Anda di halaman 1dari 12

RESUME MATERNITAS

Disusun oleh :
Tedi Novan M.
1810102/S1-2B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

2020
PEMERIKSAAN USG PX OBGYN

PENDAHULUAN

Pada setiap pemeriksaan USG, diperlukan persiapan yang baik dari pasien,
pemeriksa, maupun peralatan yang akan dipergunakan. Bila salah satu tidak siap,
kemungkinan adanya gangguan dalam proses pemeriksaan USG tersebut dapat saja
terjadi. Misalnya, bila pemeriksa sedang dalam kondisi kelelahan atau sakit, maka
pemeriksaan USG harus dihentikan. Bila klien belum memberikan persetujuan untuk
pemeriksaan USG, maka pemeriksaan USG tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Sebelum memulai pemeriksaan, perhatikan setting mesin USG. Jangan


memakai setting obstetri untuk pemeriksaan ginekologi, atau setting jantung untuk
pemeriksaan obstetri. Setting yang salah akan menyebabkan kesalahan dalam
diagnosis semakin besar. Selain itu, buku manual harus diletakkan didekat mesin
USG agar bila terjadi masalah dapat dicari penyelesaiannya pada buku manual
tersebut. Kesamaan teknik dasar pemeriksaan USG obstetri dan ginekologi
diperlukan agar dapat dicapai suatu standarisasi dalam pemeriksaan USG tersebut.
Standarisasi ini penting didalam mencapai dan melakukan evaluasi tingkat
kompetensi seorang sonografer atau sonologist.

Indikasi Pemeriksaan

Indikasi pemeriksaan USG merupakan salah satu prasyarat penting yang


harus dipenuhi sebelum pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG janganlah
dilakukan secara rutin atau setiap melakukan pemeriksaan pasien, terutama bila
pasien hamil. Banyak panduan yang telah diterbitkan, misalnya dari ISUOG
(International Society of Ultrasound in Medicine), AIUM (American Institute of
Ultrasound in Medicine), RCOG (Royal College of Obstetrics and Gynecology),
atau ASUM (Australian Society of Ultrasound in Medicine). Untuk mempermudah
memilah indikasi pemeriksaan tersebut penulis menyaran-kan pembagian
indikasi sebagai berikut :
1. indikasi obstetri,
2. indikasi ginekologi onkologi,
3. indikasi endokrinologi reproduksi,
4. indikasi uroginekologi, dan
5. indikasi non obstetri ginekologi.

Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila


ditemukan massa tumor didaerah pelvik dan untuk pemantauan hasil pengobatan.
Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari
kausa gangguan hormon, pemantauan folikel, evaluasi terapi infertilitas, dan
pemeriksaan pada pasien dengan gangguan haid. Dalam bidang uroginekologi,
pemeriksaan USG dilakukan pada kasus kelainan kongenital genitalia, gangguan
berkemih, atau gangguan akibat kelemahan otot-otot dasar panggul. Bidang kajian
ini masih baru sehingga masih terbuka luas untuk penelitian dasar maupun lanjut.
Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin
ilmu lain, misalnya dari bagian pediatri, penyaki dalam, atau rujukan pasien dengan
kecurigaan metastasis dari organ ginekologi dll.
Berikut ini diberikan contoh indikasi yang dikeluarkan oleh NIH (National Institute
of Health, USA)

National Institute of Health (NIH), USA (1983 – 1984) menentukan indikasi untuk
dilakukannya
pemeriksaan USG obstetri ginekologi sebagai berikut :
1. Menentukan usia gestasi secara lebih tepat pada kasus yang akan menjalani
seksio sesarea berencana, induksi persalinan atau pengakhiran kehamilan
secara elektif.
2. Evaluasi pertumbuhan janin, pada pasien yang telah diketahui menderita
insufisiensi uteroplasenta, misalnya pre-eklampsia berat, hipertensi kronik,
penyakit ginjal kronik, diabetes mellitus berat; atau menderita gangguan
nutrisi sehingga dicurigai terjadi pertumbuhan janin terhambat, atau
makrosomia.
3. Perdarahan per vaginam pada kehamilan yang penyebabnya belum diketahui.
4. Menentukan bagian terendah janin bila pada saat persalinan bagian
terendahnya sulit ditentukan atau letak janin masih berubah-ubah pada
trimester ketiga akhir.
5. Kecurigaan adanya kehamilan ganda berdasarkan ditemukannya dua DJJ
yang berbeda frekuensinya atau tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia
gestasi, dan atau ada riwayat pemakaian obat-obat pemicu ovulasi.

Persiapan Pemeriksaan
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan USG adalah :
a. Pencegahan infeksi
b. Persiapan alat
c. Persiapan pasien
d. Persiapan pemeriksa
a. Pencegahan infeksi
Cuci tangan sebelum dan setelah kontak langsung dengan pasien, setelah
kontakdengan darah atau cairan tubuh lainnya, dan setelah melepas sarung tangan,
telah terbukti dapat mencegah penyebaran infeksi. Epidemi HIV/AIDS telah
menjadikan pencegahan infeksi kembali menjadi perhatian utama, termasuk dalam
kegiatan pemeriksaan USG dimana infeksi silang dapat saja terjadi. Kemungkinan
penularan infeksi lebih besar pada waktu pemeriiksaan USG transvaginal karena
terjadi kontak dengan cairan tubuh dan mukosa vagina.

Risiko penularan dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan ringan.
1) Risiko penularan tinggi terjadi pada pemeriksaan USG intervensi (misalnya
punksi
menembus kulit, membran mukosa atau jaringan lainnya); peralatan yang dipakai
memerlukan sterilisasi (misalnya dengan autoklaf atau etilen oksida) dan
dipergunakan sekali pakai dibuang.
2) Risiko penularan sedang terjadi pada pemeriksaan USG yang mengadakan
kontak dengan mukosa yang intak, misalnya USG transvaginal; peralatan yang
dipakai minimal memerlukan desinfeksi tingkat tinggi (lebih baik bila dilakukan
sterilisasi).
3) Risiko penularan ringan terjadi pada pemeriksaan kontak langsung dengan kulit
intak,
misalnya USG transabdominal; peralatan yang dipakai cukup dibersihkan dengan
alkohol
70% (sudah dapat membunuh bakteri vegetatif, virus mengandung lemak, fungisidal,
dan
tuberkulosidal) atau dicuci dengan sabun dan air.

b. Persiapan alat
Perawatan peralatan yang baik akan membuat hasil pemeriksaan juga tetap
baik. Mesin USG diletakkan disebelah kanan tempat tidur pasien, bila pemeriksa
bertangan kiri, maka mesin diletakkan disisi kiri pasien. Hidupkan peralatan USG
sesuai dengan tatacara yang dianjurkan oleh pabrik pembuat peralatan tersebut.
Panduan pengoperasian peralatan USG sebaiknya diletakkan di dekat mesin USG,
hal ini sangat penting untuk mencegah kerusakan alat akibat ketidaktahuan operator
USG. Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang terlalu
naik-turun akan membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang
stabilisator tegangan listrik dan UPS (uninterrupted power supply).
Setiap kali selesai melakukan pemeriksaan USG, bersihkan semua peralatan dengan
hatihati, terutama pada transduser (penjejak) yang mudah rusak (Gambar 5).
Bersihkan transduser dengan memakai kain yang lembut dan cuci dengan larutan
anti kuman yang tidak merusak transduser (informasi ini dapat diperoleh dari setiap
pabrik pembuat mesin USG). Selanjutnya taruh kembali transduser pada tempatnya,
rapikan dan bersihkan kabelkabelnya, jangan sampai terinjak atau terjepit (Gambar
6). Setelah semua rapih, tutuplah mesin USG dengan plastik penutupnya. Hal ini
penting untuk mencegah mesin USG dari siraman air atau zat kimia lainnya. Agar
alat ini tidak mudah rusak, tentukan seseorang sebagai penanggung jawab
pemeliharaan alat tersebut.

c. Persiapan pasien
Sebelum pasien menjalani pemeriksaan USG, ia sudah harus memperoleh
informasi yang cukup mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalaninya. Informasi
penting yang harus diketahui pasien adalah harapan dari hasil pemeriksaan, cara
pemeriksaan (termasuk posisi pasien), akurasi ketepatan diagnostik, perlu tidaknya
pemeriksaan USG 3D, dan berapa biaya pemeriksaan.
Caranya dapat dengan memberikan brosur atau leaflet atau bisa juga melalui
penjelasan secara langsung oleh dokter pemeriksa. Sebelum melakukan pemeriksaan
USG, pastikan bahwa pasien benar-benar telah mengerti dan memberikan
persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan USG atas dirinya.
Bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal, tanyakan kembali
apakah ia seorang nona atau nyonya ?, jelaskan dan perlihatkan tentang pemakaian
kondom yang baru pada setiap pemeriksaan (kondom penting untuk mencegah
penularan infeksi).
Pada pemeriksaan USG transrektal, kondom yang dipasang sebanyak dua
buah, hal ini penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Terangkan secara benar dan penuh pengertian bahwa USG bukanlah suatu
alat yang dapat melihat seluruh tubuh janin atau organ kandungan, hal ini untuk
menghindarkan kesalahan harapan dari pasien. Sering terjadi bahwa pasien
mengeluh “Kok sudah dikomputer masih juga tidak dikatahui adanya cacat bawaan
janin atau ada kista indung telur ?” USG hanyalah salah satu dari alat bantu
diagnostik didalam bidang kedokteran. Mungkin saja masih diperlukan pemeriksaan
lainnya agar diagnosis kelainan dapat diketahui lebih tepat dan cepat.
d. Persiapan pemeriksa
Pemeriksa diharapkan memeriksa dengan teliti surat pengajuan pemeriksaan
USG, apa indikasinya dan apakah perlu didahulukan karena bersifat darurat gawat,
misalnya pasien dengan kecurigaan kehamilan ektopik. Tanyakan apakah ia seorang
nyonya atau nona, terutama bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal.
Selanjutnya cocokkan identitas pasien, keluhan klinis dan pemeriksaan fisik
yang ada; kemudian berikan penjelasan dan ajukan persetujuan lisan terhadap tindak
medik yang akan dilakukan. Persetujuan tindak medik yang kebanyakan berlaku di
Indonesia saat ini hanyalah bersifat persetujuan lisan, kecuali untuk tindakan yang
bersifat invasif misalnya kordosintesis atau amniosintesis.
Dimasa mendatang tampaknya pemeriksaan USG transvaginal memerlukan
persetujuan tertulis dari pasien. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk mencegah
penularan penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS dan penyakit menular seksual
akibat semakin banyaknya seks bebas dan pemakaian NARKOBA.
Setiap mesin mempunyai konfigurasi tampilan tombol-tombol yang berbeda,
sehingga setiap pemeriksa harus menyesuaikan dengan peralatan yang dipakainya
serta mengenali semua lokasi dan fungsi tombol-tombol yang tersedia.
Transduser dipegang oleh tangan yang terdekat dengan tubuh pasien, hal ini
untuk mencegah terjatuhnya transduser tersebut. Sebaiknya pemeriksa duduk dikursi
ergonomis yang dapat bergerak, berputar, dan dapat diatur ketinggiannya agar posisi
tangan sama tinggi dengan dinding perut pasien (pemeriksaan USG transabdominal)
atau duduk di depan perineum pada saat melakukan pemeriksaan USG transvaginal.
Mesin USG harus dapat dijangkau oleh tangan kiri pemeriksa agar pemeriksaan
tersebut dapat optimal dan tidak membuat lekas lelah.
Pemeriksa juga harus berlatih dengan baik agar dapat merasakan bahwa
transduser tersebut merupakan kepanjangan dan bagian dari tangannya (terutama
transduser transvaginal sehingga adanya tahanan, konsistensi masa, atau perlekatan
dapat dirasakan. Jangan memegang transduser terlalu kaku dan kuat karena akan
menimbulkan cedera pada lengan dan bahu. Pemeriksa juga harus mengetahui
program pencegahan infeksi universal.

Sumber : www.Academia.edu/109868811/teknik_pemeriksaan_usg_obgyn

PEMERIKSAAN KOLPOSKOPI

Kolkoskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter bila ada tanda-
tanda sel tidak normal dimulut rahim (serviks) atau di vagina. Pemeriksaan ini antara
lain dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kutil kelamin, peradangan serviks dan
tanda-tanda kanker di sekitar organ vagina.
Pemeriksaan kolkoskopi umumnya dilakukan apabila pemeriksaan pap smear
memberikan hasil yang kurang baik. Dengan allat yang disebut kolkoskop
( colposcop), dokter akan meneropong kondisi di dalam vagina hingga mulut rahim
Kolposkopi merupakan pemeriksaan serviks dengan menggunakan alat
kolposkopi yaitu alat yang di samakan dengan mikroskop bertenaga rendah
pembesaran antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya di dalamnya.

APUS VAGINA

MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum apus vagina adalah cotton bud,
kertas tissue, gelas objek beserta penutupnya, mikroskop cahaya, dan pipet tetes.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum apus vagina adalah mencit
betina matang kelamin dan tidak sedang hamil, larutan NaCl 0,9%, larutan alkohol
70%, dan pewarna methylen blue 1% akuades.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:

1. Mencit betina yang sudah sesuai syarat uji dipegang menggunakan tangan kanan
dengan cara dilentangkan di atas telapak tangan, sementara tengkuk dijepit
menggunakan ibu jari dan telunjuk. Ekor mencit dijepit di antara telapak tangan
dan jari kelingking.
2. Ujung dari cotton bud dibasahi menggunakan larutan NaCl 0,9% dan secara
perlahan dimasukkan ke dalam vagina mencit sedalam 5 mm lalu diputar searah
dengan perlahan sebanyak dua atau tiga kali.
3. Sebelum digunakan gelas objek dibersihkan dengan kertas tissue yang telah
dibasahi alkohol 70% dan dikeringkan. Sementara ujung cotton bud yang telah
dioleskan pada vagina mencit dioleskan secara memanjang sebanyak tiga baris
dengan arah yang sama pada gelas objek.
4. Hasil olesan vagina ditetesi dengan larutan methylen blue 1% akuades dan
sesekali dimiringkan agar pewarna dapat tersebar merata pada permukaan
ulasan. Tunggu selama 5 menit dan pewarna yang berlebihan dibersihkan
dengan cara gelas objek dibilas menggunakan air mengalir kemudian
dikeringkan dan ditutup menggunakan gelas penutup.
5. Preparat diamati di bawah mikroskop dari perbesaran lemah sampai perbesaran
kuat. Tipe dan proporsi sel yang ditemukan dalam preparat apusan vagina
kemudian ditentukan fasenya.
6. Bentuk sel epitel dan leukosit yang tampak pada preparat digambar.
7. Laporan hasil praktikum disusun dan diserahkan kepada asisten masing-masing
kelompok.

Pembahasan

Vaginal smear (apus vagina) adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui fase-fase dalam siklus estrus yang sedang dialami. Metode ini biasanya
digunakan pada jenis hewan Rodentia. Pengamatan tipe sel dan proporsi masing-
masing sel yang ditemukan pada apusan yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengetahui fase yang sedang dialami oleh hewan yang bersangkutan. Tipe sel yang
digunakan untuk mengidentifikasi fase-fase dalam siklus estrus adalah epitel dan
leukosit (Soeminto, 2000). Siklus pemasakan telur pada hewan mamalia disebut
siklus estrus. Menurut Sitasiwi et al. (2016) siklus estrus merupakan suatu fase
reproduksi pada hewan betina non primata yang terjadi secara berulang, ditandai
dengan perubahan fisiologi dan tingkah laku. Siklus estrus pada Mencit terdiri dari
empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase folikuler dimulai
dengan proestrus yang diikuti dengan ovulasi, sedangkan fase luteal terdiri atas
metestrus yang diikuti oleh diestrus.

Terdapat dua jenis tipe sel yang diamati dalam siklus estrus, yaitu sel epitel
yang terletak di permukaan vagina dan sel leukosit yang merupakan antibodi. Sel
leukosit mempunyai bentuk yang bulat tidak beraturan atau poligonal. Sel epitel
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam antara lain epitel muda yang berbentuk
lonjong dan intinya hampir memenuhi seluruh permukaan sel, epitel muda
terkornifikasi yang mempunyai inti lebih kecil dan mulai terkornifikasi, dan epitel
terkornifikasi yaitu epitel yang telah ditutupi oleh zat tanduk. Saat terjadi perubahan
konsentrasi esterogen. Sel epitel merupakan sel yang paling awal terkena dampak
dari konsentrasi esterogen (Soeminto, 2000). Siklus estrus pada dasarnya
dipengaruhi oleh sistem hormonal tubuh hewan. Sistem hormonal yang
mempengaruhi estrus berpusat pada hormon gonadotropin dari hipofisa anterior dan
hormon ovarial yaitu FSH dan esterogen. Perubahan FSH dan esterogen dalam darah
menyebabkan perubahan fisiologis tubuh hewan yang dimanifestasikan pada
perubahan fisik berupa pembengkakan vulva maupun vulva berwarna merah.
Perubahan juga terjadi pada komposisi tipe sel mucus dari vagina (Nurfitriyani et al.,
2015).

Berdasarkan hasil percobaan apus vagina mencit (Mus musculus L.)


menunjukkan bahwa mencit sedang mengalami fase estrus. Saat apusan vagina
mencit dilihat dengan menggukanan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x
hanya terdapat sel epitel terkornifikasi yang ditandai dengan adanya warna biru,
bentuknya tidak teratur, tidak ada leukosit dan intinya tidak terlihat karena tertutupi
oleh lapisan zat tanduk. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sulastri
et al. (2014) bahwa pada fase estrus hanya ditemukan sel epitel terkornifikasi,
sedangkan pada mencit yang sedang dalam fase proestrus, metestrus, dan diestrus
ditemukan sel epitel berinti dan sel leukosit. Baker et al. (1980) menyatakan bahwa
fase estrus dapat diketahui dengan adanya sel-sel tanduk yang banyak pada lumen
vagina yang biasanya nampak pada preparat ulas vagina dan berlangsung selama 12
jam. Pembelahan dan proses penandukan (kornifikasi) epitel vagina tergantung dari
meningkatnya kadar estrogen dalam tubuh sehubungan dengan akhir periode
pertumbuhan folikel. Fase estrus ditandai dengan tidak adanya nukleus dan
berbentuk tidak teratur (Marchondes et al., 2002).

Fase estrus merupakan periode ketika betina reseptif terhadap jantan dan
akan melakukan perkawinan. Mencit jantan mendekati mencit betina dan akan
terjadi kopulasi. Mencit jantan melakukan semacam panggilan ultrasonik dengan
jarak gelombang suara 30 kHz–110 kHz yang dilakukan sesering mungkin selama
masa pedekatan dengan mencit betina. Sementara itu, mencit betina menghasilkan
semacam feromon yang dihasilkan oleh kelenjar preputial yang diekskresikan
melalui urin. Feromon ini berfungsi untuk menarik perhatian mencit jantan. Mencit
dapat mendeteksi feromon ini karena terdapat organ vomeronasal yang terdapat pada
bagian dasar hidungnya (Gilbert, 1994). Tahap estrus juga ditandai dengan vagina
mencit betina yang membengkak dan berwarna merah. Tahap estrus pada mencit
terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap estrus awal dimana folikel sudah matang, sel-sel
epitel sudah tidak berinti, dan ukuran uterus pada tahap ini adalah ukuran uterus
maksimal. Tahap ini terjadi selama 12 jam. Selanjutnya tahap estrus akhir dimana
terjadi ovulasi yang hanya berlangsung selama 18 jam. Jika pada tahap estrus tidak
terjadi kopulasi maka tahap tersebut akan berpindah pada tahap metesterus
(Nalbandov, 1990). Sel epitel saat estrus mengalami penandukan, berbentuk tidak
beraturan atau disebut polygonal. Selain itu, sel yang terlihat pada preparat apus
adalah sel yang paling besar, berbentuk pipih, pinggirnya tidak rata, dan tidak berinti
(Popalayah, 2013).

Sumber : https://www.academia.edu/38994212/Apus_vagia

INTERPRETASI HASIL LABORATORIUM

Pemeriksaan lab yang harus dilakukan sebelum operasi, antara lain :

1. Darah Lengkap :

Red Blood Cell (RBC) : 4,0-5,2 juta/mm3

White Blood Cell (WBC) : 5500-15.500/mm3

Hematokrit :35-54%

Hemoglobin. : 11,5-17/g%

Trombosit. : 150-400 ribu/mm3


Ukuran rata-rata sel darah merah (MCV). : 82-92 fl

Hb pada tiap sel darah merah (MCH). : 27-31 fl

Hemoglobin relatif terhadap ukuran sel dalam tiap sel darah merah
(MCHC). : 32-37 fl

2. Tes Kimia Darah :

Nitrogen Urea (fungsi ginjal). : 8-25 mg/dL

CO2 dalam darah.

Kreatinin (Cr). : 0,5-1,5 mg/dL

Glukosa (kadar gula darah). : < 200 mg/dL

Serum Klorida (Cl) : 95-108 mmol/L

Serum Kalium (K) : 3,5-5 mmol/L

Serum Natrium (Na) : 135-145 mmol/L

3. Pemeriksaan darah lainnya :

Uji Koagulasi.

Uji Enzim Hati.

Analisa Gas Darah.

Uji Enzim Otot Jantung.

Pemeriksaan Prokalsitonin (menentukan sepsis atau tidak).

Anda mungkin juga menyukai