Disusun Oleh :
PROBLEM
P
Berfikir kritis penting dilakukan sebelum mengambil
keputusan dalam asuhan keperawatan karena merupakan salah satu
metode ilmiah dalam menyelesaikan masalah klien. Untuk berfikir
cerdas perawat harus mengembangkan cara berfikir kritis dalam
menghadapi setiap masalah dan pengalaman baru yang menyangkut
pasien.
Perawat harus mampu mengidentifikasi masalah pasien dan
memilih solusi intervensi yang tepat, karena perawat akan
menghadapi bermacam-macam situasi klinis yang berhubungan
dengan pasien dimana hal ini tak lepas dari kemampuan perawat
dalam berfikir kritis, karena dengan berfikir secara kritis perawat
dapat mengambil keputusan secara sistematis dan tepat dalam setiap
tahapan asuhan keperawatan yang dilakukan.
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat
pelaksana yang ada di ruang rawat inap Rumah Sakit Hermina
Bekasi dengan jumlah sampel 104 responden
INTERVENSI
I
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang terdiri dari kuesioner A yang berisi tentang usia,
jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan lama kerja responden.
Kuesioner B tentang berfikir kritis terdiri dari 35 soal dan kuesioner
C tentang asuhan keperawatan yang terdiri dari 20 soal dengan
menggunakan skala likert.
COMPARISON
C
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang
berfikir kritis baik lebih banyak dibandingkan dengan responden
yang berfikir kritis kurang. Hasil analisis menunjukkan adanya
pengaruh berfikir kritis terhadap kemampuan perawat pelaksana
dalam melakukan asuhan keperawatan.
OUT CAME
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang berfikir kritis baik lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang berfikir kritis kurang. Hasil analisis menunjukkan adanya
pengaruh berfikir kritis terhadap kemampuan perawat pelaksana dalam melakukan asuhan
keperawatan (p=0,026).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Perry dan Potter (2010) yang mengatakan bahwa
asuhan keperawatan merupakan kegiatan kompleks yang menuntut keterampilan kognitif,
psikomotor dan afektif untuk menilai intuitive dan kreatifitas. Dalam melakukan asuhan
keperawatan, perawat akan menghadapi bermacam-macam situasi klinis sehingga perawat harus
mampu berfikir cerdas dalam setiap situasi yang dihadapinya untuk mampu membuat keputusan
yang tepat dan akurat terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan kepada pasien.
Ingram (2008) mengatakan berfikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen yang
sangat penting dari akuntabilitas professional dan salah satu penentu kualitas asuhan keperawatan
yang akan diberikan kepada pasien. Perawat yang memiliki kemampuan berfikir kritis akan
menunjukkan sikap keberanian intelektual, berfikir terbuka, fleksibel, berfikir analisa, sistematis,
percaya diri, rasa ingin tahu, dewasa, kreatifitas, intuisi dan pemikiran mendalam. Teori tersebut
sesuia dengan penelitian yang dilakuka oleh Aprisunadi (2011) yang mengatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara berfikir kritis perawat dengan kualitas diagnosis keperawatan di
unit orthopedic.
Hal ini juga senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rusmegawati (2011) yang
mengatakan bahwa ada pengaruh supervise terhadap keterampilan berfikir kritis perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori Ignatavicius &
Workman (2006) yang mengungkapkan bahwa berfikir kritis merupakan kompetensi yang perlu
dimiliki oleh perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas karena berfikir
kritis sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penilaian klinis yang tepat.
Hasil analisis peneliti lebih lanjut didapatkan bahwa responden yang berfikir kritis
mempunyai peluang 2,760 kali untuk dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik
dibandingkan dengan responden yang berfikir kritisnya kurang. Berfikir kritis menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari asuhan keperawatam. Perawat dengan kemampuan berfikir kritis yang baik
akan menyadari perannya dan identitas diri dalam kaitannya dengan hal-hal, peristiwa dan orang
lain. Berfikir kritis penting dilakukan sebelum mengambil keputusan dalam asuhan keperawatan
karena berfikir kritis dalam keperawatan merupakan keterampilan berfikir perawat untuk menguji
berbagai alasan secara rasional sebelum mengambil keputusan dalam asuhan keperawatan
sehingga asuhan keperawatan yang diberikan akan maksimal dan jauh lebih baik.
Sedangkan dari variabel counfounding yang dominan berpengaruh terhadap kemampuan
melakukan asuhan keperawatan adalah lama kerja (p=0,045), analisa lebih lanjut menunjukkan
bahwa responden dengan lama kerja ≥ 10 tahun mempunyai peluang 2,507 kali untuk dapat
melakukan asuhan keperawatan dengan baik dibandingkan dengan responden yang lama kerjanya
< 10 tahun.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprisunadi (2011) yang mangatakan
bahwa masa kerja memiliki kontribusi yang bermakna dalam hubungan berfikir kritis dengan
kualitas asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang disampaikan oleh
Nursalam (2014) yang mengatakan semakin lama masa kerja perawat maka semakin banyak
pengalaman perawat tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar atau
prosedur yang beraku, sehingga masa kerja perawat secara tidak langsung berpengaruh terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien.
KESIMPULAN
Aprisunadi. (2011). Hubungan Berfikir Kritis Perawat dengan Kualitas Asuhan Keperawatan
di Unit Perawatan Orthopedi Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis FIK UI.
Tidak Dipublikasikan.
Cristensen, P.J., & Kenney, J.W., (2009). Proses Keperawatan, Aplikasi Model Konseptual
(Terjemahan dari Nursing Proses: Aplication Of Conceptual Model 4th Ed). Jakarta: EGC
Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berfikri Kritis . Jakarta: Salemba Medica.
Hariyati, Tutik Sri. (2014). Perencanaan Pengembangan Dan Utilisasi Tenaga Keperawatan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ignatavicius, D.D. (2001). Crtical Thinking Skill For At The Bedside Success. Nuring
Manajement, 32 (1), 37-39.
Potter & Perry.(2009). Fundamental Of Nursing. 7th Ed. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Potter, A.P. & Perry, G.A. (2010). Fundamental of nursing. concepts, process and practice. (7th
ed). Imprint of ElsivierInc: Mosby.
ABSTRAK
Pendahuluan: Penggunaan Evidence-based Practice (EBP) masih belum terlaksana
dengan baik. Masih ditemukannya intervensi keperawatan yang berdasarkan
“kebiasaan”. Perawat harus secara sistematis menggunakan bukti-bukti terbaik yang
aktual dalam membuat keputusan mengenai cara menangani pasien. Tujuan
penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pendidikan perawat dengan
kompetensi dalam melakukan EBP. Metode: Penelitian kuantitatif korelasional
dengan pendekatan Cross-sectional pada Desember 2012 dilakukan di Siloam
Hospitals Kebun Jeruk. Sampel pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di
Siloam Hospitals sejumlah 105 yang terjaring melalui proporsional stratified random
sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Evidence Based Practice
Questionnaire (EBPQ) Upton D Upton terdiri dari 24 pertanyaan mencakup aspek
pengetahuan, sikap perawat, perilaku perawat dalam melakukan EBP yang di beri
skala 1- 7. Analisis data menggunakan frekuensi, persentase dan uji chi square.
Hasil: Terdapat 20 perawat (19, 1%) memiliki kompetensi kurang baik, 56 perawat
(53,3%) memiliki kompetensi cukup baik dan 29 perawat (27,6%) memiliki
kompetensi baik. Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan
kompetensi perawat dalam melakukan EBP di Siloam Hospitals Kebon Jeruk yang
dibuktikan dengan p Value = 0,006 (< α = 0,05). Diskusi: Diharapkan agar setiap
perawat dapat meningkatkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, karena
terbukti bahwa pendidikan dapat menuntun seseorang terampil dalam mencari
sumber penelitian, berorganisasi dan bersikap profesional dalam bekerja,
meningkatkan akses-akses untuk meningkatkan dan menerapkan praktik
berdasarkan bukti (EBP).
Kata Kunci: Evidence based Practice (EBP), Kompetensi, Perawat, Tingkat
Pendidikan
ABSTRACT
Introduction: The application of Evidence-Based Practice (EBP) competency has
not been well implemented yet. Nurses still conduct practices and intervention based
on “customs”. The nurses should make decisions systematically, in full awareness
and prudence, the best evidence about the actual way of caring patients. The
purpose of this study was to identify the correlation between education level of
nurses with EBP competence. Method: Descriptive correlation study with cross -
sectional approach was conducted in December 2012 in Siloam Hospitals Kebun
Jeruk. The sampel of this research consisted of nurses of Siloam Hospitals Kebun
Jeruk taken using proportional stratified random sampling with a total of 105 nurses.
The instrument used in this research was Evidence-Based Practice Questionnaire
(EBPQ) with 24 questions to identify knowledge, skills and nurse attitude towards
evidence-based practice (Scale 1-7). Data was analyzed using frequency and
percentage and chi- square test. Result: There are 20 nurses (19.1 %) with poor
competence, 56 nurses (53.3 %) with moderate competence and 29 nurses (27.6 %) JURNAL
with good competence. The result showed that there was a significant correlation
between level of education with competence to do the EBP (p value = 0.006) (< α = SKOLASTIK
0.05). Discussion: It is expected that each nurse can improve their education to a
higher level, as it proves that education can lead one to be skilled in finding the KEPERAWATAN
source of research, organize information, be professional in their work, and improve Vol. 1,
access to improve and implement EBP. No.1 Januari – Juni
2015
Keywords: Competence, Evidence -Based Practice ( EBP), Level of Education, ISSN: 2443 – 0935
Nurses E-ISSN: 2443 - 1699
14
PENDAHULUAN
Perawat memegang peranan yang penting pendidikan dan penelitian dan
dalam pelayanan rumah sakit, dimana menyebarluaskan temuan-temuan
perawat berada dengan pasien selama 24 penelitian kepada perawat lain sedangkan
jam. Perawat tidak hanya berperan profesi nursing di Indonesia yang
sebagai care giver namun juga sebagai tergolong masih muda bila dibandingkan
client advocate, counsellor, educator, dengan negara Barat dan masih tertinggal
collaborator, coordinator, change agent jauh, begitu juga dalam pemahaman EBP.
dan consultant (Doheny dalam Kusnanto, Hal ini terlihat dari belum adanya pusat
2003). Perawat juga harus memiliki EBP untuk memahami EBP, mengevaluasi
kemauan dalam meningkatkan kesadaran dan menjadi acuan bagi perawat dalam
profesional kesehatan dalam belajar, melaksanakan praktik keperawatan.
mengetahui dan menerapkan praktik
berbasis bukti dalam keperawatan atau EBP merupakan pendekatan yang dapat
disebut Evidence Based Pratice (EBP) (3rd digunakan dalam praktik keperawatan
International Nursing Conference, 2012). kesehatan, yang berdasarkan evidence
atau fakta (Evidence-Based Nursing,
Dalam Evidence-Based Nursing Position 2008). Jurnal Introduction to Evidence-
Statement (2005), mengatakan bahwa based nursing Dicenso; Bostrom, Suter,
EBP telah menjadi isu menonjol dalam Luker, Kenrick (2011), mengatakan proses
keperawatan kesehatan internasional, menggabungkan temuan kualitas
biaya kesehatan meningkat, prinsip penelitian yang baik dalam praktik
manajemen dalam melakukan praktik keperawatan adalah tidak mudah. Selama
keperawatan yang tepat dan keinginan ini seringkali ditemui praktik-praktik atau
perbaikan kualitas EBP. Untuk itu intervensi yang berdasarkan “biasanya
keperawatan menjadi terlibat dalam juga begitu” sebagai contoh, sewaktu di
gerakan untuk mendefenisikan EBP dalam pendidikan, cairan yang digunakan dalam
setiap praktik keperawatan, yang jelas perawatan luka adalah Povidone-iodine
adalah tanggung jawab perawat untuk 10%. Praktik ini dipakai “over and over”
melaksanakan EBP dalam tindakan meskipun yang bersangkutan menjelang
keperawatan, dan mengevaluasi, pensiun bila diberi masukan, kadang-
mengintegrasikan dan menggunakan bukti kadang jawaban yang ucapkan adalah
terbaik yang telah tersedia untuk “biasanya juga begitu, pasien juga sembuh
meningkatkan praktik keperawatan kok, kok repot... “ padahal menurut
(Rycroft-Malone, Bucknall, Melnyk, 2004). penelitian baru air matang juga bisa di
gunakan untuk perawatan luka (Evidence-
Grinspun, Vinari & Bajnok dalam Hapsari Based Nursing, 2008).
(2011) menyatakan tujuan EBP
memberikan data pada perawat praktisi Gruendemann (2006), mengatakan
berdasarkan bukti ilmiah agar dapat kompetensi merupakan suatu proses yang
memberikan perawatan secara efektif intens dan berkesinambungan, kompetensi
dengan menggunakan hasil penelitian adalah pengetahuan, keterampilan dan
yang terbaik, menyelesaikan masalah kemampuan yang telah ditetapkan, yang
yang ada di tempat pemberian pelayanan diperlukan untuk memenuhi peran perawat
terhadap pasien, mencapai kesempurnaan professional sesuai bidang praktiknya. UU
dalam pemberian asuhan keperawatan RI No: 20 pasal 35 ayat 1 tahun 2003
dan jaminan standar kualitas dan memicu Tentang Sistem Pendidikan Nasional
inovasi. mengatakan kompetensi merupakan
kualifikasi kemampuan lulusan yang
Centre Evidence-Based Medicine Toronto, mencakup sikap, pengetahuan dan
(2011) melaporkan negara-negara seperti keterampilan sesuai standard nasional
Inggris, Kanada, Jerman dan lainnya telah yang telah disepakati.
membuat pusat untuk EBP, untuk
mendidik perawat melalui lokakarya Kompetensi dalam aplikasi EBP tidaklah
melalui mudah, dibutuhkan pengetahuan yang
cukup, sikap yang baik dan perilaku yang
profesional. Faktor- faktor diatas juga tidak dalam penggunaan EBP untuk mengambil
luput dari pengaruh karakteristik keputusan dalam perawatan pasien.
seseorang yang dapat mendukung
kemampuan pengetahuan, sikap dan Proses Evidence Based Nursing Practice
perilakunya terhadap EBP yakni menurut Eizenberg (2010) ada lima tahap:
pendidikan. 1. Merumuskan pertanyaan, 2.
Mengumpulkan informasi yang paling
Bastable (2002) mengatakan pendidikan relevan, 3. Melakukan evaluasi kritis
merupakan bagian terpenting dari terhadap bukti dan validitas, relevan dan
keberhasilan pemberian perawatan. kelayakan, 4. Mengintegrasikan bukti
Senada dengan pernyataan tersebut penelitian dengan pengalaman klinis,
Nursalam (2008) mengungkapkan bahwa pasien, nilai-nilai dan 5. Menilai hasil.
pendidikan merupakan bagian paling Menurut Stout & Hayes (2005) dalam
mendasar dalam pengembangan Sumber Aryani (2008), EBP bertujuan untuk
Daya Manusia. memberi alat, berdasarkan bukti-bukti
terbaik, untuk mencegah, mendeteksi dan
Siagian (1995) yang dikutip Maryani menangani gangguan kesehatan artinya
(2006) menyatakan bahwa tingkat dalam memilih suatu pendekatan
pendidikan seseorang akan pengobatan kita hendaknya secara empiris
mempengaruhi motivasi kerjanya, hal ini melihat kajian penelitian yang
didukung dengan pendapat Gillies (1994) menunjukkan keefektifan suatu
dalam Maryani (2006) mengemukakan pendekatan terapi tertentu pada diri
bahwa perawat yang mempunyai individu tertentu.
pendidikan tinggi akan memiliki
kemampuan kerja yang tinggi. Siloam hospitals Kebun Jeruk merupakan
salah satu rumah sakit swasta yang
Menurut Bastable (2002), pendidikan
sedang berkembang dan concern
berperan sebagai proses untuk
akan
mempengaruhi perilaku perawat dengan
pelaksanaan EBP. Hal ini tampak dari
melakukan perubahan pada pengetahuan,
inovasi-inovasi dan kegiatan yang
sikap, nilai dan keterampilan yang
diarahkan untuk mendukung EBP seperti
diperlukan untuk mempertahankan dan
seminar-seminar yang mengangkat issue
meningkatkan kompetensi mereka agar
terkait EBP.
dapat memberikan perawatan yang
bermutu terhadap klien. Cook (2001) Berdasarkan studi awal pada 10 perawat
dalam AIPNI (2011), mengatakan perawat Siloam Hospitals Kebun jeruk didapatkan
dalam penggunaan EBP dapat menilai 40% perawat mengetahui EBP, 15 % tidak
Evidence dan merumuskan solusi mengetahui EBP dan 45% perawat pernah
berdasarkan bukti-bukti terbaik yang mendengar EBP. Data diatas cukup
tersedia, untuk itu perawat perlu menarik, dimana proporsi perawat yang
diperkenalkan kurikulum pendidikan mengetahui EBP jumlahnya kurang dari
seperti pelatihan-pelatihan yang 50%. Sehingga fenomena ini mendorong
membangun kompetensi perawat untuk perlunya adanya pengkajian lanjut, faktor-
mempersiapkan mereka untuk memiliki faktor apa saja yang berhubungan dengan
pemahaman yang lebih besar dan hal tersebut.
pengendalian peristiwa yang mungkin
terjadi selama situasi. Demikian halnya dengan pendidikan,
pendidikan merupakan salah satu
Majid et al. (2011), mengatakan bahwa karakteristik seorang individu. Hal yang
EBP adalah salah satu tehnik yang cepat sama juga pada perawat, dimana
untuk perkembangan keperawatan karena pendidikan keperawatan yang masih
EBP efektif dalam penanganan masalah- bervariasi. Pengetahuan seorang perawat
masalah klinis dan memberikan dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang
perawatan-perawatan yang lebih baik ditempuh oleh perawat tersebut.
melalui hasil-hasil penelitian. Sackett etal Kompetensi yang ditetapkan pada setiap
di dalam Gerrish et al. (2006), EBP adalah jenjang pendidikan pun berbeda.
segala tindakan yang berbasis bukti, baik
dalam pengobatan, eksplisit dan bijaksana
16 | Jurnal Skolastik Keperawatan Vol.1, No. 1 Jan – Jun 2015
Adapun karakteristik jenjang pendidikan presentase dan bivariat menggunakan uji
perawat di SHKJ bervariasi mulai dari chi-square.
SPK, D3 Keperawatan, dan S1
Keperawatan (Divisi Keperawatan SHKJ, HASIL PENELITIAN
2012). Jenjang pendidikan yang bervariasi
ini dapat menyebabkan perbedaan cara Berikut ini dijabarkan frekuensi perawat
pandang dalam menilai dan perbedaan berdasarkan karakteristik pendidikan dan
kemampuan dalam menghadapi sesuatu. juga kompetensi perawat melakukan EBP.
Atas dasar fenomena dan pandangan Tabel 1. Karakteristik Tingkat Pendidikan,
tersebut diatas, perlu dilakukan identifikasi Individu Perawat Siloam Hospitals Kebon
lanjut adakah hubungan antara tingkat Jeruk Desember 2012 (N=105)
pendidikan dengan kompetensi perawat
dalam aplikasi EBP. Pendidikan Frekuensi (n) Persentase
(%)
Kompetensi EBP
Pendidikan Kurang Cukup Baik Total P value
n % n % n %
SPK 0 0 4 100 0 0 4
DIII 9 15 39 65 12 20 60 0.006
S1 11 26.8 13 31.7 17 41.5 41
Total 20 21 56 58.8 29 29.2 105
α= 0.05
KESIMPULAN
Pada aspek pelatihan dan training, berdasarkan informasi dari responden, 95% mengungkapkan
bahwa pelatihan khusus mengenai spesifik aplikasi EBP belum pernah didapatkan kecuali
seminar-seminar yang mengangkat tema tentang EBP. Sehingga kedua hal diatas baik pelatihan
dan masa kerja masih belum dapat dijadikan sebagai alat evaluasi lebih jauh hubungan nya
dengan kompetensi melakukan EBP.
Hasil penelitian ini juga mendorong agar institusi kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan
praktek mandiri perawat mendukung pengembangan jenjang karir perawat dimana salah satunya
lewat peningkatan tingkat pendidikan, yang dimana telah terbukti mendukung perawat dalam
mengaplikasikan praktek keperawatan professional yang berkualitas dan teruji.
Demikian juga halnya pada institusi– institusi pendidikan keperawatan sebagai wahana
pembelajaran calon perawat juga diharapkan dapat mempersiapkan mahasiswa perawat dalam
hal penguasaan akan EBP.
DAFTAR PUSTAKA
Bostrom J, Suter WN, Luker KA, Kenrick M dalam Introduction to Evidence-based nursing.
(2011).Diakses Tanggal 8 agustus 2012 dari ktclearinghouse.ca/cebm/syllabi/n ursing/intro.
Hapsari, E. D. (2011). Evidence based practice science: Unique, diversity, and innovation.
Diakses Tanggal 8 agustus 2012 dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Indonesia.
Kusnanto. (2003). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC
Majid, S. etal. (2011). Adopting evidence- based practice in clinical decision making : nurses’
perceptions, knowledge, and barriers. Journal of The Medical Library Association.
Maryani, S., Sumartini, M., Raenah, E. (2006).Jurnal Hubungan Penilaian Angka Kredit Jabatan
Fungsional Perawat, Karakteristik
Karakteristik dengan Motivasi Kerja Perawat di RS Persahabatan dan RS Fatmawati Jakarta tahun
2006. Diakses Tanggal 12 agustus 2012, dari Situs : isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21062358.pdf.
Rycroft-Malone, J., Bucknall, T., Melnyk, BM, (2004). Editorial. Worldviews on Evidence-Based Nursing
1(1),1-2www.blackwellpublishing.com/wvn
Yeni, C., K. (2008). Evidence-Based Nursing. Diakses Tanggal 9 juli 2012 dari :
yenibeth.wordpress.com/2008/03/05/evidence-based