukan pertanyaan dengan jelas sehingga dapat dipahami siswa dan berkaitan dengan
permasalahan yang ada. Keterampilan yang belum dikuasai adalah mengajukan pertanyaan terlebih
dahulu kemudian menunjuk salah satu siswa, memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk berpikir,
mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa secara merata, dan menggunakan pertanyaan menggali.

13
3. Keterampilan memberi penguatan; keterampilan yang sudah dikuasai mahasiswa dalam memberikan
penguatan adalah menggunakan penguatan nonverbal dengan menganggukkan kepala dan
memberikan senyuman terhadap respon positif siswa. Keterampilan yang belum dikuasai adalah
menggunakan penguatan verbal dengan memberikan kata-kata/kalimat persetujuan, pujian, ataupun
penghargaan, dan menggunakan penguatan nonverbal dengan memberikan token (simbol atau benda
kecil).

4. Keterampilan mengadakan variasi; keterampilan yang sudah dikuasai mahasiswa dalam mengadakan
variasi mengajar adalah menggunakan perubahan volume suara dan melakukan perubahan posisi di
dalam kelas dari depan ke tengah atau ke belakang kelas. Keterampilan yang belum dikuasai adalah
menggunakan variasi alat atau media pembelajaran, dan mengadakan variasi gerakan badan (berupa
gestures) untuk memperjelas pelajaran Sosiologi dan Antropologi.

5. Keterampilan menjelaskan; dalam menjelaskan, keterampilan yang sudah dikuasai mahasiswa adalah
menyampaikan materi dengan urutan yang terstruktur (sistematis), memberikan tekanan pada bagian-
bagian yang penting, menggunakan contoh yang mengikuti pola deduktif atau pola induktif, dan
memberikan balikan untuk mengetahui pemahaman siswa dengan meminta respon atau pertanyaan
siswa.

6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok; keterampilan Keterampilan yang belum dikuasai adalah
menggunakan bahasa yang jelas dan berbicara lancar (tidak tersendat- sendat).yang sudah dikuasai
mahasiswa dalam kegiatan kelompok adalah menyebarkan kesempatan berpartisipasi agar tidak terjadi
monopoli dalam diskusi dan menguraikan pandangan siswa dengan memberikan informasi tambahan.
Keterampilan yang belum dikuasai adalah memperjelas tujuan atau topik yang akan didiskusikan,
membimbing kelompok kecil dalam memecahkan kesulitan dengan memberikan arahan, dan membuat
simpulan dari hasil diskusi kelompok untuk menutup diskusi.

7. Keterampilan mengelola kelas; keterampilan yang sudah dikuasai mahasiswa dalam mengelola kelas
adalah memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas dan menyiapkan siswa dengan menetapkan terlebih
dahulu besarnya kelompok anggotanya serta meminta pertanggungjawaban siswa atas kegiatan
kelompok. Keterampilan yang belum dikuasai adalah mengatasi gangguan belajar yang ada di dalam
kelas.

8. Keterampilan menutup pelajaran; keterampilan yang sudah dikuasai mahasiswa dalam menutup
pelajaran adalah membuat rangkuman yang berupa pokok-pokok persoalan yang telah dipelajari baik
dilakukan sendiri dan/atau dengan melibatkan siswa dan menggunakan tes tertulis sebagai alat
evaluasi pembelajaran Sosiologi dan Antropologi. Keterampilan yang belum dikuasai adalah
memberikan refleksi.

Adapun saran yang ditujukan kepada mahasiswa sebagai berikut. Keterampilan yang perlu ditingkatkan
dalam membuka pelajaran adalah menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Keterampilan yang
perlu ditingkatkan dalam bertanya adalah mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kemudian menunjuk salah
satu siswa, memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk berpikir, dan mengajukan pertanyaan kepada
seluruh siswa secara merata, mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan siswa. Keterampilan yang
perlu ditingkatkan dalam memberi penguatan adalah menggunakan penguatan verbal dengan memberikan kata-
kata/kalimat persetujuan, pujian, ataupun penghargaan, serta menggunakan penguatan nonverbal dengan
memberikan token (simbol atau benda kecil). Keterampilan yang perlu ditingkatkan mengadakan variasi
mengajar adalah menggunakan variasi alat atau media yang dapat diraba dan digerak-gerakkan (dimanipulasi)
siswa dan keterampilan dalam mengadakan variasi gerakan badan (berupa gestures) untuk memperjelas
pelajaran Sosiologi dan Antropologi. Keterampilan yang perlu ditingkatkan dalam menjelaskan adalah
menggunakan bahasa yang jelas dan berbicara lancar (tidak tersendat-sendat). Keterampilan yang perlu
ditingkatkan dalam kegiatan kelompok adalah memperjelas tujuan atau topik yang akan dicapai dalam diskusi
untuk memusatkan perhatian siswa, membimbing kelompok kecil dalam memecahkan kesulitan dengan
memberikan arahan, dan membuat simpulan dari hasil diskusi kelompok untuk menutup diskusi. Keterampilan

14
yang perlu ditingkatkan dalam mengelola kelas adalah mengatasi gangguan belajar yang ada di dalam kelas.
Keterampilan yang perlu ditingkatkan dalam menutup pelajaran adalah memberikan refleksi.

F. DAFTAR PUSTAKA

Team Microteaching FITK. 2016. Buku Panduan Micro Teaching. Surakarta:


FATABA Press.

J.J. Hasibuan, dan Moedjiono. 2010. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Oemar Hamalik. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan


Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara

Nana Syaodih Sukmadinata. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Mauigoa, L., dan Tekene. 2006. Enhancing Teachers’ Questioning Skills to Improve Children’s Learning and Thinking
in Pacific Island Early Childhood Centres. Journal of Teachers’ Work. 3(1): 12-23.

Megler, A.G., dan Tangen, D.J. 2010. Using Microteaching to Enhance Teacher Efficacy in Pre-Service Teachers.
Journal of Teaching Education. 21(2): 199-210.

Sharbain, I.H.A, dan Tan, K.E. 2012. Pre-Service Teachers’ Level of Competence and Their Attitudes Towards The
Teaching Profession. Journal of Social Science & Humanities. 1(3): 14-22.

15

Anda mungkin juga menyukai